MANAJEMEN INFEKSI
Di susun Oleh: Panji Wirawan
G2A215025
Yan Imam Faizal
G2A215026
Doni setyawan
G2A215027
Prayogi Dwi Winarko
G2A215028
Nur Azizah
G2A215080
Muladi
G2A215081
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULATAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat mengerjakan makalah ini tepat pada waktu yang berjudul “ Manajemen Infeksi “. Makalah ini berisikan tentang informasi dan penjelasan tentang infeksi, macam macam infeksi, cara masuknya infeksi. Penulis menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari harapan ,oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk menghasilkan makalah yang lebih baik untuk masa mendatang. Akhir kata , penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini . Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua
Semarang, 22 Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Hal. DAFTAR ISI ................................................................................................ i BAB I : PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F.
Latar Belakang ............................................................................... 1 Rumusan Masalah ........................................................................... 4 Tujuan ............................................................................................. 4 Manfaat ........................................................................................... 4 Metode Penulisan ............................................................................ 5 Sistematika Penulisan ..................................................................... 5
BAB II : TINJAUAN TEORI A. B. C. D. E. F. G. H.
Pengertian ........................................................................................ 7 Etiologi .......................................................................................... 12 Manifestasi Klinis ......................................................................... 16 Patofisiologi .................................................................................. 21 Pathway ......................................................................................... 22 Komplikasi .................................................................................... 22 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 22 Penatalaksanaan Keperawatan ..........................................................
BAB III : PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... B. Saran .................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 35
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Dalam pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan harus memiliki kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Soeroso, 2007). Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin meningkat terlebih lagi dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang telah dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama yang juga berarti pasien dapat memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (Soeroso, 2007) Saat ini, masalah infeksi nosokomial makin banyak mendapat perhatian para ahli karena di samping dapat meningkatkan morbilitas maupun mortalitas, juga menambah biaya perawatan dan obat-obatan, waktu dan tenaga yang pada akhirnya akan membebani pemerintah/rumah sakit, personil rumah sakit maupun penderita dan keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan
kebijaksanaan
pembangunan
bidang
kesehatan
yang
justru
menekankan peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan (Triatmodjo, 2013). Maka dari itu dalam makalah ini penulis tertarik untuk membahas tentang masalah manajemen infeksi dan berbagai aspek didalamnya.
B. Rumusan Masalah Permasalahan yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah : 1. Apa pengertian infeksi ? 2. Apa rantai penularan infeksi ? 3. Apa saja agen penyebab infeksi ? 4. Bagaimana proses terjadinya infeksi ? 5. Bagaimana pencegahan dan pengendalian infeksi ? 6. Bagaimana kewaspadaan isolasi ? 7. Bagaimana cara menjaga kebersihan tangan ? 8. Bagaimaan proses keperawatan pada masalah manajemen pengendalian infeksi ?
C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui definisi infeksi. 2. Untuk mengetahui Rantai Penularan Infeksi. 3. Untuk mengetahui agen penyebab infeksi. 4. Untuk mengetahui proses terjadinya infeksi. 5. Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian infeksi. 6. Untuk mengetahui kewaspadaan isolasi. 7. Untuk mengetahui cara menjaga kebersihan tangan. 8. Untuk mengetahui proses keperawatan pada masalah manajemen pengendalian infeksi.
D. MANFAAT 1. Sebagai informasi dasar untuk mengenal manajemen infeksi. 2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai manajemen infeksi.
E. METODE PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan berdasarkan literatur yag diperoleh dari buku ataupun sumber dari internet.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Infeksi Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial (Notoatmodjo, 2007). Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit.Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.Penyakit akan timbul jika patogen berbiak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal (Sjamsuhidayat, 2004). Jadi dapat disimpulkan bahwa infeksi merupakan penyebaran dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi.
B. Rantai Penularan Infeksi Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah (Notoatmodjo, 2007):
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load) 2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahanbahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina 3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain. 4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu : a. Kontak (contact transmission): 1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen 2) Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci
b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran
jauh,
dapat
terinhalasi,
contoh:
Mycobacterium
tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur d. Melalui
Vehikulum
:
Bahan
yang
dapat
berperan
dalam
mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat 5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka). 6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan
imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin
berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.
C. Agen Penyebab Infeksi Beberapa agen yang dapat menyebabkan infeksi,yaitu (Depkes, 2009) : 1. Bakteri Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen.Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut meniliki toleransi yang rendah terhadap miikrooorganisme.Cintohnya Escherechia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi secara aparodik maupun endemik. Contohnya : a. anaerobik Gram–positif,Clostridium yang menyebabkan gangren b. Bakteri Gram-positif : Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit
dan
hidung
dapat
menyebabkan
gangguan
pada
paru,tulang,jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika. c. Bakteri Gram-negatif : Enerobacteriacae,contohnya Escherechia coli,Proteus,Klebsiella,Enterobacter.Pseudomonas
seringkali
ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan pasien yang dirawat.Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit. d. Serratia marcescens,dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan,paru dan peritoneum. 2. Virus Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus,termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari tranfusi,dialisis,suntikan dan endoskopi.Respiratory syncytial virus (RSV),rotavirus dan enterovirus yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral.Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik,dan trasfusi darah.Rute penularan untuk virus
sama seperti mikroorganisme lainnya.Infeksi gastrointestinal,infeksi traktus respiratorius,penyakit kulit dan dari darah.Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus,Ebola,influenza virus,herpes simplex virus,dan varicella-zoster virus,juga dapat ditularkan. 3. Parasit Cacing pita dewasa panjangnya bisa mencapai 240-300 cm. Terdiri dari bagian kepala yang memiliki kait-kait kecil dan badannya mengandung 1000 proglotid (bagian yang mengandung telur). Siklus hidupnya mirip cacing pita sapi, tapi babi hanya merupakan tuan rumah perantara saja. Manusia juga bisa berperan sebagai tuan rumah perantara, dimana telur cacing mencapai lambung bila tertelan atau bila proglotid berbalik dari usus ke lambung. Embrio lalu dilepaskan di dalam lambung dan menembus dinding usus, lalu akan sampai ke otot, organ dalam, otak dan jaringan dibawah kulit, dimana mereka membentuk kista. Kista yang hidup hanya menyebabkan reaksi ringan, sedangkan kista yang mati menimbulkan reaksi yang hebat. 4. Jamur Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan immunosupresan,contohnya infeksi dari Candida albicans,Aspergiilus spp,Cryptococcus neformans,Cryptosporidium. 5. Kuman Kuman adalah organisme kecil seperti virus, bakteri, jamur, protozoa mikroskopik jahat yang dapat menyebabkan suatu penyakit atau gangguan kesehatan. Kuman bisa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan ringan maupun berat pada tubuh organisme inangnya seperti manusia, hewan dan sebagainya.
D. Proses Terjadinya Infeksi Infeksi terjadi secara progresif,berat ringannya penyakit klien tergantung pada tingkat infeksi,patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan pejamu.Didalam proses infeksi memiliki tahapan tertentu yaitu (Depkes, 2009) : 1. Periode Inkubasi Interfal antara masuknya patogen dalam tubuh dan munculnya gejala utama. 2. Tahap Prodomal Interpal
dari
awitan
tanda
ringan,keletihan)sampai
gejala
gejala
yang
non
spesifik(malaise,demam
spesifik
selama
masa
ini,mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien mampu menularkan ke orang lain. 3. Tahap Sakit Interpal saat klien memanifestasikan tanda dan gejala yang lebih spesifik terhadap jenis infeksi. 4. Tahap Pemulihan Interpal
saat
munculnya
gejala
akut
infeksi
,lama
penyembuhannyatergantung pada beratnya infeksi dan keadaan umum kesehatan klien.
E. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Proses
terjadinya
infeksi
bergantung kepada interaksi
antara
suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan (Alimul, 2008). Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari: 1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin).
Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh. 2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi. 3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan
ini telah disusun dalam suatu
“Isolation
Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan) 4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
F. Kewaspadaan Isolasi Mikroba
penyebab
HAIs
dapat
ditransmisikan
oleh
pasien
terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan
benar
dapat
menurunkan
risiko
transmisi
dari
pasien
infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar (Alimul, 2008). Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari : 1. Standard Precautions /Kewaspadaan Standar gabungan dari:
Universal Precautions/Kewaspadaan Universal
Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh
berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan 2. Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi Dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard precautions. 1970 Tehnik isolasi untuk
Memperkenalkan 7 katagori kewaspadaan isolasi kartu berwarna: Strict, Respiratory,
penggunaan di Protective, Enteric, Wound and RS, edisi 1. 1983 CDC Pedoman Kewaspadaan
Skin,Discharge, and Blood Membagi menjadi 2 golongan sistim Isolasi; katagori spesifik dan penyakit spesifik
Isolasi RS 1985 Universal
Berkembang dari epidemi HIV/AIDS
Precautions
Ditujukan aplikasi kewaspadaan terhadap Darah
(UP)
dan Cairan Tubuh pada pasien pengidap infeksi Tidak diterapkan terhadap feses,ingus,sputum,keringat,air mata,urin,muntahan
1987 Body Substance Menghindari kontak terhadap semua cairan Isolation (BSI)
tubuh dan yang potensial infeksius kecuali keringat
1996 Pedoman
Dibuat oleh The Healthcare Infection Control
Kewaspadaan
Practices Advisory
Isolasi dalam
Committee (HICPAC), CDC
Rumah Sakit
Menggabungkan materi inti dari UP and BSI dalam Kewaspadaan Standard untuk diterapkan terhadap semua pasien pada setiap waktu
2007 Pedoman
Dibuat oleh HICPAC, CDC.
Kewaspadaan
tambahan :
Isolasi;
HAIs
Pencegahan
Hyangiene respirasi/Etika batuk,
Transmisi
Praktek menyuntik yang aman
penyebab infeksi
Pencegahan infeksi untuk prosedur
pada Sarana
Lumbal fungsi
Kesehatan.
G. Kewaspadaan dalam Manajemen Infeksi 1. Kewaspadaan Standar Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi: a. Kebersihan tangan/Handhygiene b. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield (pelindungwajah), gaun c. Peralatan perawatan pasien d. Pengendalian lingkungan e. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen f. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan g. Penempatan pasien h. Hyangiene respirasi/Etika batuk i. Praktek menyuntik yang aman j. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi 2. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi. 3 Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:
kewaspadaan transmisi kontak
kewaspadaan transmisi droplet
kewaspadaan transmisi airborne Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara
terpisah ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. a. Kewaspadaan transmisi Kontak a)
Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)
b)
Kohorting (management MDRo )
APD petugas:
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
c)
Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan
Transport pasien
Batasi kontak saat transportasi pasien
3. Kewaspadaan transmisi droplet a) Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m
Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka
b) APD petugas:
Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien
c) Transport pasien
Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi
Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
4. Kewaspadaan transmisi udara/airborne
a) Penempatan pasien :
Di ruangan tekanan negatif
Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol
Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA
Pintu harus selalu tertutup rapat.
kohorting
Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting jarak >1 m
Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran
Ventilasi airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih mahal)
Terpisah jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang
b) APD petugas:
Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur
Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,
Gaun
Goggle
Sarung tangan
(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol) c) Transport pasien
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
Catatan : Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
5. Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-hal berikut : a. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien b. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya c. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh) d. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius e. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien. f. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya. g. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) h. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan didisinfeksi benar.
H. Kebersihan Tangan Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub berbasis alkohol. Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak
penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden MRSA, VRE di ICU. Kapan Mencuci Tangan?
Segera setelah tiba di rumah sakit
Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien
Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien
Diantara kontak pasien satu dengan yang lain
Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien
Sesudah ke kamar kecil
Sesudah kontak darah atau cairan tubuh lainnya
Bila tangan kotor
Sebelum meninggalkan rumah sakit
Segera setelah melepaskan sarung tangan
Segera setelah membersihkan sekresi hidung
Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
Alternatif Kebersihan Tangan
Handrub berbasis alkohol 70%: Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml 100 ml alkohol 70 %)
Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan kotor harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.
Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit
Enam langkah kebersihan tangan : Langkah 1
: Gosokkan kedua telapak tangan.
Langkah 2
: Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan sebaliknya.
Langkah 3
: Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang.
Langkah 4
: Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
Langkah 5
: Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan lakukan sebaliknya.
Langkah 6
: Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, dan lakukan sebaliknya.
Langkah 7
: Gosok bagian pangkal lengan dan telapak tangan.
I. Proses Keperawatan Pada Masalah Manajemen Pengendalian Infeksi 1. Pengkajian keperawatan Merupakan tindakan mengkaji ada atau tidaknya faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan infeksi, seperti penurunan daya tahan tubuh, status nutrisi, usia, stress, dan lain-lain.pengkajian selanjutnya adalah memeriksa ada atau tidaknya tanda klinik infeksi (seperti pembengkakan, kemerahan, panas, nyeri pada daerah lokalisasi infeksi) dan tanda sistemik (seperti demam, malaise, anoreksia, sakit kepala, muntah, atau diare). 2. Diagnosis keperawatan Hal yang perlu diperhatikan adalah risiko terjadinya infeksi yang berhubungan dengan proses penyebaran teman. 3. Perencanaan keperawatan Tujuan: a. Mencegah terjadi infeksi atau penyebaran kuman
b. Rencana tindakan melakukan tindakan untuk menghambat penyebaran kuman, seperti mencuci tanagan, memakai masker, memakai sarung tangan, sterilisasi, dan desinfeksi. 4. Pelaksanaan (tindakan) keperawatan 1) Cara Mencuci Tangan Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan yang bertujuan membersihkan tangan dari segala kotoran, mencegah terjadinya infeksi silaang melalui tangan, dan mempersiapkan bedah atau tindakan pembedahan a.
Teknik mencuci biasa Alat dan bahan: 1. Air bersih 2. Handuk 3. Sabun 4. Sikat lunak Prosedur kerja : 1.
Lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan
2.
Basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian sabuni dan sikat bila perlu
3.
Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk atau lap kering
b.
Teknik mencuci dengan disinfektan Alat dan bahan : 1.
Air bersih
2.
Larutan disinfektan lisol / savlon
Prosedur kerja 1. Lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan
2. Basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian gosokan larutan disinfektan dan sikat bila perlu 3. Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk atau lap kering c.
Teknik mencuci steril Alat dan bahan : 1. Air mengalir 2. Sikat steril dalam tempat 3. Alcohol 70 % 4. Sabun Prosedur kerja 1. Lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan 2. Basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian tuang sabun
(2-5 ml) ke tangan dan gosokan tangan serta
lengan sampai 5cm di atas siku, kenudian sikat ujung jari, tangan, lengan, dan kuku sebanyak kurang lebih 15 kali gosokan, sedangkan telapak tangan 10 kali gosongkan bingga siku. 3. Bilas dengan air bersih yang mengalir 4. Setelah selesai tangan tetap di arahkan ke atas 5. Gunakan sarung tangan steril 2) Cara menggunakan sarung tangan Sarung tangan digunakan dalam melakukan prosedur tindakan keperawatan dengan tujuan mencegah terjadinya penularan kuman dan mengurangi risiko tertularnya penyakit. Alat dan bahan : 1.
Sarung tangan
2.
Bedak/ talk
Prosedur kerja 1.
Cuci tangan secara menyeluruh
2.
Bila sarung tangan belum dibedaki, ambil sebungkus bedak, dan tuangkan sedikit.
3.
Pegang tepi sarung tangan dan masukan jari- jari tangan, pastikan ibu jari dan jari- jari lain tepat pada posisinya.
4.
Ulangi pada tangan kiri
5.
Setelah terpasang, cukupkan kedua tangan.
3) Cara menggunakan masker Tindakan pengamanan dengan menutup hidung dan mulut menggunakan masker bertujuan mencegah atau mengurangi transmisi droplet mikroorganisme saat merawat pasien. Alat dan bahan: 1. Masker Prosedur kerja: 1. Tentukan tepi atas dan bawah bagian masker 2. Pegang kedua tali masker. 3. Ikatan pertama, bagian atas berada pada kepala, sedangkan ikatan kedua berada pada bagian belakang leher. 4) Cara desinfeksi a. Cara desinfeksi dengan Mencuci Prosedur kerja 1.
Cucilah tangan dengan sabun kemudian bersihkan, kemudian siram atau membasahi dengan alcohol 70%.
2.
Cucilah luka dengan H202, betadine, atau larutan lainnya.
3.
Cuculah kulit atau jaringan tubuh yang akan dioperasi dengan yodium tinktur 3%, kemudian dengan alcohol.
4.
Cucilah
vulva
dengan
larutan
sublimat
atau
sejenisnya. b. Cara desinfeksi dengan mengoleskan Prosedur kerja: Oleskan luka dengan merkurokrom atau bekas luka jahitan menggunakan alcohol menggunakan alcohol atau betadine.
larutan
c. Cara desinfeksi dengan merendam Prosedur kerja: 1. Rendamlah tangan dengan larutan lisol 0,5% 2. Rendamlah peralatan dengan larutan lisol 3-5% selama 2 jam. 3. Rendamlah alat tenun dengan lisol 3-5% kurang lebih 24 jam d. Cara desinfeksi dengan menjemur Prosedur kerja Jemurlah kasur, tempat tidur, urinal, pispot, dan lain- lain; masingmasing permukaan selama 2 jam. 5) Cara membuat larutan desinfeksi a. Sabun Alat bahan 1. Sabun padat/ cream/ cair 2. Gelas ukuran 3. Timbangan 4. Sendok makan 5. Alat pengocok 6. Air panas/ hangat dalam tempatnya 7. Baskom Prosedur kerja 1. Masukkan 4 gram sabun padat/ cream kedalam 1 liter air panas/ hangat kemudian diaduk sampe larut 2. Masukkan 3 cc sabun cair kedalam 1 liter air panas/ hangat, kemudian diaduk sampe larut Larutan ini dapat digunakan untuk mencuci tangan atau peralatan medis b. Lisol dan Kreolin Alat/Bahan: 1. Larutan lisol/ kreolin 2. Gelas ukuran 3. Baskom berisi air
Prosedur kerja 1. Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 0,5% sebanyak 5 cc ke dalam air 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk mencuci tangan. 2. Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 2% sebanyak 20 cc atau larutan Larutan lisol/ kreolin sebanyak 3% sebanyak 3 cc ke dalam 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk merendam peralatan medis. c. Savlon Alat/Bahan: 1.
Savlon
2.
Gelas ukuran
3.
Baskom berisi air secukupnya
Prosedur kerja 1.
Masukkan larutan savlon 0,5% sebanyak 5 cc ke dalam 1 liter air.
2.
Masukkan larutan savlon 1% sebanyak 10 cc ke dalam 1 liter air.
6) Cara sterilisasi Beberapa alat yang perlu disterilisasi: 1.
Peralatan logam (pinset, gunting, speculum, dan lain- lain)
2.
Peralatan kaca (semprit, tabung kimia, dan lain- lain )
3.
Peralatan karet (kateter, sarung tangan, pipa lambung, drain dan lain- lain)
4.
Peralatan ebonite (kanule rectum, kanule trakea, dan lain- lain)
5.
Peralatan email (bengkok, baskom, dan lain- lain)
6.
Peralatan porselin (mangkok, cangkir, piring, dan lain- lain)
7.
Peralatan plastic (selang infuse, dan lain- lain)
8.
Peralatan tenunan (kain kasa, tampon, doek baju, sprei, dan lainlain).
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh seseorang atau hewan. Pada infeksi yang “manifes”, orang yang terinfeksi tampak sakit secara lahiriah. Pada infeksi yang “non-manifes”, tidak ada gejala atau tanda lahiriah. Jadi, infeksi jangan dirancukan dengan penyakit. Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
B. Saran Setelah
mempelajari
tentang
infeksi
ini
kiranya
kita
dapat
memanfaatkan semaksimal mungkin meteri ini sehingga kita dapat mengerti dan memahami tentang manajemen infeksi. Penulis sadar dan mengakuinya, masih banyak kesalahan dan kekurangan yang harus ditutupi. Oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari para pembaca guna dan tujuan untuk memperbaiki dan melengkapi apa yang kurang dalam makalah kami ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. H. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Depkes, RI. (2009). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes RI Depkes, RI. (2006). Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI: Ditjen Bina Yan Med Notoatmodjo. S. (2007). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rhineka Cipta Soeroso, S. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit. EGC, Jakarta Siegel, J.D. et al. (2007). Guideline for Isolation Precaution: Preventing Transmission of Infectious Agent in Healthcare Setting. CDC Soeparman, et al. (2007). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI : Jakarta Sjamsuhidayat & De Jong. (2004). Buku ajar Ilmu Bedah, EGC: Jakarta.