PENGELOLAAN KAS NEGARA
5F KEBENDAHAARAN NEGARA KELOMPOK 3:
Abi Dzar Ghiffari Ayu Egit Larasati Ismail Efendi Muhammad Sharaqi Zaman Oky Salindra Dewi Rifwan Alfikri Saleh Shinta Putri Amalia
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
Perbandingan format I-Account dan T-Account
Ringkasan APBN Tahun 2012-2015
A. Pendapatan Negara I. Pendapatan Dalam Negeri 1 Penerimaan Perpajakan 2 Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Penerimaan Hibah
2012 2013 APBN APBN 1311,39 1529,67 1310,56 1525,19 1032,57 1192,99 277,99 332,20 0,83 4,48
2014 2015 2015 APBN APBN APBNP 1667,14 1793,59 1761,64 1665,78 1790,33 1758,33 1280,39 1379,99 1489,255 385,39 410,34 269,08 1,36 3,26 3,31
B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat II. Transfer ke daerah (dan dana desa) 1 Dana Perimbangan Dana Otonomi Khusus dan 2 Penyesuaian 3 Dana Keistimewaan DIY 4 Dana Transfer Lainnya 5 Dana Desa C. Keseimbangan Primer
1435,41 1683,01 1842,50 2039,48 965,00 1154,38 1249,943 1392,44 470,41 528,63 592,55 647,04 399,99 444,80 487,931 516,40 70,42 0,00 0,00 0,00 -1,80
83,83 0,00 0 0 -40,09
104,621 0 0 0 -54,07
16,62 0,55 104,41 9,07 -93,93
17,115 0,55 104,41 20,77 -66,78
D. Surplus (Defisit) Anggaran %Defisit terhadap PDB
-124,02 1,53
-153,34 -1,65
-175,36 -1,69
-245,90 -2,21
-222,51 -1,90
124,02 125,91 -1,89 124,02
153,34 172,79 -19,45 153,34
175,36 196,26 -20,90 175,36
245,90 269,71 -23,82 245,90
222,51 242,52 -20,01 222,51
E. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri Kelebihan/(kekurangan) Pembiayaan
1984,15 1319,55 664,60 521,76
Perbandingan APBN dari Tahun ke Tahun A. Pendapatan I.
Pendapatan Dalam Negeri
(APBN 2012) Krisis yang terjadi pada beberapa negara Eropa mempengaruhi penerimaan pajak tahun 2012. Dampak krisis tersebut sudah mulai terasa dengan adanya penurunan ekspor-impor. Penurunan ekspor-impor akan berdampak pada turunnya penerimaan pajak terutama sektor Pajak Penghasilan (PPh) Impor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor. Penerimaan perpajakan semester I 2012 mencapai Rp 457,00 triliun atau sekitar 44,26 persen dari target tahun 2012. Capaian tersebut sudah cukup baik mengingat kondisi perekonomian global yang tidak menentu. Untuk itu, pada semester II 2012, Pemerintah menggenjot semua sektor guna mencapai target penerimaan perpajakan yang sudah ditentukan dalam APBN-P 2012 sebesar Rp 1.016,24 triliun. Selama ini tren penerimaan pajak pada semester II biasanya lebih tinggi dibandingkan realisasinya pada semester I. Sepanjang tahun 2012, Pemerintah telah melakukan berbagai program yang bertujuan untuk menggali potensi penerimaan perpajakan. Program-program tersebut antara lain adalah program intensifikasi perpajakan; program ekstensifikasi perpajakan; program canvassing (penyisiran potensi pajak berbasis wilayah); program intensifikasi penagihan; program penyempurnaan mekanisme keberatan banding dalam proses pengadilan pajak; law enforcement, yang meliputi pemeriksaan dan penagihan serta melakukan kegiatan pembinaan kepada wajib pajak yang telah terdaftar; dan mengefektifkan kegiatan sosialisasi dan edukasi perpajakan. (APBN 2013) Tekanan kepada nilai tukar Rupiah pada tahun 2013 dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya meningkatnya aliran modal ke luar yang dipicu ketidakpastian pemulihan ekonomi global, kenaikan inflasi domestik pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, serta pengaruh global akibat sentimen terhadap rencana pengurangan stimulus moneter oleh The Fed. Di samping itu juga dipengaruhi oleh kinerja neraca perdagangan Indonesia yang menurun dan disertai dengan volatilitas yang meningkat. Selama tahun 2013, Rupiah secara point-to-point melemah 26,05 persen (yoy) ke level Rp12.189/USD atau secara rata-rata melemah 11,46 persen (yoy) ke level Rp10.459/USD. Pada tahun 2013 pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,3 persen, sama dengan kondisi di tahun 2012. Pendapatan Pajak Dalam Negeri mengalami kenaikan dibandingkan dengan TA 2012, namun untuk PBB mengalami penurunan. Penurunan pendapatan PBB disebabkan karena adanya pengalihan pengelolaan PBB P2 ke Pemda. Disamping itu penerimaan PBB sektor Pertambangan Migas tidak mencapai target antara lain karena pokok ketetapan PBB Migas Tahun 2013 dibawah target yang ditetapkan dalam APBN/APBN-P, terdapat SPPT PBB yang tidak dapat dibayarkan di tahun 2013 serta pembayaran PBB yang seharusnya dilakukan oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi masih sangat minim. Realisasi pendapatan cukai TA 2013 mengalami kenaikan yang disebabkan oleh kenaikan ratarata tarif cukai sebesar 8,5 persen dan kenaikan volume produksi rokok di TA 2013. Peningkatan
penjualan Benda Materai maupun Bea Materai selama tahun 2013 menjadi faktor yang menopang pertumbuhan penerimaan pajak lainnya. (APBN 2014) Pendapatan negara dalam APBNP 2014 direncanakan mencapai Rp1.635.378,5 miliar, turun Rp31.762,3 miliar atau 1,9 persen bila dibandingkan dengan target APBN 2014 yang sebesar Rp1.667.140,8 miliar. Pendapatan negara dalam APBNP 2014 tersebut dihitung dengan mempertimbangkan perubahan asumsi dasar ekonomi makro dalam APBNP 2014, realisasi pendapatan negara tahun 2013 dan perkembangan realisasi pendapatan negara pada bulanbulan awal tahun 2014, serta prospek perekonomian global maupun domestik pada tahun 2014. Pendapatan negara dalam APBNP 2014 terdiri atas penerimaan dalam negeri sebesar Rp1.633.053,4 miliar dan penerimaan hibah sebesar Rp2.325,1 miliar. Penerimaan dalam negeri dalam APBNP 2014 lebih rendah 2,0 persen atau Rp32.727,3 miliar bila dibandingkan dengan target APBN 2014. Sementara itu, penerimaan hibah dalam APBNP 2014 lebih tinggi 71,0 persen atau Rp965,0 miliar bila dibandingkan dengan target APBN 2014. Dalam rangka mengamankan pencapaian target penerimaan pajak tahun 2014, akan dilakukan 7 (tujuh) upaya strategis secara lebih fokus, sinergis, dan terkoordinasi. Pertama, penyempurnaan sistem administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui (a) implementasi penggunaan faktur pajak elektronik (e-invoice) dalam administrasi pajak pertambahan nilai (PPN); dan (b) penyampaian SPT PPh melalui e-filing untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam pembuatan dan penyerahan laporan SPT kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah, sehingga kepatuhan Wajib Pajak diharapkan semakin meningkat. Kedua, ekstensifikasi WP Orang Pribadi berpendapatan tinggi dan menengah berbasis data kependudukan (NIK) dengan memperhatikan sektor ekonomi dan perkembangan wilayah yang potensial. Ketiga, optimalisasi pengawasan pembayaran masa. (APBN 2015) Pada tahun 2015, besaran pendapatan negara direncanakan mencapai Rp1.793.588,9 miliar, naik 7,8 persen dari targetnya pada APBNP tahun 2014. Dari total pendapatan negara tersebut, penerimaan perpajakan direncanakan mencapai Rp1.379.991,6 miliar atau naik 10,0 persen dari targetnya dalam APBNP tahun 2014 dan penerimaan perpajakan ini merupakan 77,0 persen dari total pendapatan negara. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) direncanakan mencapai Rp410.341,0 miliar, naik 0,3 persen dari targetnya dalam APBNP tahun 2014. Proses penyusunan, pembahasan, dan pengesahan APBN tahun 2015 yang bertepatan dengan periode transisi kepemimpinan nasional dan anggota DPR RI, telah diatur dalam Undangundang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025. Mengingat APBN tahun 2015 disusun oleh Pemerintahan periode 2009-2014 dan akan dijalankan oleh Presiden dan kabinet baru hasil Pemilu 2014, maka penyusunan APBN tahun 2015 bersifat baseline yang memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, serta memberikan ruang gerak pada pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian, pemerintahan hasil pemilihan presiden 2014 dapat menciptakan ruang fiskal yang lebih leluasa sekaligus memanfaatkannya dengan menampung inisiatif-inisiatif baru beserta alokasi anggaran dan sumber pendanaannya sesuai janji kampanye, visi, dan misi yang tertuang dalam konsep Trisakti dan Nawacita melalui perubahan APBN tahun 2015.
II.
Hibah
Penerimaan Hibah berdasarkan Postur APBN Tahun 2012-2015 dan APBNP 2015 terlihat fluktuatif, namun pada umumnya penerimaan hibah mengalami trend positif dengan rata rata kenaikan sebesar 128,73%. Nominal pendapatan hibah tertinggi terdapat pada APBN tahun 2013 dimana pendapatan hibah diproyeksikan sebanyak Rp4,48 triliun. Proyeksi penerimaan hibah pada APBN tahun 2013 juga merupakan kenaikan tertinggi dibanding tahun sebelumnya dimana pada APBN tahun 2012 penerimaan hibah diproyeksikan sebesar Rp0,83 triliun yang berarti proyeksi penerimaan hibah pada APBN tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 443,5%. Menurut masing-masing NK, Besaran penerimaan hibah sangat tergantung pada keinginan negara donor untuk memberikan bantuan dan kepatuhan K/L penerima hibah untuk melaporkan penggunaan hibah yang diterimanya. Jadi proyeksi penerimaan hibah yang fluktuatif dari berdasarkan APBN tahun 2012-2015 serta APBNP 2015 dapat dikatakan sesuai dengan pernyataan pada NK tersebut. Kita juga dapat menduga bahwa hibah tetap akan mengalami gejala fluktuasi pada tahun-tahun mendatang, karena sifat penerimaannya yang tidak pasti tergantung pada donor dan kepatuhan K/L penerima hibah dalam hal pelaporan
I.
B. Belanja Negara Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pemerintah Pusat didesain dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP), maupun rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Belanja Pemerintah Pusat berdasarkan postur APBN tahun 2012-2015 dan APBNP 2015 secara nominal mengalami peningkatan, yaitu Rp 965,0 triliun pada tahun 2012, menjadi Rp 13922,4 triliun pada tahun 2015, dan menurun menjadi Rp 1319,55 triliun pada APBNP tahun 2015. Perkembangan volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang secara signifikan mempengaruhi antara lain adalah harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (Indonesia Crude Price/ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kondisi perekonomian global. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan APBN antara lain adalah kebutuhan belanja operasional untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan dan administrasi di bidang belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN. Peningkatan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN tahun 2012 -2015 terutama berkaitan dengan meningkatnya alokasi anggaran belanja pegawai, belanja modal, dan pembayaran bunga utang. Selain itu, peningkatan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat digunakan terutama untuk mendukung pendanaan berbagai program pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga (belanja K/L) sesuai tugas dan fungsinya, maupun program-program yang bersifat lintas sektoral, dan/atau belanja non-K/L, sesuai dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan dalam RKP setiap tahunnya. Pada APBNP 2015 terjadi penurunan yang disebabkan oleh adanya kebijakan peningkatan beberapa komponen belanja pemerintah pusat pada satu sisi dan penurunan beberapa komponen belanja pemerintah pusat pada sisi lainnya. Kebijakan ini dibuat untuk mendukung pencapaian visi, misi, dan prioritas pembangunan Presiden pada tahun 2015, Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengalokasikan anggaran tambahan belanja untuk berbagai program/kegiatan prioritas yang anggarannya bersumber antara lain dari penghematan subsidi BBM dan berbagai upaya terkait
optimasi pendapatan negara. Tambahan anggaran tersebut diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan berbagai sektor unggulan (pangan, energi, dan kemaritiman), pemenuhan kewajiban dasar (bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang perumahan), pengurangan kesenjangan (antarpendapatan dan antarwilayah), serta pembangunan infrastruktur konektivitas. Kebijakan tambahan anggaran prioritas tersebut dialokasikan baik melalui belanja pemerintah pusat maupun melalui transfer ke daerah dan dana desa.
II.
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Belanja Negara Transfer ke daerah berdasarkan Postur APBN 2012-2015 dan APBNP 2015 selalu mengalami peningkatan tiap tahun, namun apabila dilihat berdasarkan rincian dari Belanja Negara Transfer ke daerah tersebut terlihat bahwa sebenarnya besaran terdapat Belanja Negara Transfer ke daerah yang kondisinya Fluktuatif. Untuk besaran kenaikan Belanja Negara Transfer ke daerah secara umum berdasarkan Postur APBN 2012-2015 dan APBNP 2015 secara persentase adalah dalam rentang kenaikan 9%-12% pertahun. Untuk Dana Perimbangan, kenaikannya terjadi setiap tahun dengan rentang 5%-11%, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2013. Kenaikan ini disebabkan diantaranya karena meningkatnya PDN neto, meningkatnya realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan, baik dari sektor perpajakan maupun dari sumber daya alam, meningkatnya kemampuan keuangan negara, bertambahnya bidang yang didanai DAK, bertambahnya daerah otonom baru, adanya pengalihan Sebagian anggaran kementerian negara/lembaga yang sebelumnya digunakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah menjadi DAK dan adanya DAK tambahan untuk 183 daerah yang termasuk kategori daerah tertinggal. Untuk Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian secara umum terjadi kenaikan setiap tahun, namu hal yang berbeda terjadi pada tahun 2015 dimana besaran Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian mengalami penurunan yang signifikan sebesar 84%, hal ini sebenarnya bukan mengartikan arti riil penurunan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian di lapangan, hanya saja sebagian besar anggaran yang terdapat di dalamnya beralih nomenklatur menjadi Dana Transfer Lainnya pada tahun 2015. Lalu ada yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yaitu munculnya Dana Keistimewaan DIY dan Dana Desa, keduanya baru muncul pada Postur APBN 2015. Dasar hukum dari dana keistimewaan DIY adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dana keistimewaan adalah dana yang dialokasikan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan keistimewaan DIY. Kewenangan keistimewaan adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki oleh DIY selain wewenang yang ditentukan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Wewenang tersebut adalah: 1) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; 2) kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; 3) kebudayaan; 4) pertanahan; dan 5) tata ruang. Besaran Ddana Keistimewaan DIY ini sebesar 0,55 Triliun. Dasar dari Dana Desa adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksananya, Dana Desa merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada setiap Desa dan digunakan untuk mendanai urusan yang menjadi kewenangan Desa yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Besaran Dana Desa untuk tahun 2015 yang termuat dalam APBN adalah sebesar 9,7 Triliun. Yang juga berbeda dari postur APBN tahun-tahun sebelumnya adalah munculnya Dana Transfer Lainnya, namun meskipun Dana Transfer Lainnya muncul pada tahun 2015, sebenarnya Dana Transfer
Lainnya sudah termasuk ke dalam Anggaran pada APBN tahun sebelumnya, namun dimasukkan pada Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.
C. Keseimbangan Primer, Surplus/Defisit Anggaran, dan %Defisit terhadap PDB Keseimbangan Primer Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami trend negatif dari tahun 2012 sampai tahun 2014 dan mengalami peningkatan di tahun 2015 tetapi tetap deficit diakibatkan besar pasak daripada tiang. Belanja jauh lebih besar daripada pendapatan (lihat data). Defisit keseimbangan primer ini berasal dari pendapatan negara sebesar dikurangi belanja negara di luar pembayaran utang dan bunga utang. Tren penurunan defisit keseimbangan primer diperkirakan akan terus berlanjut, namun belum akan menciptakan surplus dalam waktu dekat. karena penurunan harus secara gradual tidak dapat secara langsung. untuk memperbaiki keseimbangan primer, Kementerian Keuangan akan berupaya meningkatkan penerimaan terutama dari pajak. Di sisi lain pemerintah juga akan memperbaiki belanja negara ke arah yang berkualitas dan lebih optimal. Pemerintah harus mengembalikan keseimbangan primer pada posisi surplus, karena posisi defisit menandakan kemampuan bayar utang pemerintah mengalami penurunan. Selain itu, defisit ini mencerminkan belanja pemerintah dibiayai dari utang, dan pembayaran utang juga dilakukan dengan berutang. Penurunan surplus keseimbangan primer terjadi karena pendapatan negara terutama pajak mengalami peningkatan. Namun kenaikan penerimaan pajak belum optimal, karena krisis global sehingga harga komoditas menurun. Pemerintah perlu mengurangi belanja tidak produktif seperti subsidi energi, dan mengalihkannya ke belanja yang memiliki multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi seperti belanja infrastruktur. Agar keseimbangan primer kembali surplus pendapatan negara harus meningkat, sementara belanja negara menurun. Untuk meningkatkan penerimaan negara langkah yang harus dilakukan adalah meningkatkan rasio pajak minimal ke 14% dari saat ini sekitar 12%, karena rasio pajak Indonesia masih rendah dibandingkan negara tetangga. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi. Dari sisi belanja, yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengurangi belanja-belanja tidak produktif seperti belanja subsidi energi. Untuk mengurangi belanja subdisi energi, upaya yang dapat dilakukan diantaranya mengurangi subsidi BBM, dan menjalankan kebijakan renewable energi yang selama ini belum berjalan.
D. Pembiayaan Seperti yang kita ketahui bahwa Pembiayaan muncul jika APBN mengalami defisit anggaran (Belanja > Pendapatan). Dalam table tersebut terlihat bahwa pembiayaan Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya, hal ini dikarenakan keinginan pemerintah yang selalu ingin meningkatkan pembangunan daripada mengambil profit sehingga pemerintah setiap tahunnya selalu melakukan belanja untuk membangun infrastruktur maupun sarana dan prasarana lainnya untuk masyarakat. Selain itu peningkatan pembiayaan itu terjadi karena beban subsidi pemerintah yang membengkak setiap tahunnya. Dalam tabel tersebut juga terlihat bahwa terdapat peningkatan pembiayaan yang cukup pesat dari APBN tahun 2014 terhadap APBN (maupun APBN-P) 2015. Hal ini dikarenakan kebijakan presiden Indonesia yang baru bapak Joko Widodo yang menitikberatkan sektor belanja kepada pembangunan infrastruktur. Sehingga beban belanja menjadi lebih besar walaupun hal ini sudah
ditalangi dengan kebijakan beliau yang menghapus subsidi BBM pada tahun 2014 untuk dialihkan ke sektor lain namun beban tersebut masih belum cukup untuk pembangunan infrastruktur. Dalam table tersebut terlihat juga bahwa pembiayaan pemerintah dalam 4 tahun terakhir ini semuanya berasal dari pembiayaan dalam negeri . Hal ini dikarenakan dengan pembiayaan dalam negeri pemerintah terlepas dari adanya ketergantungan terhadap pihak asing, sehingga perekonomian nasional terlepas potensi dari dikendalikan oleh pihak yang memberikan pinjaman. Selain itu pembiayaan dalam negeri juga menyebabkan nilai tukar rupiah berpotensi mengalami penguatan karena transaksi pinjaman dalam negeri dilakukan dengan mata uang rupiah sehingga permintaan akan rupiah meningkat dan sebaliknya permintaan mata uang lain menjadi menurun.