PEMANFAATAN PATI SINGKONG DALAM PEMBUATAN PLASTIK B I O D E G R A D A B L E (Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Organik)
Disusun Oleh: Nama
: Sayidil Tohari
NIM
: 03031281722061 03031281722061
Dosen Pengampuh
: Ir. Rosdiana Muin, MT.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya. Penyusunan makalah ini tidak akan mungkin terwujud tanpa bantuan dan dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Rosdiana Muin, MT. yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah yang dibuat ini jauh dari sempurna maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik serta saran yang dapat membantu dan membangun untuk memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun penyusun. Terima kasih.
Indralaya,
Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................................i Kata Pengantar ...................................................................................................... ii Daftar Isi................................................................................................................iii Bab I Pendahuluan ................................................................................................ 1 Bab II Landasan Teori ........................................................................................... 3 Bab III Pembahasan .............................................................................................. 8 Bab IV Kesimpulan dan Saran .............................................................................. 11 Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai sektor lainnya, karena memiliki banyak keunggulan antara lain: fleksibel, ekonomis, transparan, kuat, tidak mudah pecah, bentuk laminasi yang dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain dan sebagian ada yang tahan panas dan stabil. Di samping memiliki berbagai kelebihan tersebut plastik juga mempunyai kelemahan di antaranya adalah bahan baku utama pembuat plastik yang berasal dari minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui. Selain itu, plastik tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh mikroba penghancur di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah yang menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kelemahan plastik lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia adalah migrasi residu monomer vinil klorida sebagai unit penyusun polivinilklorida (PVC) yang bersifat karsinogenik. Melihat semakin berbahayanya dampak sampah plastik ini, beberapa iindustri plastik juga mulai mengubah beberapa jenis plastik yang digunakan, seperti pengalihan dari kantong plastik biasa yang menggunakan bahan polymer yang terdiri dari berbagai macam karbon dan memiliki umur yang sangat panjang dan sulit untuk diuraikan, menjadi plastik yang lebuh ramah lingkungan dan mudah terurai. Alternatif pembuatan plastik yang ramah lingkungan adalah dengan menggunakan bahan baku yang mempercepat proses biodegradasi. Berikut ini adalah bahan baku yang dipakai pada pembuatan plastik dengan bahan baku produk tanaman seperti pati dan selulosa yang biodegradable. Pati dapat dihasilkan dari singkong dan kentang. Selain dari kedua sumber tersebut, pati
juga dapat dihasilkan dari batang tanaman, seperti pati sagu, dan dari daging buah muda seperti pisang. Pada umumnya, sumber singkong digunakan hanya untuk bahan baku pangan dalam kehidupan sehari-hari. Namun di era globalisasi, singkong bisa dimanfaatkan patinya sebagai bahan dasar pembuatan plastik biodegradable. Pati juga merupakan polisakarida paling melimpah kedua sehingga pemanfaatannya dapat dioptimalkan dengan keadaannya yang begitu mudah didapatkan di alam. Beranjak dari penjelasan tersebut, penyuun bermaksud untuk membahas mengenai industri tentang pengolahan pati menjadi hasil akhir berupa plastik biodegradable yang ramah terhadap lingkungan dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah 1.
Apa pengertian pati?
2.
Apa pengertian plastik?
3.
Bagaimana proses pembuatan plastik biodegradable dari pati singkong?
4.
Bagaimana
keunggulannya
jika
dibandingkan
dengan
plastik
konvensional?
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.
Untuk mengetahui dan memahami mengenai pati
2.
Untuk mengetahui dan memahami mengenai plastik
3.
Untuk mengetahui dan memahami mengenai proses sintesis plastik biodegradable dari pati singkong
4.
Untuk mengetahui dan memahami mengenai keunggulan plastik biodegradable jika dibandingkan dengan plastic konvensional
1.4 Metode Penyusunan Penyusun menggunakan sumber-sumber yang terdapat di internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam makalah ini.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pati Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang jumlahnya cukup banyak dalam suatu bahan pangan. Pati diperoleh dengan cara ekstraksi dalam air, diikuti dengan proses penyaringan, pengendapan, pencucian, dan pengeringan. Secara fisik, pati dapat dibedakan dari tepung, antara lain pati lebih putih dan lebih halus. Sebagai bahan pangan, pati merupakan sumber energi, yang menghasilkan energi 4 kkal/gram. Pati banyak digunakan dalam berbagai produk pangan, antara lain sebagai bahan
pengikat,
pengental,
pembentuk
gel,
emulsifier,
enkapsulasi,
pembentuk film, pembentuk tekstur, agensia penstabil (stabilizer) dan lainlain.
Setiap pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang
rantai atom karbonnya, dan ada tidaknya percabangan dalam rantai karbon tersebut. Dalam bentuk aslinya, secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut sebagai granula. Granula pati tidak larut dalam air pada temperatur ruangan. Dalam keadaan murni, granula pati berwarna putih, mengkilap, tidak berbau dan tidak berasa. Bentuk dan ukuran granula pati berbeda-beda
tergantung
dari
sumber
tanamannya
dan
merupakan
karakteristik setiap jenis pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil, dan sebaliknya dengan yang besar. Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan oleh air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa maupun amilopektin disusun -D-glukosa yang berikatan satu sama lain melalui ikatanoleh monomer
glikosidik. Perbedaan antara amilosa dan
amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada struktur linearnya, ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula pati. Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik, kimia dan fungsional pati. Amilosa
memberikan
sifat
keras
( pera)
sedangkan
amilopektin
menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Amilosa merupakan polimer lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh
-1,4-glikosidik dengan struktur
cincin piranosa. Banyaknya gugus hidroksil yang terdapat dalam senyawa polimer glukosa tersebut menyebabkan amilosa bersifat hidrofilik. Sementara itu, amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada rantai utama adalah ikatan
-1,4-glikosidik,
-1,6-glikosidik.
sedangkan ikatan pada titik cabang adalah ikatan Amilopektin mempunyai ukuran molekul yang sangat besar. Proporsi amilosa dan amilopektin dari berbagai sumber pati berbeda-beda demikian juga dengan bentuk dan ukuran granula yang disusunnya. Umumnya pati memiliki proporsi amilopektin yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan amilosa. Kandungan amilosa pada kebanyakan sumber pati biasanya berkisar antara 20-30% dan amilopektin 70-80%. Adanya perbedaan karakteristik granula pati akan sangat berpengaruh pada sifat fisik, sifat kimia dan sifat fungsional pati. Viskositas, ketahanan terhadap pengadukan,
gelatinisasi,
pembentukan
tekstur,
kelarutan
pengental,
kestabilan gel, cold swelling dan retrogradasi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin serta ukuran granula pati. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air. Sebaliknya, jika kandungan amilosa tinggi, pati bersifat kering, kurang lengket dan mudah menyerap air (higroskopis). Pati yang sering digunakan dalam industri makanan dan farmasi ada dua macam yaitu pati alami (native starch) dan pati termodifikasi. Pati dalam bentuk alami (native starch) adalah pati yang belum mengalami perubahan
sifat fisik dan kimia atau diolah secara kimia-fisika. Pati ini banyak digunakan sebagai bahan pengisi ( filler ) dan pengikat (binder ) pada industri farmasi dan industri makanan. Namun, pati ini mempunyai keterbatasan. Pati alami menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Untuk memperbaiki
dan
mensiasati
keterbatasan
tersebut,
maka
dilakukan
modifikasi pati baik secara fisik maupun secara kimia. Pati termodifikasi merupakan pati dimana gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia seperti esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi atau dengan mengganggu struktur awalnya. Pati termodifikasi diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran, serta struktur molekul pati. 2.2 Pengertian Plastik Bungkus plastik pertama kali dibuat dari polivinil klorida (PVC) yang sampai sekarang tetap menjadi bahan yang paling umum digunakan, tetapi berbagai partinatif non-PVC kini dijual karena adanya kekhawatiran risiko dalam transfer pemlastis (peliat) dari PVC ke makanan. Polimerisasi bahan yang sepenuhnya bisa saja mengandung sisa-sisa monomer vinil klorida. Untuk berbagai aplikasi jasa boga makanan, PVC adalah yang paling umum digunakan. Untuk pemakaian rumah tangga, LDPE yang sering digunakan sebab diakui lebih aman. Semakin banyak negara menakutkan dampak lingkungannya PVC, sebab assoy itu bertoksik dan lebih sulit didaur-ulang. Toh biarpun begitu, PVC masih
saja
digunakan
karena
sifat
mudah
direnggangkannya
yang
menawarkan presentasi jasa boga makanan yang sempurna. PVC juga merekat dengan baik ke berbagai jenis permukaan. Namun sejumlah negara mulai melarang penggunaan PVC di mainan untuk bayi dan berbagai aplikasi yang bersentuhan dengan makanan.
Saput berbasis PVC mengandung pemlastis (assoy). Tapi pemlastis ditemukan berpindah tempat ke sejumlah makanan, misalnya keju maupun daging dan ikan berlemak. Pemlastis yang penggunaannya dilarang di banyak negara adalah bis(2-ethylhexyl) adipate (DEHA). Walau tidak dilarang, beberapa pemlastis seperti ftalat (yang paling sering adalah dibutil ftalat dan bis(2-etileksil) ftalat (DEHP)) juga dianggap memiliki efek merugikan. Di Britania Raya, pemlastis berpolimer menggantikan DEHP. ` Bahan yang umum digunakan sebagai alternatifnya PVC adalah polietilena assoy berdensitas rendah (low density polyethylene yang disingkat menjadi LDPE), yang kurang merekat bila dibandingkan dengan PVC. Tapi proses produksi yang baru semakin mempersempit celah kekuatan rekatan antara PVC dengan polietilina berdensitas rendah. Linear low density polyethylene (LLDPE) kadang-kadang ditambahkan ke bahan, sebab meningkatkan kerekatan dan kuat tariknya film (saput). Sejumlah merk bungkus plastik di Barat (seperti Glad Cling Wrap, Handi-Wrap, dan Saran Premium Wrap) berbasis LDPE. Permukaan Glad Press'n Seal ditutupi dengan lesung pipit profil (shaped dimple), yang menahan perekat agar tidak bersentuhan dengan permukaan. Saat sedang ditangani, bungkus tidak lengket, tetapi saat tekanan diaplikasikan maka lesung pipit dipipihkan dan perekat didorong menjauhi permukaan. Jenis perekat yang digunakan dapat dimakan dan mirip dengan permen karet. PVdC memiliki sifat-sifat sebagai perintang yang lebih baik daripada LDPE yang lebih bisa ditembus, sehingga mengurangi risiko bakar sejuk beku (mutung beku) bagi makanan yang dibungkus di dalamnya. Namun, LDPE lebih murah dan lebih mudah dibuat. Untuk mencapai kekuatan rekat yang diinginkan, polimer tertentu yang bobot molekulnya lebih rendah harus ditambahkan, yang paling umum dipakai adalah poliisobutena (PIB) dan polietilena-vinilasetat (EVA) kopolimer. Rantai mereka siap berinteraksi satu sama lain dan bobot molekul yang rendah membuat keduanya lebih banyak bergerak di dalam matriks polimer inang.
2.3 Tanaman Singkong Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong ( Manihot utilissima) adalah perdu tahunan tropika dan subtropika dari suku Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat. Akar tunggang dengan sejumlah akar cabang yang kemudian membesar menjadi umbi akar yang dapat dimakan. Ukuran umbi rata-rata bergaris tengah 2 – 3 cm dan panjang 50 – 80 cm, tergantung dari klon/kultivar. Bagian dalam umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang beracun bagi manusia. Umbi ketela pohon merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionina. Umbi singkong dapat dimakan mentah. Kandungan utamanya adalah pati dengan sedikit glukosa sehingga rasanya sedikit manis. Pada keadaan tertentu, terutama bila teroksidasi, akan terbentuk glukosida racun yang selanjutnya membentuk asam sianida (HCN). Sianida ini akan memberikan rasa pahit. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Proses pemasakan dapat secara efektif menurunkan kadar racun. Dari pati umbi ini dibuat tepung tapioka (kanji).
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Proses Pengolahan Singkong menjadi Plastik Biodegradable Di Indonesia, plastik biodegradabel yang mudah dikembangkan adalah polylactic acid (PLA) karena plastik ini berbahan dasar zat tepung/pati. Pati yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pembuat plastik biodegradable (PLA) di Indonesia adalah pati yang berasal dari singkong ( Manihot utilisima). Hal ini karena keberadaan singkong yang melimpah di Indonesia, namun pemanfaatannya belum banyak yang menguntungkan. Dalam pembuatan PLA, singkong digunakan sebagai sumber glukosa. Hal ini dikarenakan dalam pembuatannya PLA menggunakan proses fermentasi dan akan menghasilkan asam laktat. Asam laktat digunakan sebagai bahan untuk selanjutnya dilakukan proses esterifikasi asam laktat dan pencetakan. Terdapat lima langkah dalam proses pembuatan palstik biodegradable (PLA) berbahan dasar pati yaitu ekstraksi, hidrolisis. Fermentasi, esterifikasi dan pembentukan polimer, serta proses pencetakan plastik. Proses pertama yang harus dilakukan adalah ekstraksi pati dari singkong. Mula-mula singkong dikupas dan dibersihkan dari kotorannya, lalu singkong hasil tadi dihancurkan. Kemudian hancuran tersebut diperas (diambil ekstraknya), sehingga didapatkan pati yang masih tercampur dengan air. Selanjutnya pati tersebut diendapkan dan hasil endapan kemudian dikeringkan sehingga menghasilkan pati singkong (Tapioka). Proses selanjutnya yaitu hidrolisis pati. Hidrolisis adalah pemecahan kimia suatu molekul karena pengikatan air, sehingga menghasilkan molekulmolekul yang lebih kecil. Hasil dari hidrolisis pati pada proses ini adalah glukosa. Glukosa tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai bahan dasar proses selanjutnya yaitu fermentasi. Fermentasi glukosa ini dilakukan dengan bantuan bakteri asam laktat, sehingga dihasilkan produk berupa asam laktat (IUPAC:
2-hydroxypropanoic
acid).
Fermentasi
dapat
digolongkan
berdasarkan jenis bakteri yang digunakan yaitu metode heterofermentatif dan
metode homofermentatif. Metode homofermentatif mampu menghasilkan asam laktat diatas 90% sehingga metoda ini lebih banyak digunakan dalam industri. Dalam proses, asam laktat tersebut kemudian diproses lebih lanjut melalui proses esterifikasi dan polimerisasi. Polimerisasi
asam
laktat terdiri
dari
tiga
metode
yaitu
metode
polikondensasi langsung, metode polikondensasi azeotropik, dan metode Ring Opening
Polymerization.
Metode
polikondensasi
langsung
hanya
menghasilkan polimer dengan bobot molekul yang kecil, sehingga sifat bahan getas. Bobot molekul ini dapat ditingkatkan dengan penambahan coupling atau esterification promoting agent yang berfungsi untuk memperpanjang ikatan kimia. Kelemahan proses ini adalah biaya yang terlalu mahal karena proses ini mambutuhkan tahapan yang banyak dan rumit, sehingga waktu kerjanya juga lama. Metode
polimerisasi
asam
laktat
yang
berikutnya
yaitu
metode
polikondensasi azeotropik yang merupakan pengembangan dari metode polikondensasi langsung. Polimer yang dihasilkan dari metode azeotropik memiliki bobot molekul yang labih tinggi dibandingkan polimer dari proses polimerisasi kondensasi langsung. Dalam proses dengan metode azeotropik digunakan pelarut seperti xilena, eter, maupun klorobenzena. Pelarut tersebut berfungsi untuk mampercepat pemisahan air dari produk yang dilakukan pada tekanan rendah. Metode polimerisasi asam laktat yang terakhir adalah metode pembukaan cincin (Ring Opening Polimerization). Metode ini melalui tiga tahap yaitu prepolimerisasi yang menghasilkan polimer dengan bobot molekul rendah, depolimerisasi yang menghasilkan molekul siklik yaitu dimer laktida, dan polimerisasi yang menghasilkan polimer dengan bobot malekul yang tinggi. Proses selanjutnya dalam pembuatan PLA yang merupakan tahap terakhir
adalah
pencetakan
polimer
menjadi
lembaran
film.
Proses
pembentukan ini dilakukan dengan cara yang sama seperti pencetakan plastik sintetik.
3.2 Keunggulan Plastik Biodegradable dari Pati Singkong Plastik biodegradable berbahan dasar tepung (PLA) dapat didegradasi bakteri pseudomonas dan bacillus yang memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Senyawa-senyawa hasil degradasi polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Plastik berbahan dasar tepung aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional membutuhkan waktu sekira 50 tahun agar dapat terdekomposisi alam, sementara plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan
adanya
plastik
biodegradable,
karena
hasil
penguraian
mikroorganisme meningkatkan unsur hara dalam tanah. Sifat penting dari PLA adalah kemampuannya terdegradasi secara biologis di dalam tanah. PLA terdegradasi melalui dua
tahap, yaitu
tahap
degradasi/fragmentasi dan tahap biodegradasi. Degradasi plastik terjadi karena panas, air, dan sinar matahari menghasilkan fragmen-fragmen polimer.
Plastik sintetik
tidak mengalami biodegradasi,
tetapi hanya
mengalami degradasi sehingga masih meninggalkan residu. Polylactic acid juga memiliki sifat-sifat yang mendukung untuk dijadikan kemasan baik pangan maupun non pangan karena memiliki sifat pembatas (barrier ) yang baik terutama untuk kelembaban dan uap air, selain itu kelebihannya lagi jika digunakan khususnya sebagai kemasan pangan. PLA mampu digunakan dalam berbagai aplikasi. Misalnya dalam kesehatan PLA digunakan sebagai pembungkus kapsul dan benang jahit saat operasi, dalam bidang tekstil PLA digunakan sebagai bahan pembuat kaos dan tas. PLA juga dapat digunakan sebagai pengemas sayur, buah, dan daging yaitu PLA yang berbentuk film (edible film Asam laktat atau Polylactic acid masuk kedalam Golongan GRAS (Generally Recognize As Safe), sehingga terjamin aman dari migrasi bahan-bahan berbahaya dari kemasan.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Plastik biodegradable berbahan dasar
pati, seperti tepung singkong,
kentang, dan beras, yang dapat diurai oleh alam menjadi CO2 dan biomassa lainnya dengan bantuan mikroorganisme. Sebagai perbandingan, plastik biasa membutuhkan waktu sekitar 50-100 tahun untuk terurai oleh alam. Sementara plastik biodegradable ini dapat terurai lebih cepat. Untuk sebuah kantong plastik misalnya, dapet terurai dalam hitungan bulan, tergantung dari material dasar yang digunakan. Dalam proses pembuatannya terdapat lima langkah rangkaian proses utama, yaitu ekstraksi pati, hidrolisis pati menjadi glukosa, fermentasi asam laktat, esterifikasi dan pembentukan polimer , serta` pencetakan dan pembentukan. Penggunaan
plastik
biodegradable sangat
berpengaruh
terhadap
lingkungan, ini juga membantu mengurangi penggunaan minyak bumi, gas alam dan sumber mineral lain yang keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. 4.2 Saran Diharapkan Indonesia dapat mengembangkan plastik biodegradable yang berasal dari pati. Plastik biodegradable ini tentu bisa menjadi sebuah potensi yang besar di Indonesia mengingat di Indonesia banyak diperoleh sumber karbohidrat sebagai sumber pati. Apalagi harga umbi-umbian di Indonesia relatif rendah. Dengan memanfaatkan sebagai bahan plastik biodegradable, akan memberi nilai tambah ekonomi yang tinggi. Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan. Akan tetapi, penggunaan plastik biodegredable di Indonesia masih jarang. Padahal jelas sekali, bahwa potensi bahan baku pembuatan plastik biodegradable sangat besar di Indonesia. Tampaknya perlu dukungan dari semua pihak terutama pemerintah selaku regulator, industri kimia dan proses, serta kesadaran dari seluruh masyarakat.
Harus ada kerja sama diantara banyak pihak untuk mendukung penerapan plastik biodegradable menggantikan plastik konvensional. Mengingat dengan penggunaan skala besar plastik berbahan biodegradable ini akan membantu mengurangi penggunaan minyak bumi, gas alam dan sumber mineral lain serta turut berkontribusi menyelamatkan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Amrinola, Wiwit. 2015. Pati Alami vs Pati Termodifikasi. (Online) : https://foodtech.binus.ac.id/2015/10/12/pati-alami-vs-pati-termodifikasi/. (Diakses pada tanggal 22 Oktober 2017). Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Kartika, Maharani Intan. 2012, Pati Bahan Dasar untuk Membuat Plastik . (Online)
:
https://www.kompasiana.com/maharaniintan/pati-bahan-dasar-
untuk-membuat-plastik_55108df1813311ca35bc688b.
(Diakses
pada
tanggal 22 Oktober 2017). Pujopijeh.
2011.
Kemasan
Biodegradable.
(Online)
http://agroindustrialis.blogspot.co.id/2011/12/kemasan-biodegradable.html. (Diakses pada tanggal 22 Oktober 2017).
: