Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dan Budaya Organisasi Terhadap Profesionalisme Guru Dalam Mewujudkan Perilaku Dan Prestasi Belajar Siswa Ade Ruslan Nurdin
[email protected] Abstrak - Mengkaji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi terhadap profesionalisme guru dalam mewujudkan perilaku dan prestasi belajar siswa. Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif berbasis model analisis kausal efektual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap profesionalisme guru dalam mewujudkan perilaku dan prestasi belajar siswa. Kata Kunci – Kepemimpinan Transformasional, Profesionalisme guru, prestasi, dan perilaku
1
Budaya
Organisasi,
Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia yang mencakup pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Di dalamnya tercakup kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan. Istilah mendidik menunjukkan usaha menekankan pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, ketaqwaan dan lain-lain. Pendidikan juga merupakan suatu kegiatan yang berupa bantuan yang diberikan kepada orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan. Bantuan yang diberikan oleh pendidik itu berupa pendampingan kepadapeserta didikagar dapat mempelajari hal-hal yang positif yang menunjang perkembangannya. Salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang sering mendapatkan perhatian secara luas dari masyarakat adalah masalah rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan data dalam Education for All (EFA) Global Monitroring Report 2011 yang dikeluarkan UNESCO dan diluncurkan di New York, indeks pembangunan pendidikan Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei.(Kompas, 3/3/2011 halaman 12). Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, di antaranya rendahnya perilaku belajar dan prestasi belajar siswa. Sebagaimana yang dikemukakan Mulyasa (2011) bahwa persoalan yang dihadapi hari ini adalah kurang bermaknanya pendidikan bagi pengembangan pribadi dan watak peserta didik, hal ini menurutnya mengakibatkan menurunnya moralitas dan kesadaran makna hakiki kehidupan. Lebih jauhnya, lulusan pendidikan cenderung kurang memiliki kepekaan untuk membangun silaturahmi, toleransi, dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Dewasa ini kita masih sering melihat perilaku siswa yang tidak mencerminkan nilai-nilai pendidikan yang diperolehnya dari lembaga pendidikan yang sedang ditempuhnya. Sebagai contoh, banyak siswa yang terjerat narkoba, masih seringnya terjadi tawuran antarpelajar, dan siswa yang melakukan hubungan seks di luar nikah. Berkaitan dengan masalah perilaku belajar Mulyasa(2009) mengemukakan beberapa penyebab penyimpangan perilaku belajar siswa, yaitu: 1) masih banyak guru yang tidak memiliki kompetensi keguruan (salah satunya kompetensi kepribadian), 2) banyak guru yang tidak 1
JurnalIlmuPendidikandanHumaniora ISSN: 2301-5004
Vol. 01, No. 01, Jan 2013 pp. 1-9
menekuni profesinya secara utuh, 3) belum adanya standar profesional guru, 4) kemungkinan disebabkan maraknya perguruan tinggi yang mencetak guru asal jadi, dan 5) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas. Sementara itu, terkait dengan prestasi belajar peserta didik, Kunandar (2007) menyatakan bahwa perubahan pendidikan terkait dengan etos kerja tenaga pendidik dan kependidikan masih rendah sehingga menghambat percepatan penguasaan kompetensi yang dibutuhkan tenaga kependidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan iptek dan kurikulum. Perilaku belajar dan prestasi belajar nampaknya dua hal yang saling berkaitan. Bila diibaratkan bagaikan dua sisi mata uang, yang hanya bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Perilaku belajar siswa memiliki relasi yang signifikan dengan prestasi belajar siswa. Dengan kata lain, prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh perilaku belajar siswa. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan adalah faktor kualitas guru. Dalam tingkatan operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial (Surya, 2005). Senada dengan pendapat di atas, Mulyasa (2009) mengemukakan bahwa guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu upaya apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas. Berdasarkan Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi dan kompetensi guru, kemampuan profesional guru dapat dilihat dari penguasaan kompetensi yang dimiliki oleh guru yang meliputi : kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik (kompetensi pedagodik), sikap, sifat dan perilaku yang mulia (kompetensi kepribadian), kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat (kompetensi sosial), dan penguasaan pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/seni budaya yang diampunya (kompetensi profesional). Melihat strategisnya peranan guru dalam dunia pendidikan, maka meningkatkan kemampuan profesional guru merupakan suatu keharusan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan dan memberikan respon terhadap rendahnya kualitas pendidikan di tanah air. Terdapatnya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan kualitas lulusan menyebabkan dunia pendidikan menjadi sorotan masyarakat dan menempatkan guru pada posisi yang dianggap paling bertanggung jawab untuk memenuhi harapan masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, guru berada di dalam lingkungan organisasi sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan. Lingkungan organisasi sekolah yang berinteraksi langsung dengan aktivitas guru di antaranya adalah kepemimpinan kepala sekolah, nilai-nilai, norma serta pola interaksi yang dianut dan dikembangkan di antara komponen-komponen sekolah yang lainnya. Kepala sekolah sebagai administrator, supervisor, dan pemimpin pendidikan bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, sehingga kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk selalu mengadakan pembinaan dalam arti berusaha agar pengelolaan, penilaian, bimbingan, pengawasan, dan pengembangan pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Kompetensi-kompetensi di atas diklasifikasikan ke dalam lima dimensi kompetensi dan dituangkan di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Dimensi kompetensi dimaksud adalah kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan kompetensi sosial.
2
www.insanakademika.com
InsanAkademika Publications
Guru sebagai salah seorang staf kepala sekolah, dapat dipandang sebagai suatu instrumen penting untuk pencapaian tujuan pendidikan dengan mengikuti aturan serta kebijakan yang digariskan kepala sekolah sebagai atasan. Di sisi lain, guru juga adalah manusia yang memiliki dimensi kejiwaan. Hal ini berarti bahwa guru berinteraksi dengan suasana atau keadaan tempat guru tersebut bekerja. Bagaimana guru berinteraksi, menyelesaikan masalah, menanggapi isuisu baru, dipengaruhi oleh cara pandang, nilai-nilai dan norma yang dianut dan dikembangkan oleh komunitas sekolah tempat guru tersebut bekerja. Dengan kata lain, secara kejiwaan guru dipengaruhi oleh budaya organisasi sekolah bersangkutan. Budaya organisasi akan dirasakan oleh siapapun yang mengunjungi suatu sekolah. Perilaku setiap personal sekolah mencerminkan nilai-nilai, norma, dan hubungan sosial yang terjadi di antara mereka. Suatu sekolah mungkin akan menunjukkan semangat kerja tinggi dan penghargaan tulus satu dengan yang lain. Sekolah lain mungkin akan menunjukkan hal sebaliknya. Dengan kata lain, setiap sekolah memiliki karakteristik khusus yang terkait erat dengan nilai-nilai yang dianut dan dikembangkan bersama oleh setiap orang di dalam sekolah tersebut. Guru dan kepala sekolah berada pada organisasi serta budaya organisasi yang sama dan tercermin melalui interaksi sehari-hari. Melalui interaksi ini, terbentuklah suatu organisasi sekolah yang memiliki ciri tersendiri yang membedakannya dari organisasi lain. Wewenang formal yang dimiliki kepala sekolah memungkinkan tercipta dan terkelolanya perubahan melalui transformasi budaya organisasi sekolah bersangkutan. Pemahaman terhadap aspek-aspek kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam mengelola budaya organisasi dapat memberikan informasi tentang pengaruhnya terhadap kemampuan profesional guru yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan perilaku belajar siswa dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi terhadap profesionalisme guru dalam meningkatkan perilaku siswa dan prestasi belajar siswa.
2
Tinjauan Pustaka
2.1
Kepemimpinan Transformasional
Burn dalam Komariah dan Triatna, (2006) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya “para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.” Para pemimpin adalah seorang yang sadar akan prinsip perkembangan organisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan, atau kebencian. Seorang pemimpin tranformasional menurut Bass dalam Robbin (2008) memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Kharisma: yaitu memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggan, meraih kehormatan dan kepercayaan. 2. Inspirasi: yaitu mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan pada usaha, menngambarkan maksud penting secara sederhana. 3. Simulasi intelektual: Yaitu mendorong intelegensi, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati.
3
JurnalIlmuPendidikandanHumaniora ISSN: 2301-5004
Vol. 01, No. 01, Jan 2013 pp. 1-9
Kepekaan individual: yaitu memberikan perhatia pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasihati.
2.2
Budaya Organisasi
Budaya sekolah merupakan karakter khas yang dimiliki sekolah sesuai dengan norma, nilai, dan kebiasaan di sekolah itu dalam penyelenggaraan pendidikan untuk menumbuhkembangkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas. Perbedaan budaya setiap sekolah adalah dalam bentuk operasional dan kebijakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di sekitar sekolah itu. Akan tetapi, esensi budaya setiap sekolah tetaplah sama, Jadi, yang membedakan setiap sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya adalah situasi dan kondisi masing-masing sekolah. Menurut Miller (dalam Sutrisno 2010) ada beberapa butir nilai-nilai primer yang seharusnya ada pada tiap-tiap organisasi yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi budaya organisasi yang positif, dan akan mengakibatkan efektivitas, inovasi, loyalitas, dan produktivitas. Delapan butir nilai-nilai budaya itu adalah: 1. Aspek tujuan, ialah menyediakan produk atau jasa yang berkualitas dan bermanfaat bagi konsumen dan sekaligus memberi indpirasi dan memotivasi anggota organisasi. 2. Aspek konsensus, ialah kebersamaan cita-cita, memikir, dan merasakan yang dinyatakan dalam musyawarah untuk mufakat. 3. Aspek keunggulan, ialah usaha menciptakan ketidakpuasan yang kreatif di kalangan para anggota organisasi, supaya perusahaan dapat mencapai keunggulan. 4. Aspek prestasi, ialah memberi penghargaan yang layak atas prestasi pegawai. 5. Aspek kesatuan, ialah perasaan satu di antara karyawan denga pra karyawan lainnya dalam organisasi karena adanya berbagai kesamaan-kesamaan. 6. Aspek empiris, ialah menggunakan data nyata atau statistik sebagai dasar peretimbangan dan pengambilan keputusan. 7. Aspek keakraban, ialah saling memberikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan emosional dan spriritual di antara para anggota organisasi. Aspek integritas, ialah kejujuran, adil, dapat dipercaya, mampu, dan dapat diandalkan.
2.3
Profesionalisme Guru
Guru profesional terlihat dari kompetensi yang dimilikinya. Hal ini sebagaimana dikemukakan Hamalik (1995) bahwa kompetensi profesional seorang guru mencakup kemampuan dalam hal: a. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan, baik secara filosofis, psikologis, dan sebagainya. b. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik. c. Mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya. d. Mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan. e. Mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain. f. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran. g. Mampu melaksanakan evaluasi belajar. h. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik. Senada dengan pendapat di atas, Rusyan (1990) mengemukakan bahwa untuk mengukur kemampuan profesional guru dapat dilihat dari dimensi berikut:
4
www.insanakademika.com
InsanAkademika Publications
1. Kompetensi pribadi, yang meliputi sikap simpati, empati, terbuka, berwibawa, dan responsibility. 2. Kompetensi profesional, yang meliputi penguasaan bidang studi, pengelolaan program belajar mengajar, pengelolaan kelas, dan penggunaan media. Kompetensi sosial, yang meliputi aktivitas guru sebagai petugas kemasyarakatan dan sebagai anggota masyarakat, serta tangung jawabnya sebagai pendidik dalam lingkunag sosialnya.
2.4
Prestasi
Menurut Syamsudin (1992) prestasi belajar adalah kecakapan nyata atau aktual yang menunjukkan kepada aspek kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan atau diujikan karena merupakan hasil usaha yang bersangkutan dengan metode, bahkan di dalam hal-hal tertentu yang dijalani. Hal ini berati bahwa prestasi belajar dalah perubahan yang dihasilkan seseorang atau hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar, baik berupa nilai atau berupa kecakapan-kecakapan yang lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan siswa lainnya sebagai usaha dari kegiatan belajar yang ditempuh. Sehubungan dengan itu, ada beberapa indikator untuk menentukan kualitas prestasi belajar siswa. Secara operasional, indikator penentuan kualitas prestasi belajar siswa ini berhubungan dengan ranah psikologis, yang meliputi dimensi cipta (kognitif), dimensi rasa (afektif), dan dimensi karsa (psikomotor). Dalam menentukan indikator dari dimensi prestasi belajar siswa tersebut ditemukan beberapa variasi. Menurut Sudjana (1998) indikator dari dimensi-dimensi prestasi belajar siswa itu adalah sebagai berikut: 1. Dimensi kognitif dengan indikator sebagai berikut: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2. Dimensi afektif dengan indikator sebagai beruikut: kemampuan menerima rangsangan, kemampuan menjawab, kemampuan menilai, kemampuan berorganisasi, dan kemampuan pendalaman nilai. Dimensi psikomotor dengan indikator sebagai berikut: keterampilan gerak, keterampilan erakan dasar, keperampilan berprestasi, keterampilan dalam penampilan fisik, keterampilan gerakan skil, keterampilan komunikasi dekursif.
2.5
Perilaku
Menurut Sobur (2009) yang dimaksud dengan perilaku atau tingkah laku adalah aktivitas yang dapat diobsevasi yang dapat digunakan sebagai alat agar suatu tujuan bisa tercapai. Syah (1995) menyimpulkan beberapa pendapat tentang definisi belajar yaitu sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menatap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dirumuskan bahwa perilaku belajar siswa adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah pembelajaran baik bersifat kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesipik. Sehingga perilaku belajar menurut Syah (1995) dapat dilihat dari perubahan intensional, perubahan positif dan aktif, perubahan efektif dan fungsional. Hal-hal tersebut meliputi: b. Perubahan intensional 1) Motivasi belajar siswa tinggi 2) Perubahan yang disadari oleh siswa baik segi kognitif, afektif, dan psikomotor c. Perubahan positif dan aktif 1) Perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor bersifat positif 2) Siswa merasakan manfaat dari pembelajaran 3) Hasil pembelajarean yang diraih sesuai dengan harapan siswa
5
JurnalIlmuPendidikandanHumaniora ISSN: 2301-5004
d.
Vol. 01, No. 01, Jan 2013 pp. 1-9
Perubahan afektif dan fungsional 1) Dampak dari pembelajaran membawa pengaruh (berdaya guna) dalam kehidupan sehari-hari 2) Perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan tersedia setiap saat apabila dibutuhkan 3) Hasil pembelajarean yang diraih sesuai dengan harapan siswa
Sobur (2009) mengemukakan tiga asumsi berhubungan dengan perilaku yaitu bahwa perilaku manusia itu ada sebabnya. Di sini tersirat bahwa lingkungan mempengaruhi tingkah laku. Asumsi yang kedua adalah perilaku manusia tidak hanya disebabkan oleh sesuatu tetapi juga menuju sesuatu, dengan kata lain manusia melakukan sesuatu karena mempunyai tujuan. Konsep motivasi merupakan asumsi ketiga, dalam hal ini perilaku dilatarbelakangi oleh sesuatu yang dikenal sebagai desakan, keinginan, kebutuhan ataupun dorongan. Maka perilaku seseorang dipengaruhi oleh keinginan dirinya, pengaruh dari luar dirinya (lingkungan) dan dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapainya. Perilaku seorang siswa dipengaruhi oleh lingkungannya (guru, teman, dan masyarakat), motivasi yang ada dalam dirinya dan tujuan yang ingin dicapai oleh siswa tersebut.
3
Metodologi
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan mengkaji hubungan konseptual antar variabel berdasarkan pendekatan analisis causal efektual. Penulis berperan sebagai participant observer, analisis dilakukan dengan mengamati dan mengevaluasi berbagai fenomena yang terjadi pada objek penelitian, kemudian dilakukan pembahasan atas fenomena tersebut berdasarkan logika penulis yang kemudian dikonfirmasikan pada kerangka teori pada berbagai literatur dan/ atau hasil penelitian yang relevan dengan topik utama studi ini.
4
Pembahasan
Masih banyaknya pelajar yang berperilaku tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan, masih belum optimalnya prestasi belajar siswa, dan kurang profesionalismenya guru dalam melaksanakan tugasnya merupakan beberapa fenomena yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Di samping itu, hal lain yang ikut berperan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia adalah faktor kepemimpinan kepala sekolah yang belum menerapkan kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekolah yang dipimpinya. Profesionalisme guru diasumsikan cenderung menurun, sehingga diperlukan upaya-upaya antisipatif yang tepat sesuai dengan target yang ingin dicapai. Banyak faktor yang mempengaruhi menurunnya profesionalisme guru, di antaranya faktor kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi. Hal ini dapat terlihat ketika adanya pergantian kepala sekolah. Gaya kepemimpinan kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap kinerja guru yang pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap pencapaian tingkat perilaku dan prestasi belajar siswa. Dari beberapa fenomena permasalahan di atas, dapat ditarik suatu pernyataan masalah yaitu perilaku siswa dan prestasi belajar siswa belum maksimal, hal ini disebabkan antara lain karena guru yang belum profesional. Banyak faktor yang menyebabkan belum profesionalnya guru, di antaranya faktor kepemimpinan kepala sekolah dan kurang kondusifnya budaya organisasi di sekolah. Melihat kepada permasalahan yang muncul sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diketahui bahwa masalah penelitian ini termasuk salah satu pendidikan yang merupakan
6
www.insanakademika.com
InsanAkademika Publications
salah satu tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaannya. Karena pendidikan merupakan salah satu tugas pokok negara, maka pendidikan merupakan salah satu kajian dalam ilmu administrasi negara. Dan untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan keterlibatan berbagai komponen pemerintahan. Administrasi negara merupakan suatu proses penentuan dan pencapaian tujuan negara dengan menggunakan semua sumber yang ada dengan efisiensi melalui pejabat-pejabatnya secara terorganisir dan terkoordinir. Penyelenggaraan administrasi terdapat dalam organisasi yang formal dan lengkap, sehingga di dalam setiap organisasi akan selalu terdapat apa yang disebut administrasi, Islamy (2009) memberikan batasan terhadap administrasi sebagai berikut : Administrasi adalah seluruh proses organisasi yang terdiri atas penentuan sasaran dan pencapaian sasaran tersebut dengan menggunakan sumber-sumber yang ada secara efesien melalui dan bersama orang-orang secara terkoordinir dengan menerapkan perencanaan, pembuatan keputusan pelaksanaan, pengorganisasian, persuasi, pemimpin dan penilaian dan termasuk didalamnnya pengawasan. Dalam perkembangannya administrasi mencakup proses penentuan arah, tujuan, sasaran dan norma-norma atau cara-cara untuk mencapai berupa kebijakan atau program-program yang bersifat menyeluruh. Sistem administrasi dapat dijadikan sebagai media atau wahana bagi metodologi integralistik untuk memadukan secara utuh dan menyeluruh semua nilai-nilai yang ada dari domain subyek yang bersangkutan. Dengan kata lain bahwa yang dapat dipergunakan untuk memadukan masalah yang timbul dari interaksi nilai-nilai itu adalah administrasi. Dalam setiap organisasi selalu terdapat seorang pemimpin yang memerintah, mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan individu, kelompok, dan organisasi. Melalui peranannya, seorang pemimpin dapat menjadikan organisasi yang dipimpinnya maju atau mundur, efektif atau tidak efektif. Yukl (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Kepala sekolah adalah seorang pemimpin pendidikan yang harus mengampil keputusan yang tepat, mengomunikasikan dan menginformasikan serta menggerakan berbagai kekuatan sumber daya supaya mau dan mampu melaksanakan manajemen atau administrasi pendidikan untuk mencapai produktivitas pendidikan yang tinggi. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, sehingga dengan demikian dia mempunyai kewajiban untuk selalu mengadakan pembinaan dalam arti berusaha agar pengelolaan, penilaian, bimbingan, pengawasan, dan pengembangan pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Di antara penyelenggaraan pendidikan yang harus dibina secara terus-menerus oleh seorang kepala sekolah adalah: b. program pengajaran; c. sumber daya manusia; d. sumber daya yang bersifat fisik; dan e. hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat (Wahyosumidjo, 2010). Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah mempunyai pengaruh yang besar untuk membuat sekolah menjadi maju atau mundur. Gaya kepemimpinan yang dikembangkan menentukan efektivitas kepemimpinan. Kepala Sekolah yang efektif, menurut penelitian Tiong (dalam Husaini,2007) berkarakteristik: 2) adil dan tegas dalam mengambil keputusan; 3) membagi tugas secara adil kepada guru; 4) menghargai partisipasi staf; 7
JurnalIlmuPendidikandanHumaniora ISSN: 2301-5004
5) 6) 7) 8) 9) 10) 11)
Vol. 01, No. 01, Jan 2013 pp. 1-9
memahami perasaan guru; memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan; terampil dan tertib; berkemampuan dan efisien; memiliki dedikasi dan rajin; tulus; dan percaya diri
Budaya organisasi dapat merupakan aset atau hambatan di dalam organisasi. Budaya yang kuat merupakan sumber komitmen dan stabilitas organisasi, namun budaya yang lemah dapat menjadi sumber resistensi terhadap perubahan dan menimbulkan ketertutupan anggota-anggota organisasi terhadap pengaruh luar. Baker (dalam Laksmi, 2011) mengemukakan tiga kondisi di mana budaya organisasi menjadi tidak relevan, yaitu: (1) Budaya yang dahulu sukses dijalankan organisasi menjadi ketinggalan zaman karena perubahan gradual pada lingkungan organisasi. (2) Terjadi perubahan dramatis atau tiba-tiba pada lingkungan. (3) Organisasi memasuki bisnis baru atau diakuisisi oleh perusahaan yang berbeda tipe bisnisnya, atau terjadi pergantian CEO (Chief Executive Officer) atau pimpinan puncak yang baru. Sekolah sebagai sebuah organisasi pasti memiliki satu karakteristik tertentu. Dengan kata lain, budaya organisasi sekolah merupakan seperangkat pengetahuan, nilai-nilai, norma yang dianut oleh komunitas sekolah untuk merespons peristiwa-peristiwa yang terjadi baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi. Kadang-kadang dijumpai sebuah sekolah yang mencerminkan semangat dan kinerja tinggi, tetapi tidak jarang pula ditemukan sekolah dengan kinerja seadanya. Dalam kasus demikian, diperlukan perubahan yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah dibantu oleh agen-agen pembaharuan. Perubahan-perubahan dilakukan melalui tahapan unfreezing, moving, refreezing seperti yang telah dikemukakan terdahulu. Aspek-aspek yang membentuk karakteristik suatu sekolah merupakan sasaran utama untuk diperbaiki dengan mengemukakan kerangka pikir baru menggantikan kerangka pikir yang lama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat pengetahuan, nilai-nilai, norma yang dianut oleh sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk merespon peristiwa-peristiwa yang terjadi baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi Kemampuan profesional guru merupakan pengejawantahan kompetensi-kompetensi yang terkandung dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Dengan telah ditetapkannya standar kompetensi dan pengakuan legalitas dalam bentuk undang-undang serta peraturan pemerintah lainnya, maka secara formal guru merupakan sebuah profesi. Beberapa indikator yang menunjukkan masih lemahnya profesionalisme guru seperti yang telah diuraikan, mengharuskan guru untuk bekerja lebih sungguh-sungguh melalui penghayatan, penguasaan dan pelaksanaan kompetensi yang telah ditetapkan guna menyejajarkan diri dengan profesi lain yang telah mapan. Dengan demikian, profesi guru akan mendapat pengakuan penuh secara formal dan informal dari masyarakat. Dengan adanya guru yang profesional kualitas pendidikan lebih meningkat dan lulusannya memiliki kompetensi yang diharapkan. Dengan kata lain, perilaku belajar siswa akan meningkat seiring dengan peningkatan dalam hal prestasi belajarnya.
5
8
Kesimpulan
www.insanakademika.com
InsanAkademika Publications
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap profesionalisme guru dalam mewujudkan perilaku dan prestasi belajar siswa.
Daftar Pustaka Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Islamy, Irfan, 2009. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bina Aksara: Jakarta. Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2006. Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara Koran Kompas, 3/3/2011 halaman 12. Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa. 2011. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa. 2011. Menjadi GurunProfesional menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Riani, A. L. 2011. Budaya Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Robbins, P. S. 2008. Organizational Behaviour (10thedition). New Jersey. Prentice Hall, Inc. Indeks (versi Bahasa Indonesia) Rusyan, A. T. 1990. Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Yayasan Karya Sarjana Mandiri. Safaria, T.2004. Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia. Sudjana, Nana. 1998. Cara Belajar Siswa Objektif. Bandung: Tarsito. Sutrisno, Edy.2010. Budaya Organisasi. Kencana: Jakarta. Syamsudin, Abin. 1992. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Usman, Husaini. 2010. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Edisi 3. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wahjosumidjo. 2010. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada. Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi alih bahasa oleh Budi Supriyanto. Jakarta: PT Indeks. Dokumen-Dokumen Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi dan kompetensi guru
9