BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi, jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian, kejadian trauma dada terjadi sekitar seperempat dari jumlah kematian akibat trauma yang terjadi, serta sekitar sepertiga dari kematian yang terjadi berbagai rumah sakit. Beberapa cedera dada yang dapat terjadi antara anta ra lain, tension pneumothoraks, pneumotoraks terbuka, flail chest, hematotoraks, tamponade jantung 1 Flail chest adalah area thorax yang melayang karena adanya fraktur iga multiple berurutan >3 dan memiliki garis fraktur >2 (segmented) pada setiap iganya. Flail chest dideskripsikan sebagai pergerakan paradoksal pada segmen di dinding dada yang disebabkan oleh fraktur >3 costae yaitu anterior dan posterior di setiap iganya. Variasi flail chest meliputi flail (melayang) pada segmen posterior, anterior, dan juga meliputi sternum dengan iga di tiap sisi cavum thorax mengalami fraktur. Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam.2
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi
Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu di bagian belakang pada vertebra thorakalis dan di depan pada sternum. Iga ke 8, 9, 10 menempel pada costae 7. Iga ke 11 dan 12 mengambang pada otot-otot vertebrae thorakalis. Dinding dada terdiri dari tulang vertebrae thorakalis 1 sampai 12 costae dan 1 sternum, cartilago costae dan otot. Kerangka rongga thoraks, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Dinding Thorax tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula, dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intercostalis dan torakalis interna. Dinding thoraks tersusun dari kutis, subkutis, glandula mammae (pada wanita), fascia, otot, dan pleura (parietalis dan viseralis). Otot dada terdiri dari m. pektoralis mayor, m. pektoralis minor, m. intercostalis eksternus, costae, m. intercostalis internus, m. intercostalis intima, dan m. transverses thorakalis.2
2
Gambar 1. Anatomi Thoraks Thorax berfungsi sebagai: a.
Fungsi respirasi, proses inspirasi dan ekspirasi
b.
Melindungi organ-organ yang berada di dalam rongga thorax. Proses inspirasi dilakukan secara aktif. Diafragma menurun akibat berkontraksi,
sehingga meningkatkan dimensi vertikal rongga toraks. Kontraksi otot-otot antar iga eksternal mengangkat iga-iga untuk memperbesar rongga toraks dari depan ke belakang dan sisi ke sisi. Tekanan intra pleural saat inspirasi sebesar 15 cm air. Proses ekspirasi pasif, diafragma melemas sehingga mengurangi volume rongga toraks dari ukuran inspirasi. Karena otot antar iga ekstenal melemas, sangkar iga yang semula terangkat, turun akibat gaya tarik bumi. Hal ini juga mengurangi volume rongga toraks. Ekspirasi aktif, terjadi kontraksi otot-otot abdomen yang meningkatkan tekanan intra-abdomen dan menimbulkan gaya vertikal atas pada diafragma. Hal ini semakin mengurangi dimensi vertikal rongga toraks lebih banyak dan kontraksi otot antar iga internal menurunkan ukuran depan ke belakang dan sisi ke sisi dengan meratakan iga-iga. Tekanan intra pleural saat ekspirasi sebesar 0 – 2 cm air.2
B. Flail Chest
Flail Chest adalah area toraks yang "melayang" ( flail ) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan ≥ 3 iga, dan memiliki garis fraktur ≥ 2 ( segmented ) pada tiap iganya. Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel 3
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Akibatnya adalah: terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi. Gerakan paradoksal dari dinding dada pada saat bernafas spontan. Flail chest dapat diperburuk oleh kontusio pulmonal. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidakstabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis 4
dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.3
C. Etiologi
Flail chest terjadi karena trauma tumpul yang kuat ke arah dada sehingga menyebabkan fraktur costae di beberapa tempat. Trauma ini misalnya seperti kecelakaan lalu lintas maupun jatuh. Meskipun flail chest menunjukkan adanya daya kinetic sangat kuat yang mengenai dada, namun hal ini dapat terjadi akibat trauma yang lebih ringan pada pasien dengan kelainan patologis, seperti osteoporosis, total sternectomy, dan multiple myeloma. Flail chest juga dapat terjadi karena trauma tembus, misalnya akibat luka tusuk, luka tikam, maupun luka tembak. 4 Fraktur costae dapat terjadi dimana saja disepanjang costae tersebut. Dari kedua belas costae yang ada, tiga costae pertama paling jarang mengalami fraktur, hal ini disebabkan karena costae tersebut sangat terlindungi. Costae 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costae terbawah yakni costae 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena mobile.1
D. Patofisiologi
6
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.1 Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut, seperti pada kasus 5
kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.5 Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.5 Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi.5 Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing). Pergerakan fraktur pada costae akan menyebabkan nyeri yang sangat hebat dan akan membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dinding dada. Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak mengikuti gerak nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan pada venous return dari system vena cava, pengurangan cardia output, dan pend erita jatuh pada kegagalan hemodinamik. Flail chest menyebabkan hal-hal di bawah ini: 1.
Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan
bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft. 2.
Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paru-paru di
bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.
6
3.
Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh adanya
peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase ini, sehingga pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu. 4.
Pergerakan mediastinum di alas akan mengganggu venous return jantung.5
. Gambar 2. Gerakan Paradoksal pada Flail Chest
Gambar 3. Mekanisme Flail Chest
7
E. Gejala Klinis
Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam, ekspirasi ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator.
Pada pemeriksaan, ditemui : 1. Sesak nafas 2. Krepitasi iga, fraktur tulang rawan 3. Takikardi 4. Sianosis 5. Pasien menunjukkan trauma hebat 6. Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kep ala, abdomen, ekstremitas).
F. Diagnosis
1. Anamnesis Anamnesis yang lengkap dan cepat, yang perlu ditanyakan adalah waktu kejadian, tempat kejadian, mekanisme trauma, bagaimana keadaan penderita selama dalam perjalanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat trauma yang mengenai dinding dada. 8
a. Gejala: nyeri dada, sesak nafas b. Riwayat benturan yang keras yang mengenai dinding dada 2. Pemeriksaan fisik a. Airway -
Look
benda2
asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur
trakea -
Listen Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor
-
Feel
b. Breathing -
Look
pergerakan dinding dada asimetris, warna kulit, memar, deformitas,
gerakan paradoksal, pasien terlihat nyeri saat bernafas, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, adanya tanda-tanda insufisiensi pernafasan berupa nafas cepat -
Listen vesikular paru, suara jantung, suara tambahan
-
Feel
krepitasi, nyeri tekan, jika terjadi komplikasi berupa pneumotoraks
didapatkan perkusi hipersonor, jika terjadi komplikasi berupa hematothoraks didapatkan perkusi redup c. Circulation -
Tingkat kesadaran
-
Warna kulit
-
Tanda-tanda laserasi
-
Perlukaan eksternal
d. Disability -
Tingkat kesadaran
-
Respon pupil
-
Tanda-tanda lateralisasi
-
Tingkat cedera spinal
e. Exposure
3. Pemeriksaan Penunjang a. Rontgen standar 9
-
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat menentukan jumlah dan tipe costae yang fraktur.
-
Pada pemeriksaan foto thoraks pasien dewasa dengan trauma tumpul toraks, adanya
gambaran
hematotoraks,
pneumothoraks
atau
kontusio
pulmo
menunjukkan hubungan yang kuat dengan gambaran fraktur costa. -
Setelah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada costa, maka pada daerah cedera harus dipasang strapping/ balut tekan yang kuat selama 2-3 minggu.
Gambar 4. flail chest pada foto rontgen b. EKG c. Monitor laju nafas, analisis gas darah Dapat ditemukan pada pemeriksaan lab yang berupa analisa gas darah dengan penurunan PO2. d. Pulse oksimetri
G. Penatatalaksanaan
3,4,5
1. Primary Survey a. Airway dengan control servikal Penilaian 1) Perhatikan
Manajemen patensi
airway 1) Lakukan chin lift dan atau jaw
10
(inspeksi, auskultasi, palpasi) 2) Penilaian
akan
thrust dengan kontrol servikal
adanya
obstruksi
in-line immobilisasi 2) Bersihkan airway dari benda asing. 3) Memasang airway definitif
intubasi endotrakeal
b. Breathing dan ventilasi Penilaian 1) Buka
Manajemen leher
penderita,
dan
dengan
memperhatikan
dada 1) Menempatkan tetap
posisi
kontrol
dekubitus
servikal in-line immobilisasi
yang
2) Tentukan laju dan dalamnya
dengan
terlentang
atau
sehingga
segmen
mengambang
terletak
pernapasan
os
tadi
menempel
pada
tempat tidur.
3) Inspeksi dan palpasi leher dan 2) Pemberian ventilasi adekuat, thoraks
untuk
mengenali
oksigen dilembabkan.
kemungkinan terdapat deviasi 3) Kontrol Nyeri dan membantu trakhea,
ekspansi
thoraks
pengembangan dada:
simetris atau tidak, pemakaian
a. Pemberian
analgesia
otot-otot tambahan dan tanda-
Morphine
tanda cedera lainnya.
Hidrokodon atau kodein
4) Perkusi menentukan
thoraks redup
Sulfate,
untuk
yang dikombinasi dengan
atau
aspirin atau asetaminofen
hipersonor
setiap 4 jam.
5) Auskultasi thoraks bilateral
b. Blok nervus interkostalis dapat
digunakan
mengatasi
untuk
nyeri
akibat fraktur costae 4) Stabilisasi area flail chest. a. Ventilator 11
berat
b. Stabilisasi
sementara
dengan
menggunakan
towl-clip
traction,
pemasangan
atau firm
strapping c. Pada pasien dengan flail chest
tidak
dibenarkan
melakukan
tindakan
fiksasi pada daerah flail secara
eksterna,
seperti
melakukan splint/bandage yang
melingkari
dada,
oleh
karena
akan
mengurangi mekanik
gerakan pernapasan
secara keseluruhan. 5) Pemasangan WSD
sebagai
profilaksis/preventif
pada
semua pasien yang dipasang ventilator.
c. Circulation dengan control perdarahan Penilaian
Manajemen
1) Mengetahui perdarahan
sumber 1) Penekanan eksternal
yang
pada
sumber perdarahan eksternal
fatal
(balut & tekan)
2) Mengetahui
sumber 2) Pasang kateter IV 2 jalur
perdarahan internal 3) Periksa
langsung
nadi:
ukuran kecepatan,
besar
mengambil
sekaligus
sampel
darah
pemeriksaan
rutin,
kualitas, keteraturan, pulsus
untuk
paradoksus.
kimia darah, golongan darah
Tidak 12
diketemukannya pulsasi dari
dan cross-match serta Analisis
arteri
Gas Darah (BGA).
besar
pertanda
merupakan
diperlukannya 3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter
resusitasi masif segera.
yang
4) Periksa warna kulit, kenali
sudah
dihangatkan
dengan tetesan cepat. Klo os
tanda-tanda sianosis.
tidak syok, pemberian cairan
5) Periksa tekanan darah
IV harus lebih berhati-hati. 4) Pemasangan kateter urin untuk monitoring
indeks
perfusi
jaringan.
d. Disability -
Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
-
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
e. Exposure/environment -
Buka pakaian penderita
-
Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat.
1. Tambahan Primary Survey a. Pasang monitor EKG b. Kateter urin dan lambung c. Monitor laju nafas, analisis gas darah d. Pulse oksimetri e. Pemeriksaan rontgen standar f. Lab darah 1. Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi tanda-tanda syok. 13
1. Secondary Survey a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma b. Pemeriksaan fisik -
Kepala dan maksilofasial
-
Vertebra servikal dan leher
-
Thorax
-
Abdomen
-
Perineum
-
Musculoskeletal
-
Neurologis
-
Reevaluasi penderita
1. Terapi Definitif a. Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan operatif b. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest: -
Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (contoh: hematotoraks masif, dsb)
-
Gagal/sulit weaning ventilator
-
Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
-
Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
-
Menghindari cacat permanen
c. Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"
1. Rujuk a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju. 14
H. Komplikasi
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.3
I. Prognosis
Selama ini, pasien dengan flail chest dilaporkan memiliki angka mortalitas sebesar 5-10% jika pasien sampai di RS dalam keadaan masih hidup. Pasien yang tidak memerlukan ventilasi mekanis mempunyai statistic yang lebih baik dan secara keseluruhan mortalitas akan meningkat dengan meningkatnya skor keparahan luka, umur, dan jumlah costa yang mengalami fraktur.4
15
BAB III KESIMPULAN
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidakstabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Davignon K, Kwo J, Bigatello L M. Pathophysiology and Managemet of the Fail Chest. Minerva Anestesiol. 2004; 70: 193-199.
2. Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit. EGC Penerbit Buku kedokteran. Jakarta.
3. Anonim. Primary Surgery Vol. 2 – Trauma : Thoracic injuries: Flail Chest.
4. Kilic al.
D,
Findikcioglu
Factors
comparison
A,
affecting of
anterior
Akin
S,
Akay
morbidity and
lateral
and
TH,
Kupeli
mortality
location.
Thorac
E,
Aribogan
in
flail
Cardiovasc
A,
et
chest: Surg.
Feb 2011;59(1):45-8.
5. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598 6. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi Tubuh Manusia Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220
17