PROPOSAL PENELITIAN
L E F I L M BERBAHAN BAKU PATI PRODUKSI E D I B LE SINGKONG DALAM RANGKA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH SAWO
Disusun oleh :
ANAS SUBKHAN
(3335142221)
RENALDY RIZKY SUBANDRIO
(3335141087)
JURUSAN TEKNIK KIMIA-FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN 2017
Proposal Penelitian
PRODUKSI AIR E D I B L E F I L M BERBAHAN BAKU PATI SINGKONG DALAM RANGKA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH SAWO
diajukan oleh : ANAS SUBKHAN
3335142221
RENALDY RIZKY SUBANDRIO
3335141087
telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing
Dosen Pembimbing I
Nufus Kanani, S.T., M.Eng.
tanggal :
…………
NIP. 198408062012122003 Dosen Pembimbing II
Dr. Eka Sari, S.T., M.T. NIP. 197406072003122001 197406072003122001
tanggal :
…………
.
RINGKASAN
Edible film adalah film adalah lapisan tipis ti pis yang terbuat dari bahan yang biodegradable. biodegradable. Salah satu bahan yang umum digunakan sebagai edible film adalah film adalah pati. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. α -glikosidik. Pemilihan edible film film berbasis pati sebagai bahan untuk pelapis makanan dengan berbagai petimbangan yaitu selain biodegradable juga biodegradable juga tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan organik. Tetapi permasalahan yang muncul adalah ketahanan edible film film terhadap bakteri serta ketahanan edible film film dalam menahan laju transmisi uap air. Fokus penelitian ini adalah untuk memperoleh edible film yang film yang bersifat biodegradable, biodegradable, elastis dan fleksibel serta tahan terhadap bakteri sehingga dapat dengan aman digunakan untuk melapisi baha n pangan terutama buah dengan memanfaatkan pati singkong terplastisasi gliserol dengan tambahan ekstrak jahe merah sebagai bahan anti mikroba dan lilin untuk memperbaiki sifat fisik edible film. film. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variabel tetap berupa perbandingan (3%w/v) baku pati singkong, jumlah gliserol (1% v/v) dan temperature pengeringan 50oC serta variabel berubah berupa perbandingan konsentrasi 0.5%, 1.%, 2%, 3% (w/v) jahe merah/lar utan pati dan konsentrasi 0,5%, 1% 1,5% lilin lebah/larutan pati (beeswax ( beeswax))
KATA PENGANTAR
Segala Puji penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-NYA kami dapat menyelesaikan tahap demi tahap penyusunan proposal penelitian kami yang berjudul “Produksi Air Edible Film Berbahan Baku Pati Singkong Dalam Rangka Memperpanjang Me mperpanjang Umur Simpan Buah Sawo” sampai pada akhirnya proposal ini dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada: 1. Kedua orang tua dan keluarga atas doa dan dukungannya yang diberikan. 2. Ibu Nufus Kanani, S.T., M.Eng., Selaku dosen pembimbing satu atas Ilmu serta bimbingannya yang sangat membantu penulis. 3. Ibu Dr.Eka Sari, S.T., M.T., Selaku dosen pembimbing dua atas Ilmu serta bimbingannya yang sangat membantu penulis.. Semoga apa yang telah penulis capai dari penelitian kali ini dapat memberi manfaat bagi penulis dan masyarakat banyak dalam perkembangan ilmu pengetahuan demi kelestarian bumi untuk kehidupan generasi mendatang yang lebih baik. Adapun segala kekurangan dari penelitian ini harapannya dapat diperbaiki dimasa mendatang agar apa yang telah penulis dan penulis – penulis sebelumnya lakukan dapat menjadi salah satu amal baik bagi kami.
Cilegon, Januari 2018
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sawo ( Achras zapota (L) van Royen) Royen ) merupakan salah satu jenis tanaman buah-buahan yang mudah ditemukan di negara tropis terutama di Indonesia. Sawo memiliki nilai ekonomi yang tinggi dimana seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan. Daging buah tebal dan memiliki citarasa yang khas menjadi daya tarik bagi konsumen[1]. Banten merupakan salah satu daerah penghasil buah sawo terbesar di Indonesia dengan jumlah produksi sebanyak 2378 ton/ tahun [2]. Adapun kandungan gizi per 100 g mengandung energi 83 kcal 4%, karbohidrat 19,9 g 15%, protein 0,44 g <1%, total lemak 1,10 g 3,5%, kolesterol 0 mg 0%, serat diet 5.3 g 14%, vitamin, folates folates 14 mcg 3,5%, niacin niacin 0.200 mg 1%, asam pantotenat 0,252 mg 5%, pyridoxine 0,037 pyridoxine 0,037 mg 3%, r iboflavin 0,020 iboflavin 0,020 mg 1,5%, thiamin 0,058 thiamin 0,058 mg 5% [3]. Buah sawo cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan buah lainnya. Bakteri dan perubahan kimiawi pada buah menyebabkan me nyebabkan pembusukan [2]. Proses pembusukan pada buah dapat disebabkan terutama oleh aktivitas enzim yang terdapat di dalam buah itu sendiri, aktivitas mikroorganisme atau proses oksidasi pada lemak tubuh oleh oksigen dari udara dan pengaruh dari suhu penyimpanan dari buah[5]. Selain itu, penanganan yang kurang hati – hati hati selama pengiriman dan pengangkutan dapat menyebabkan buah memar dan mengalami luka. Luka dan memar dapat mengundang infeksi mikroorganisme yang mengakibatkan pembusukan [1]. Perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet buah pada pasca panen melalui proses pengawetan maupun pengemasan[6] Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu[9]. Pengemasan makanan merupakan hal penting untuk melindungi bahan makanan dari kerusakan. Melalui pengemasan, makanan tidak akan terkontaminasi langsung dengan udara maupun
mikrobiologi lainnya sehingga akan membuat makanan akan lebih awet dan tidak cepat busuk [9]. Pada umumnya, plastik dengan bahan polimer sintetis banyak digunakan sebagai kemasan. Hal ini disebabkan bentuknya yang elastis, berbobot ringan tetapi kuat, tidak mudah pecah, tahan air dan ekonomis. Namun pada kenyataannya plastik menimbulkan dampak negatif. negatif. Sampah plastik dapat mencemari lingkungan lingkungan karena membutuhkan waktu hingga ratusan tahun agar dapat terurai dan dapat mencemari lingkungan[4] Salah satu alternatif untuk menangani permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan kemasan yang ramah lingkungan dan dapat terdegradasi di alam yaitu menggunakan bioplastik. Bioplastik atau yang sering disebut plastik biodegradable, biodegradable, merupakan salah satu jenis plastik yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati, minyak nabati, dan mikrobiota[6]. Bioplastik dapat digunakan layaknya plastik konvensional dan dapat terurai oleh aktivitas mikroorganisme. Salah satu bioplastik yang dapat digunakan sebagai pengemas makanan adalah edible film[6]. Perkembangan edible film pada film pada pengawetan makanan terutama buah dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya simpan [6]. Edible film film memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat di perbaharui (biodegradable). biodegradable). Edible Edible film adalah film adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan organic[8]. Bahan ini digunakan pada proses pengawetan buah dengan cara membungkus, merendam, melapisi atau menyemprot untuk memberikan ketahanan selektif terhadap transmisi gas dan uap air, serta memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis. Penelitian mengenai pelapisan produk pangan dengan edible film telah film telah banyak dilakukan dan terbukti dapat memperpanjang masa simpan serta dapat dikonsumsi langsung bersama produk yang dikemas, tidak mencemari lingkungan, memperbaiki sifat organoleptik produk yang dikemas, berfungsi sebagai suplemen penambah nutrisi, sebagai flavor, pewarna, zat anti mikroba, dan
antioksidan[7]. Bahan untuk edible film film yang paling potensial dan sudah banyak diteliti adalah yang berbasis pati-patian. Pati merupakan salah suatu polimer yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film. film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik [8]. Dari berbagai jenis pati, pati singkong merupakan salah satu jenis pati yang mengandung komponen hidrokoloid yang dapat dimanfaatkan untuk membentuk matriks film matriks film.. Pati singkong memiliki kadar amilosa tinggi sekitar 27,38% sehingga mengembangkan potensi kapasitas pembentukan film dan menghasilkan film yang lebih kuat dari pati yang mengandung lebih sedikit amilosa [8] Penelitian mengenai edible film dari film dari bahan pati singkong telah dilakukan. Antara lain Karakteristik Pati Singkong Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Ekstrak Rimpang Jahe Merah Khas Bayah Provinsi Banten sebagai Anti Bakteri pada Pembuatan Edible Film[6]. Dari keseluruhan diperoleh hasil bahwa penambahan ekstrak jahe merah dan temperatur pengeringan berpengaruh pada besarnya swelling besarnya swelling , tensile strength, strength, elongasi, ketebalan dan jumlah koloni bakteri yang terdapat pada edible film. film. Akan tetapi pada penelitian tersebut belum diaplikasikan terhadap buah dan sayur secara langsung. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui laju transmisi uap air edible film terhadap film terhadap makanan khususnya pada buah yang memiliki kandungan air yang banyak. Sehingga akan diketahui karakteristik laju transmisi uap edible film yang film yang baik untuk menjaga kandungan air didalam buah dan kesegaran buah akan lebih tahan lama. Dalam penelitian ini, edible film film dengan bahan pati singkong akan diplastisasi menggunakan gliserol dan diperkaya ekstrak jahe merah untuk meningkatkan kemampuan antimikroba dan penambahan lilin lebah ( beeswax) beeswax) untuk meningkatkan sifat fisik dari edible film. film. Kemudian akan didapatkan edible film film pati singkong beserta karakteristik berupa laju transmisi uap air yang diaplikasikan langsung menggunakan buah sawo guna melihat perbedaan morfologi yang akan terjadi pada buah sawo. s awo.
1.2
Rumusan Masalah
Beberapa penelitian mempelajari tentang hubungan antara edible film yang film yang dikombinasikan dengan ekstrak tanaman dengan kandungan zat aktif.. Seperti penambahan ekstrak jahe merah sebagai anti mikroba yang sudah dilakukan sebelumnya (Nufus dan Wardalia, 2017). Pada penelitian tersebut diuji pengaruh konsentrasi jahe terhadap swelling, kuat tarik, elongasi dan kemampuan degradasi. Pengaruh konsentrasi jahe merah terhadap karakteristik laju transmisi uap air dan uji bakteri dalam aplikasi pengawetan pangan belum pernah dikaji sebelumnya . Penelitian dengan penambahan lilin lebah (beeswax ( beeswax)) dinilai dapat menahan laju transmisi uap air (Santoso, dkk, 2017) . Dengan kombinasi pati singkong yang terplastisasi gliserol, ekstrak jahe merah dan lilin lebah diharapkan dapat mempertahankan kualitas buah, khususnya pada laju transmisi uap air edible film yang berpengaruh sangat besar dalam menjaga kandungan air yang ada dalam buah.
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian pembuatan edible film ini film ini ialah : 1. Membuat edible film sebagai film sebagai pengawet buah sawo. 2. Mendapatkan komposisi campuran yang optimum antara edible film, film, ekstrak jahe merah dan lilin lebah. 3. Mengetahui karakteristik edible film pati film pati singkong.
1.4
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan meliputi pengawetan buah sawo dengan menggunakan edible film film berbahan pati singkong dengan penambahan ekstrak jahe merah dan lilin lebah. Menggunakan pelarut aquadest dan penambahan plasticizer gliserol. gliserol. Pengujian yang akan dilakukan adalah pengujian laju transmisi uap air menggunakan metode gravimetri berdasarkan ASTM-E96-1995 untuk mengetahui banyaknya jumlah uap air yang melewati edible film, film, pengujian
antibakteri pada edible film menggunakan film menggunakan metode TPC (Total ( Total Plate Count ) untuk mengetahui jumlah bakteri yang terdapat didalam edible film dan film dan pengaplikasian terhadap buah sawo,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Buah Sawo
Sawo ( Manilkara Manilkara zapota (L.) van Royen) Royen) merupakan buah tropik yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya di Meksiko hingga Guatemala, Salvador, dan Honduras Utara. Buah sawo memiliki daging buah yang lembut namun dalam kelembutan tersebut terdapat tekstur rasa seperti pasir. Rasa berpasir pada buah sawo muncul karena daging buah sawo mengandung sel – sel – sel sel batu (sklereida). Selain dikonsumsi dalam bentuk buah segar, sawo sering seri ng digunakan dalam es buah dan es krim. Buah sawo juga memiliki khasiat, sebagai bahan obat dia re dan desentri. Selain itu, sawo juga dapat digunakan sebagai bahan makanan makanan olahan, seperti selai dan sirup [2]
Gambar 1. Buah Sawo Nama-namanya dalam berbagai bahasa: chico chico (Filipina), ciku (Malaysia), chikoo atau sapota sapota (India), sofeda sofeda (Bangladesh), xa pô chê chê atau hồng xiêm (Vietnam), rata-mi rata-mi (Sri Lanka), Lanka), lamoot (Thailand, Laos dan Kamboja), níspero (Venezuela), sugardilly (Kep. Bahama), naseberry naseberry (Hindia Barat), sapote (Nicaragua), sapoti sapoti (Brazil), (Brazil), sapotillier (bahasa Perancis) dan sapodilla sapodilla (bahasa Inggris)[2].
Buah sawo merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai sifat mudah rusak ( perishable) perishable)[3]. Hal ini dikarenakan buah sawo memiliki tekstur buah yang lembek dengan kulit buah yang tipis. Oleh karena itu, buah sawo memerlukan penanganan pascapanen yang baik untuk mengurangi kerusakan pascapanen. Susut pascapanen buah hingga sampai ke konsumen diperkirakan mencapai 40%. Penyusutan ini disebabkan oleh penanganan yang masih tradisional. Buah sawo yang masak bila disimpan dalam temperatur ruang hanya bertahan 2 sampai 3 hari sebelum mengalami pembusukan [2].
E di ble film fi lm
2.2
Edible film adalan film adalan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, serta dapat berfungsi sebagai penahan (barrier (barrier ) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lemak dan larutan), atau sebagai pembawa bahan makanan dan tambahan (aditif) juga untuk meningkatkan kemudahan penanganan makanan. Edible film film merupakan lapisan tipis yang dapat dimakan, yang digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan dan penyikatan agar terjadi penahan (barrier ( barrier ) yang selektif untuk menghambat perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut, sekaligus memberikan perlindungan mekanis[5] Edible film dari film dari polisakarida mempunyai keunggulan yang lebih baik dalam penghambatan gas terhadap uap air. Edible film film juga mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan pengemas sintetik yang tidak dapat dimakan, yaitu: 1. Edible film dapat film dapat dimakan bersamaan dengan produk yang dikemas 2. Film yang tidak dapat dikonsumsi dapat didaur ulang. 3. Edible film dapat film dapat diterapkan pada sistem pengemasan berlapis 4. Edible film dapat film dapat berfungsi sebagai suplemen gizi pada makanan. 5. Edible film film dapat berfungsi untuk memperbaiki sifat-sifat organoleptik makanan yang dikemas.
6. Edible film dapat film dapat digunakan sebagai pengemas satuan (individu) dari bahan makanan yang berukuran kecil [38].
2.1.1
Bahan Dasar E di ble film fi lm Pati
Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui dan memberikan karakteristik fisik yang baik [24]. Ubi-ubian, serealia dan biji polong polongan merupakan sumber pati yang paling penting. Ubi-ubian yang sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang dan singkong. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 1. Kandungan Pati Beberapa Bahan Pangan Bahan Pangan
Pati (% Basis Kering)
Biji Gandum
67
Beras
89
Jagung
57
Biji Sorghum
72
Kentang
75
Ubi Jalar
90
Singkong
90
2.1.2
fi lm Pembentukan E di ble film Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan edible film film antara
lain :
A. Suhu Perlakuan panas diperlukan untuk membentuk pati tergelatinasi sehingga terbentuk pasta pati yang merupakan bentuk awal edible film. film. Suhu pemanasan pati akan menentukan sifat mekanik edible film yang film yang terbentuk. Suhu pemanasan akan menentukan tingkat gelatinisasi yang terjadi yang pada akhirnya menentukan sifat fisik dari pasta yang terbentuk. terbentuk. B. Konsentrasi pati Konsentrasi pati memberikan kontribusi terhadap kadar amilosa dalam larutan pati sehingga berpengaruh terhadap sifat pasta yang dihasilkan. C. Plastisizer dan bahan aditif lain Konsentrasi plastisizer dan bahan aditif lain yang ditambahkan ke dalam formula film akan berpengaruh terhadap sifat film yang yang terbentuk bahan bahan tersebut akan berinteraksi dengan pati. Plasticizer merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam bahan pembentuk edible f ilm. Penggunaannya dapat meningkatkan fleksibilitas, menurunkan gaya intermolekuler sepanjang
rantai
polimernya,
sehingga
film
akan
lentur
ketika
dibengkokkan (Garcia, et al. dalam Rodriguez, et al. 2006). Damat (2008) mengemukakan bahwa karakteristik fisik edible film dipengaruhi oleh jenis bahan serta jenis dan konsentrasi plasticizer. Plasticizer dari golongan polihidrik alkohol atau poliol diantaranya adalah gliserol dan sorbitol (Harris, 2001).
2.1.3
Sifat Fisika-Kimia-Biologi Fisika-Kimia-Biologi edi ble fi lm
A. Ketebalan film Ketebalan juga sangat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik edible film, film, seperti tensile strength, elongation, dan water vapor transmission rate (WVTR). Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan edible film adalah film adalah konsentrasi padatan terlarut pada larutan pembentuk film dan ukuran pelat pencetak. Semakin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film akan meningkat. Sebagai
kemasan, semakin tebal edible film film maka kemampuan penahanannya semakin besar, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang [28] B. Tensile strength (MPa) / kekuatan renggang putus (%) Tensile Strength adalah ukuran untuk kekuatan film secara spesifik, merupakan tarikan
maksimum
yang
dapat
dicapai
sampai
film
tetap
bertahan sebelum putus/sobek putus/sobek [29]. Pengukuran ini untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas area film. Sifat tensile strength tergantung pada konsentrasi dan jenis bahan penyusun edible film terutama sifat kohesi struktural. C. Elongasi / Kemuluran Film dengan bahan dasar pati bersifat rapuh karena adanya amilosa, sehingga makin tinggi konsentrasi pati akan menurunkan fleksibilitas film yang dihasilkan[26]. Meningkatnya kadar air akan menurunkan tensile strength film yang tidak menggunakan wax, tetapi dengan adanya wax akan meningkatkan tensile strength dan menurunkan elongation. Sedangkan peningkatan konsentrasi gliserol dan sorbitol tidak memberi pengaruh secara signifikan terhadap tensile strength konjac glucomannan film, tetapi meningkatkan flexibilitas dan ekstensibilitas film[27]. D. Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Laju transmisi uap air (WVTR) adalah jumlah uap air yang melalui suatu permukaan persatuan luas atau slope jumlah uap air ai r dibagi luas area. Edible area. Edible film dengan bahan dasar polisakarida umumnya sifat barrier terhadap uap airn ya rendah. Film hidrofilik seringkali memperlihatkan hubungan-hubungan positif antara ketebalan dan permeabilitas uap air. Studi-studi sebelumnya sudah menandai hubungan-hubungan yang serupa antara ketebalan film dan sifat permeabilitas didalam sistem film yang hidrofilik [29]. Nilai laju transmisi uap air suatu bahan dipengaruhi oleh struktur bahan pembentuk dan konsentrasi plasticizer. Penambahan plasticizer seperti gliserol akan meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena gliserol bersifat hidrofilik [34].
Adapun rumus perhitungan dari laju transmisi uap air/ water vapor transmission rate (WVTR) berdasarkan ASTM-E96, 1995
=
,
=
,
× 24
Keterangan : n = Perubahan berat(gram) t = Waktu(jam) A = Luas Permukaan(m2) Laju transmisi
uap
air
akan semakin menurun
seiring
dengan
peningkatan konsentrasi plasticizer yang digunakan. Murdianto (2005) dalam penelitiannya
mengemukakan
bahwa
semakin
meningkatnya
konsentrasi
pembentuk gel, maka menurunkan laju transmisi uap air edible film. Hal ini dikarenakan meningkatnya molekul larutan menyebabkan matriks film semakin banyak, sehingga struktur film yang kuat dengan struktur jaringan film yang semakin kompak dan kokoh dapat meningkatkan kekuatan film dalam menahan laju transmisi uap air. E. Daya larut (%) Daya larut merupakan salah satu sifat fisik edible film yang film yang menunjukkan persentase berat kering terlarut setelah dicelupkan dalam air selama 24 jam[34].Daya larut film sangat ditentukan oleh sumber bahan dasar pembuatan film. Edible film berbahan dasar pati tingkat kelarutannya dipengaruhi oleh ikatan gugus hidroksi pati. Makin lemah ikatan gugus hidroksil pati, makin tinggi kelarutan film. Edible film dengan film dengan daya larut yang tinggi menunjukkan film tersebut mudah dikonsumsi. F. Anti bakteri Edible film dapat berfungsi sebagai agen pembawa antimikroba dan antioksidan. Dalam aplikasi yang sama edible film film juga dapat digunakan di
permukaan makanan untuk mengontrol laju difusi zat pengawet pengawet dari permukaan ke bagian dalam makanan[29].
2.1.4
fi lm Mekanisme Pembentukan E di ble film Pembentukan edible film dari film dari pati, pada prinsipnya merupakan gelatinisasi
molekul pati. Proses pembentukan film adalah suatu fenomena pembentukan gel akibat perlakuan suhu, sehingga terjadi pembentukan matriks atau jaringan. Prinsip pembentukan edible film, film, melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Pensuspensi bahan ke dalam pelarut Pembentukan larutan film dimulai dengan mensuspensikan bahan ke dalam pelarut, misalnya air, etanol dan pelarut lain.
2.
Pengaturan suhu Pengaturan suhu mempunyai tujuan untuk mencapai suhu gelatinisasi pati, sehingga pati dapat tergelatinisasi sempurna s empurna dan diperoleh film yang homogen serta utuh.
3.
Penambahan Plasticizer Penambahan Plasticizer Plasticizer merupakan merupakan substansi nonvolatile yang ditambahkan ke dalam suatu bahan untuk memperbaiki sifat fisik dan atau sifat mekanik bahan tersebut. Pada pembuatan edible film sering film sering ditambahkan plasticizer untuk untuk mengatasi sifat rapuh film, sehingga akan diperoleh film yang kuat, fleksibel dan tidak mudah putus.
4.
Penambahan asam lemak dan gliserol a. Penambahan asam lemak Asam lemak yang sering ditambahkan pada permukaan edible film adalah film adalah asam palmitat. Penambahan asam palmitat mampu meningkatkan perpanjangan dan kekuatan perenggangan film. Saat mencapai titik
kritisnya
penambahan
asam
palmitat
tersebut
akan
menurunkan
perpanjangan dan kekuatan perenggangan perenggangan film. b. Gliserol Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air dan zat terlarut. 5.
Pengeringan Pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut, maka akan diperoleh edible film. film. Suhu yang digunakan akan mempengaruhi waktu pengeringan dan kenampakan edible film yang film yang dihasilkan.
2.2
Singkong
Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya [32]. Ubi ini merupakan tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk diambil patinya yang sangat layak cerna. Pohon singkong dapat tumbuh hingga 1-4 meter dengan daun besar yang menjari dengan 5 hingga 9 belahan lembar le mbar daun. Batangnya memiliki pola percabangan yang khas, yang yang keragamannya tergantung pada kultivar [32].
Gambar 2. Tanaman Singkong
Bagian dari ubi singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya dapat berupa silinder, kerucut, atau oval [33]. Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan diameternya 3 hingga 15 cm. Bobot ubi ka yu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg. Tanaman singkong umumnya menghasilkan sekitar 5-10 ubi[32]. Ubi singkong yang matang terdiri atas tiga lapisan yang jelas yaitu; peridermis luar, cortex, cortex, dan daging bagian tengah.
Gambar 3. Umbi Singkong Klasifikasi singkong adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Plantae, Divisi : Spermatophyta, Spermatophyta, Sub Divisi : Angiospermae, Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Dicotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Euphorbiaceae, Genus : Manihot , Spesies : Manihot utilissima Pohl.; utilissima Pohl.; Manihot Manihot esculenta Crantz sin[35]. Spesies dari singkong dibedakan berdasarkan kandungan kandungan HCN, yaitu yaitu jenis pahit ( Manihot Manihot esculenta Crantz .; M. .; M. utilissma Pohl .) .) dan manis ( M. dulcus Baill .; M. .; M. palmatta Muell.; M. aipi Pohl .) .)[35] Singkong merupakan salah satu sumber kalori bagi penduduk kawasan tropis di dunia. Ubi singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90% (bb) dengan pati sebagai komponen utamanya [32]. Singkong relatif kaya akan kalsium dan asam askorbat (vitamin C)[37]. Namun ubi ini tidak dapat langsung dikonsumi dalam bentuk segar tapi selalu dilakukan pengolahan seperti pemanasan, perendaman dalam air, penghancuran, atau beberapa proses tradisional lainnya dengan tujuan untuk detoksifikasi atau membuang HCN yang bersifat mematikan
yang dikandung dari semua varietas singkong[35]. Kandungan kalori dan komposisi zat gizi dalam 100 gram singkong disajikan pada tabel berikut Tabel 2. Kandungan Kalori dan Komposisi Zat Gizi dalam 100 gram singkong Komposisi Kimia
Jumlah
Air (g)
62,5
Karbohidrat (g)
34,7
Protein (g)
1,2
Lemak (g)
0,3
Ca (mg)
33,0
Fe (mg)
0,7
Thiamin B1 (mg)
0,06
Riboflavin B2 (mg)
0,03
Niacin (mg)
0,6
Vitamin C (mg)
36
Energi (kal)
2.2.1
146,0
Pati Singkong
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. α -(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa α -(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). α-(1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan amilopektin [38]. Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi
biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya [41]. Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk
menjadi
bening
dan
kecil
kemungkinan
untuk
terjadi
retrogradasi, ukuran granula pati singkong 4-35 µm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 6273oC, sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63 oC[49]. Pati singkong relatif mudah didapat dan harganya yang murah.
Gambar 4 Granula Singkong Amilosa memilki kemampuan membentuk kristal karena struktur rantai polimernya yang sederhana[. Strukturnya yang sederhana ini dapat membentuk interaksi molekular yang kuat. Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil molekulamilosa. Pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada amilosa daripada amilopektin.
Gambar 5 Struktur amilosa
Pada dasarnya, struktur amilopektin sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek α-(1,4)-D-glukosa α -(1,4)-D-glukosa dalam jumlah yang besar. Perbedaannya ada pada tingkat percabangan yang tinggi dengan ikatan α -(1,6)-D-glukosa dan bobot molekul yang besar. Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak sereaktif amilosa. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya Kristal.
Gambar 6. Struktur amilosa Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri[29]. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi dan sentrifugasi[42]. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya.
2.3
Bakteri Ba B acillus sp
Bakteri merupakan organisme yang mempunyai penyebaran terluas di alam. Hal tersebut karena bakteri mampu hidup pada berbagai habitat dan mampu menguraikan senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana untuk memperoleh zat-zat tertentu yang dibutuhkan dalam rangka mempertahankan hidupnya. Selain itu bakteri dengan kemampuannya tersebut
menjadi organisme terpenting yang berperan dalam proses penguraian dan dekomposisi[39].
Gambar 7. Bakteri Bacillus sp Marga Bacillus Bacillus merupakan salah satu bakteri yang mempunyai berbagai macam kemampuan yang dapat dikembangkan dalam skala industri. Bacillus spp. spp . sangat potensial untuk dikembangkan dalam industri bioteknologi karena mempunyai sifat-sifat seperti, memiliki kisaran suhu pertumbuhan yang luas, pembentuk spora, kosmopolit, tahan terhadap senyawa-senyawa antiseptik, bersifat aerob atau fakultatif anaerob, memiliki kemampuan enzimatik yang beragam, dan beberapa diantaranya mampu melakukan biodegradasi terhadap banyak senyawa rekalsitran dan xenobiotic[45]. Selain itu yang utama adalah Bacillus sp tidak membutuhkan faktor tumbuh yang relatif mahal. Bakteri Bacillus sp biasanya banyak ditemukan di tanah yang merupakan agen penyakit dari beberapa penyakit seperti infeksi kulit, paru, usus dan selaput otak. Selain itu, beberapa tipe Bacillus tipe Bacillus sp dipastikan sebagai penyebab suatu kasus keracunan makanan. Apabila hasil isolasi Bacillus isolasi Bacillus sp menunjukkan bahwa strainstrain dari serotip yang sama ditemukan pada makanan yang dicurigai dan dari kotoran atau muntahan pasien, atau hasil isolasi bakteri dari makanan yang dicurigai, kotoran, atau muntahan pasien menunjukkan adanya sejumlah besar Bacillus cereus cereus dari serotip yang dikenal sebagai penyebab keracunan makanan. Keracunan pangan yang diakibatkan oleh Bacillus oleh Bacillus sp. sp. ditunjukkan dari gejala diare, kejang (kram) perut dan muntah.
2.3.1 Karakteristik B acillus sp
Bacillus sp. sp. digolongkan ke dalam kelas bakteri heterotrofik, yaitu protista bersifat uniseluler, termasuk dalam golongan mikroorganisme redusen atau yang lazim disebut sebagai dekomposer. Sebagian besar bakteri laut termasuk dalam kelompok bakteri bersifat heterotrofik dan saprofitik [48]. Marga Bacillus merupakan bakteri yang berbentuk batang dapat dijumpai di tanah dan air termasuk pada air laut. Beberapa jenis menghasil enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks. Bacillus sp membentuk endospora, merupakan gram positif, bergerak dengan adanya flagel peritrikus, dapat bersifat aerobik atau fakultatif anaerobik serta bersifat katalase positif [48]. Marga Bacillus mempunyai Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik karena tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang yang berbeda-beda, diantaranya : 1.
Mampu mendegradasi senyawa organik seperti protein, pati, selulosa, hidrokarbon dan agar
2.
Mampu menghasilkan antibiotic
3.
Berperan dalam nitrifikasi dan dentrifikasi.
4.
Pengikat nitrogen
5.
Pengoksidasi selenium
6.
Pengoksidasi dan pereduksi mangan (Mn)
7.
Bersifat khemolitotrof, aerob atau fakultatif anaerob, asidofilik asidofilik atau alkalifilik, psikoprifilik, atau thermofilik
2.4
Jahe Merah
Jahe dikenal sebagai rempah-rempah yang mengandung senyawa anti bakteri. Jahe merah hendaknya dibudidayakan di tanah t anah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus) dan berdrainase baik untuk mendapatkan rimpang jahe yang gemuk dan berdaging. Pengembangan jahe merah umumnya dilakukan pada tanahtanah latosol, aluvial, podsolik merah kuning yang cukup subur dan andosol yang
mengandung bahan organik relatif tinggi [17]. Tanaman jahe merah tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki banyak genangan air (drainase buruk), tanah rawa, tanah liat berat dan pada tanah yang yang didominasi didominasi oleh kandungan pasir kasar atau kerikil[18]. Tanaman
jahe
merah
memiliki
nama
latin
Zingiber
officinale
Rosc.Var.Rubrum, Rosc.Var.Rubrum, yang termasuk dalam divisi spermatophyta spermatophyta atau tumbuhan tingkat tinggi dengan sub divisi berupa tumbuhan angiospermae angiospermae atau tumbuhan berbiji tertutup dan kelas tumbuhan dengan biji berkeping satu yang biasa disebut monocotyledone. monocotyledone. Zingiber officinale Rosc.Var.Rubrum termasuk Rosc.Var.Rubrum termasuk dalam tumbuhan berbangsa Zingiberales berbangsa Zingiberales (jahe-jahean) (jahe-jahean) dengan nama suku Zingiberaceae suku Zingiberaceae dan dan nama marga Zingiber, marga Zingiber, sehingga sehingga tumbuhan ini memiliki nama jenis atau species Zingiber species Zingiber officinale Rosc.Var.Rubrum [46].
Gambar 8. Jahe Merah Jahe mengandung senyawa antibakteri, rimpang jahe merah mengandung [6]gingerol
yang
memiliki
aktivitas
antioksidan,
antikarsinogenik, antimutagenik, antitumor
antibakteri,
[20-22]
.
Gambar 9. Senyawa Identitas Jahe Merah
antiinflamasi,
2.4.1
Kandungan Kimia
Rimpang jahe merah mengandung komponen senyawa kimia yang terdiri dari minyak menguap (volatile ( volatile oil ), ), minyak tidak menguap (nonvolatile ( nonvolatile oil ) dan pati. Minyak atsiri atsir i (minyak menguap) merupakan suatu komponen yang memberi khas, kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58-2,72% dihitung berdasarkan berat kering. Minyak atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa yang memberikan aroma yang khas pada jahe. Kandungan minyak tidak menguap disebut oleoresin, yakni suatu komponen yang memberi rasa pahit dan pedas. Rasa pedas pada jahe merah sangat tinggi disebabkan oleh kandungan oleoresin yang tinggi. Zat oleoresin inilah yang bermanfaat sebagai antiemetic[45 46].
2.4.2
Morfologi Tanaman
Jahe merah merupakan terna berbatang semu tegak yang tidak bercabang dan termasuk famili Zingiberaceae. Zingiberaceae. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil berwarna hijau dan agak keras. Daunnya tersusun berselang-selang teratur. Tinggi tanaman ini 30-60 cm. Jahe merah tumbuh baik di daerah tropis yang beriklim cukup panas dan curah hujannya sedikit. Jika cahaya matahari mencukupi, tanaman ini dapat menghasilkan rimpang jahe lebih besar daripada biasan ya[47]. Habitus tumbuhan jahe merah yaitu yaitu herba dan semusim. Tumbuh tegak dengan tinggi 40-50 cm. Batang semu, beralur, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daun tumbuhan jahe berbentuk tunggal, lancet, dengan tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, dan berwarna hijau tua. Bunga tumbuhan jahe merah biasanya majemuk, bentuk bulir, sempit, ujung runcing, panjang 3,5-5 cm, lebar 1,5-2 cm, tangkai panjang kurang lebih 2 cm, berwarna hijau kemerahan, kelopak bentuk tabung, bergigi 3 dan mahkota bentuk corong panjang 2-2,5 cm. Buah tumbuhan jahe merah kotak, bulat panjang, coklat. Biji berbentuk bulat dan berwarna hitam. Akar berbentuk serabut berwarna putih kotor kotor [47].
2.5
Gliserol
Bahan pemlastis ( plasticizer plasticizer ) adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan dari polimer, meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer [10]. Fungsi utama gliserol adalah sebagai humektant (suatu (suatu zat yang berfungsi untuk menjaga kelembutan dan kelembaban). Gliserol juga dapat digunakan sebagai pelarut, pemanis, pengawet dalam makanan serta sebagai zat emollient dalam kosmetik [10]. Berdasarkan sifatnya, gliserol banyak digunakan sebagai zat pemlastis dan minyak pelumas dalam mesin pengolahan makanan dan minuman. Hal ini disebabakan karena gliserol tidak beracun. Tabel 3. Kegunaan Gliserol Kegunaan
Konsentrasi (%)
Pengawet Antimikroba
< 20
Emolien
≤ 30
Pembentuk Gel,
5,0 – 5,0 – 15,0 15,0
Pembentuk Gel,
50,0 – 50,0 – 80,0 80,0
Humektan
≤ 30
Formulasi Optikum
0,5 – 0,5 – 3,0 3,0
Zat Tambahan
Bervariasi
Plasticizer dalam tablet selaput film
Bervariasi
Pelarut dalam formulasi parenteral
≤ 50
Zat Pemanis dalam eliksir alcohol
≤ 20
2.6
Lilin Lebah
Ada tiga jenis lilin yang dikenal di alam, yakni yang berasal dari hewan, tumbuhan dan petrolium atau mineral. Lilin asal hewan yakni lilin lebah ( beewax) beewax) adalah salah satu lilin yang kimianya stabil dan terkenal sepanjang sejarah perdagangan dunia[52]. Lilin sarang lebah berasal dari sarang lebah yang mengandung 50% senyawa resin (flavonoid dan asam fenolat), 30% lilin lebah, 10% minyak aromatic, 5% polen dan 5% berfungsi sebagai senyawa aromatic [53]. Dari sudut pandang kimia, wax didefinisikan sebagai ester dari asam lemak dengan alkohol monohidrat dengan berat molekul tinggi. Ini dibedakan dari lemak yang merupakan ester dari asam lemak dengan alkohol trihidrat (biasanya glyserol) dengan berat molekul rendah, dan bisa ditambahkan bahwa apa yang disebut dengan minyak tetap atau minyak lemak dalam kenyataannya adalah lemak yang dicairkan pada temperatur biasa [51].
Gambar 10. Rumus Kimia Lilin Lebah
Manfaat lilin lebah adalah untuk bahan membatik, lilin penerang, industri kosmetik , cold cream, cream, lipstick , dan berbagai lotion, lotion, juga bisa digunakan sebagai campuran pembuatan sabun natural yang berbahan dasar minyak. Pada industri farmasi, lilin lebah digunakan untuk bahan pembuatan plester atau kain pembalut, obat-obatan luar, campuran bahan-bahan tahan air/water air/water proof , selain itu juga bisa digunakan sebagai campuran tinta, pensil, semir serta sebagai zat pengkilat [55]. Untuk pencegahan terhadap pembusukan buah, sehingga pembusukan pada buah dapat diperkecil. diperkecil. Salah satu caranya adalah dengan dengan melapisi buah dengan lilin. Tujuan pelapisan lilin adalah untuk mencegah penguapan atau kehilangan air terlalu banyak, mempertahankan kesegaran dalam waktu yang cukup lama, mencegah
kelayuan, serta memperindah kulit buah[51]. Sebagian penyalutan penyalutan permukaan sama seperti permukaaan buah alami yang mengandung lilin dimana lilin tersebut merupakan penghalang yang baik untuk uap air. Ini mengurangi laju penguapan air dari permukaaan buah dan dengan demikian memperlambat kehilangan berta yang dapat dijual. Pada banyak buah, ini juga bisa memperlambat kehilangan air buah dan serangan awal layu yang dapat dilihat, yang melindungi hasil bumi dari kehilangan nilai karena penurunan kualitas. Kecendrungan kehilangan air bisa ditandai dengan kehilangan berat segar dalam kondisi standar. Lilin lebah memiliki manfaat yaitu[53] : 1. Membantu menahan air di dalam buah dan sayuran selama pengiriman dan pemasaran, 2. Membantu menghambat pertumbuhan jamur, 3. Melindungi buah dan sayuran dari memar, 4. Mencegah kerusakan fisik lainnya dan penyakit, 5. Meningkatkan tampilan.
Gambar 11. Lilin Lebah
Dengan melindungi terhadap kehilangan air dan kontaminasi, penyalutan lilin membantu buah dan sayuran segera mempertahankan memper tahankan keutuhan dan kesegarannya. Penyalutan lilin tidak meningkatkan kualitas buah atau sayuran berkualitas rendah, namun penyalutan lilin bersama-sama dengan penanganan yang tepat – memberi kontribusi dalam pemelihataan produk yang sehat [52].
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tahap Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Prosedur penelitian yang digunakan terdapat beberapa tahap, yaitu: tahap ekstraksi jahe merah khan Bayah Provinsi Banten, tahap pembuatan larutan pati singkong terplastisasi gliserol, tahap pembuatan edible film pati singkong + ekstrak jahe merah.
3.1.1
Tahap Ekstraksi Ekstraksi Jahe merah
1 Kg Jahe Merah
1 Liter Etanol
Blender
Maserasi 3 hari pada T ruang dan pengadukan pengadukan
Waterbath pada suhu 35-45 o C hingga etanol menguap
Serbuk Ginggerol Gambar 9. Diagram alir ekstraksi jahe merah
3.1.2
Tahap Pembuatan Pembuatan Pati Singkong
Singkong Pengupasan dan Sortasi Air Pencucian
Penggilingan
Penyaringan
Filtrat
Ampas
Pengendapan
Air
Pengeringan
Pati Singkong
Gambar 10. Diagram alir pembuatan pati singkong
3.1.3
Tahap Pembuatan Pembuatan Larutan Pati Singkong Terplastisasi Gliserol
3% w/v Pati Singkong
Aquades
Gelas Beker
Pengadukan selama 20 menit pada suhu ruang
Pemanasan larutan pati hingga membentuk gelatin
1% v/v gliserol
Pemanasan larutan pati pada suhu 50°C selama 15 menit
Larutan pati singkong terplastisasi gliserol
Gambar 11. Diagram alir pembuatan larutan pati singkong terplatisasi glise rol
3.1.4
fi lm pati singkong + Ekstrak Jahe Tahap Pembuatan E di ble film Merah
Larutan pati singkong ekstrak jahe merah 0,5%, 1% , 2%, 3%
Gelas Beker
Memanaskan campuran pada suhu 80oC dan mengaduknya
Lilin lebah 0,5%, 1%, 1,5%
Campuran
Memanaskan campuran pada suhu 70oC dan mengaduknya
Larutan pati singkong terplastisasi gliserol diperkaya jahe merah dan Lilin lebah
Pencetakan Edible Pencetakan Edible film
Pengeringan Pada suhu 50 oC selama 24 jam
Uji laju transmisi uap air pada buah sawo Gambar 12. Diagram alir pembuatan edible film dengan film dengan ekstrak jahe
3.1.5 Diagram alir pelapisan edible fi lm pada buah sawo
Menimbang massa 2 buah sawo
Mencelupkan buah sawo kedalam edible film selama film selama 2 menit
Meletakkan edible film diatas ayakan dan mendiamkan selama 1 jam pada suhu suhu rua ruan
Menimbang kedua buah sawo yang di coating dan yang belum
Mencatat laju pengurangan massa selama 2 hari di ruang terbuka
Melihat perbedaan fisik dan membandingkan kedua buah sawo
Gambar 13. Diagram alir proses pelapisan buah sawo
3.2
Prosedur Penelitian
3.2.1
Tahap Ekstraksi Ekstraksi Jahe
Mula-mula 1 Kg Jahe Merah dimasukan kedalam blender kemudian dimaserasi selama 3 hari pada suhu ruangan dan pengadukan dengan penambahan 1 liter etanol. Setelah campuran dimasukan kedalam waterbath pada suhu 35-45 oC hingga etanol menguap dan didapat serbuk ginggerol.
3.2.2
Tahap Pembuatan Pembuatan Pati Singkong
Mula-mula singkong dikupas dan disortasi kemudian dicuci menggunakan air. Setelah itu digiling dan disaring untuk kemudian ampasnya dipisahkan. dipisahkan. Filtrat yang didapat diendapkan lalu dikeringkan untuk mendapatkan pati singkong.
3.2.3
Tahap Pembuatan Pembuatan Larutan Larutan Pati Singkong Terplastisasi Terplastisasi Gliserol Gliserol
Pati singkong sebanyak 3% w/v dan aqudes dimasukan ke dalam gelas beker. Kemudian diaduk selama 20 menit pada suhu ruang dan dipanaskan hingga membentuk gelatin. Setelah itu dipanaskan kembali pada suhu 50 oC selama 15 menit dan ditambahkan gliserol sebanyak 1%. Larutan pati singkong terplastisasi gliserol didapatkan.
3.2.4
Tahap Pembuatan Pembuatan E di ble film fi lm Pati Singkong + Ekstraksi Jahe Merah
Larutan pati singkong terplastisasi dan ekstrak jahe merah dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 2% dan 3% dimasukan kedalam gelas beker. Kemudian dilakukan pengadukan pada campuran. Terbentuk larutan pati singkong terplastisasi gliserol diperkaya jahe merah. Setelah itu campuran ditambahkan lilin lebah dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5% dan dipanaskan kembali. Kemudian edible film film dicetak dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 24 jam. Terakhir menguji laju transmisi uap air pada buah sawo.
3.2.5
Tahap Pelapisan Buah Sawo Dengan Menggunakn Menggunakn E di ble F i lm
Mula-mula siapkan 2 buah sawo dengan perlakuan yang berbeda. Buah sawo pertama dilapisi oleh edible film dan buah sawo kedua dibiarkan tanpa pelapis. Setelah diamkan selama beberapa beberapa hari. Kemudia berat masing-masing masing-masing buah buah sawo ditimbang. Terkahir menghitung laju transmisi uap air kedua buah sawo.
3.3
Alat dan Bahan
3.3.1
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitiaan karakteristik laju transmisi uap air edible film dari film dari pati singkong dengan penambahan ekstrak rimpang jahe merah sebagai antibakteri pada coating buah sawo yaitu Gelas Beker, Bender, Waterbath, Magnetic Stirer, Penyaring Vakum, Mikrometer Manual, Plat Cetakan, Termometer, Kompor Listrik, dan Oven. 3.3.2
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian karakteristik laju transmisi uap air edible film film dari pati singkong dengan penambahan ekstrak rimpang jahe merah sebagai antibakteri pada coating buah sawo yaitu pati singkong, jahe merah, gliserol, air, dan etanol.
3.4
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable berubah dan variabel tetap. Variabel berubah dari penelitian ini adalah konsentrasi jahe merah 0.5%, 1%, 2% 3% w/v dari larutan pati, Konsentrasi lilin lebah 0,5%, 1%, 1,5% w/w dari larutan pati dan buat sawo sebagai objek uji coba. Sedangkan variabel tetap dalam percobaan ini adalah bahan baku singkong 3% w/v, konsentrasi gliserol 1% v/v, dan suhu pengeringan 50 oC. Dengan tiga formula penelitian, yaitu pati yang ditambahkan gliserol, pati yang ditambahkan gliserol dan jahe merah, dan pati yang ditambahkan gliserol, jahe merah, serta lilin lebah. .
3.5
Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mendapatkan nilai uji transmisi uap air edible film, film, menguji perkembangan bakteri dalam edible film, dan menguji edible film pada film pada buah sawo.
3.5.1
Uji Transmisi Uap Air
Uji laju transmisi uap air menggunakan metode cawan berdasrkan ASTME96-1995 secara gravimetri untuk mengetahui banyaknya jumlah uap air yang melewati edible film. Bahan desikan berupa silika sil ika gel dimasukkan kedalam cawan, kemudian edible film diletakan diatas cawan tersebut sedemikian rupa hingga menutupi cawan tersebut. Tuangkan lilin cair untuk menutupi bagian antara wada dan sampel sehingga tidak ada udara masuk. Cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 gram kemudian diletakan dalam humidity chamber dan ditutup. Cawan ditimbang setiap hari pada jam yang sama dan ditentukan penambahan berat dari cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara penambahan berat dan waktu. Nilai laju transmisi uap dihitung dengan persamaan :
( ) WVTR = ( )
3.5.2
Uji Bakteri
Uji bakteri ini menggunakan bakteri bacillus. Prinsip kerja dari analisis TPC (Total Plate Count ) adalah penghitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel (buah sawo) dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 10 gr sampel ke dalam 90ml larutan pengencer sampai larutan homogen. homogen. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1ml larutan contoh yang sudah homogen dengan pipet steril dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan pengencer steril sebanyak 9ml sehingga terbentuk pengenceran 10-1, setelah itu dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampel diencerkan hingga pengenceran 10-6. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1ml larutan l arutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril. Media agar (Natrium Agar) dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak
10ml dan
digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode cawan tuang), kemudian
didiamkan beberapa beberapa saat hingga hingga dingin dan dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik, yaitu tutup cawan diletakkan di bagian bawah cawan petri. Suhu inkubator yang digunakan adalah sekitar 30 ℃ dan diinkubasi selama 48 jam, selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri. 3.5.3
Uji Pada Buah
Uji pada buah menggunakan buah sawo. Pertama mencelupkan buah sawo pada campuran larutan dari edible film. Kemudian mendiamkan selama 2 hari setelah itu dihitung laju pengurangan massanya terhadap buah sawo yang dilapisi edible film dan film dan dilihat perubahan fisik yang terjadi pada kedua buah sawo
3.6
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan. Berikut merupakan jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan No. 1
2
3 5 6 7
Bentuk Kegiatan Mempelajari Literatur Penentuan tujuan penelitian serta metode yang digunakan Tahap pembuatan edible film Analisis data Penyiapan laporan akhir Seminar hasil
I
Januari II III IV
Februari I II III IV
I
Maret II III IV
April I II III
[1]
Ambar Huda,M , Sri Trisnowati, Eka Tarwaca Susila Putra. 2015. Tanggapan Buah Sawo ( Manilkara ( Manilkara Zapota ( L.) L.) Van Royen) Royen) Terhadap Kadar Dan Lama Perendaman Dalam Larutan CaCl 2. Jurnal Vegetalika vol. 4 Nomor 3.
[2]
Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten. 2011. Jumlah Pohon Dan Produktivitas Tanaman Di Banten
[3]
Trisnowati, Sri dkk. 2012. Menunda kerusakan buah sawo ( Manilkara zapota (L.) van Royen) Royen ) dengan berbagai lama penyinaran UV-C dan penyimpanan pada suhu rendah. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 15 No.2. No.2.
[4]
Damara. Damara. 2011. 2011. Bahaya Bahaya Bahan Bahan Plastik. Plastik. Mojokerto: Mojokerto: Pusat Pendidikan Pendidikan Lingkungan Hidup.
[5]
Widiastuti, A, dkk. 2015. Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit Pascapanen pada Beberapa Buah di Yogyakarta. Yogyakarta. Jurnal Fitopatologi Indonesia Volume 11, Nomor 3.
[6]
Kanani, Nufus, Wardalia. 2017. Karakteristik Pati Singkong Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Ekstrak Rimpang Jahe Merah Khas Bayah Provinsi Banten Sebagai Anti Bakteri pada Pembuatan Edible Film. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : Banten
[7]
Arsyad, M. 2011. Konsentrasi Hambat Minimum (Khm) Ekstrak Etanol Buah Sawo ( Achras zapota L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia Bakteri Escherichia Coli. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina vol. 1
[8]
Kusumawati, dkk. 2013. Karakteristik Fisik Dan Kimia Edible Film Film Pati Jagung tang Diinkorporasi dengan Perasan Temu Hitam. Jurnal Pangan dan Agroindustri vol. 1 nomor 1
[9]
Saleh, Farham, dkk. 2017. Pembuatan Edible Film Dari Pati Singkong Sebagai Pengemas Makanan. Jurnal Teknoin Vol. 23 No. 1 1..
[10]
Müller, C., Yamashita, F., Borges-Laurindo, Borges-Laurindo, J. 2008. Evaluation of the effects of glycerol and sorbitol concentration and water activity on the water barrier properties of cassava starch films through a solubility approach. approach . Carbohydrate Polymers, Carbohydrate Polymers, 72, 82-7 72, 82-7..
[11]
Santacruz, S, Rivadeneira. 2015. Edible Films Based On Starch And Chitosan. Effect Of Starch Source And Concentration, Plasticizer, Surfactant´S
Hydrophobic
Tail
And
Mechanical
Treatment.
Doi
10.1016/j.foodhyd.03.019 [12]
Sung, S.Y., Lee Tin Sin, L.T., Tee, T.T., Bee, S.T., Rahmat, A.R. Rahman, W.A.W.A., Tan, A.C dan Vikhraman, M., 2013. Antimicrobial agents for food packaging applications. applications . Trends in Food Science & Technology 33. 110-123.
[13]
Kawiji, Rohula Utami, Erwin Nur Hirmawan. 2011. Pemanfaatan Jahe ( Zingiber Zingiber officianale Rosc.) Rosc.) dalam Meningkatkan Umur Simpan dan Aktivitas Antioksidan “Sale Pisah Basah”. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, Agustus 2011.
[14]
Johnson. C.A.K and P.E Ndimele. 2011. Anti-Oxidative and Anti-Fungal Effects of Fresh Ginger (Zingiber officinale) Treatment on The Shelf Shelf Life of Hot-Smoked Catfish (Clarias gariepinus,Burchell,1822) gariepinus,Burchell,1822).. Asian Journal of Biological Sciences 4 (7): 532-539.
[15]
Fakhouri, F.M, Silvia Maria Martelli, Thiago Caon, José Ignacio Velasco. Lucia Helena Innocentini. 2015. .
Edible films and coatings based on
starch/gelatin: Film properties and effect of coatings on quality of refrigerated Red Crimson grapes. grapes. Post harvest Biology and Technology 109 57 – 64. 64. [16]
Miksusanti JB, Priosoeryanto B, Syarief R, Rekso G. 2008. Mode of action Temu kunci ( Kaempferia pandurata) pandurata) essential oil on on E. coli K1.1 cell determined by leakage of material cell and salt tolerance assays . Hayati J Biosci, 15: 56 60. – 60.
[17]
Essaki M. Konar, Shirish M. Harde, Lalit D. D. Kagliwal, Rekha S. Singhal. 2017. Value-added bioethanol from spent ginger obtained after oleoresin extraction. extraction. Industrial Crops and Products Pr oducts 42, 299 – 307 307
[18]
Lun, L.C., T. Derong and L. Le, 2008. Research on the extracting and anti oxidation dynamic characteristics of ginger oleoresin oleoresin.. Int. J. Food Sci. Tech., 43(3): 517-525.
[19]
Nwaoha, M., I. I. Elizabeth, Okafor, G. Ifeanyi Ifeanyi and A.O. Veronica, 2013. Production of oleoresin from ginger (Zingiber officinale) peels and evaluation of its antimicrobial and antioxidative properties . Afr. J. Microbiol. Res., 7(42): 4981-4989.
[20]
Bhattarai, S., V.H. Tran and C.C. Duke, 2007. Stability of [6]-gingerol and [6] shogaol in simulated gastric and intestinal fluids . J. Pharmaceut. Biomed., 45: 648-653.
[21]
Bellik Y, Benabdesselam F, Ayad A, Dahmani Z, Boukraa L, Nemmar A. 2013. Antioxidant activity of the essential oil and oleoresin of Zingiber officinale Roscoe as affected by chemical environment . Int J Food Prop; 16(6): 1304-1313
[22]
El-Ghorab, A.H., M. Nauman, F.M. Anjum, S. Hussain and M. Nadeem, 2010. A comparative study on chemical composition and antioxidant activity of ginger (Zingiber officinale) and Cumin (Cuminum cyminum) . J. Agr. Food Chem., 58(14): 8231-8237.
[23]
United States Department of Agriculture Agricultural Research Service. Service . National Nutrient Database for Standard Standard Reference Release. 2016
[24]
Ali, Haidir. 2008. Karakteristik Edible Edible Film Gelatin-Kitosan dengan Tambahan Ekstrak Genjer ( Limnocharis flava) flava) dan Aplikasi pada Pempek. Jurnal Teknologi Perikanan vol. 6 nomor 1
[25]
Al-Hassan, A.A., Norziah, M.H., 2012. Starch –gelatin edible
films: water
vapor permeability and mechanical properties as affected by plasticizers. plasticizers . Food Hydrocolloids 26, 108 – 108 – 117. 117. [26]
Nur Hanani ZA, Roos YH, Kerry JP. 2014. Use and application of gelatin as potential biodegradable packaging materials for food products . Int J Biol Macromol, 71:94-102..
[27]
Cheng, L. H., Abd Karim, A. and Seow, C. C. 2008. Characterization of composite films made of konjac glucomannan (KGM), carboxymethyl cellulose (CMC) and lipid . Food Chemistry 107: 411 – 411 – 418 418
[28]
Fadini, A.L., Rocha, F.S., Alvim, I.D., Sadahira, M.S., Queiroz, M.B., Alves, R.M.V., Silva, L.B., 2013. Mechanical properties and water water vapour permeability of hydrolysed collagen –cocoa
butter edible films plasticised
with sucrose. sucrose. Food Hydrocolloids 30, 625 – 625 – 631. 631. [29]
Careda, M. P., C. M. Henrique, Henrique, M. A. de de Oliveira, M. V. Ferraz, N. M. Vincentini. 2000. Characterization of Edible Films of Cassava Starch by Electron Microscopy. Microscopy. Braz. J. Food Technol 3 : 91-95.
[30]
Yulianti, Rahmi dan Erliana Ginting. 2012. Perbedaan Karakteristik Fisik Edible Film Film dari Umbi-umbian yang Dibuat dengan Penambahan Plasticizer. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 31 No. 2
[31]
Kumari, Madhu, Himadri Mahajan, Robin Joshi and Mahesh Gupta. 2017.
Development and structural characterization of edible films for improving fruit quality. quality. Food Packaging and Shelf Life 12 42 – 42 – 50 50 [32]
Nielsen, Suzane S. 2003. Food Analysis 3rd Edition. Edition. Kluwer/Plenum Publisher, New York..
[33]
Garcia, N.L., L. Ribbon, A. Dufresne, M. Aranguren, and S. Goyanes. 2011. Effect of glycerol on the morphology of nanocomposites made from thermoplastic starch and starch nanocrystals. nanocrystals . Carbohydrate Polymers 84: 203-210.
[34]
Ciolacu, L., Nicolau, A.I., Hoorfar, J. (2014). Edible (2014). Edible coatings for fresh and minimally processed fruits and vegetables. vegetables . In Hoorfar, J. (Ed.), Global Safety of Fresh Produce Fresh Produce (pp (pp 233-234). Cambridge: Woodhead publisher.
[35]
Versino, F., & García, M. A. 2014. Cassava (Manihot esculenta) starch films reinforced with natural fibrous filler f iller . Industrial Crops and Products, 58, 58, 305-314..
[37]
Chiumarelli, M., & Hubinger, M. D. 2012. Stability, solubility, mechanical and barrier properties of cassava starchecarnauba wax edible coatings to preserve fresh-cut apples. apples. Food Hydrocolloids, 28, 59, 67.
[38]
Hui, Y.H. 2006. Handbook 2006. Handbook of Food Science, Science , Technology and Engineering, Vol. 1, Crc. Press. USA
[39]
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: PT. M-Brio Biotekindo.
[40]
Chiumarelli, M., & Hubinger, M. D. 2014. Evaluation of
edible films and
coatings formulated with cassava starch, glycerol, carnauba wax and stearic acid . Food Hydrocolloids, 20,38,27 [41]
Flores, S., Famá, L., L., Rojas, Rojas, A.M., A.M., Goyanes, Goyanes, S., Gerschenson, L. 2007. Physical properties of tapioca-starch edible films: influence of filmmaking and potassium sorbate. sorbate . Food Research internacional, 40, 40, 257-265.
[42]
Warkoyo, dkk. 2014. Sifat Fisik, Mekanik Dan Barrier Edible Film Berbasis
Pati
Umbi
Kimpul
( Xanthosoma
sagittifolium) sagittifolium )
Yang
Diinkorporasi Dengan Kalium Sorbat. Jurnal Agritech, Vol. 34, No. 1 [43]
Jaramillo, Carolina Medina., Guti´errez, Tomy J., Goyanes, Silvia., Bernal, Celina., & Fam´a, Luc´ia., Biodegradability Luc´ia., Biodegradability and plasticizing effect of yerba
mate extract on cassava starch edible films . Carbohydrate Polymers http://dx.doi.org/10.1016/j.carbpol.2016.05.025. [43]
Jayanudin, Barleany, D.R., Rochmadi, Wiratni, Sugiarti, A., Kusuma, Y.D. 2013. Modification on Maceration Extraction Method to the Yield and
Component in the Red Ginger Oleoresin. Oleoresin . International Conference and Workshop on Chemical Engineering. Universitas Parahiyangan. Bandung. [44]
Hapsoh, Yaya H, Elisa J. 2008. Budidaya Jahe Keranjang Prospek dan Permasalahan. USU press Medan.
[45]
Oboh, G., Ayodele, J.A., and Adedayo, O.A., 2012, Antioxidant and Inhibitory Effect of Red Ginger Ginger (Zingiber Officinale Var. Rubra) and White White Ginger (Zingiber Officinale Roscoe) on Fe 2+ Induced Lipid Peroxidation in Rat Brain in Vitro. Vitro . Experimental and Toxicologic and Toxicologic Pathology, Pathology, 64,(1-2), pp. 31 – 36. 36.
[46]
Bellik, Y., 2014, Total Antioxidant Activity and Antimicrobial Potency of the Essential Oil and Oleoresin of Zingiber officinale Roscoe, Roscoe, Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 4, pp. 40-44.
[47]
Ali BH, Blunden G, Tanira MO, Nemmar A. 2008. 2008 . Some phytochemical, pharmacological and toxicological toxicological properties of ginger (Zingiber officinale officinale Roscoe): Roscoe): a review of recent research. Food Chem Toxicol ; 46(2): 409-420
[48]
Rizvi SSH, Mittal GS. 1992. Experimental 1992. Experimental Methodes in Food Engineering Engineering . Van Nostrand Reinhold. New York. Bessel.
[49]
Liu. Z. dan J. H Han. 2005. Film Forming Characteristics of Starches. Starches. J. Food Science. Science. 70(1) : E31-E36. E31-E36 .
[50]
Santoso, B., Pratama, F., Hamzah, B. dan Pambayun, Pambayun, R. 2012. Perbaikan sifat mekanik dan laju transmisi uap air edible film dari pati ganyong termodifikasi dengan menggunakan lilin lebah dan surfaktan. Agritech 32(1): 9-14.
[51]
Santoso, B., Pratama, F., Hamzah, B. dan Pambayun, R. 2016 Perbaikan Sifat Fisik, Kimia, dan Antibakteri Edible Film Film Berbasis Pati Ganyong. Agritech, Vol. 36, No. 4
[52]
Hartuti, N. 2006. 2006. Penanganan Segar Pada Penyimpanan Tomat dan Pelapisan Lilin Untuk Memperpanjang Masa Simpan. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
[53]
Dhyan S. C., S. H. Sumarlan dan B. Susilo. 2014. Pengaruh Pelapisan Lilin Lebah dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.). Jurnal L.). Jurnal Bioproses Bioproses Komoditas Tropis 2 Tropis 2 (1): 79-90
[54]
Suhaidi, Ismet. 2008. Pelapisan Lilin Lebah untuk Mempertahankan Mutu Buah. Jurnal Teknologi Pangan USU. Vol 2 Nomor 3
[55]
Brown, R., 1981. Beeswax 1981. Beeswax.. Bee Book New and Old . Burrowbridge, UK