PENYAKIT MAREK’S
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sebelum ditemukannya vaksin, penyakit Marek’s merupakan penyakit yang paling ditakuti di Eropa dan USA, apalagi sewaktu industri peternakan ayam mulai berkembang. Sebenarnya penyakit penyakit Marek’s Marek’s merupakan merupakan penyakit penyakit limfoprol limfoprolifer iferatif atif yang dapat dapat menyerang menyerang semua alat tubuh tetapi mempunyai predileksi besar terhadap saraf-saraf tepi. Bentuk akut penyakit ini memperlihatkan tumor limfoid di berbagai alat tubuh. Kerugian
Penyakit Marek’s Marek’s menyebabkan kerugian ekonomis, terutama berupa kematian ternak, penurunan produksi telur dan penurunan produksi karkas. Ternak Rentan
Ternak yang peka terhadap penyakit Marek’s, antara lain ayam, kalkun, puyuh dan bebek. Etiologi
Penyakit Marek’s ( Marek’s Disease) merupakan penyakit yang sangat infeksius Marek’s Disease) yang disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai herpesvirus, dengan subfamili Gamma herpesvirinae. Virus ini bertanggung jawab terhadap pembentukan tumor syaraf (neural) dan organ dalam (visceral). Virus bersifat immunosupressif, sehingga ayam yang terkena akan peka terhadap terhadap penyakit penyakit infeksi infeksi lain oleh virus virus lain lain atau atau bakteri. bakteri. Virus penyebab penyakit Marek’s memiliki ketahanan hidup yang tinggi, di litter bisa tahan minimal 16 minggu, dalan debu kandang dengan suhu 20 – 250C tahan beberapa beberapa bulan. bulan. Di kandang kandang tertular, tertular, dalam sisik sisik kulit kulit ayam yang terlepas terlepas dapat tahan sampai 50 hari. Virus tidak tahan terhadap asam dan basa, mati pada pH < 6 dan > 8. Virus penyebab Marek’s peka terhadap beberapa disinfektan, antara ant ara lain : kombinasi formalin dengan senyawa iodine, namun pemberian gas formalin secara sendiri tidak cukup efisien sebagai disinfektan.Ditemukan tiga galur virus, antara lain galur yang apatogen, yang tidak menimbulkan gejala, galur visceral, yang menyebabkan tumor pada organ-organ visceral dan galur syaraf/klasik, yang menimbulkan gejala syaraf.
Gejala Klinis
Gejala-gejala klinis yang bisa diamati pada penderita Marek’s, antara lain adalah (1) paresis, paralisis alat gerak dan tumor pada organ-organ visceral, syaraf dan kulit. Pada Marek’s klasik, kelemahan alat gerak menyebabkan sayap terkulai dan kelumpuhan kaki. Apabila syaraf pada leher diserang maka akan terlihat gejala torticalis, apabila syaraf vagus dan intercostalis yang diserang, maka terlihat gejala gangguan napas, apabila syaraf pencernaan yang diserang, maka gejala mencret akan terlihat (2) kehilangan warna pada iris menjadi kelabu yg disebabkan oleh iridosiklitis dan perubahan bentuk pupil mungkin terlihat karena adanya limfomatosis saraf disertai limfomatosis mata, bahkan bisa menyebabkan kebutaan. (3) tumor pada organ-organ visceral dan kulit terjadi pada ayam umur < 16 minggu. Ayam yang berumur> 16 minggu terlihat tumor terjadi pada bursa fabricius.
Patogenesis
Sebenarnya patogenesis penyakit Marek tergolong kompleks dengan rute infeksi melalui inhalasi udara yang terkontaminasi masuk ke saluran pernapasan (HUNGERFORD, 1969). Adapun menurut PAYNE dan VENUGOPAL (2000) terdapat 4 tahap kejadian yang melandasinya yaitu: infeksi sitolitik awal, infeksi laten, infeksi sitolitik akhir dengan imunosupresi dan transformasi neoplastik. Secara kronologis infiltrasi selular terjadi mulai 5 hari setelah infeksi dan terus berlangsung sekitar 3 minggu, diikuti dengan lesi neural yang khas, dengan maupun tanpa disertai pembentukan li mfoma (CALNEK dan WITTER, 1997). Virus Marek bersifat limfotropik dengan target utama limfosit yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Pada tahap sitolitik awal sel B yang mem¬produksi antibodi adalah sel yang pertama kali diserang (PAYNE dan VENUGOPAL, 2000). Selanjutnya infeksi sitolitik terjadi pada sel T yang diaktifasi dan terlibat dalam respon yang dijembatani oleh cell mediated immunity (CMI). Reaksi ini berdampak pada atropi bursa Fabrisius dan timus sehingga menyebabkan imunosupresi. Sementara itu virus menyebar ke folikel bulu yang diduga keras merupakan tempat yang paling produktif dalam menyebarkan infeksi. Setelah infeksi sitolitik awal, infeksi beralih ke tahap laten pada sel T yang infektif sehingga menimbulkan regresi organ limfoid. Hal ini diikuti oleh pembentukan limfoma pada berbagai organ jeroan. Sejauh ini penyebab lesi neural pada penyakit Marek diduga kuat dikontrol oleh gen MHC dan sel B (CALNEK dan WITTER, 1997).
-
Masa inkubasi
Oleh karena rumitnya pola patogenesis penyakit Marek yang berhubungan dengan berbagai faktor tersebut di atas, maka masa inkubasi penyakit sangat bervariasi, dari beberapa minggu sampai beberapa bulan (PAYNE dan VENUGOPAL, 2000). Namun demikian FENNER et al. (1987) menyatakan pada ayam umur sehari yang sangat peka (tanpa kekebalan maternal dan peka secara genetik) infeksi virus virulen mengakibatkan lesi mikroskopik yang dapat terdeteksi paling cepat 1 − 2 minggu setelah infeksi. Lesi makros¬kopik mulai tampak 3 − 4 minggu setelah infeksi. Sementara itu maksimum pengeluaran virus terjadi pada 5 − 6 minggu setelah infeksi. -
Hewan karier
ALLAN et al. (1982) menyatakan bahwa meskipun penyakit Marek tidak selalu berakhir dengan kematian namun sekali ayam terinfeksi maka viremia akan tetap berlangsung sehingga ayam menjadi karier yang berpotensi untuk menyebarkan infeksi. Cara Penularan
Hewan yang sakit ataupun hewan yang sembuh dari Marek dan menjadi karier akan mengeluarkan virus ke lingkungan. Penyakit Marek menular secara horizontal, tetapi tidak secara vertikal (CALNEK dan WITTER, 1997). Penularan penyakit secara horizontal dapat secara langsung maupun tidak langsung secara per inhalasi ke saluran pernafasan. Folikel bulu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang paling produktif dalam perkembangan virus infeksius dan sangat potensil menyebarkan infeksi, meskipun virus Marek dapat berada dalam darah, pada mulut, hidung, mukosa trakhea dan kloaka. CALNEK dan WITTER (1997) menyatakan penularan penyakit melalui vektor serangga dan koksidia tidak terjadi, kecuali sejenis kumbang (darkling beetles/Alphitobius diaperinus) yang dapat membawa virus secara pasif. Virus ada di dalam darah (viremia) penderita kira-kira pada hari ke-4 setelah infeksi. Antibodi akan terdeteksi kira-kira 2 – 3 minggu. Hari ke-14 setelah infeksi virus akan dibebaskan dari penderita, sehingga 8 minggu setelah infeksi ayam satu flok akan terinfeksi. Masa inkubasi, gejala klinis, keadaan lesi, tingkat mortalitas dan morbiditas sangat tergantung kepada beberapa faktor, antara lain : virulensi dari virus, dosis infeksi, genetik dan umur ayam. Ayam pada minggu pertama kehidupan sangat peka dan yang betina lebih peka daripada pejantan. Antibodi maternal, infeksi lain dan faktor-faktor
lingkungan, seperti stres akan menyokong serangan penyakit Marek’s. Perubahan Pasca Mati
Perubahan pasca mati yang bisa diamati pada unggas penderita Marek’s antara lain (1) pada bentuk syaraf, ditemukan syaraf-syaraf (nervus-nervus/n), seperti n. Vagus, n. Mesentericus, n. Intercostalis dan plexus-plexus, seperti plexus ischiadicus dan plexus
Gambar 1. Tumor pada kulit kaki ayam (Anonimus, 2007)
brachialis terlihat membulat dan membesar, kelabu kekuningan, bersifat unilateral atau bilateral (2) pada bentuk visceral, maka terlihat benjolan-benjolan atau tumor pada indung telur, hati, limpa, pankreas, jantung, paru-paru, proventrikulus, ginjal dan usus. Warna organ menjadi putih kelabu dengan bidang sayatan keras dan kering. Bursa fabricius mengalami atrofi. Kejadian Marek’s yang banyak ditemukan adalah bentuk visceral daripada bentuk syaraf. Pengendalian Penyakit
Tidak ada pengobatan pada ayam penderita Marek’s, penderita harus dimusnahkan dan bangkainya dibakar. Pencegahan
-
Vaksinasi
Tindakan pencegahan terhadap penyakit Marek’s adalah melalui program vaksinasi. Vaksinasi dilakukan terhadap anak ayam yang baru menetas atau DOC. Vaksin Marek dapat
diberikan dengan cara menginjeksi embrio pada hari ke 18 (in ovo) atau pada saat ayam baru menetas (sub kutan) (CHARLTON et al., 2000). Oleh karena vaksinasi baru akan memberikan proteksi penuh pada 7-10 hari pasca vaksinasi, maka pengawasan ketat terhadap sanitasi amat dibutuhkan pada masa kritis ini (WITTER, 2001a). Di pasaran tersedia dua macam vaksin Marek’s, yaitu bentuk basah (cell- associated ) dan bentuk kering (cell free). Cara menggunakan vaksin penting untuk diketahui, karena sangat bervariasi tergantung produsen vaksin dan hal ini menentukan keberhasilan vaksinasi. Vaksin basah, yaitu vaksin yang disimpan dalam alat penyimpan vaksin yang berisi nitrogen cair dengan suhu rendah. Cara penggunaan vaksin basah adalah vaksin dikeluarkan dari alat penyimpan vaksin (ampul), dengan hati-hati injeksikan ke dalam pelarut, sebagian dari pelarut perlu dimasukkan ke dalam alat suntik dan digunakan untuk membilas ampul. Vaksin kering, yaitu vaksin yang sebelum digunakan, vaksin disimpan dalam kulkas, karena botol berisi virus maupun pelarut harus selalu dingin. Route pemberian vaksin adalah di bawah kulit leher. Setiap selesai melakukan vaksinasi maka alat suntik harus dicuci dengan desinfektan dan bekas botol vaksin harus dibakar dan dikubur dalam tanah.
-
Resistensi Genetik
WITTER (2001a) menyatakan bahwa galur ayam dapat diseleksi menjadi lebih resisten terhadap Marek melalui lokus B pada gen MHC dan genome mapping yang menghasilkan Quantitative Trait Loci (QTL) 14. Alternatif lain yaitu mentransfer gen asing dengan cara menyisipkan gen virus Marek pada genom ayam sehingga terjadi superinfeksi antigen protektif virus Marek (VENUGOPAL, 2000).
-
Sistem Manajemen
Menurut
WITTER
(2001b)
penerapan
sistem
manajemen
yang
semata-mata
mengutamakan peningkatan produksi ayam dapat mendukung terjadinya mutasi virus Marek. Dalam hal ini beberapa contoh penerapan manajemen yang kurang baik, yaitu (1) kepadatan populasi ayam terlalu tinggi sehingga ayam menjadi stres; (2) umur ayam beragam (tidak memakai sistem all in all out); (3) vaksin tidak sesuai, baik jenis maupun dosisnya (subprotektif/over protek-tif); (4) desinfeksi kandang tidak dilakukan setiap kali selesai satu siklus produksi; (5) biosekuritas tidak dijalankan dengan ketat.
Eradikasi penyakit Marek sudah lama diusahakan akan tetapi sangat sulit, mahal dan tidak efisien untuk dipraktekkan. Upaya-upaya tersebut seperti menutup area kandang dengan sistem penyaringan udara; penggunaan ayam specific pathogen free (SPF); desinfeksi kandang setiap kali selesai siklus produksi dan pemanfaatan materi transgenik untuk memblok replikasi virus secara in vivo (WITTER, 2001a).
REFERENSI: Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi kedua. IFAD Project. Denpasar, Bali. Calnek, B.W. And R.L. Witter. 1997. Marek’s Disease. In. Diseases Of Poultry. 10th Ed. (Eds. B.W. Calnek, H.J. Barnes, C.W. Beard, L.R. Mcdougald And Y.M. Saif). Iowa State University Press. Ames, Iowa. Usa. Pp369-398. ( Disitasi oleh R.M.A. Adjid, R. Damayanti, H. Hamid, T. Sjafriati, dan Darminto. 2002. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.) Fenner, F., P.A. Bachmann, E.P.J. Gibbs, F.A. Murphy, M.J. Studdert, And D.O. White. 1987. Veterinary Virology. Academic Press. Inc. Orlando. (Disitasi oleh R.M.A. Adjid, R. Damayanti, H. Hamid, T. Sjafriati, dan Darminto. 2002. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.) Hungerford, T.G. 1969. Diseases Of Poultry. 4th Ed. Angus And Robertson. Sydney. London. Melbourne. Pp.178- 188.Payne, L.N. 1985. Marek’s Disease: Scientific Basis And Methods Of Control. Martinus Nijhoff Pub. Boston. Dordrecht. Lancaster. (Disitasi oleh R.M.A. Adjid, R. Damayanti, H. Hamid, T. Sjafriati, dan Darminto. 2002. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.) Payne, L.N. Dan K. Venugopal. 2000. Neoplastic Diseases: Marek’s Disease, Avian Leucosis And Reticulo¬Endotheliosis. Rev. Sci. Tech.Off Int. Epiz. 19(2):544- 564. ( Disitasi oleh R.M.A. Adjid, R. Damayanti, H. Hamid, T. Sjafriati, dan Darminto. 2002. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.) Venugopal, K. 2000. Marek’s Disease: An Update On Oncogenic Mechanism And Control . Res. In Vet. Sci. 69:17-23. (Disitasi oleh R.M.A. Adjid, R. Damayanti, H. Hamid, T. Sjafriati, dan Darminto. 2002. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.) Witter, R.L. 2001a. The Bart Rispen Memorial Lecture At The Marek’s Sympossium, Wpsa Congress Montreal, August 2000. Part I: Marek’s Disease Vaccine - The Viral Battlefield . World Poultry 1(17):42-44. ( Disitasi oleh R.M.A. Adjid, R. Damayanti, H. Hamid, T. Sjafriati, dan Darminto. 2002. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.)