1. Pengertian amputasi yaitu : Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan sebagian atau seluruh bagian tubuh. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir ketika masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki
dengan
menggunakan
teknik
lain,
atau
saat
kondisi
organ
dapat
membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan pembedahan. (H.T. Laksman, 2000 : 13)
2. Indikasi dan kotraindikasi amputasi meliputi : a. Indikasi amputasi
Adapun indikasi amputasi yaitu penyakit vascular perifer yang tidak dapat direkonstruksi dengan nyeri iskemik atau infeksi yang tidak dapat ditoleransi lagi, nyeri atau infeksi yang tidak dapat di toleransi lagi dalam pasien yang tidak dapat bergerak dengan penyakit vaskuler perifer, infeksi yang menyebar secara luas dan tidak responsive terdapat terapi konservatif, tumor yang responsnya buruk terhadap terapi nonoperatif, trauma yang cukup luas sehingga tidak memungkinkan untuk direparasi. b. Kontraindikasi amputasi
Keadaan umum klien yang buruk yang memiliki risiko meninggal lebih besar.
Sarkoma dengan metastasis (relatif)
3. Tujuan dilakukan tindakan amputasi adalah : Tujuan dilakukan tindakan amputasi
Amputasi merupakan tindakan terakhir dimana ekstremitas sudah tidak mungkin diobati atau ditangani dengan teknik lain.
Untuk melindungi atau menyelamatkan nyawa, dimana organ yang rusak dapat merusak organ yang lain.
Tujuan operasi amputasi bawah lutut adalah untuk menghasilkan sebuah alat gerak yang padat, berbentuk silindris, bebas dari jaringan parut yang sensitif dengan tulang
yang cukup baik ditutupi oleh otot dan jaringan subkutan yang sesuai dengan panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi oleh jaringan kulit, subkutan, fasia dan otot yang sehat dan tidak melekat. Garis sutura sebaiknya berlokasi sejauh mungkin dari area tekanan prostetik.
Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi).
Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan. Tujuan utama amputasi ialah penyembuhan atau menghentikan penyakit, tetapi kebanyakan penderita juga berharap adanya perbaikan fungsi, hal ini tergantung pada 5 faktor : kemampuan keseluruhan, mental dan fisik penderita, ketingggian amputasi, puntung amputasi, prostetik, rehabilitasi.
4. Jenis - jenis amputasi meliputi : a. Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Yang memerlukan tekhnik aseptik ketat dan revisi lanjut. b. Amputasi Tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skait kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 m di bawah potongan otot dan tulang.
Berdasarkan pelaksanaannya, amputasi dibedakan menjadi: a. Amputasi Selektif/ Terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternative terakhir. b. Amputasi Akibat Trauma
Amputasi akibat trauma merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum pasien. c. Amputasi Darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multipel dan kerusakan/ kehilangan kulit yang luas ( Harnawatiaj, 2008).
5. Prinsip tempat/bagian tubuh yang dilakukan amputasi yaitu ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Batas amputasi pada cedera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat karena hal ini akan mempercepat penyembuhan luka amputasi. Pada ekstremitas atas tidak dipakai batas amputasi tertentu, dianjurkan batas sedistal mungkin. Batas amputasi ekstremitas bawah yang sering dipakai adalah batas amputasi klasik, yaitu : a. Amputasi jari kaki Tingkat transfalangeal dapat digunakan jika nekrosis terletak dari distal ke proksimal sendi interfalangeal. Jika ibu jari kaki harus dikorbankan proksimal dari kaput metatarsal, pasien harus dengan cepat direhabilitasi jika amputasi transmentatarsal standar lima jari telah selesai. b. Amputasi bagian depan kaki (transmetatarsal) Prosedur ini digunakan jika nekrosis memanjang dari proksimal ke proksimal sendi interfalangeal, tetapi distal dari kaput metatarsal pada permukaan plantar. Flap plantar panjang sering digunakan, memotong tulang metatarsal pada posisi tengah. Amputasi transmetatarsal biasanya tidak berhasil bila denyut nadi kaki tidak teraba. c. Disartikulasi pergelangan kaki (amputasi syme) Prosedur ini biasanya digunakan jika kaki telah hancur oleh trauma. Amputasi ini menyelamatkan panjang ekstremitas, mengangkat kaki antara talus dan kalkaneus. d. Amputasi bawah lutut Prosedur ini umumnya dilakukan pada penyakit vascular perifer stadium akhir. Prosedur
ini
menyelamatkan
memberikan sendi
lutut.
rehabilitas
yang
Kontraktur
lutut
sangat atau
baik
karena
panggul
dapat
merupakan
kontraindikasi dari prosedur ini. teknik flap posterior panjang umunya digunakan, dan suatu prostesis kadang-kadang digunakan segera setelah operasi. Amputasi BL paling baik dilakukan pada sambungngan dari betis atas dan sepertiga tengah. Amputasi pada tingkat ini paling mudah dicocokan dengan prosthesis dan pasien dapat berjalan lebih baik daripada dengan amputasi tungkai distal. Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari tibial plateau, fibula dipotong 2 cm proksimal dari ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior berakhir tepat distal dari garis pemotongan tulang pada tibia dan flap posterior meluas ke bawah sampai tendon Achilles. e. Amputasi atas lutut amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer. Pasien yang tak dapat berjalan paling baik ditangani dengan amputasi AL daripada BL. Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10 cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol kulit untuk merencanakan insisi, yang harus membuat flap anterior maupun flap posterior memiliki panjang sama atau yang anterior sedikit lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang garis yang direncanakan. f. Amputasi ekstremitas atas Kebanyakan amputasi ini dilakukan dalam kasus-kasus trauma. Penyakit keganasan merupakan indikasi berikutnya yang paling umum. Penyakit penyumbatan arteri jarang yang membutuhkan amputasi ekstremitas atas; tetapi amputasi jari-jari sering dilakukan pada pasien dengan penyakit vascular kolagen dan penyakit Buerger.
6. Penatalaksanaan sisa tungkai pada amputasi yaitu : a. Balutan rigid tertutup Balutan rigid tertutup sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak, mengontrol nyeri, dan mencegah kontraktur. b. Balutan lunak Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan
dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi. c. Amputasi bertahap Dilakukan apabila ada ganggren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Sepsis ditangani dengan antibiotic. Dalam beberapa hari bila infeksi telah terkontrol dan klien telah stabil,dilakukan amputasi definitive dengan penutupan kulit.
7. Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan; dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kulit. a. Perdarahan Pasca Operasi Hemoragi masif terjadi akibat lepasnya jahitan merupakan masalah yang paling membahayakan. Pasien harus dipantau secara cermat mengenai setiap tanda dan gejala perdarahan. Tanda visual pasien harus dipantau dan drainase berpengisap harus diobservasi sesering mungkin. Perdarahan segera setelah pascaoperasi dapat terjadi perlahan atau dalam bentuk hemoragi masif akibat lepasnya jahitan. Torniket besar harus tersedia dengan udah di sisi pasien sehingga bila sewaktuwaktu terjadi perdarahan hebat, dapat segera dipasang pada sisa tungkai utuk mengontrol perdarahan. b. Infeksi Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada amputasi. Pasien yang telah menjalani amputasi sering memiliki peredaran darah yang buruk, lukanya terkontaminasi atau menderita masalah kesehatan lain yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi. Insisi, balutan dan drainase harus dipantau adanya petunjuk yang mengarah pada infeksi (misalnya perubahan warna, bau, konsistensi drainase, bertabahnya rasa tida nyaman) dengan indicator sistemik (misalnya peningkatan suhu) juga harus dipantau. Bila ada petunjuk adanya infeksi, segera dilaporkan pada ahli bedah.
c. Kerusakan Kulit Kerusakan kulit terjadi akibat imobilisasi dan tekanan dari berbagai sumber. Prosesis dapat menimbulkan daerah tekanan. Perawat dan pasien dapat mengkaji kulit yang mengalami kerusakan. Hygiene klit angat penting dilakukan untuk mencagah terjadina iriasi, infaksi dan kerusakan kulit. Sisa anggota tubuh dicuci dan dikeringkan dengan lembut paling tidak dua kali sehari. Kulit diinspeksi adanya tanda-tanda daerah tekanan, dermatitis dan lepuh. Bila ada harus segera ditangani untuk menanggulangi kerusakan lebih lanjut. d. Masalah Psikologis Masalah psiologis sering muncul pada pasien pasca amputasi akibat dari hilangnya salah satu bagia tubuh pada pasien. Seperti misalnya penolakan atau menarik diri. Untuk it, rehabilitasi sangatah penting diberikan, bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya diri pasien nantinya. Masalah psikologis dapat dipengaruhi oleh jenis dukungan yang diterima oleh pasien dari tim rehabilitasi. Dan dari seberapa cepat aktifitas bagian tubuh yang mengalami amputasi serta penggunaan prostesis dipelajari.
8. Phantom limb pain Sensasi fantom (phantom limb sensation) merupakan istilah untuk sensasi pada anggota badan sesudah amputasi, sering juga disebut “nyeri deaferensiasi”. Pasien dengan nyeri fantom merasakan nyeri dan disestesia. Lebih dari empat abad ang lalu, seorang ahli bedah Perancis Ambroise Pare sudah melaporkan adanya nyeri fantom yang ditulis pada tahun 1851 dimana“pasien setelah beberapa bulan amputasi tungkai, mengeluh nyeri hebat pada daerah kaki yang telah diamputasi, pasien seolah – olah masih mempunyai kaki” (Keynes 1952). Rasa nyeri ini dapat berhubungan dengan posisi atau gerak tertentu, dapat disebabkan oleh faktor fisik seperti perubahan tekanan atau suhu pada anggota gerak yang telah diamputasi dan faktor psikologi seperti stress emosional. Phantom limb pain termasuk dalam Nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan
suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Seseorang yang lengan atau tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai yang sudah tidak ada. Nyeri bukan berasal dari sesuatu di dalam anggota gerak, tetapi berasal dari saraf diatas anggota gerak yang telah diamputasi. Otak salah mengartikan sinyal saraf ini, yaitu berasal dari anggota gerak yang sudah tidak ada. Phantom limb pain juga bisa terjadi pada orang yang lahir tanpa anggota badan dan orang-orang yang lumpuh.
9. Health Education yang perlu diberikan untuk klien post amputasi yaitu : a. Memberikan dorongan kepada klien untuk melihat, merasakan, dan kemudian melakukan perawatan pada sisa tungkai b. Menjelaskan mengenai phantom limb pain dan membantu pasien menyesuaikan persepsi mereka sendiri. Pasien biasanya mengalami nyeri tungkai fantom segera setelah pembedahan atau 2 sampai 3 bulan setelah amputasi dan lama kelamaan akan menghilang. c. Menganjurkan untuk tetap aktif dan mendemonstrasikan teknik distraksi untuk mengurangi phantom limb pain. d. Menjelaskan pentingnya latihan sisa tungkai dan menganjurkan untuk tidak duduk dalam waktu yang lama. Pasca operasi, latihan rentang gerak dimulai sesegera mungkin karena deformitas kontraktur terjadi cepat. Latihan rentang gerak meliputi latihan pinggul dan lutut untuk amputasi bawah lutut dan latihan pinggul untuk amputasi atas lutut. Penting bahwa pasien harus memahami pentingnya latihan sisa tungkai. e. Menjelaskan kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan dari keluarga dan sahabat klien untuk meningkatkan penerimaan klien terhadap kehilangan. f. Mengajarkan cara berjalan yang normal. Sisa tungkai harus digerakkan ke depan dan ke belakang saat pasien berjalan dengan tongkat. Untuk mencegah deformitas fleksi permanen, sisa tungkai tidak boleh dibiarkan dalam posisi fleksi.
10. Latihan pasca operasi yang perlu dilakukan Tn. D yaitu :
a. Pasca operasi, latihan rentang gerak dimulai sesegera mungkin karena deformitas kontraktur terjadi cepat. Latihan rentang gerak meliputi latihan pinggul dan lutut untuk amputasi bawah lutut dan latuhan pinggul untuk amputasi atas lutut. Pasien harus memahami pentingnya latihan sisa tungkai. b. Positioning Kontraktur mudah untuk dicegah tetapi sulit untuk koreksi. Pasien amputasi tidak boleh tidur pada kasur yang terlalu lembut, menggunakan bantal di bawah bagian belakang atau paha, atau kepala tempat tidur ditinggikan. Berdiri dengan sisa ekstremitas transfemoral beristirahat pada tongkat penopang harus dihindari. Semua posisi ini dapat menyebabkan kontraktur fleksi hip. Pasien amputasi tidak boleh meletakkan bantal di antara kedua kaki, karena ini menyebabkan kontraktur hip abduction. Pasien amputasi below knee tidak boleh meletakkan ekstremitas yang tersisa menggantung di tepi ranjang, bantal ditempatkan di bawah lutut, atau dengan lutut tertekuk, dan tidak boleh duduk di kursi roda dengan lutut tertekuk, karena posisi ini menyebabkan kontraktur fleksi genu. Pada pasien dengan amputasi di bawah lutut yang mempergunakan kursi roda maka puntung harus disandarkan pada sebuah stump board saat pasien duduk. c. Berjalan dengan kruk dengan atau tanpa prostetik berbagai gerak yang baik dan, jika memungkinkan, lebih dipilih dibandingkan dengan mobilitas menggunakan kursi roda. Pasien amputasi harus berbaring telungkup selama 15 menit tiga kali sehari untuk membantu mencegah kontraktur fleksi hip. d. Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian proksimal alat gerak yang diamputasi. Latihan isometrik pada bagian otot quadriceps dapat dilakukan untuk mencegah deformitas pada amputasi di bawah lutut. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3 hari paska operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada puntung. Pada awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong untuk berusaha mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien untuk mulai mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada.
e. Pegangan di atas tempat tidur dapat digunakan pasien untuk mengubah posisi dan menguatkan bisep. Trisep yang sangat diperlukan untuk berjalan dengan tongkat, dapat diperkuat dengan cara menekan telapak tangan pada tempat tidur sementara mendorong tubuh ke atas (latihan push-up). f. Latihan seperti hiperekstensi sisa tungkai, yang dijalankan di bawah pengawasan fisioterapis, juga membantu memperkuat otot selain meningkatkan peredaran darah, mengurangi edema, dan mencegah atrofi. g. Kekuatan dan ketahanan dikaji dan aktifitas ditingkatkan secara bertahap untuk mencegah keletihan. Ketika pasien mengalami kemajuan sehingga ia mampu mandiri menggunakan kursi roda, ambulasi dengan bantuan, atau ambulasi dengan prosthesis, harus ditekankan pada anjuran keamanan. Rintangan lingkungan (misal. Tangga, lantai tak rata, pintu, lantai basah) harus diidentifikasi, dan diusahakan metode untuk menanganinya. Masalah yang berhubungan dengan penggunaan alat bantu mobilisasi (misal. Tekanan pada aksila akibat pemakaian tongkat, iritasi kulit tangan akibat pemakaian kursi roda, iritasi sisa anggota tubuh akibat penggunaan prosthesis) di identifikasi dan ditangani.
11. Asuhan keperawatan untuk pasien yang mengalami amputasi yaitu
Post operasi Pengkajian
a. Kaji nyeri (sensai phantom limb). b. Kaji vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan). c. Kaji tipe balutan dan plester penekan. d. Kaji jumlah perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage. e. Kaji posisi stump. f.
Kaji infeksi jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.
Di agnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan klien tampak meringis, klien mengeluh nyeri. b. Resiko Infeksi berhubungan dengan luka/trauma, kerusakan pada jaringan. c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan (amputasi) ditandai dengan perasaan negatif mengenai bagian tubuh, secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup, perubahan struktur dan fungsi aktual tubuh, kehilangan bagian tubuh.
1. Tn D telah mengalami keremukan serius di bagian bawah lutut untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut maka kaki Tn D harus diamputasi. Sindroma peremukan dapat terjadi kalau sejumlah besar massa otot remuk, seperti tukang batu yang terjatuh, atau kalau turniket dibiarkan terlalu lama. Bila kompresi dilepaskan, asam miohematin (sitokrom C), akibat pemecahan otot, dibawa oleh darah ke ginjal dan menyumbat tubulus. Penjelasan lainnya adalah terjadi spasme arteria renalis dan sel tubulus yang anoksia mengalami nekrosis. Syok hebat. Tungkai yang dilepaskan tidak memiliki nadi dan kemudian menjadi merah, bengkak, dan melepuh, sensasi dan tenaga otot dapat hilang. Sekresi ginjal berkurang dan terjadi uremia keluaran rendah dengan asidosis. Kalau sekresi ginjal pulih dalam seminggu, pasien dapat bertahan; sebagian besar pasien, kecuali kalau diterapi dengan dialisis ginjal, menjadi semakin mengantuk dan meninggal dalam 14 hari. Untuk menghindari bencana, tungkai yang remuk hebat dan belum ditangani selama beberapa jam harus segera di amputasi. Karena itu, kalau turniket dibiarkan selama lebih dari 6 jam tungkai harus dikorbankan. Amputasi dilakukan di sebelah atas tempat penekanan dan sebelum tekanan dilepaskan. Setelah gaya tekan lenyap, amputasi tak ada manfaatnya. Tungkai harus tetap dingin dan syok pasien diterapi. Kalau terjadi oliguria, asupan cairan dan protein dikurangi, karbohidrat diberikan (melalui mulut atau vena besar), katabolisme protein dikurangi (dengan pemberian neomisin dan steroid anabolik) dan keseimbangan elektrolit serum dipertahankan. Dialisis ginjal harus segera dimulai. 2. Prinsip tempat/bagian tubuh yang perlu diamputasi
Dengan kemajuan dibidang prostesis maka pemilihan tempat amputasi dengan tujuan untuk mempertahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak sepenuhnya benar. Hal ini berlaku pada amputasi ekstremitas superior. Aturan yang menyatakan untuk mempretahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak dapat diterapkan pada amputasi ekstremitas inferior. Meskipun begitu sedapat mungkin lutut harus diselamatkan, karena lutut sangat berguna secara fungsional. Masalah weight bearing dan menyisakan soft tissue untuk menutupi stump sangat mempengaruhi pemilihan tempat amputasi pada ekstremias inferior. Pada amputasi below knee stump yang terlalu panjang tidak disarankan karena akan mempersulit penggunaan prostesa. Batas anterior tibia harus di bevel dan harus tersedia soft tissue yang
cukup untuk menutupinya dengan cara membuat flap diposterior lebih panjang. Amputasi setinggi pergelangan kaki mempunyai indikasi yang cukup jarang, umumnya pada trauma. Amputasi Syme bermanfaat untuk end weight bearing prosthesis. Untuk amputasi telapak kaki kesepakatan umum yang dipakai adalah trans metatarsal (level amputasi lihat gambar skematis). Lokasi untuk melakukan amputasi:
Penilaian batas amputasi :
Jari dan kaki Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi.
Proksimal sendi pergelangan kaki Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat menutup ujung puntung.
Tungkai bawah Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan.
Eksartikulasi kulit Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
Tungkai atas
Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
Sendi panggul dan hemipelvektomi Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
Tangan Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
Pergelangan tangan Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan.
Lengan bawah Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk fleksi siku.
Siku dan lengan atas Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi pada bahu. Eksartikulasi bahu dan amputasi intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.
3. Penatalaksanaan sisa tungkai pada amputasi
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan prostesis. Penyembuhan dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
Balutan rigid tertutup sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata,
menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, dan mencegah kontraktur. Segera setelah pembedahan balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prostesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Kaos kaki steri dipasang pada sisi anggota. Bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Puntung kemudian dibalut dengan gips elastis yang ketika mengeras akan mempertahankan tekanan yang merata. Teknik balutan rigid ini digunakan sebagai cara membuat socket untuk pengukuran prostesis pascaoperatif segera. Gips diganti dalam sekitar 10 sampai 14 hari. Bila ada peningkatan suhu tubuh, nyeri berat, atau gips yang mulai longgarh harus segera diganti. Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi. Amputasi bertahap bisa dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guilotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka debridemen dan dibiarkan mengering. Sepsis ditangani dengan antibiotika. Dalam beberapa hari, ketika infeksi telah terkontrol dan pasien telah stabil dilakukan amputasi definitif dengan penutupan kulit. 4. Komplikasi dari amputasi
a. Masalah kulit Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa lapisan jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut, termasuk kulit dan lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Sehingga perlu diperhatikan adanya mobilisasi jaringan parut. Sebelum luka insisi sembuh sempurna, sebuah whirlpool sering membantu pada penyembuhan luka yang lambat atau pada luka yang sedang didraining. Hidroterapi dapat dilakukan selama 20-30 menit satu atau dua kali sehari. Setelah insisi sembuh, lunakkan kulit dengan sebuah krim yang larut air atau preparat lanolin tiga kali sehari. Massage secara lembut pada jaringan lunak bagian distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di atas permukaan atau ujung tulang. Tapping jaringan parut dan bagian distal jaringan lunak sebanyak 4 kali sehari sering membantu untuk mendesensitasi area tersebut sebelum penggunaan prosthesis. Tapping dilakukan
dengan ujung jari, dimulai dengan sentuhan ringan dan kemudian tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit hingga timbul rasa tidak nyaman yang ringan. Cara membersihkan kulit yang baik juga harus diajarkan, misalnya dengan mempergunakan sabun yang bersifat ringan, cuci kulit hingga berbusa lalu basuh dengan air hangat. Kulit dikeringkan dengan cara ditekan dengan lembut, tidak digosok. Pembersihan ini dilakukan setiap hari terutama pada sore hari b. Infeksi Jika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik. c. Masalah tulang
Osteoporosis. Bisa disebabkan karena penggunaan prostetik tidak memberikan pembebanan pada sistem skeletal (by passing weight bearing ).
Bone spurs (pertumbuhan tulang yang berlebihan yang dapat menimbulkan tekanan pada kulit).
Skoliosis Timbul biasanya pada pasien dengan panjang kaki yang tidak sama. Diterapi dengan mengkoreksi panjang prosthesis.
d. Perubahan berat badan Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan sebelum dan atau setelah menjalani amputasi. Karena bentuk socket prostetik tetap konstan sementara alat gerak yang tersisa dapat berfluktuasi, maka perubahan berat badan 5 lb saja dapat menyebabkan perubahan dari fitting yang tepat untuk sebuah prostetik dan akan menyebabkan timbulnya masalah kulit. e. Kontraktur sendi atau deformitas Pada alat gerak bawah, adanya kontraktur panggul sangat mengganggu karena membuat pasien kesulitan untuk mengekstensikan panggulnya dan mempertahankan pusat gravitasi di lokasi normalnya. Sementara itu jika pusat gravitasi mengalami perubahan, maka akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk melakukan ambulasi
Adanya tendensi kontraktur fleksi lutut terdapat pada amputasi bawah lutut yang dapat membatasi keberhasilan fitting sebuah prostetik. Deformitas ini dapat timbul karena nyeri, kerja otot dan pasien yang duduk untuk jangka waktu lama dalam kursi roda. Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan cara:
Positioning Di tempat tidur puntung diletakkan paralel terhadap alat gerak bawah yang tidak diamputasi tanpa bersandar pada bantal. Pasien berbaring selurus mungkin untuk jangka waktu yang singkat selama satu hari dan mulai secara bertahap berbaring telungkup saat drain telah diangkat bila kondisinya memungkinkan. Posisi ini mulamula dipertahankan selama 10 menit yang kemudian ditingkatkan menjadi 30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien mempunyai masalah jantung dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa tidak nyaman, pertahankan posisi telentang selama mungkin. Pada pasien dengan amputasi di bawah lutut yang mempergunakan kursi roda maka puntung harus disandarkan pada sebuah stump board saat pasien duduk. Fleksi lutut yang lama harus dihindari.
Latihan Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian proksimal alat gerak yang diamputasi. Latihan isometrik pada bagian otot quadriceps dapat dilakukan untuk mencegah deformitas pada amputasi di bawah lutut. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3 hari paska operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada puntung. Pada awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong untuk berusaha mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien untuk mulai mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada.
f. Neuroma Setiap syaraf yang terpotong akan membentuk distal neuroma bila menyembuh. Pada beberapa kasus, nodular bundles dari akson ini di jaringan ikat akan menyebabkan nyeri saat prostetik memberikan tekanan. Pada awalnya, nyeri dapat dihilangkan dengan
memodifikasi socket . Neuroma dapat pula diinjeksi secara lokal dengan 50 mg lidocaine hydrochloride (xylocaine) dan 40 mg triamcinolone actonide (Kenalog). Injeksi ini dapat dikombinasikan dengan terapi ultrasound . Phenolisasi neuroma dapat menghilangkan nyeri untuk jangka waktu yang lama. Desensitasi neuroma dapat dilakukan juga dengan melakukan tapping dan vibrasi. Eksisi dengan phenolisasi dan silicone capping telah disarankan untuk beberapa kasus. g. Phantom sensation Normal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai suatu sensasi yang timbul tentang keberadaan bagian yang diamputasi. Pasien mengalami sensasi seperti dari alat gerak yang intak, yang saat ini telah hilang. Kondisi ini dapat disertai dengan perasaan tingling atau rasa baal yang tidak menyenangkan. Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata sehingga pasien dapat mencoba untuk berjalan dengan kaki yang telah diamputasi. Dengan berlalunya waktu, phantom sensation cenderung menghilang tetapi juga terkadang akan menetap untuk beberapa dekade. Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah yang berasal dari jari, jari telunjuk atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih menempel pada puntung. Sejumlah teori telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Salah satunya adalah teori yang menyatakan bahwa karena alat gerak merupakan bagian integral dari tubuh, maka akan secara berkelanjutan memberikan sensory corteks rasa taktil, propriosepsi, dan terkadang stimuli nyeri yang diingat sebagian besar di bawah sadar sebagai bagian dari body image. Setelah amputasi, persepsi yang diingat tersebut akan menimbulkan phantom sensation. h. Phantom pain Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation. Sebagian besar phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang intensitasnya secara bertahap serta menghilang dalam beberapa minggu hingga kurang lebih satu tahun. Bagaimanapun juga sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai rasa nyeri pada beberapa pasien amputasi. Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang diamputasi dalam korteks dan impuls syaraf yang tetap menyebar karena hilangnya pengaruh inhibisi yang secara normal diinisiasi melalui impuls afferent dari alat gerak ke pusat. Sering dihubungkan
dengan gangguan emosional, tetapi sulit menentukan apakan gangguan emosional mendahului atau merupakan akibat darinya. Phantom pain dapat dipresipitasi atau ditingkatkan oleh setiap kontak, tidak perlu dengan rasa nyeri saja, tetapi dapat juga dalam bentuk kontak dengan puntung atau dengan suatu “trigger area” pada batang tubuh, kontak dengan alat gerak kontralateral, atau kepala. Selain itu juga dapat dipicu oleh suatu fungsi otonomik seperti miksi, defekasi, ejakulasi, angina pectoris, atau merokok sigaret. Phantom pain secara bervariasi digambarkan sebagai nyeri yang berbentuk seperti cramping , electric shock like discomfort , crushing , burning , atau shooting dan dapat bersifat intermitten, berkelanjutan, hilang timbul dalam suatu siklus yang berdurasi beberapa menit. Sering pula digambarkan sebagai rasa nyeri seperti diputar atau distorsi dari bagian tubuh, contohnya seperti menggenggam tangan dengan kuku menekan ke dalam telapak tangan. Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non invasif. Pasien sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan didorong untuk merawat puntungnya paska operasi untuk mengurangi sensitivitasnya. Sejumlah modalitas dan cara telah dicoba untuk mengurangi nyerinya seperti penggunaan prostetik, injeksi lokal pada trigger points, penggunaan transcutaneous nerve stimulation (TNS), interferential , akupunktur, ultrasound, perkusi secara manual ataupun elektris, operasi dan penggunaan bahan kimia untuk simpatektomi, modifikasi tingkah laku serta konseling psikososial i.
Edema Edema pada puntung akan menyebabkan proses penyembuhan yang lambat dan akan membuat fitting prostetik menjadi sulit. Edema dapat dicegah dengan berbagai macam cara seperti mempergunakan total-contact sockets, terutama jika sifatnya inelastik, dengan penggunaan elastic bandaging , plaster cast , air bags atau Unna dressing (dibuat seperti cast dengan mempergunakan impregnated gauzed yang tersedia secara komersial) atau dapat pula dengan cara immediate fit rigid dressing . Latihan pada daerah puntung, penggunaan stump board serta peninggian ujung tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga akan membantu mengontrol edema. Dibawah ini beberapa cara untuk mengontrol edema pada puntung:
Bandaging
Bandaging merupakan suatu cara yang kontroversial terutama pada pasien dengan penyakit vaskuler, karena bandaging yang buruk akan menyebabkan kerusakan pada puntung. Elastic bandages selain membantu mengontrol edema tetapi juga akan mengecilkan dan membentuk alat gerak yang tersisa untuk prosthetic casting .Sebuah balutan selebar 4 inchi biasanya dipergunakan untuk puntung di bawah lutut. Untuk mempertahankan bandage, sebuah balutan berbentuk angka delapan biasanya membalut sendi proksimal yang terdekat dengan puntung. Balutan dimulai dari proksimal (langkah 1) lalu dibawa ke ujung distal puntung (langkah 2). Balutan lalu dibawa lagi ke proksimal (langkah 3) dan dibalutkan membungkus sisa ujung distal (langkah 4). Tekanan yang diberikan sebaiknya sama rata dan menurun ke arah lipat paha. Putaran harus dilakukan secara diagonal, hindari putaran sirkuler untuk menghindari efek tourniquet yang dapat menimbulkan edema di bagian distal. Puntung sebaiknya dibalut ulang sedikitnya tiga kali sehari (paling baik setiap 34 jam sekali) dan pada kondisi bandage melonggar, menggeser atau menggulung. Bandage
harus
dipergunakan
sepanjang
hari
tetapi
dilepaskan
jika
mempergunakan sebuah prosthesis. Pemakaiannya kurang lebih satu tahun dan pasien beserta keluarganya harus diajarkan cara mempergunakannya secara mandiri. Pemeriksaan kulit secara teratur harus dilakukan demikian pula dengan pencucian kaus kaki dan bandage. Jika lutut dalam resiko terjadinya flexion contracture, sebuah posterior plaster mid-thigh length splint dapat dipergunakan. Pembalutan yang lebih keras secara progresif dilakukan jika luka sudah sembuh, walaupun masih sutura belum diangkat. Penggunaan material pembalut diatas luka harus dihentikan secepat mungkin bila pembentukan puntung yang baik telah dicapai
Massage puntung Centripetal massage membantu mengurangi edema, memperbaiki sirkulasi dan mencegah adhesi serta mengurangi ketakutan pasien untuk melatih puntungnya
5. Phantom limb pain
Phantom limb pain yaitu rasa nyeri yang dirasakan pada organ tubuh yang diamputasi. Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang diamputasi dalam korteks dan impuls syaraf yang tetap menyebar karena hilangnya pengaruh inhibisi yang secara normal diinisiasi melalui impuls afferent dari alat gerak ke pusat. Phantom pain secara bervariasi digambarkan sebagai nyeri yang berbentuk seperti cramping , electric shock like discomfort , crushing , burning , atau shooting dan dapat bersifat intermitten, berkelanjutan, hilang timbul dalam suatu siklus yang berdurasi beberapa menit. Sering pula digambarkan sebagai rasa nyeri seperti diputar atau distorsi dari bagian tubuh, contohnya seperti menggenggam tangan dengan kuku menekan ke dalam telapak tangan. Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non invasif. Pasien sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan didorong untuk merawat puntungnya paska operasi untuk mengurangi sensitivitasnya. Sejumlah modalitas dan cara telah dicoba untuk mengurangi nyerinya seperti penggunaan prostetik, injeksi lokal pada trigger points, penggunaan transcutaneous nerve stimulation (TNS), interferential , akupunktur, ultrasound, perkusi secara manual ataupun elektris, operasi dan penggunaan bahan kimia untuk simpatektomi, modifikasi tingkah laku serta konseling psikososial 6. HE untuk klien post amputasi
Memberikan dorongan kepada klien untuk melihat, merasakan, dan kemudian melakukan perawatan pada sisa tungkai
Menjelaskan pentingnya latihan sisa tungkai dan menganjurkan untuk duduk dalam waktu yang lama Pasca operasi, latihan rentang gerak dimulai sesegera mungkin karena deformitas kontraktur terjadi cepat. Latihan rentang gerak meliputi latihan pinggul dan lutut untuk amputasi bawah lutut dan latihan pinggul untuk amputasi atas lutut. Penting bahwa pasien harus memahami pentingnya latihan sisa tungkai. Duduk dalam waktu yang lama jangan dianjurkan. (Brunner & Suddarth, 2001)
Menjelaskan kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan dari keluarga dan sahabat klien untuk meningkatkan penerimaan klien terhadap kehilangan.
Menjelaskan bahwa sisa tungkai tidak boleh diletakkan di atas bantal karena dapat menyebabkan kontraktur fleksi pinggul. Kontraktur sendi di atas amputasi merupakan komplikasi yang sering terjadi.
Menjelaskan pentingnya melakukan latihan postural
Karena pasien amputasi ekstremitas atas memerlukan kedua bahu untuk mengoperasikan prosthesis, maka kedua otot bahu harus dilatih. Pasien dengan amputasi atas siku atau disartikulasi sendi bahu kemungkinan besar mengalami abnormalitas postural yang diakibatkan oleh kehilangan berat ekstremitas yang diamputasi. Maka latihan postural sangat penting. (Brunner & Suddarth, 2001)
Menjelaskan pentingnya melakukan latihan perubahan posisi (misal berdiri setelah duduk atau berdiri dengan satu kaki. Amputasi mengakibatkan pergeseran titik gravitasi; sehingga pasien perlu melakukan latihan perubahan posisi (misal berdiri setelah duduk atau berdiri dengan satu kaki). Pasien harus memakai sepatu yang berukuran pas dan dengan alas yang tidak licin. Selama perubahan posisi, pasien harus dilindungi dan kalau perlu distabilkan dengan sabuk pemindah untuk mencegah agar tidak jatuh.
Menganjurkan pasien dengan amputasi ekstremitas atas sebaiknya mengenakan T-shirt katun untuk mencegah kontak antara kulit dan penggantung bahu dan memperbaiki penyerapan keringat.
Menganjurkan untuk selalu menggunakan teknik aseptic pada saat bersentuhan dengan luka karena infreksi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada amputasi. Pasien yang telah menjalani amputasi sering memiliki peredaran darah yang buruk, lukanya
terkontaminasi,
atau
menderita
masalah
kesehatan
lain
yang
dapat
mempengaruhi terjadinya infeksi.
Menganjurkan untuk selalu menjaga hygiene kulit Kerusakan kulit dapat terjadi akibat imobilisasi dan tekanan dari berbagai sumber. Higiene kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah iritasi, infeksi, dan kerusakan kulit. Sisa anggota dicuci dan dikeringkan (dengan lembut) paling tidak dua kali sehari. Kulit diinspeksi adanya tanda-tanda daerah tekanan, dermatitis, dan lepuh; bila ada, harus ditangani sebelum kerusakan kulit lebih lanjut terjadi. Biasanya, kaus kaki sisa tungkai dikenakan untuk menyerap keringat dan menghindari kontak langsung antara kulit dan soket prosthesis. Kaus kaki diganti setiap hari dan harus pas dengan lembut untuk mencegah iritasi yang diakibatkan oleh lipatan. Socket prosthesis dicuci dengan deterjen ringan, dibilas, dan dikeringkan benar dengan kain kering bersih. Pasien dinasehati bahwa kaus kaki harus benar-benar kering sebelum pemasangan prosthesis.
Penyuluhan vokasional dan pelatihan kembali pekerjaan mungkin diperlukan untuk membantu pasien kembali ke pekerjaannya.
Perawatan di rumah Bila pasien telah mencapai homeostasis fisiologis dan telah menunjukkan pencapaian sasaran perawatan kesehatan utama, maka rehabilitasi dapat dilanjutkan dalam fasilitas rehabilitasi ataupun di rumah. Penyesuaian harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa pasien akan tetap melanjutkan perawatan, keamanan, dan mobilitasnya.
7. Latiha pasca operasi yang perlu dilakukan Tn. D!
a. Latihan alat gerak bawah di sisi yang tidak diamputasi
Foot and leg exercises Alat gerak yang tersisa dilatih untuk berfungsi sebagai bagian yang dominan. Latihan harus mencakup latihan kekuatan dan koordinasi otot-otot kaki, lutut dan panggul. Untuk mengontrol keseimbangan, weightbearing , akselerasi dan ground clearance selama swing phase, kaki harus mampu melakukan kontrol saat plantar fleksi, dorsifleksi, eversi dan inversi. Seluruh pergerakan kaki dan alat gerak bawah harus diuji dan dilatih secara individual dan jika intak, harus dipusatkan pada aktivitas berdiri secepat mungkin, sehingga otot-otot kaki dapat berkerja secara fungsional. Latihan harus mempersiapkan alat gerak bawah untuk berfungsi sehingga dapat terlibat dalam transfers, berdiri dan berjalan secepat mungkin. Stabilitas awal dapat dilatih dengan menggunakan parallel bars, walking frame, dan crutches. Dengan adanya penyakit vaskular setiap peresepan untuk meningkatkan toleransi berdiri pasien harus ditingkatkan secara berhati-hati dan aktivitas sebaiknya diseimbangkan dengan adanya periode istirahat yang cukup. Latihan dimulai pada hari pertama paska operasi dan secara bertahap ditingkatkan dengan menambahkan tahanan secara manual atau meningkatkan tahanan dari spring .
Knee and hip exercises Latihan dimulai dari tingkat yang sederhana kemudian ditingkatkan secara progresif sesuai kebutuhan. Tahan setiap latihan sebanyak lima hitungan lambat. Sebaiknya dikerjakan setiap beberapa jam dengan pengulangan sebanyak 10 kali.
1. Ekstensi lutut (Quadriceps setting ) Untuk pasien amputasi yang lemah, kontraksi quadriceps isometrik harus mulai dilatih dengan seluruh kaki disokong pada posisi yang netral dan pasien menekankan bagian posterior lutut melawan tangan terapis. Kontraksi quadriceps lebih lanjut kemudian diperkuat dengan secara simultan melatih dorsifleksi pergelangan kaki. Pergerakan ekstensi lutut secara isotonik dan isokinetik dikontrol paling baik pada posisi pasien duduk dengan paha disokong, kaki bagian bawah diekstensikan melawan gravitasi dan beban dapat diberikan untuk meningkatkan kerja otot. 2. Fleksi lutut pada alat gerak bawah yang tidak diamputasi Dilatih dengan posisi miring ke satu sisi ( sling suspended ) atau telungkup, dilakukan latihan menekuk dan meluruskan lutut. Kerja otot yang lebih besar dari otot agonis dan antagonis akan terjadi saat pasien berlatih dalam posisi berdiri, menekukkan lutut kemudian meluruskan kembali kakinya dan menahan posisi sendi pada suatu sudut rentang luas gerak sendi tertentu. 3. Ekstensi Panggul (Gluteal Setting) Gluteus maksimus bekerja sebagai prime mover dari ekstensi panggul. Kontraksinya dilakukan dalam posisi telungkup atau duduk kemudian pasien melakukan ekstensi panggul dengan lutut ekstensi, membungkuk ke depan dan meluruskan batang tubuh melawan tahanan. 4. Fleksi Panggul Dapat dilatih dengan pergerakan alat gerak bawah atau batang tubuh. Pada posisi telentang, pasien dapat memfleksikan hip dan lutut (leg-initiated motion) atau menggerakan batang tubuh dari telentang ke duduk (trunk-initiated motion). Latihan terakhir ini lebih sulit dan terapis harus menstabilisasi alat gerak bawah yang tersisa dan puntung. 5. Adduksi dan Abduksi Panggul Untuk melatihnya, pasien harus berbaring telentang atau tengkurap. Tujuannya adalah menjauhkan kaki dan puntung serta membawanya kembali mendekat. Tahanan manual diberikan pada kedua arah pergerakan. Latihan penguatan
abduksi panggul memerlukan perhatian khusus, karena selama proses berjalan dengan menggunakan prostetik, alat gerak di sisi yang tidak diamputasi akan mengalami stance phase yang memanjang untuk mengakomodasi prosthetic swing phase. 6. Rotasi eksternal dan internal panggul Karena melakukan suatu fungsi sinergi, pergerakannya sulit untuk diisolasi. Dapat
dilatih
dengan
menggunakan
pola proprioceptive
neuromuscular
facilitation (PNF), seperti ekstensi panggul, abduksi dan rotasi internal yang dilakukan dengan lutut ekstensi dan fleksi serta melakukan fleksi panggul, adduksi dan rotasi eksternal juga dengan lutut ektensi dan fleksi. b. Latihan mobilitas batang tubuh Mobilitas batang tubuh (ekstensi, fleksi, fleksi ke satu sisi dan rotasi) memberikan kontribusi pada keseimbangan tubuh dan kontrol postural dengan mempertahankan pusat gravitasi diatas dasar penyokong individual saat duduk, berdiri atau berjalan. Mobilitas batang tubuh juga mempengaruhi ritme gait dengan mengakomodasikan pergerakan sebaliknya dari tangan dan kaki. 1. Ekstensi Batang Tubuh Untuk memulai, pasien berbaring pada posisi telentang, dengan kepala, bahu, lutut dan tumit menekan pada matras, dan mengencangkan otot gluteus. Terapis dapat meningkatkan latihan ini dengan cara memerintahkan pasien berganti posisi menjadi telungkup serta tangan di samping batang tubuh. Sebuah bantal diletakan dibawah pelvis. Pasien dengan amputasi selanjutnya diinstruksikan untuk :
Mengangkat kepala dan menoleh ke samping
Mengangkat bahu
Mengangkat kaki dan puntung secara bergantian dan bersamaan
Tangan dibawa ke depan, mengangkat salah satu tangan pada saat yang
bersamaan.
Mengangkat kaki dan tangan kontralateral
Mengangkat puntung dan tangan kontralateral; dan
Mengangkat kepala dan seluruh ekstremitas.
2. Fleksi Batang Tubuh
Pasien dalam posisi telentang, lutut menekuk dan kaki disokong, meletakkan tangan disamping batang tubuh lalu melakukan pelvic tilt . Pasien diinstruksikan untuk :
Mengangkat kepala dan bahu
Menyentuhkan tangan ke lutut dan
Meletakkan tangan dibelakang leher, membungkuk ke depan dan duduk, lalu biarkan batang tubuh kembali ke posisi telentang.
3. Fleksi Batang Tubuh ke Samping Pasien duduk di kursi, siku difleksikan dan diinstruksikan untuk :
Fleksi ke samping kanan dan ke kiri
Meregangkan tangan diatas kepala dan
Fleks kembali ke samping kanan dan ke kiri.
4. Rotasi Batang Tubuh Pasien amputasi diinstruksikan untuk melakukan posisi yang sama dengan posisi saat melakukan fleksi batang tubuh ke samping lalu :
Memutar bahu kanan sejauh yang mungkin ke belakang
Lakukan sebaliknya dan putar ke arah kiri
Abduksikan lengan hingga 900 dan ayunkan batang tubuh ke kedua arah.
Frekuensi dari latihan ditingkatkan dan diberikan tahanan yang meningkat secara bertahap melawan tahanan dengan rentang istirahat yang cukup dan tepat diantaranya. c. Latihan alat gerak atas Pasien memerlukan alat gerak atas untuk mencapai mobilitas di tempat tidur yang mandiri, transfer yang aman serta mampu untuk berjalan dengan alat bantu. Aktivitasaktivitas ini memerlukan kekuatan dari grip, kekuatan pergeralangan tangan dan siku serta stabilitasnya. Meremas suatu benda yang kenyal merupakan satu cara untuk memperbaiki kekuatan grip, dan penggunaan springs akan membantu memperkuat stabilisasi pergelangan tangan dan ekstensi siku, sehingga akan membantu memperbaiki kontrol tangan yang fungsional. Pasien juga dapat mempergunakan exercise blocks untuk melatih ekstensi siku. Exercise blocks mempunyai dasar berbentuk persegi, tinggi batang ditentukan dari rentang tubuh yang dapat mengangkatnya. Otot-otot tangan yang kuat penting untuk crutch walking .
Sebuah overhead trapeze direkomendasikan untuk amputasi bilateral alat gerak bawah, sehingga dapat menyebabkan pasien bergerak dari tempat tidur ke kursi dengan melakukan metode “ push-pull ”. Secara bergantian, satu tangan menggenggam trapeze dan tangan lain mendorong ke bawah, kedua pergerakan membatu pengangkatan batang tubuh untuk transfer. Beberapa contoh latihan yang dapat dikerjakan seperti : 1. Grasp stretch lying ; ekstensi dan adduksi sendi bahu (melawan springs atau beban) 2. Grasp lying (menekuk siku); meluruskan siku (melawan springs) 3. Duduk : kedua tangan didorong ke bawah, angkat bokong d. Latihan puntung Maturasi puntung menjadikan puntung suatu motor dan sensory end organ. Hal tersebut menyebabkan puntung mampu mengaktivasi prostetik saat menerima feedback dari dinding socket tentang posisi prosthesis dan pergerakan prostetik di setiap fase siklusberjalan. Seluruh latihan puntung dihubungkan dengan penggunaan prostetik selama fase berjalan yang spesifik. Latihan puntung dimulai saat drain telah diangkat dan secara bertahap ditingkatkan dari latihan statik ke latihan yang lebih aktif dan dengan tahanan. Fleksi dan Ekstensi Puntung Lutut Jika lutut tetap intak, lebih mudah bagi pasien amputasi untuk mencapai suatu pola berjalan dengan pola prosthetic gait yang baik. Ekstensi puntung lutut merupakan penggerak dominan dari kedua kelompok otot, dapat mengontrol kecepatan berjalan, juga membantu mempertahankan sendi lutut agar tetap stabil sepanjang stance phase. Otot hamstring akan berdeselerasi di akhir swing phase dan bersama dengan otot quadriceps mempunyai peranan dalam mengontrol impact prosthetic saat heel contact . Kelemahan quadriceps akan menyebabkan langkah menjadi lebih pendek dan flat footed , dengan lutut dipertahankan dalam posisi fleksi (heel contact hilang ); stabilitas lutut berkurang, karena otot tidak mampu untuk melawan momen fleksi lutut (suatu momen yang menghasilkan pergerakan pada axis atau titik perputaran). Pasien dengan amputasi akan berkompensasi dengan menginisiasi fleksi ke depan batang tubuh yang akan
membawa pusat gravitasi ke depan lutut, jadi membantu menstabilisasi lutut saat dilakukan weightbearing . Jika otot hamstring yang lemah, pasien dengan amputasi mungkin mempergunakan fleksi panggul secara berlebihan. Adanya fleksi panggul menyebabkan pengangkatan lutut prostetik yang berlebihan, mengurangi dan memperpanjang langkah prostetik. Pasien amputasi dapat juga berjalan dengan kaki yang kaku untuk menghindari fleksi lutut, tetapi kemudian melakukan hip hiking dan atau sebuah abducted gait untuk mengakomodasi fase swing dengan prostetik. Baik otot quadriceps dan hamstring, harus diperkuat melalui sejumlah latihan yang spesifik. Latihan quadriceps, sebagai contoh, dapat ditingkatkan dari isometrik ke isotonik dan ke isokinetic. Sebuah EMG biofeedback unit dapat juga dipergunakan untuk memperbaiki kerja otot quadriceps. Frekuensi dan atau volume sinyal suara yang dihasilkan unit tersebut memberikan feedback pada pasien dengan amputasi tentang kualitas dan intensitas kerja otot. Otot hamstring, dipergunakan untuk memfleksikan lutut dan membantu ekstensi panggul. Pada awalnya dapat dilatih dengan posisi pasien berbaring ke samping dengan sling suspended . Fleksi puntung lutut lalu dapat dilakukan dengan panggul ekstensi dan fleksi. Fleksi puntung lutut yang dilakukan pasien dalam posisi telungkup akan mengurangi fleksi panggul; yang selanjutnya dapat distimulasi oleh terapis dengan memberikan tahanan melawanan fleksi lutut pada posisi tersebut. Sekali lagi, peningkatan beban dan spring dapat dipergunakan untuk meningkatkan kekuatan otot puntung, koordinasi dan ketahanan. Jika perlengkapan latihan isokinetik dipergunakan untuk latihan otot puntung, disarankan agar puntung menggunakan socket selama latihan. Pasien dengan amputasi akan lebih nyaman dengan kondisi tersebut karena distribusi tahanan lebih merata pada seluruh permukaan puntung. 8. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian 1. Biodata klien a) Nama
: Tn. D
b) Umur
: 27 tahun
c) Jenis kelamin: laki-laki 2. Riwayat keluarga 3. Status kesehatan a) Keluhan utama MRS : klien mengalami luka-luka akibat kecelakaan dan kaki kirinya remuk. b) Riwayat penyakit sekarang : klien mengalami luka-luka yang tidak serius sementara kaki kiri mengalami cedera remuk sehingga harus di amputasi di bawah lutut. c) Status kesehatan masa lalu Memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Selain itu juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan. d) 11 Pola Fungsional Gordon
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Nutrisi/metabolic
Pola eliminasi
Pola aktivitas latihan
Pola tidur dan istirahat
Pola perseptual
Pola persepsi diri
Pola seksual dan reproduksi
Pola peran-hubungan
Pola manjemen koping stres
Sistem nilai dan keyakinan.
e) Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik a. Kulit, rambut, dan kuku b. Kepala dan leher c. Mata dan telinga
d. Sistem pernapasan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
auskultasi
e. Sistem kardiovaskular
f.
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Payudara wanita dan pria
Inspeksi
Palpasi
g. Sistem gastrointestinal h. Sistem urinarius i. Sistem reproduksi wanita/pria j. Sistem saraf k. Sistem muskuloskeletal l. Sistem imun m. Sistem endokrin b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul. Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan melaporkan nyeri
secara verbal, mengekspresikan perilaku (meringis, gelisah, waspada)
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan takut, khawatir dan bingung.
Risiko infeksi ditandai dengan prosedur invasif, trauma, pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal ditandai dengan ketidakstabilan postur.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan ditandai dengan kehilangan bagian tubuh.
Risiko jatuh ditandai dengan penggunaan alat bantu, gangguan keseimbangan.
Gangguan pola tidur
berhubungan dengan adanya gangguan berupa rasa nyeri
ditandai dengan keluhan verbal merasa kurang istirahat.
Isolasi sosial berhubungan dengan hilangnya anggota tubuh ditandai dengan keluarga pasien mengatakan pasien terlihat jarang berkomunikasi, pasien tampak menangis, pasien terlihat menarik diri.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal ditandai dengan tidak mampu memenuhi kebutuhan ADL.
DAFTAR PUSTAKA
NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009 – 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sue Moorhead,dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of America: Mosby Joanne
McCloskey,dkk.2004. Nursing America:Mosby.
Intervention
Classification
(NIC).United
States
of