Asam sianida ( HCN ) merupakan gas yang sangat beracun (meskipun kurang beracun dari H 2S), tidak bewarna dan terbentuk bila sianida direaksikan dengan sianida. Asam sianida dibentuk secara enzimatis dari dua senyawa precursor ( pembentuk racun
) yaitu linamarin dan mertil linamarin. Linamarin dan mertil linamarin akan bereaksi dengan enzim linamarase linamarase dari oksigen dari lingkungan lingkungan yang kemudian kemudian mengubahnya mengubahnya menjadi glukosa, glukosa, aseton dan asam sianida. Asam sianida bersifat cair, tidak berwarna dan larut dalam air. Didalam air, asam sianida akan terurai menjadi ammonium formiat dan zat- zat amorf yang tak larut dalam air. Kandungan asam sianida dalam satu komoditi dapat berbeda satu sama lain. Kadar asam sianida sendiri dapat dipengaruhi oleh cara pemanenan serta waktu pemanenan. Dala Dalam m bahan bahan panga pangan n asam asam sian sianid idaa meru merupa pakan kan suat suatu u seny senyaw awaa alam alamii yang yang dapat dapat terkandung dalam bahan pangan seperti singkong, jengkol, umbi gadung, dan keluwak. Salah satu bahan pangan yang sering sering digunakan dan dikonsumsi dikonsumsi dalam dalam kehidupan sehari-har sehari-harii yaitu singkong dimana dimana dari dari tumbuh tumbuhan an singko singkong ng ini ini yang yang sering sering dimaka dimakan n ialah ialah umbi umbi akarnya dan daunnya ataupun diolah terlebih dahulu untuk menjadi makanan yang siap untuk dimakan. dimakan. Baik daun daun maupun maupun umbinya, umbinya, mengandun mengandung g suatu suatu glikosid glikosida a cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Adanya Adanya asam sianida sianida ini dalam bahan bahan pangan pangan biasanya biasanya akan memberikan memberikan rasa pahit. Pada umbi singkong kadar HCN biasanya dapat terlihat secara jelas pada bagian umbi yang berwarna kebiruan sedangkan untuk daun singkong biasanya secara alami memang terkandung HCN dan memiliki kandungan HCN lebih banyak dibanding umbi singkong, ubi jalar, dan daun pepaya. Akibat dari sifat HCN ini yang sangat sangat berbah berbahaya aya dan beracun beracun,, maka maka perlu untuk untuk diketah diketahui ui kandunga kandungan n HCN dalam dalam suatu suatu makanan tertentu agar dapat mengetahui kelayakan makanan tersebut untuk dikonsumsi. Terdapat 2 macam analisa yang dapat digunakan dalam pengujian Asam sianida ini, yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif. Namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan analisa HCN secara kualitatif saja pada sampel makanan yaitu umbi singkong, daun singkong, jajan bali “getuk lendri dan lempog”. lempog”. Dimana tujuan dari praktikum ini yaitu yaitu untuk mengetahui sampel yang diuji, mengandung asam sianida atau tidak kemudian akan dikaitkan dengan teori yang telah ada. Prinsip pengujian HCN pada praktikum ini yaitu HCN yang larut dalam air, pada suasana panas dan asam akan menguap, kemudian uap ua p HCN yang terbentuk akan bereaksi dengan den gan asam pikrat yang terdapat didalam kertas kuning kromatografi membentuk warna merah. Prosedur analisis HCN diawali dengan melakukan preparasi sampel yang diperiksa. Preparas Preparasii dilakuka dilakukan n dengan dengan tujuan tujuan untuk untuk menghilan menghilangkan gkan zat pengotor pengotor sehingga sehingga
diperoleh hasil yang valid. Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 50 gram kemudian dilarutkan dengan 100 ml aquadest kemudian bahan tersebut
dimasukkan kedalam Erlenmeyer tertutup.
Proses ini merupakan cakupan dari proses
maserasi dimana proses maserasi merupakan
proses ekstrasi yang paling
sederhana dengan tujuan untuk melakukan penyarian zat aktif yang terdapat pada sampel yaitu zat glukosida. Sampel dihaluskan terlebih dahulu dengan maksud yaitu mempercepat proses pelarutan zat aktif selama maserasi dilakukan. Saat proses maserasi, juga ditambahkan 2,5 asam tartarat 5% yang bertujuan untuk menghasilkan uap HCN. Uap HCN yang dihasilkan disebabkan oleh hydrogen dari asam tartarat (H 2.C4H4O6) bereaksi dengan ion CN - yang terlarut dalam aquadest sehingga dihasilkan uap HCN , dimana reaksi yang berlangsung adalah 2 CN - + 2H + 2 HCN Selanjutnya, kertas saring dipotong sesuai dengan ukurannya dan dicelupkan pada asam pikrat kemudian dikering anginkan dan dicelupkan pada Na 2CO3. Kertas saring yang tercelup asam pikrat akan berubah warna menjadi kuning, dimana kertas pikrat inilah yang akan digunakan sebagai indicator warna terhadap keberadaan HCN dengan adanya perubahan warna. Kertas pikrat yang dicelupkan ini tidak boleh
menyentuh dinding Erlenmeyer dan tidak boleh tercelup kedalam larutan sampel dibawahnya karena yang diharapkan pada pengujian ini adalah perubahan warna akibat penguapannya. Erlenmeyer segera ditutup dan dipanaskan pada suhu 50°C sampai terjadi perubahan warna pada kertas pikrat yang digantung pada mulut Erlenmeyer tersebut. Penggunaan Erlenmeyer yang tertutup pada praktikum ini bertujuan untuk gas HCN yang dikeluarkan sampel pada saat pemanasan tidak keluar dari Erlenmeyer. Sementara untuk tujuan dilakukannya pemanasan yaitu agar HCN yang terdapat dalam sampel dapat menguap, kemudian akan bereaksi dengan kertas pikrat sehingga dapat diketahui ada tidaknya HCN pada sampel uji. Ada beberapa hal yang dapat mengurangi kandungan HCN yang terdapat dalam singkong, yaitu dengan perendaman, pencucian, perebusan, pengukusan, penggorengan atau pengolahan lain. Dengan adanya pengolahan dimungkinkan kadar HCN dapat berkurang sehingga bila singkong dikonsumsi tidak akan membahayakan bagi tubuh. Proses pemasakan dapat secara efektif menurunkan kadar racun HCN ini pada bahan makanan
Pengolahan secara tradisional dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kandungan racun. Pada singkong, kulitnya dikupas sebelum diolah, direndam sebelum dimasak dan difermentasi selama beberapa hari. Dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang keluar. HCN dapat larut di dalam air maka untuk menghilangkan HCN tersebut cara yang paling mudah adalah merendamnya di dalam air pada waktu tertentu.
Pathogenesis autoimun dengan satu contoh penyakit autoimun sistemik beserta hasil pemeriksaan lab.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian kadar HCN secara kualitatif terhadap Kripik singkong merk Qtela . Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang bahan yang telah digerus/dihancurkan sebanyak 15 g, kemudian bahan tersebut dimasukkan kedalam Erlenmeyer tertutup lalu ditambahkan 50 ml aquadest dan 10 ml asam tartarat 5%. Pada mulut Erlenmeyer digantungkan kertas pikrat yang sudah dicelupkan dalam larutan Natrium Karbonat 10%. Kertas pikrat yang dicelupkan ini tidak boleh menyentuh dinding Erlenmeyer dan tidak boleh tercelup kedalam larutan sampel dibawahnya. Kemudian Terjadinya perubahan warna pada kertas pikrat dari kuning menjadi merah menunjukkan adanya HCN yang dilepaskan dari sampel, namun pada sampel kripik singkong yang diuji ini, setelah pemanasan, warna kertas pikrat tidak mengalami perubahan warna, warna kertas pikrat tetap berwarna kuning, hal ini menunjukkan bahwa sampel yang diuji ini secara kualitatif negative mengandung HCN. Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar HCN secara kualitatif pada sampel makanan. Karena HCN sangat berbahaya dan beracun, perlu diketahui kandungan HCN dalam suatu makanan supaya dapat mengetahui kelayakan makanan tersebut untuk dikonsumsi. Praktikum pemeriksaan ini dilakukan dengan penambahan asam tartarat pada sampel yang telah diencerkan dengan aquades yang kemudian diuji menggunakan kertas pikrat yang telah dicelupkan kedalam natrium karbonat 10% yang dilakukan dengan pemanasan. Jika dalam sampel makanan tersebut mengandung HCN, maka kertas pikrat akan mengalami perubahan warna menjadi merah, sehingga dapat diketahui sampel tersebut positif mengandung HCN.
Praktikum pemeriksaan HCN secara kualitatif ini menggunakan sampel ketela rambat. Sampel terlebih dahulu dihancurkan supaya dapat tercampur dengan baik dalam pelarut aquades, setelah itu sampel ditimbang sebanyak 15-25 gram lalu dicampurkan ke dalam aquades sebanyak 50 ml. Setelah itu dilakukan penambahan 10 ml asam tartarat ke dalam larutan sampel. Kemudian larutan diaduk agar tercapur atau homogen. Kertas pikrat pada praktikum ini digunakan sebagai indicator untuk menentukan apakah sampel mengandung HCN atau tidak yang ditentukan dengan perubahan warna yang terjadi. Kertas pikrat terlebih dahulu dicelupkan kedalam natrium karbonat 10% kemudian di gantung pada mulut Erlenmeyer. Erlenmeyer yang digunakan adalah Erlenmeyer yang tertutup agar gas HCN yang dikeluarkan sampel pada saat pemanasan tidak keluar dari Erlenmeyer. Pemanasan dilakukan pada suhu 50oC selama 15 menit. Kemudian diamati jika terjadi perubahan warna pada kertas pikrat. Jika kertas pikrat berubah warna menjadi merah maka dapat disimpulkan sampel tersebut mengandung HCN. Dalam praktikum yang dilakukan didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan HCN secara kualitatif yang dilakukan pada sampel ketela rambat. Hal itu dikarenakan tidak terjadi perubahan warna mejadi merah pada kertas pikrat. Karena praktikum yang dilakukan hanya secara kualitatif saja maka sampel yang diperiksa tidak dapat dipastikan dengan benar tidak mengandung HCN, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif untuk mengetahui dengan benar kadar HCN dalam sampel makanan. Jika dalam pemeriksaan HCN secara kuantitatif juga didapatkan hasil negatif dan atau kadar rendah (memenuhi syarat yang diperbolehkan dalam makanan) maka makanan tersebut layak untuk dikonsumsi. Dan jika didapatkan hasil yang tidak memenuhi syarat kadar maksimum HCN yang diperbolehkan dalam makanan, maka makanan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi karena bersifat toksik yang berbahaya bagi kesehatan.
Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin.