MALARIA
DEFINSI
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Masalah malaria di Indonesia bersifat lokal spesifik, gambaran geografis daerah di Indonesia yang sangat beragam serta laju migrasi penduduk yang tinggi dan perbedaan sosial, ekonomi, budaya mempengaruhi angka kesakitan dan kematian akibat malaria. Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit plasmodium antara lain plasmodium malariae, plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium ovale yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang ditularkan oleh nyamuk malaia (anopheles)/, penyakit malaria dapat menyerang semua orang baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur (dari bayi, anak-anak, sampai dewasa), apapun pekerjaannya, penyakit malaria biasanya menyerang m enyerang yang tinggal didaerah didaera h yang mempunyai banyak genangan air yang sesuai untuk tempat perkembangbiakan nyamuk malaria seperti persawahan, pantai, perbukitan dan pinggiran pinggiran hutan (Depkes RI, 2004).
ETIOLOGI
Di Indonesia, dikenal 4 macam (spesies) parasit: 1. Plasmodium falciparum, falciparum, yang menyebabkan malaria tropika 2. Plasmodium vivax, vivax, yang menyebabkan malaria tertiana 3. Plasmodium malariae, yang menyebabkan malaria quartana 4. Plasmodium ovale, yang menyebabkan malaria ovale
Secara umum pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria dengan faktor- faktor yang mempengaruhi, yaitu: 1. Ras atau suku bangsa Di Afrika, apabila prevalens hemoglobin S (HbS) cukup tinggi, penduduk lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum. falciparum. Penyelidikan terakhir bahwa HbS
menghambat perkembangbiakan P. falciparum falciparum baik sewaktu invasi maupun sewaktu pertumbuhannya. 2. Kurangnya suatu enzim tertentu Kurangnya enzim G 6PD (Glucose 6 Phosfat Dehindrogenase) ternyata juga memberikan perlindungan terhadap infeksi plasmodium. Keuntungan dari kurangnya enzim ini ternyata merugikan dari segi pengobatan penderita dengan obat- obat golongan sulfonamide dan primakuin dimana dapat terjadi hemolisis darah. 3. Kekebalan Adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakan.
KLASIFIKASI MALARIA
Menurut Harijanto (2000) klasifikasi malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum).
Malaria tropika/ falciparum merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin). Malaria falciparum dikelompokkan atas dua kelompok yaitu Malaria falciparum tanpa komplikasi yang digolongkan sebagai malaria ringan adalah penyakit malaria yang disebabkan Plasmodium falciparum dengan tanda klinis ringan terutama sakit kepala, demam, menggigil, dan mual tanpa disertai kelainan fungsi organ. Sedangkan malaria falciparum dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO di definisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi. Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika: Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung
parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).
2. Malaria Kwartana (Plasmodium Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil. Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walaupun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris,
pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
PROSES KEHIDUPAN PLASMODIUM
Pertama, metabolisme (pertukaran zat). Untuk proses hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari hemoglobin sel darah merah. Dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam identifikasi. Kedua, pertumbuhan. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi yang meliputi perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit pada berbagai spesies, menjadi bervariasi.setiap proses membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada sediaan darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan dengan jam siklus perkembangan stadium parasit. Akibatnya tidak ada gambar morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau sediaan darah yang berbeda. Ketiga, pergerakan. Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk kaki-kaki palsu (pseudopodia). Pada plasmodium vivax, penyebaran sitoplasma ini lebih jelas terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk penyebaran ini dikenal sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk). Keempat , berkembang biak. Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru.Ada dua macam perkembangbiakan sel pada plasmodium, yaitu: 1. Pembiakan seksual. Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni. Bila mikrogametosit (sel jantan) dan makrogametosit (sel betina) terhisap vektor bersama darah penderita, maka proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor.
Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam kelenjar ludah vektor disebut masa tunas ekstrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap ookista dan lamanya siklus sporogoni, pada masingmasing spesies plasmodium adalah berbeda, yaitu: plasmodium vivax: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 30-40 butir dan siklus sporogoni selama 8-9 hari. Plasmodium falsiparum: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 10-12 butir dan siklus sporogoni selama 10 hari. Plasmodium malariae: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28 hari. 2. Pembiakan aseksual . Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses skizogoni yang terjadi melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan seterusnya sampai batas tertentu tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti telah selesai, sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru yang disebut merozoit. Kelima, reaksi terhadap rangsangan. Plasmodium memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar, ini sebagai upaya plasmodium untuk mempertahankan diri seandainya rangsangan itu berupa ancaman terhadap dirinya. Misalnya, plasmodium bisa membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria yang digunakan penderita. Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan aseksual di dalam sel darah merah manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan (stadium) plasmodium yaitu: a. Stadium tropozoit, plasmodium ada dalam proses pertumbuhan. b. Stadium skizon, plasmodium ada dalam proses pembiakan. c. Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin. Oleh karena dalam setiap stadium terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit juga akan mengalami perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri terdapat tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit
dewasa. Skizon muda, skizon tua, dan skizon matang. Gametosit muda, gametosit tua, dan gametosit matang. Untuk skizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian tumbuh menjadi tropozoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi tropozoit setengah dewasa, lalu menjadi tropozoit dewasa. Selanjutnya berubah menjadi skizon muda dan skizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, skizon dewasa mengalami sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit -merozoit baru. Di sini dapat dikatakan, proses dari skizon dewasa untuk kembali ke skizon lagi, disebut satu siklus. Lamanya siklus ini dan banyaknya merozoit dari satu skizon dewasa, tidak sama untuk tiap spesies plasmodium. Pada plasmodium falsiparum: jumlah merozoit di dalam satu sel skizon dewasa sebanyak 32 dan lama siklusnya 24 jam. Artinya reproduksi tinggi dan cepat sehingga kepadatan tropozoit pada darah sangat tinggi. Plasmodium vivax: jumlah merozoit di dalam satu sel skizon dewasa sebanyak 16 dan lama siklusnya 48 jam. Artinya reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan tropozoit pada darah sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di dalam satu sel skizon dewasa sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya reproduksi lebih rendah dan lebih lambat. Ini mungkin yang menjadi penyebab jarangnya spesies ini ditemukan Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya berbeda. Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan plasmodium malariae 18 hari
SIKLUS HIDUP PLASMODIUM PADA TUBUH MANUSIA
Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium skizon jaringan dalam
sel
hati
(stadium
ekso-eritrositer).
Setelah
sel
hati
pecah,
akan
keluar
merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium skizon dalam eritrosit (stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk tropozoit muda sampai skizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit.
Sebagian besar merozoit masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (stadium s porogoni). Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia. Khusus plasmodium vivax dan plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (skizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati – disebut hipnosit-. Bentuk hipnozoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnozoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnozoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati sd positif plasmodium vivax/ plasmodium ovale. Pada plasmodium falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel. PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Selama skizogoni, sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping parasit, seperti membran dan isi-isi sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi menyebabkan tubuh mengeluarkan produk-produk asing dan respon fagosit yang intensif. Makrofag dalam sistem retikuloendotelitial dan dalam sirkulasi menangkap pigmen dan menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan organ tubuh. Pirogen dan racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga bertanggung jawab mengaktifkan kinin vasoaktif dan kaskade pembekuan darah. Mengenai patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan parasitemia, menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black water fever, yaitu bentuk anemia hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus, disertai angka kematian yang tinggi. Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limpa didaerah tropis atau penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi malaria ini mungkin menimbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis. PATOFISIOLOGI
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang palig mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga
terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa. Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting untuk melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang-biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit. CARA PENULARAN
Malaria dapat ditularkan dengan 2 cara, yaitu : 1. Cara alamiah : melalui gigitan nyamuk anopheles 2. Penularan bukan alamiah, dibagi atas :
Malaria bawaan; terjadi pada bayi baru lahir karena ibunya menderita malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat/ plasenta.
Secara mekanik; terjadi melalui transfusi darah/ jarum suntik. Banyak terjadi pada morphinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
Secara oral; pernah dibuktikan pada ayam ( Plasmodium gallinassium), burung dara ( Plasmodium relection) dan monyet ( Plasmodium knowlesi).
GEJALA KLINIS
Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu : a) Stadium dingin (cold stage). Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b) Stadium demam (Hot stage). Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi-jadi dan muntah kerap terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat hasil dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah. Pada plasmodium vivax dan P. ovate sison-sison dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada plasmodium malariaa, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam di ikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita. c) Stadium berkeringat (sweating stage). Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada species parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya teljadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison). Untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan
ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. Gejala
mungkin
berupa
koma/pingsan,
kejang-kejang
sampai
tidak
berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang – kadang gejalanya mirip kholera atau dysentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.
1. Masa tunas instrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama Serangan demam yang khas terdiri dari 3 stadium : a. Stadium dini (15 menit – 1 jam) :
Diawali dengan menggigil
Nadi cepat dan lemah
Bibir pucat/ sianosis
Kulit kering dan pucat
Muntah
Pada anak sering kejang
b. Stadium demam (2 – 12 jam)
Pucat, demam
Muka merah, kulit kering
Nyeri kepala, mual/ muntah
Nadi kuat kembali
Sangat haus, suhu meningkat (>41 0C)
c. Stadium berkeringat :
Berkeringat banyak, suhu turun
Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setiap pasien, tergantung pada spesies penyakit, berat infeksi dan umur pasien.
2. Hipertrofi dan hiperplasia Sistem Retikuloendotelial (RES) akan menyebabkan limpa membesar, sel makrofag bertambah dan dalam darah terdapat monositosis.
3. Anemia dapat terjadi karena : a. Eritrosit yang diserang akan hancur pada saat sporulasi b. Derajat fagositosis RES meningkat, sehingga mengakibatkan banyak eritrosit yang rusak.
Masa inkubasi (instrinsik) bervariasi antara 9-30 hari, P. falciparum paling pendek dan paling panjang pada P. malariae. Masa inkubasi pada penularan secara ilmiah bagi masingmasing spesies parasit untuk P.falsiparum 12 hari, P.vivax dan P.ovale 13-17 hari, P.malariae 28-30 hari. Black water fever merupakan penyakit berat adalah munculnya hemoglobin pada urine berwarna merah tua/ hitam. Gejala lainnya ikterus dan muntah berwarna seperti empedu. Black water dijumpai pada penderita infeksi P.falciparum berulang dengan infeksi yang cukup berat.
MALARIA BERAT
Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh P.falciparum stadium aseksual, dimana terdapat penyakit malaria dengan disertai 1 atau lebih kelainan seperti di bawah ini :
Terdapat hiperparasitemia; yaitu bila > 5% eritrosit dihinggapi parasit.
Malaria serebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)
Anemia berat, kadar hemoglobin < 7 g/dl
Ikterus, kadar bilirubin serum > 50 mmol/l
Hipoglikemia, kadang- kadang berhubungan dengan pengobatan kuinin
Gagal ginjal, kadar kreatinin serum karena > 3,0 g/dl dan diuresis < 400 ml/ 24 jam
Hipertermia, suhu badan >390C
Kegagalan sirkulasi (algid malaria)
Malaria algid adalah malaria falciparum yang disertai syok oleh karena adanya septikemia kuman gram negatif. Tekanan darah sistole < 50 mmHg posisi berbaring kulit teraba dingin, lembab, sianotik, denyut nadi lemah dan cepat.
GAMBARAN LABORATORIUM
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun khronis. Penyebab anemia pada malaria karena pengrusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin yang sangat penting adalah hemolisis oleh proses imunologis. Pada keadaan akut terjadi penurunan Hb yang sangat cepat. Pada darah tepi, dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromasia dan bintik- bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Juga dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat, maka plasma fibrinogen dapat menurun disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadi koagulasi intravaskuler. Plasma protein menurun terutama albumin, walaupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatnya fungsi hati. Hiperkolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi dari plasmodium, dan peningkatan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel- sel darah merah. LED meningkat pada malaria, namun kembali normal setelah diberi pengobatan. Otak penderita yang meninggal karena malaria serebral mengalami edematous dengan gyri pada substansia kelabu terlihat pembendungan dan petekia. Perdarahan sekeli ling kapiler dan arterial karena penyumbatan dari eritrosit yang mengandung parasit.
DIAGNOSIS MALARIA
Diagnosis malaria sering merupakan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemik malaria, riwayat berpergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan kuratip maupun preventif.
Pemeriksaan Tetes Darah Untuk Malaria
Pemeriksaan mikroskopik untuk menentukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negatif maka diagnosis malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan dilakukan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriskaan dengan stimulasi adrenalin 1:1000 tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan terutama penderita dengan hipertensi. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : a. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila diperiksa 200 lapang pandang dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/l maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikroliter darah. b. Tetesan darah tipis. Dilakukan untuk identifikasi plasmodium bila preparat darah tebal sulit dilakukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasir per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parait > 100.000/ l darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pencatatan dilakukan dengan cat giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pencatatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
P. Falciparum menyerang semua bentuk eritrosit (20%) •
•
Sediaan darah tebal •
trofozoit muda
: langit berbintang cincin uniform
•
gametosit
: bentuk pisang
Sediaan darah tipis •
eritrosit tidak membesar
•
parasit bentuk cincin
•
bintik Maurer trofozoit lanjut
P. Vivax terutama menyerang retikulosit (2%)
Sediaan darah tebal - tidak uniform - bentuk amuboid
t.u
trofozoit yang sedang berkembang
- zona merah di belakang parasit
sisa
titik Schuffner
Sediaan darah tipis - eritrosit membesar - bintik Schuffner
trofozoit
muda
Malariae terutama menyerang eritrosit yang matang (1%)
Sediaan darah tebal
- tidak uniform - bentuk bunga ros
skizon
matang
Sediaan darah tipis - eritrosit tidak membesar - bentuk pita / band form - bintik Ziemman
skizon
muda
Sediaan darah tebal - skizon matang mirip P. Malariae tapi lebih besar
Sediaan darah tipis - eritrosit agak membesar - bentuk amuboid sedikit - Bintik James
Tes Antigen : P-Ftest .
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Diteksi sangt cepat hanya 3-5menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik. Tidak memerlukan alat khusus. Diteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metoda ICT. Tes sejenis dengan medeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immonochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari0-200 parasit/ l darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. sensitivitas sampai 95% dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid Test). Tes ini tersedia dalam berbagai nama tergantung pabrik pembuatnya.
Tes Serologi
Tes serologi mulai dikenal sejak 1962 dengan memakai tehnik indirect fluorescent antibody test. Tehnik ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat dignostik sebab antibodi baru terjadi setelah bebarapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring danor darah. Titer > 1:20 dinyataka positip. Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immuno precipitation techniqus, ELISA test, radio-immunoassay.
Pemeriksaan PRC (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinngi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positip. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
DIAGNOSIS BANDING MALARIA
Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistim respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakteri lainnya seperti pnemonia, infeksi saliran kencing, tuberkulosis. Pada daerah hiperendemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak menunjukkan gejala klinis malaria. Pada malaria berat dignosa bandin tergantung manisfestasi malaria beratnya. Pada malaria dengan ikterus, diagnosa bandingnya adalah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati dan leptospirosis. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolik (diabetes, uremi), gangguan serebrovaskular (strok), eklampsia, epilepsi, dan tumor otak.
PENATALAKSANAAN
Protokol pengobatan dan pencegahan malaria pada anak : A. Indikasi rawat inap 1. Malaria dengan komplikasi
Malaria serebral (gangguan kesadaran)
Malaria biliosa
Malaria dengan GE dehidrasi
Malaria dengan anemia berat (Hb < 8g%)
Black Water Fever (hemolisis)
Malaria dengan gagal ginjal
Malaria kongenital
Malaria dengan edema paru (seask nafas)
2. Malaria dengan parasitemia berat > 5% (+++ atau 10/LP)
B. Pengobatan (Rawat Jalan) 1. Malaria tropika atau tertiana
Klorokuin basa : Hari I
: 10 mg/kgBB
Hari II
: 10 mg/kgBB
Hari III
: 5 mg/kgBB
2. Bila dengan pengobatan (1) pada hari IV masih panas atau hari VIII masih dijumpai parasit, maka diberikan : a. Kina sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari atau b. Fansidar atau suldox dengan dasar dosis pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB atau sulfadoxin 20-30 mg/kgBB (sesudah usia 6 bulan) 3. Bila dengan pengobatan (2) pada hari IV masih panas atau hari VIII masih dijumpai parasit, maka diberikan : a. Tetrasiklin HCl + Fansidar/ Suldox bila sebelumnya mendapat pengobatan atau b. Tetrasiklin HCl + Kina sulfat bila sebelumnya belum mendapatkan pengobatan 4. Pengobatan terbaru yang telah disetujui oleh FDA adalah pemakaian Malarone (kombinasi atovaquone dan proguanil HCl) dosis tunggal, untuk pengobatan 4 tablet sehari ( 1 g atovaquone/ 100 mg proguanil HCl), untuk profilaksis 1 tablet sehari (250 mg atovaquone/ 100 mg proguanil HCl) dimulai 1-2 hari sebelum masuk daerah endemis diteruskan sampai 7 hari setelah keluar dari daerah endemis tersebut.
C. Pengobatan Rawat Inap 1. Anemia (Hb 8 g%) diberi transfusi darah 2. Malaria serebral
Diberi infus dan kina dihidroklorida dengan dosis 10 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari selama penderita belum sadar dan jika sudah sadar dilanjutkan oral sampai total 7 hari. 3. Terapi terbaru yang dianggap efektif untuk terapi inisial malaria tanpa komplikasi adalah pemberian artesunate supposituria (derivat artemisin) untuk pasien- pasien yang tidak memungkinkan terapi secara oral atau parenteral dengan dosis 10-15 mg/ kgBB rectal 2 kali dalam 24 jam pertama. 8 4. Malaria Biliosa
KOMPLIKASI
1. Malaria serebral 2. Anemia berat 3. Gagal Ginjal Akut (urin <400>3mg%) 4. Edema paru atau ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) 5. Hipoglikemia, kadar gula darah <40mg% 6. Gagal sirkulasi atau syok 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus digestivus, dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. 8. Kejang berulang lebih dari 2x dalam 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia. 9. Makroskopik hemoglobinuria oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat anti malaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase (G6PD)
PENCEGAHAN
Penyakit malaria dapat dicegah dengan melakukan pemotongan rantai penularan dengan cara : 1. Mencegah gigitan vektor. a. Membunuh nyamuk dengan insektisida. b. Tidur dengan menggunakan kelambu. c. Menghilangkan kesempatan nyamuk berkembang biak. d. Dan lain sebagainya. 2. Kemoprofilaksis
Pemberian obat untuk tujuan profilaksis ini masih diteruskan sampai 1 bulan meninggalkan daerah endemis.
PROGNOSIS
Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax atau malaria ovale: bonam Malaria berat: dubia ad malam
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi I, IDAI hal: 447-469. 2. Reller L. Barth. Current Pediatric Diagnostic and Treatment 8 th Ed. hal:883-886. 3. Hutchisan H.J. Cockburn F. F. Malaria Practical Pediatric Problem Problem 6th Ed. hal 697-701. 4. S.B. Parwati. Faktor Determinan Klinis Pada Malaria Anak. Majalah Sari Pediatri, Vol. 3 no. 2, September 2001. 5. Safety and Therapeutic Efficacy of Artesunate Supposituries for Treatment of Malaria in Children in Papua New Guinea. http://w…/quey.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=12634587&dopt=Abstrac.. http://w…/quey.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=12634587&dopt=Abstrac 6. Hidayat, Alimul Aziz. A. 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika 7. Nelson, Waldo E. 2000. 2000. Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 2. Jakarta: EGC 8. Soedarmo, dkk. 2009. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI