LEARNING TASK Asuhan Keperawatan Pada Pasien Malaria
Oleh: SGD 4
Putu Dewi Diah Pertiwi
(1502105005)
I G A Istri Agung Gayatri
(1502105021)
Elizabeth Marques Leite
(1502105030)
Ni Kadek Arie Octarini
(1502105037)
Ni Made Rai Sita Yanti
(1502105050)
Pande Ebin Anisa Putri
(1502105054)
A A Gede Candra Dwipa
(1502105056)
Putu Ayu Padmanila
(1502105057)
Ni Kadek Ariani
(1502105060)
I Made Adi Wiadnyana
(1502105061)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANADENPASAR 2017
Kasus SGD 4 : Seorang laki-laki militer berusia 30 tahun bekerja di perbatasan NKRI (daerah papua barat) didiagnosa mengalami malaria dengan keluhan saat ini di RS hari ke 3: merasa lemas, pusing, mual/muntah (+), letargi (+), demam dengan rentang 37,5o – 39,5 39,5o C, TD 100/70 mmHg. Pasien mengeluh kesulitan bernafas pada malam hari, rantang RR selama dirawat 22-28x/mnt. Kondisi tidak membaik dengan hasil lab: Ht 19%, Hb 8g/dL, urin dengan black water fever. Plt 38.000/ml, RBC 3,89 juta/mm3 , SGOT 57u/L, bilirubin total 20mg/dL, creatinine 6,4mg/dL, SADT: Malaria Falciparum (+). Pasien harus ditransfusi dan menunggu darah yang sesuai dengan golongan darah pasien. Aktivitas pasien dibantu keluarga karena pasien merasa sangat lemah.
Pertanyaan
:
1. Buatlah asuhan keperawatan pada kasus diatas PATHWAY MALARIA
Nyamuk malaria (anoples) PK Anemia
Memasukan plasmodium (dalam bentuk sporozoa)
Mempengaruhi sumsum tulang
Plasmodium falciparum Produksi eritrosit menurun
Sporosit masuk ke dalam tubuh Kemampuan menghasilkan platelet berkurang
Reaksi kompensasi
Berubah menjadi merozoit
Pembentukan eritrosit oleh hati meningkat
Menginfeksi sel darah merah
Hepatomegali
Malaria
Menekan lambung
Peradangan pada sel darah merah
Mual muntah
Kompleks antigen dan antibodi
Nausea
Trombosit menurun
Hemolisis Intravaskuler
Eritrosit lisis Pelepsan pirogen endogen Hemoglobin bebas keplasma
Hemolisis Memengaruhi pelepasan mediator kimia
Hemoglobin dapat melewati glomelurus ginjal
Sistem transportasi Hb menurun Histamin
Hemoglobinuria
Intake O2 kejaringan menurun Merangsang prostaglandin
Black water fever
Sesak nafas Termoregulasi tidak stabil
Ekstravaskuler
Pola nafas tidak efektif Peningkatan suhu tubuh sistemik
Eritrosit pecah Hipertermi Heme Bilirubin
Globin
ASUHAN KEPERWATAN PADA KLIEN MALARIA
A. Pengkajian
1.
Identitas
Pasien Nama
Umur
: 30 th
Jenis kelamin
: laki – laki
Pendidikan
: tidak terkaji
Pekerjaan
: ABRI
Status perkawinan
: tidak terkaji
Agama
: tidak terkaji
Suku
: tidak terkaji
Alamat
: tidak terkaji
Tanggal masuk
: 27 mei 2017
Tanggal pengkajian
: 30 mei 2017
Sumber Informasi
: pasien
Diagnosa masuk
: Malaria Falcifarum
Penanggung Nama
2.
: Ny. B
Hubungan dengan pasien : Keluarga
Riwayat keluarga
3.
: TN. A
Tidak terkaji
Status kesehatan a. Status Kesehatan Saat Ini Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)
Saat ini pasien mengeluh lemas , pusing , mual dan muntah , demam dan mengeluh kesulitan bernafas pada malam hari. Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam , dan mual muntah. Setelah dirawat selama 3 hari pasien mengeluh lemas
,pusing , letargi dan kesulitan bernafas pada malam hari dan terdapat black water fever. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Klien datang ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaanya b. Status Kesehatan Masa Lalu Penyakit yang pernah dialami : tidak terkaji Pernah dirawat
:tidak terkaji
Riwayat alergi
: tidak terkaji
Riwayat tranfusi
:tidak terkaji
Kebiasaan
:tidak terkaji
Merokok
: tidak terkaji
Minum kopi
: tidakterkaji
Penggunaan Alkohol
:tidak terkaji
Lain-lain
: tidak terkaji
c. Riwayat P enyakit Keluarga
:Kaji apakah ada anggota keluarga
yang pernah mengalami penyakit malaria sebelumnya. 4.
Diagnosa Medis : Malaria Falcifarum
5.
Pola Fungsi Kesehatan : 1.
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan Menggambarkan Persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan, Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan. Pada pasien dengan malaria perawat melakukan pengkajian terkait apakah klien sering memeriksakan kondisi kesehatannya.
2. Nutrisi atau metabolik Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien meliputi: porsi yang dihabiskan susunan menu, keluhan mual dan muntah, sebelum atau pada waktu MRS, dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kondisi yang dialami oleh pasien dengan malaria adalah mual muntah. Perawat perlu melakukan pengkajian terkait hal tersebut serta
melakukan pengkajian asupan nutrisi yang diperoleh klien. Pada kasus, pasien mengalami mual dan muntah,jadi perawat perlu mengkaji status nutrisi pasien. 3.
Pola eliminasi Mengetahui frekuensi BAB dan BAK, warna, jumlah, konsistensi, serta apakah ada gangguan saat melakukan BAB dan BAK.Pasien mengalami komplikasi black water fever. Perawat juga perlu mencatat frekuensi BAB dan BAK.
4.
Pola aktivitas dan latihan Aktifitas dirumah atau dirumah sakit apakah ada kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktifitas, Pasien mengalami lemas, pusing, dan letargi sehingga menyebabkan penurunan aktifitas dan mengharuskan klien untuk beristirahat. Kemampuan perawatan
0
1
2
3
4
diri Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi ROM
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total. 5.
Pola tidur dan istirahat Perawat perlu mengkaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam
sehari dan apakan ada kesulitan waktu tidur dan bagaimana perubahannya sebelum dan selama sakit. Pasien mengeluh sulit bernafas saat malam hari sehingga dapat mempengaruhi kwalitas tidurnya. 6.
Pola perseptual Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain). Perawat perlu melakukan pengkajian terkait kronologis dari penyakit klien. Pasien mengalami letargi.
7.
Pola persepsi diri Menggambarkan Persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan, Persepsi
terhadap
arti
kesehatan,
dan
penatalaksanaan
kesehatan,
kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan. Dalam hal ini perawat melakukan pengkajian terkait perasaan klien setelah mengetahui riwayat penyakitnya sekarang. Pasien telah pergi kerumah sakit karena penyakitnya. 8.
Polas eksual dan reproduksi Menggambarkan
kepuasan/masalah
dalam
seksualitas-reproduksi.
Pengkajian yang dilakukan pada pasien yaitu apakah klien mendapatkan dukungan dari keluarga maupun pasangan untuk kesembuhan penyakitnya. Pasein telah mendapat dukungan dari keluarga, hal ini terlihat dari keluarga pasien yang menemani pasien selama di rawat. 9. Pola peran-hubungan Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku terhadap orang lain, keuangan. Perawat perlu mengkaji apakah ada perubahan peran saat sebelum dan
sesudah sakit. Pasien bekerja sebagai militer di perbatasan NKRI, selama sakit pasien di rawat di rumah sakit jadi mempengaruhi perannya. 10. Pola manajemen koping stress Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan menggunakan sistem pendukung. Perawat perlu mengkaji hal apa yang dilakukan klien untuk mengatasi kecemasan akibat penyakitnya tersebut. 11. Sistem nilai dan keyakinan Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan agama yang dianut. Dilakukan pengkajian apakah klien sering berdoa agar kondisinya cepat pulih. 6. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Lemas, Pusing, Mualmuntah
Kesadaran: Letargi
TTV
Suhu:37,5-39,5
TD: 100/70 Nadi : 22-28/menit RR: 25x/menit
a. Kepala dan Leher
Kepala
: Simetris, tidak ada lesi
Deviasi trakea : tidak ada deviasi trakea Pembesaran kelenjar tiroid:
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Lain-lain: b. Mata dan Telinga
Pupil
: tidak terkaji
Sklera/ konjungtiva
: kaji apakah adanya sklera ikteris pada sklera atau
konjungtiva Wajah: tidak terdapat edema Gangguan pendengaran : tidak ada gangguan pendengaran Menggunakan alat bantu dengar: tidak
Tes weber: -
Tes Rinne: -
Tes Swabach: -
Lain-lain:c.
Sistem Pernafasan:
Batuk: tidak ada batuk Sesak: pasien mengalami sesak pada malam hari Inspeksi: -
Inspeksi pengembangan pada paru, pola respirasi pasien, serta amati bentuk thorak apakah normal atau terdapat kelainan bentuk.
Palpasi: Palpasi perubahan bentuk pada dada dan nyeri tekan.
Auskultasi: Dengarkan suara nafas pasien, apakah terdapat wizzing
Lain-lain: -
d. Sistem Kardiovaskular :
Nyeri dada: tidak terdapat nyeri dada Palpitasi: tidak terdapat palpitasi
Inspeksi: Inspeksi dada pasien apakah terdapat edema di sekitarjantung
Palpasi: Palpasi denyut nadi. Denyut nadi pasien 22-24x/menit
Auskultasi: Auskultasi denyut jantung pasien, apakah ada bunyi keti ga
Lain-lain: e. Payudara : tidak terkaji
f.
Sistem Gastrointestinal:
Mulut
: tidak terkaji
Mukosa
: tidak terkaji
Pembesaran hepar : kaji apakah terdapat pembesaran pada hepar Abdomen
: kaji apakah terdapat ascites
Peristaltik: Lain-lain : g. Sistem Urinarius :
Penggunaan alat bantu/ kateter
: tidak terkaji
Kandung kencing, nyeri tekan
: tidak terkaji
Gangguan: 7. Pemeriksaan Penunjang a. Data laboratorium yang berhubungan: Ht : 19% Hb : 8 gr/dL Plt : 38000/µL RBC: 3,89juta/ mm3 SGOT: 57u/L Bilirubin total : 20mg/dL Creatinin: 6,4 mg/dL SADT: Malaria falciparum
A. ANALISIS DATA
No. 1.
Data DS: pasien merasa lemas, pusing
Penyebab/ interpretasi Malaria Peradangan pada eritrosit Hemolisis
Masalah PK Anemia
DO:
Pasien
harus
ditransfusi. Hb 8 g/dL 2.
DS: DO: suhu tubuh pasien 37,5-39,5 C
PK Anemia Malaria
Hipertermi
Peradangan pada sel darah merah Kompleks antigen dan antibodi Pelepsan pirogen endogen Histamin Merangsang prostaglandin Termoregulasi tidak stabil Peningkatan suhu tubuh sistemik
3.
DS : pasien mengeluh kesulitan bernafas pada malam hari DO : RR : 22-28x/menit
Hipertermi Malaria Peradangan pada sel darah merah Hemolisis Sistem transportasi Hb menurun Intake O2 kejaringan menurun Sesak nafas Pola nafas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif
4.
Malaria
DS: Pasien mengalami mual/muntah
Nausea
Produksi eritrosit menurun
DO: Reaksi kompensasi Pembentukan eritrosit oleh hati meningkat Hepatomegali Menekan lambung Mual
B. Diagnosa Keperawatan No
Diagnosa Keperawatan
1
PK: Anemia
2
Hipertermi berhubungan dengan adanya penyakit malaria ditandai
dengan peningkatan RR dan suhu tubuh. 3
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya kelelahan ditandai
dengan takipnea dan pola nafas yang tidak normal 4
Nausea berhubungan dengan adanya gangguan pada liver ditandai
dengan pasien mengalami mual
C. Perencanaan N
Rencana Keperawatan
Hari/
o
Tgl
D
Tujuan dan kriteria
x
hasil
1
Kriteria Hasil:
Intervensi
-
- HB tidak kurang dari 10 gr % - Tanda vital normal
-
Rasional
Monitor keadaan Untuk umum pasien.
mengetahui
Monitor
kondisi klien
vital.
tanda
secara umum.
- Klien tidak anemis -
Untuk
Kolaborasi dengan
dokter
mengenai
keadaan umum
masalah
yang
perdarahan
:
memenuhi
pemberian
kebutuhan
transfusi,
darah
medikasi.
tubuh.
dalam
hasil Karena trombosit
Pantau
-
pasien.
dengan Membantu
terjadi
-
mengetahui
laboratorium
sebagai
(trombosit).
indicator
Monitor
kadar
Hb.
pembekuan darah. Karena
Hb
berfungsi untuk mensuplai oksigen dalam darah. 2
NOC:
NIC:
Thermolegulation
Fever treatment
Vital Signs
Fluid
management
Kriteria hasil:
Vital
Hyperthermia dapat teratasi
RR
20x/menit)
monitoring Temperature
dalam
normal
signs
(12
batas
Regulation
–
- Untuk
Kaji demam
penyebab
mengidentifikasi penyebab demam.
Suhu tubuh dalam
batas normal (36,5 – 37,5)
Tekanan
darah
Monitor suhu dan
adanya perubahan
Menganjurkan
suhu dan TTV
untuk
istirahat
jika
tanda-tanda vital
klien
dalam batas normal
- Mengetahui
Monitor
- Agar klien tidak merasa lemas
adanya
- Untuk
kehilangan cairan
mengetahui
Anjurkan
asupan
pemberian cairan
yang
sesuai kebutuhan
diberikan
Anjurkan
cairan akan
asupan
- Mencegah
nutrisi yang cukup
terjadinya
Gunakan kompres
kehilangan cairan
hangat
untuk
- Agar
klien
menurunkan suhu
mendapat asupan
tubuh
nutrisi
jika
diperlukan
yang
cukup - Agar suhu tubuh klien
kembali
normal 3
NOC: Respiratory
Status Fatigue Level Energy
Conservation
Kriteria hasil:
Lelah dapat teratasi
NIC: Airway
management Oxygen therapy Energy
management
- Identifikasi penyebab kelelahan pasien
Untuk mencegah
hal-hal
yang
menyebabkan
Aktivitas
klien - Posisikan pasien
kelelahan pada
sehari-hari
dapat untuk
klien
kembali normal
Kesadaran
memaksimalkan
Pasien ventilasi potensial.
kembali normal
RR pasien dalam
batas
normal
12-
20x/menit
- monitor pernafasan dan status oksigen, jika diperlukan.
Agar klien tidak
sesak nafas Untuk memantau
pola nafas klien Untuk memantau
jika
- Monitor kelelahan
memerlukan
yang berhubungan
oksigen segera
status oksigenasi pasien. - Monitor asupan nutrisi untuk memastikan adanya sumber energi yang adekuat.
Agar
- Anjurkan pasien untuk duduk di tempat tidur jika tidak mampu berjalan. NOC: Nausea
NIC: and
Vomiting control Fluid balance Kidney function Liver function
Kriteria hasil:
Nausea
management Vomiting
management Nutritional
monitoring
klien
mendapat asupan
nutrisi
yang cukup. Mencegah
terjadinya risiko jika
4
klien
cedera klien
merasa lemas.
Letargi
dapat
Medication
teratasi
management
Tidak
adanya
penurunan
asupan
cairan dan nutrisi
penggunaan teknik
preventif untuk
non-pharmakologi
mengurangi
untuk mengontrol
mual
mual dan muntah
muntah
Minimalkan faktor
klien.
Adanya
keseimbangan cairan
Mual dan muntah
dapat teratasi
Warna urin kembali
Serum creatinin urin
dalam rentang normal (0,6 – 1,1 mg/dL).
Serum
total
batas
normal
Nilai SGOT dalam
dihindari.
Anjurkan
klien
Untuk memantau
jika
keseimbangan
kehilangan dan
adanya
cairan. Agar klien dapat
mengkonsumsi
Sediakan yang
makanan
nyaman saat klien
dengan
mengkonsumsi
nyaman. Agar
makanan Sediakan
pilihan
makanan
yang
nutrisi
asupan pasien
terpenuhi.
dengan Mencegah
sesuai
energi klien.
Monitor
lingkungan
dapat
Memulihkan
elektrolit
penyebab
menyebabkan mual
cairan
batas normal
pada
muntah
untuk istirahat
dan
dapat
dan muntah
bilirubin
dalam
yang Agar
personal
normal
Pendekatan
Anjarkan
kondisi kesehatan
terjadinya
Instruksikan
diet
komplikasi
yang
pada klien.
pada
klien
mempunyai penyakit ginjal.
Agar
klien
mengetahui
Sediakan terkait
pasien informasi
pengobatan
Monitor darah, diperlukan.
pengobatan yang diperlukan.
serum Untuk memantau jika
kadar bilirubin, creatinin mengalami penurunan.
saat
2. Carilah jurnal penelitian yang berkaitan dengan kasus diatas dan lakukan analisis pada jurnal tersebut. Kemudian evidence based nursing dalam jurnal, apakah aplikatif diterapkan pada tatanan keperawatan Indonesia? Jelaskan [jurnal utama dan jurnal pendukung minimal 5 tahun terakhir dengan lokasi penelitian di luar Indonesia (jika memungkinkan pada negara-negara yang memiliki iklim tropik seperti Indonesia)] Ringkasan Jurnal
Penulis Jurnal : K I Barnes, J Mwenechanya, M Tembo, H McIlleron, P I Folb, I Ribeiro, F Little, M Gomes, M E Molyneux Judul Jurnal
: Efficacy of rectal artesunate compared with parenteral quinine in initial treatment of moderately severe malaria in African children and adults: a randomised study
Banyak penderita malaria yang mengalami tingkat keparahan yang meningkat yang tidak dapat mengkonsumsi obat-obatan seacra oral, dan juga keterlambatan dalam pengobatan suntik, hal ini dapat berakibat fatal. Pemberian obat secara rektal merupakan salah satu pilihan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian awal artesunate rektal akan memberikan perlindungan pertama antimalaria yang menguntungkan, yang ditandai dengan penurunan kepadatan parasitemia dan perbaikan klinis yang cepat tanpa reaksi merugikan yang serius. 109 anak-anak dan 35 orang dewasa secara acak diberikan artesunate rektal (dosis tunggal sekitar 10 mg / kg) atau pengobatan quinine parenteral (10 mg / kg pada 0, 4, dan 12 jam). Supositoria artesunate diberikan dalam dosis tunggal sedekat mungkin dengan 10 mg / kg, tanpa pelumas, dalam kombinasi supositoria 50 mg dan 200 mg (Plasmotrim Rectocaps, Mepha AB, Basel, Switzerland). Anak-anak menerima maksimal tiga, dan orang dewasa maksimal lima, supositoria. Setiap pasien dipantau secara ketat selama 5 jam untuk mendeteksi pengeluaran paksa supositoria. Setiap supositoria yang dikeluarkan utuh dimasukkan kembali. Jika supositoria terganggu dikeluarkan, yang baru dengan dosis yang sama dimasukkan. Untuk membandingkan artesunate rektal dengan terapi quinine parenteral standar,
amplop tertutup digunakan untuk mengalokasikan satu dari lima pasien untuk menerima quinine parenteral (AdcoQuinine dihydrochloride, Adcock Ingram Generics, Afrika Selatan), dengan menggunakan tabel acak di blok berukuran lima. Pada semua orang dewasa dan pada 17 anak ini diberikan injeksi intramuskular, dosis pembebanan 20 mg / kg diikuti dengan 10 mg / kg susu formula terdilusi dalam larutan salin normal sampai konsentrasi 60 mg / mL, dengan setengah dosis yang diberikan pada masing-masing paha anterior pada 0 , 4, dan 12 jam, maka setiap 12 jam sampai pasien dapat menjalani pengobatan oral. Pada lima anak yang membutuhkan cairan intravena, quinine diberikan dalam dosis dan jadwal yang sama yang diinfuskan secara intravena selama 2 jam dalam larutan Darrow setengah panjang dengan dekstrosa 5%. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa semua pasien yang diobati dengan artesunate memiliki bukti farmakodinamik atau farmakokinetik tentang penyerapan obat yang memadai. 80 (92%) dari 87 anak yang mendapat perawatan artesunate memiliki kepadatan parasit 12 h di bawah 60% dari awal, dibandingkan dengan tiga dari 22 (14%) yang menerima quinine (risiko relatif 0% 09 [95% CI 0 · 04-0 · 19]; p <0, 0001). Pada orang dewasa, parasitaemia pada 12 jam lebih rendah dari 60% pada awal 26 (96%) dari 27 orang yang menerima artesunate, dibandingkan dengan tiga (38%) dari delapan menerima quinine (risiko relatif 0 · 06 [0 · 01-0 · 44 ]; P = 0 · 0009). Perbedaan ini lebih besar pada 24 jam. Respon klinis setara dengan artesunate rektal dan kina parenteral. Peran perawat dalam pemberian intervensi tersebut adalah pemberian obat. P erawat harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar memberikan pil untuk diminum (oral) atau injeksi obat melalui pembuluh darah (parenteral), namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting dimiliki oleh perawat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan pengobatan. Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan dan turut serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusa tentang pengobatan bersama
dengan tenaga kesehatan lain. Perawat dalam memberikan obat juga harus memperhatikan resep obat yang diberikan harus tepat. Supositoria adalah sediaan padat yang biasa digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak, atau meleleh pada suhu tubuh. Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah da pat dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan dalam penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu waktu dan suhu tertentu. Supositoria untuk rectum umumnya dimasukkan dengan jari tangan, tetapi untuk vagina khususnya tablet vagina yang dibuat dengan cara kompresi dapat dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus. Supositoria dengan bentuk torpedo mempunyai beberapa keuntungan yaitu bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur, maka bagian supositoria akan masuk dengan sendirinya. Berat suppositoria rektal untuk orang dewasa kira-kira 3 gram dan biasanya lonjong seperti torpedo, sedangkan suppositoria untuk anak-anak beratnya kira-kira 1 gram dan ukurannya lebih kecil.Umumnya pemberian obat secara rektal adalah seten gah sampai dua kali atau lebih dari dosis oral yang diberikan untuk semua obat, kecuali untuk obat yang sangat kuat. Mekanisme kerja supositoria dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Suppositoria berefek mekanik Bahan dasar suppositoria berefek mekanik tidak peka pada penyerapan. Suppositoria mulai berefek bila terjadi kontak yang menimbulkan refleks defekasi, namun pada keadaan konstipasi refleks tersebut lemah. Pada efek kontak tersebut terutama pada supositoria gliserin terjadi fenomena osmose yang disebabkan oleh afinitas gliserin terhadap air. Hal tersebut menimbulkan gerakan peristaltik. 2. Suppositoria berefek setempat
Termasuk dalam kelopok ini adalah suppositoria anti wasir, yaitu senyawa yang efeknya disebabkan oleh adanya sifat astringen atau peringkas pori. Ke dalam basis supositoria yang sangat beragam kadang-kadang ditambahkan senyawa peringkas pori baik dengan cara penyempitan maupun hemostatik. Dalam formula supositoria sering terdapat senyawa penenang. Obat tersebut bekerja secara rangkap baik terhadap perifer maupun sentral yang terakhir ini sepenuhnya berefek sistemik. 3. Supositoria berefek sistemik Adalah suppositoria yang mengandung senyawa yang diserap dan berefek pada organ tubuh selain rektum.Pada kelompok ini termasuk supositoria nutritif, supositoria obat. a. Suppositoria Nutritif, digunakan pada penyakit tertentu dimana saluran cerna tidak dapat menyerap makanan. Jumlah senyawa yang diserap tentu saja sedikit, namun sudah cukup untuk mempertahankan hidup. b. Suppositoria Obat, mengandung zat aktif yang harus diserap, mempunyai efek sistemik dan bukan efek setempat. Bila suppositoria obat dimasukan ke dalam rektum pertama-tama akan timbul efek refleks, selanjutnya suppositoria melebur atau melarut dalam cairan rektum hingga zat aktif tersebar dipermukaan mukosa,
lalu berefek setempat dan selanjutnya
memasuki sistem getah bening. Obat yang masuk ke peredaran darah akan berefek spesifik pada organ tubuh tertentu sesuai dengan efek terapetiknya. Rektum merupakan bagian akhir dari saluran cerna yang terdiri atas dua bagian yaitu dua bagian yaitu bagian superior yang cembung dan bagian inferior yang cekung. Panjang total rektum pada manusia dewasa rata-rata adalah 15 – 19 cm, 12 - 14 cm bagian pelvinal dan 5 – 6 cm bagian perineal.Dalam keadaan istirahat, rektum tidak mengalami motilitas secara aktif. Secara normal, rectum tidak berisi apa-apa dan hanya mengandung 2-3 mL cairan mucus inert (pH 7 – 8), yang disekresikan oleh sel goblet yang membentuk kelenjar simple tubuler pada lapisan mukosa. Mucus tidak memiliki aktivitas enzimatic atau
kapasitas buffer. Tidak memiliki villi atau microvilli pada mucosa rektal dan luas permukaan absorpsinya sangat terbatas (200 – 400 cm2) tetapi cukup untuk mengabsorpsi obat. Rektum memiliki dua peran mekanik, yaitu sebagai tempat penampungan feses dan mendorongnya saat pengeluaran.Adanya mukosa memungkinkan terjadinya penyerapan yang tidak dapat diabaikan, hal ini menguntungkan pada pengobatan supositoria. Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal biasanya pada rute oral, sehingga biotransformasi obat melalui hati oleh hati dikurangi. Bagian obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava inferior dan tidak melalui vena porta. Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) adalah mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung.Suppositoria, yang dipakai secara rektal mengandung zat aktif yang tersebarkan (terdispersi) di dalam lemak yang berupa padatan pada suhu kamar tetapi meleleh pada suhu sekitar 35ºC, sedikit di bawah suhu badan. Jadi, setelah disisipkan ke dalam rektum sediaan padat ini akan meleleh dan melepaskan zat aktifnya yang selanjutnya terserap dalam aliran darah. Secara rektal, suppositoria digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap oleh mukosa dalam rektum.Aksi kerja awal dapat diperoleh secara cepat, karena obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk kedalam sirkulasi darahserta terhindar dari pengrusakan obat dari enzim didalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia didalam hepar.Obat yang diabsorpsi melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati dahulu sehingga tidak mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif. Penyerapan direktum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu: 1. Lewat pembuluh darah secara langsung 2. Lewat pembuluh getah bening
3. Lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati. Menurut Ravaud, penyerapan hanya terjadi pada pembuluh darah secara langsung lewat inferior dan vena intermedier yang berperan dan membawa zat aktif melalui vena iliaca ke vena cava inferior. Menurut Quecauviller dan Jund, bahwa penyerapan
dimulai
dari
vena
haemorrhoidalles
haemorrhoidalles superior menuju vena porta
inferior
terutama
vena
melalui vena mesentricum
inferior.Saluran getah bening juga berperan pada penyerapan rektal yaitu melalui saluran toraks yang mencapai vena subclavula sinistra, sedangkan menurut Fabre dan Regnier pengaruh tersebut hanya berlaku pada obat-obat yang larut lemak. Mukosa rektum dalam keadaan tertentu bersifat permeable sempurna.Penyerapan rektum kadang-kadang lebih baik dari penyerapan bukal.Selain itu penyerapan juga tergantung pada derajat pengosongan saluran cerna jadi tidak dapat diberlakukan secara umum.Bahkan beberapa obat tertentu tidak diserap oleh mukosa rektum. Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap dari rektum, sebaiknya diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan digunakan pada rektum kosong, akan tetapi setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rektum tidak tersambung pada sistem porta dan obat tidak melalui hati pada peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan FPE (first pass effect). Pengecualian adalah obat yang diserap dibagian atas rektum dan oleh vena rectalis superior disalurkan ke vena porta dan kemudian ke hati, misalnya thiazinamium. Dengan demikian, penyebaran obat didalam rektum tergantung dari basis suppositoria yang digunakan, dapat menentukanrutenya kesirkulasi darah. Suppositoria dan salep juga sering kali digunakan untuk efek lokal pada gangguan poros-urus, misalnya wasir. Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal : 1. Faktor Fisiologis a. Isi Kolon
Obat akan mempunyai kemungkinan untuk diabsorpsi lebih besar ketika rektum dalam keadaan kosong. Untuk tujuan ini diberikan enema sebelum penggunaan obat melalui rektal. b. Rute sirkulasi Jika obat diabsorpsi dari pembuluh darah hemorrhoidal akan langsung menuju vena cava inferior, sehingga absorpsi akan cepat dan efektif. c. pH dan minimnya kapasitas buffer cairan rektal pH cairan rektal 7-8 dan tidak memiliki kapasitas buffer yang efektif. 2. Faktor Fisika Kimia dari Obat atau Basis a. Kelarutan dalam lipid-water Obat lipofil jika diberikan dengan basis lemak tidak dapat dikeluarkan dengan mudah, sehingga absorpsi obat terganggu. b. Ukuran partikel Semakin kecil partikel semakin besar kelarutannya. c. Sifat basis Jika basis berinteraksi dengan obat atau mengiritasi membran mukosa akan menurunkan absorpsinya. Khususnya pada kasus-kasus suppositoria. Berdasarkan hasil dari jurnal Efficacy of rectal artesunate compared with parenteral quinine in initial treatment of moderately severe malaria in African children and adults: a randomised study artesunate yang diberikan oleh supositoria efektif dan dapat ditoleransi dengan baik pada kebanyakan anak-anak dan orang dewasa dengan malaria dengan tingkat keparahan sedang dan dapat ditoleransi dengan baik. Berdasarkan dari analisis jurnal tersebut menunjukan bahwa pemberian artesunate melalui rektal pada pasien malaria berat dapat diterpkan di ranah keperawatan di Indonesia. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Daniel Ethe Maka, Andreas Chiabi, Valentine Ndikum, Dorothy Achu, Evelyn Mah, Séraphin Nguefack, Pamela Nana, Zakariaou Njoumemi, Wilfred Mbacham dan Elie Mbonda berjudul A randomized trial of the efficacy of artesunate and three quinine regimens in the treatment of severe malaria in children at the Ebolowa Regional Hospital, Cameroon. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa artesunate
memiliki efek yang lebih menguntungkan dari pada quinine, dan peneliti menyarankan untuk menjadikan artesunate sebagai lini pertama untuk pasien dengan malaria berat.
3. Jelaskan HE yang bisa diberikan pada pasien dan keluarga berdasarkan kasus! Pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga pemberian pendidikan kesehatan untuk kondisi saat ini lebih berfokus ke keluarga. Adapun pendidikan kesehatan yang dapat diberikan oleh perawat kepada keluarga pasien : 1. Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien saat ini. Keluarga diberikan penjelasan mengenai kesadaran pasien yang mengalami penurunan dan kondisi pasien yang lemah. Sehingga diharapkan keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan diberikan informasi sejelas-jelasnya mengenai kondisi pasien diharapkan keluarga tidak merasakan khawatir yang berlebih. 2. Keluarga diberikan penjelasan
mengenai setiap tindakan yang
akan
diberikan kepada pasien. Seperti tindakan transfusi darah yang akan dilakukan , perawat wajib menjelaskan tujuan dari tindakan tersebut. 3. Kesadaran pasien yang mengalami penurunan memerlukan pengawasan untuk mengurangi risiko jatuh pada pasien. diberitahukan agar tetap memasang bedrail
Untuk itu keluarga
serta pasien tetap dalam
pengawasan keluarga . 4. Memberitahukan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya, seperti membantu memberikan minuman atau makanan. 5. Dalam kondisi penurunan kesadaran (latergi) pasien tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan eliminasinya secara mandiri. Perawat perlu mengedukasi keluarga mengenai bagaimana menggunakan pispot atau urinal untuk memudahkan pasien dalam BAK dan BAB. 6. Memberitahukan keluarga untuk tetap menjaga personal hygiene pasien. 7. Memberitahukan keluarga untuk membantu merubah posisi pasien untuk mencegah terjadinya dekubitus, dikarenakan pasien sudah mengalami penurunan kesadaran selama 3 hari.
8. Memberitahukan keluarga untuk membantu memposisikan pasien setengah duduk jika pasien mengalami sesak nafas. 9. Perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit pasien saat ini untuk mencegah penyakit yang sama pada anggota keluarga yang lain. Perawat dapat menjelaskan mengenai pengertian malaria, penyebab, tanda gejala dan cara pencegahannya.
Daftar Pustaka
Anonim.
(n.d.). Mukoadhesif
Rektal.
Retrieved
June
4,
2017,
from
http://docshare02.docshare.tips/files/31421/314217953.pdf Barnes et al. (2013). Efficacy of rectal artesunate compared with parenteral quinine in initial treatment of moderately severe malaria in African children and adults: a randomised study. The Lancet Journal 363: 1598 – 605 Ihsan Taufiq Rahman. (n.d.). Peran Perawat Dalam Pemberian Obat . Retrieved June
4,
2017,
from
https://www.academia.edu/8425462/Peran_Perawat_Dalam_Pe mberian_Obat Maka et al. (2015). A randomized trial of the efficacy of artesunate and three quinine regimens in the treatment of severe malaria in children at the Ebolowa Regional Hospital, Cameroon. Malaria Journal 14:429