1
PERKEMBANGAN SERBUK SARI
Struktur dan perkembangan kepala sari 1. Struktur kepala sari Stamen atau benang sari merupakan organ reproduksi jantan tumbuhan berbunga yang terdiri dari dua bagian utama yaitu anther (kepala sari) dan filamen atau tangkai sari (Hidayat, 1995). Filamen adalah jaringan vaskuler yang berfungsi mengangkut air dan berbagai nutrient serta melekatkan benang sari pada bunga. Sedangkan kepala sari yang tersusun dari jaringan reproduktif maupun nonreproduktif adalah bagian dari stamen yang berperan dalam proses pembentukan dan pelepasan butir serbuk sari sehingga penyerbukan maupun pembuahan pada bunga terjadi dengan baik (Goldberg, et.al., 1993). Tumbuhan Angiospermae mempunyai stamen dengan bentuk dan ukuran yang sangat bervariasi. Namun sebagian besar diantaranya terdiri atas empat mikrosporangium yang berpasangan dalam dua cuping atau teka. Kedua cuping tersebut dipisahkan oleh jaringan steril berupa berkas pembuluh, kelanjutan dari filamen dan disebut sebagai konektivum. Stamen yang memiliki empat kantung polen disebut tetrasporangiat, sedangkan stamen dengan dua mikrosporangium disebut bisporangiat. Masing-masing sporangium ini terdiri dari lapisan-lapisan dinding dan ruang (lokulus) yang merupakan tempat diproduksinya mikrospora. (Foster dan Gifford, 1973 ; Esau, 1977; Fahn, 1982).
1
2
2. Perkembangan kepala sari Perkembangan kepala sari pada stamen tetrasporangiat bermula dari suatu massa sel meristematik yang homogen dan dikelilingi oleh epidermis (Maheswari, 1950). Hal ini mirip dengan pendapat Boke dalam Fahn (1982) yang meneliti Vinca rosea, bahwa tidak lama setelah daerah kepala sari yang sedang berkembang terlihat jelas dalam primordia stamen, kepala sari tersebut masih terdiri atas protoderm serta massa meristem dasar. Pada dasarnya semua sel subepidermis kepala sari muda berpotensi menjadi sporogen. Akan tetapi dalam perkembangan lebih lanjut jaringan sporogen muncul dari empat daerah sel yang terdapat pada keempat sudut kepala sari. Sel-sel pada keempat sudut kepala sari tersebut mengalami pembesaran ukuran, pemanjangan radial dan perubahan inti sel atau nukleus, sehingga tampak lebih padat dan jelas. Keempat kelompok sel ini disebut arkhespora. Sel-sel arkhespora selanjutnya mengalami pembelahan periklinal membentuk dua lapis sel. Lapisan luar sel arkhesporium yang terbelah tersebut merupakan sel-sel parietal primer sedangkan lapisan sebelah dalamnya merupakan sel-sel sporogen primer. Pada tahap berikutnya sel-sel parietal primer melakukan pembelahan
periklinal dan sel-sel yang terbentuk disebut sebagai parietal
sekunder. Sel-sel parietal sekunder selanjutnya juga membelah secara periklinal menghasilkan lapisan dinding mikrosporangium muda. Sel-sel
pada dinding
mikrosporangium ini pada umumnya terdiri atas lapisan sel ‘parietal sekunder luar’ dan ‘parietal sekunder dalam’. Kedua lapisan sel ini kemudian mengalami beberapa kali pembelahan meliputi pembelahan periklinal dan antiklinal serta
2
3
terdeferensiasi secara histologi membentuk lapisan-lapisan dinding kepala sari sebagai berikut (Foster dan Gifford, 1973 ; Fahn, 1982). -
Endotesium sebagai lapisan terluar merupakan lapisan yang tersusun dari sel-sel yang tebal dan padat dan diistilahkan sebagai lapisan fibrous oleh para ahli morfologi. Perkembangan maksimum sel-sel ini terjadi pada saat serbuk sari akan dilepaskan, terkait dengan fungsi endotesium dalam membantu proses pelepasan serbuk sari.
-
Lapisan yang terletak lebih dalam dari endotesium disebut lapisan tengah. Berbeda dengan lapisan di atasnya, sel-sel pada lapisan ini memiliki dinding yang lebih tipis dan berbentuk tubular. Seiring terjadinya pembentukan dan perkembangan mikrospora, lapisan ini akan berubah bentuk bahkan rusak karena mengalami tekanan.
-
Lapisan terdalam pada mikrosporangium adalah tapetum, lapisan kelenjar yang menurut Carniel dalam Foster dan Gifford (1973) berfungsi dalam penyediaan enzim, hormon dan bahan nutritif yang digunakan selama proses mikrosporogenesis. Berdasarkan mekanisme kerjanya, tapetum dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tapetum kelenjar atau tapetum sekretori dan tapetum amuboid. Tapetum sekretori adalah tapetum yang sel-selnya masih terdapat pada posisi asal, kemudian hancur dan isinya diserap oleh mikrosporosit serta butir serbuk sari yang sedang berkembang. Sedangkan tapetum amuboid adalah tapetum yang protoplas dari sel-selnya menembus di antara mikrosporosit serta butir serbuk sari yang sedang
3
4
berkembang, lalu saling melebur untuk membentuk periplasmodium tapetum (Fahn, 1982). Sebagaimana organ tumbuhan lainnya, serbuk sari juga memiliki lapisan sel pada bagian terluarnya, yang disebut epidermis. Dalam perkembangannya, sel-sel yang berkembang dari protoderm ini hanya mengalami satu macam pembelahan sel yaitu pembelahan antiklinal. Sel-sel ini berkembang dan meluas seiring terjadinya pertambahan ukuran kepala sari sehingga pada sebagian besar tumbuhan khususnya habitat kering, lapisan ini akan saling terpisah selnya dan hanya terlihat sisanya pada saat kepala sari masak (Maheswari, 1950). Lapisan epidermis berfungsi sebagai pembentuk dan penyokong kepala sari, mencegah hilangnya air, pertukaran gas maupun membantu proses pelepasan butir serbuk sari. Protoderm
Epidermis Endotesium (Lapisan terluar) Lapisan parietal primer
Lapisan muda dinding sporangium
Lapisan tengah Tapetum (Lapisan terdalam)
Dinding spora ngium masak
Sel-sel arkhespora
Lapisan sporogen primer
Mikrosporosit (2n) sel-sel induk polen
Tetrad mikrospora
Butir polen
Gambar 2.1. Diagram ringkas pola umum perkembangan mikrosporangium pada Angiospermae (Diadaptasi dari Foster dan Gifford, 1973)
Menurut Davis dalam Garcia (2002) terdapat empat pola pembentukan dinding kepala sari berdasarkan perbedaan proses pembentukan serta susunannya.
4
5
Pertama, tipe basic dengan susunan dinding empat lapis (endotesium, dua lapisan tengah dan tapetum) yang merupakan hasil pembelahan secara periklinal lapisan parietal sekunder dalam dan luar. Kedua, tipe dikotil dengan susunan dinding tiga lapis (endotesium, satu lapisan tengah serta tapetum) dan merupakan tipe yang paling banyak dijumpai. Pada tipe ini parietal sekunder dalam gagal membelah sehingga terbentuk tapetum, sedangkan parietal sekunder luar mengalami pembelahan untuk membentuk endotesium dan lapisan tengah. Tipe yang ketiga adalah tipe monokotil yang dindingnya tersusun atas tiga lapis sel yang prosesnya berbeda dengan tipe dikotil karena sel yang mengalami pembelahan adalah selsel parietal sekunder dalam. Tipe yang keempat adalah tipe tereduksi, dengan susunan dinding dua lapis (endotesium dan tapetum).
Struktur dan perkembangan serbuk sari 1. Struktur serbuk sari Serbuk sari adalah sel hidup, mempunyai nukleus dan protoplasma yang terbungkus oleh dinding sel. Dinding sel tersebut terdiri atas dua lapis, yaitu lapisan dalam (intine) yang tipis serta lunak seperti selaput dan lapisan luar (exine) yang tebal, keras dan berfungsi sebagai pelindung seluruh isi butir serbuk sari. Pada permukaan dinding luar ini terdapat daerah yang berdinding lebih tipis, tempat keluarnya buluh serbuk sari, disebut apertura (Fahn, 1982). Masing-masing spesies tumbuhan memiliki berbagai variasi pada serbuk sarinya. Diantaranya dalam hal keberadaan apertura, bentuk, polaritas maupun struktur lapisan luar dengan berbagai pola ukiran. Salah satu contoh famili yang
5
6
memiliki eksin menarik dengan struktur menyerupai duri atau disebut spina adalah Malvaceae (Erdtman, 1952). Serbuk sari sangat berperan dalam proses reproduksi karena dalam kondisi masak, serbuk sari ini mengandung inti generatif dan inti vegetatif. Terkait dengan reproduksi, inti generatif inilah yang akan berdeferensiasi menjadi sel sperma. Brewbaker dalam Nianjun, et al. (2004) berpendapat bahwa butir serbuk sari dikatakan masak apabila memiliki lebih dari satu inti. Pada Angiospermae, serbuk sari masak dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tipe binukleat dan tipe trinukleat, dan sebagian besar tumbuhan memiliki serbuk sari masak dengan dua inti atau binukleat. Selain terkait dengan jumlah inti, kondisi masak serbuk sari dapat diketahui dari morfologi, diantaranya dalam hal ukuran serta struktur dinding terluarnya.
2. Perkembangan serbuk sari Dalam perkembangan lebih lanjut, sel-sel sporogen primer akan membentuk mikrosporosit atau sel induk mikrospora, meskipun tidak seluruhnya (Maheswari,1950), melalui berbagai pembelahan ke segala arah secara mitosis. Peristiwa
ini
tetap
terjadi
bersamaan
dengan
perkembangan
dinding
mikrosporangium. Setiap mikrosporosit fungsional akan mengalami pembelahan meiosis dan sitokinesis untuk membentuk tetrad mikrospora atau empat mikrospora haploid. Pada pembelahan meiosis ini terdapat dua tahap yang saling berurutan yaitu meiosis I dan meiosis II. Pembelahan meiosis I merupakan pembelahan reduksi, yang menghasilkan sel haploid. Pembelahan tersebut
6
7
meliputi profase, metafase anafase dan telofase yang diikuti fase istirahat. Tahap berikutnya dalam pembentukan mikrospora adalah pembelahan meiosis II, yang pada dasarnya merupakan pembelahan mitosis biasa, dengan posisi dinding yang dibentuk berlawanan arah dengan hasil pembelahan meiosis I. Beberapa saat menjelang terjadinya pembelahan meiosis, dinding primer mikrosporosit digantikan oleh lapisan-lapisan tebal dari kalose. Pada akhir pembelahan meiosis, mikrospora haploid mengumpul di dalam tetrad yang masing-masing diselubungi oleh kalose dan tanpa ada hubungan plasmodesmata antar mikrospora. Menurut cara pembentukan dinding kalose, tetrad mikrospora dapat dibedakan atas dasar susunan butir serbuk sari dalam tetrad (Gb 2.2), yaitu tetrahedral, isobilateral, dekusata, bentuk T dan linear (Maheswari, 1950). Keanekaragaman susunan ini terdapat pada spesies yang berbeda maupun dalam spesies yang sama.
Gambar 2. 2. Tipe-tipe tetrad mikrospora (Maheswari, 1950)
Berdasarkan pembentukan dinding yang mengikuti pembelahan meiosis dari mikrosporositnya terdapat dua tipe dengan perbedaan yang jelas
7
8
(Fahn, 1982). Tipe pertama adalah tipe suksesif, yaitu pembelahan nukleus diikuti oleh pembentukan dinding. Sedangkan tipe yang kedua adalah tipe simultan, yaitu pembelahan nukleusnya tidak langsung diikuti oleh pembentukan dinding. Pada tipe ini penyempitan perifer dimulai setelah empat nukleus terbentuk dan pembentukan dinding dimulai dari penyempitan-penyempitan ini ke arah dalam. Sebelum dinding kepala sari pecah dan serbuk sari dilepaskan, umumnya butir-butir serbuk sari dari setiap tetrad berpisah satu sama lain dan terdapat bebas dalam mikrosporangium (Fahn, 1982). Walaupun demikian, perkembangan butir-butir serbuk sari ini akan terus berlanjut hingga terbentuk serbuk sari masak dengan struktur yang sempurna.
8