BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan dan hepatosplenomegali. Penyakit Penyakit malaria dapat menyerang menyerang secara berulang-ulang dan dapat menyebabkan kematian.2
B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium terdiri dari dari 4 spes spesie ies, s, yaitu yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Keempat spesies Plasmodium yang yang terdapat di Indonesia yaitu Plasmodium
falciparum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang yang menyebabkan malaria tertiana, tertiana, Plasmodium Plasmodium malariae malariae yang menyebabka menyebabkan n malaria malaria kuartana, kuartana, dan Plasmodiu Plasmodium m ovale yang menyebabkan malaria ovale. Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran atau majemuk (mixed infection ). Pada umumnya umumnya dua jenis Plasmodium yang paling banyak dijumpai adalah campuran antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Kadang- kadang dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi.2 C. Daur Daur H Hid idup up Pla Plasm smod odium ium
Dalam daur hidupnya, Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksu aseksual al di dalam dalam hospes hospes verteb vertebra rata ta di kenal kenal sebaga sebagaii skizog skizogoni oni,, sedan sedangka gkan n siklus siklus seksua seksuall yang yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium ekso- eritrositer atau stadium pre-eritrositer). pre-eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant ) yang disebut hipnozoit. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer).2 Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopeles betina yang sebelumnya terinfeksi. Pada keadaan lain, malaria malaria berkembang pasca penularan transplasenta transplasenta atau sesudah transfusi transfusi darah yang terinfeks terinfeksi, i, dimana dimana keduanya keduanya melewati melewati fase pre-eritrosit pre-eritrositer er perkemba perkembangan ngan parasit parasit dalam hati. Evolusi penyakit yang biasa adalah sebagai berikut: Fase pre-eritrositer, sporozoit yang diinjeksikan ke dalam aliran darah oleh gigitan nyamuk
mencapai sinusoid hati dan memasuki sitoplasma sel hati. Pertumbuhan dan pembelahan sel cepat, dan terbentuk kista miroskopik (Schizont ) yang yang mengandun mengandung g merozoit . Kebanyak Kebanyakan an kista dari semua semua spesies pecah pada akhir 6- 15 hari perkembangan, melepaskan beribu- ribu merozoit untuk menembus
1
sel darah merah. Namun, beberapa bentuk P. vivax dan P. ovale tetap dorman (hipnozoit ) dalam hati selama beberapa minggu atau beberapa bulan, mambuka jalan untuk relaps. Masa inkubasi (antara gigitan nyamuk yang terinfeksi dan adanya parasit dalam darah) bervariasi sesuai dengan spesies; pada P. Falciparum masa inkubasinya 10- 13 hari; pada P. vivax dan P.ovale, 12- 16 hari; dan pada P.malariae 27- 37 hari, tergantung pada ukuran inokulum. Malaria yang
ditularkan melalui transfusi darah yang terinfeksi nampak nyata dalam waktu yang lebih pendek. Manifestasi klinis infeksi yang diinduksi oleh salah satu cara dapat ditekan selama beberapa bulan dengan pengobatan subkuratif, terutama pada kasus malaria vivax dan quartana. Fase eritrositer, merozoit yang menginvasi sel darah merah mula- mula tampak pada sediaan
berwarna sebagai cincin kebiru- biruan atau pita sitoplasma (P.malariae), dengan satu kadang- kadang dua titik merah kromatin inti. Parasit yang sedang tumbuh dinamakan trophozoit, dan yang muncul bersamanya dalam sel darah merah adalah granula pigmen kuning- coklat yang terdiri atas hematin yang berasal dari hemoglobin yang dikonsumsi oleh parasit untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Bentuk organisme bervariasi selama pertumbuhan sampai ia menjadi bulat dan dengan pigmen yang tesebar atau menggerombol, hampir mengisi sel darah merah, dimana pada kasus P.vivax, membesar dan berbintik-bintik. Nukleus parasit sekarang membelah secara aseksual beberapa kali; sitoplasmanya tersusun di sekeliling nukleus baru, dan pigmen mengelompok dalam kelompok besar. Segmenter ini atau Schizont dewasa (meront ), mengandung berbagai jumlah merozoit, tergantung pada spesiesnya. Eritrosit yang mengandung merozoit ini pecah, dan merozoit bebas, pigmen dan puing- puing eritrosit dibebaskan ke dalam plasma. Merozoit- merozoit yang lolos dari inaktivasi oleh imunoglobulin atau fagositosis masuk ke dalam sel darah merah segar. Dengan demikian, siklus aseksual dimulai setiap saat kelompok baru merozoit menginvasi sel darah merah. Siklus ini yang lamanya sangat penting secara klinis, berakhir 48 jam pada malaria falsiparum, vivax dan ovale serta 72 jam pada ,alaria quartana. Paroksismal klinis malaria terjadi hanya bila siklus telah cukup terjadi sehingga menghasilkan sejumlah materi parasit, pigmen dan puing- puing sel darah merah yang diperlukan untuk menginduksi demam atau reaksireaksi lain. Pertumbuhan parasit tertentu gagal membelah, nukleus tetap utuh selama masa maturasi. Mereka didiferensiasi menjadi bentuk jantan dan betina yang disebut gametosit, yang tidak penting secara klinis tetapi mampu menginfeksi nyamuk yang menghisap penderita.3 Gambar 1: siklus hidup dan infeksi Plasmodium:4
2
3
Gambar 2: bentuk hapusan darah tepi Plasmodium5
4
D. Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam darahnya dapat menjadikan nyamuk anopeles terinfeksi.
Kini malaria terutama
dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika tengah dan selatan, Afrika sub- sahara, Timur Tengah, India, Asia selatan, Indo China dan pulau- pulau di Pasifik selatan. Di Indonesia, malaria gersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa dan Baali pada tahun 1997 adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa angka Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78 % pada tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR pada tahun 1990 (4,84 %). Spesies yang paling bbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.2 Malaria kongenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier plasenta, jarang
ada. Sebaliknya, malaria neonatus agak sering dan dapat sebagai akibat pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran.3
E. Patogenesis
Selama skizogoni, sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping parasit, seperti membran dan isi sel- sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi menyebabkan tubuh mengeluarkan produk- produk asing dan respon fagosit yang intensif. Makrofag dalam sistem retikuloendotelialdab dalam sirkulasi menangkap pigmen dan menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan organ tubuh. Pirogen dan racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga bertanggung jawab mengaktifkan kinin vasoaktif dan kaskade pembekuan darah. Patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskular. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black water fever , yaitu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, ditandai oleh hemolisis intravaskuler berat,
5
hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus, disertai angka kematian yang tinggi. Sebagai tambahan, kasus meninggal yang disebabkan malaria selalu mneunjukkan adanya perubahan yang menonjol dari sistem retikuloendotelial dan mungkin juga melibatkan berbagai sistem organ. Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limpa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limpa
pada malaria kronis biasanya dijumpai bersama dengan
peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap malaria ini mungkin menimbulkan respon imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis. Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kupffer- seperti sel dalam sistem retikuloendotelial- terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltrasi difus oleh sel mononukleus pada periportal yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran hati di daerah tropis. Nekrosis sentrilobulus terjadi syok. Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria serebral, otak berwarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai dengan edema dan hiperemis. Terserangnya pembuluh darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi juga dapat dijumpai pada jantung atau saluran cerna atau di tempat lain dari tubuh, yang berakibat pada berbagai manifestasi klinik. Pada ginjal selain terjadi pewarnaan oleh pigmen malaria juga di jumpai salah satu atau dua proses patologis yaitu nekrosis tubulus akut dan atau membranoproliverative glomerulonephritis . Nekrosis tubulus akut dapat terjadi bersama dengan hemolisis masif dan hemoglobinuria pada black water fever tetapi dapat juga terjadi tanpa hemolisis, akibatnya berkurangnya aliran darah karena
hipovolemia dan hiperviskositas darah. Plasmodium falciparum menyebabkan nefritis sedangkan Plasmodium malariae menyebabkan glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik.2
F. Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.
6
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung dari jenis Plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan. Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalam kapiler terganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus. Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria terutama penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang- biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit. Imunitas humoral dan seluler tehadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat menyebabkan asimptomatik
dalam
periode
panjang.
Pada
individu
dengan
malaria
dapat
dijumpai
hipergamaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibodi spesifik yang diproduksi untuk melengkapibeberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin juga merupakan salah satu faktor. Monosit/ makrofag merupakan partisipan selular yang terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.2
G. Manifestasi Klinis
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasienn non-imun terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk/ campuran (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis Plasmodium tetapi infeksi berulang dalam waktu berbeda), maka serangan demam terus- menerus (tanpa interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya minimal. Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat ( sweating stage). Paroksisme ini
7
biasanya terlihat jelas pada orang dewasa namun jarang dijiumpai pada usia muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin seringkali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan demam yang pertama didahului oleh masa iinkubasi (intrinsik). Masa inkubasi bervariasi antara 9- 30 hari ergantung pada spesies parasit. Masa inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan derajat imunitas pejamu. Pada malaria akibat transfusi dara, masa inkubasi Plasmodium falciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari, dan Plasmodium malariae 40 hari atau lebih setelah transfusi. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing- masing spesies parasit, untuk Plasmodium falciparum 12 hari , Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 13-17 hari, dan Plasmodium malariae 28- 30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium, yaitu : a.
Stadium dingin Diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari- jari pucatatau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b.
Stadium demam Pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, mual dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 410 C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2- 12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah.
c. Stadium berkeringat Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang- kadang sampai di bawah normal. Black water fever yang merupakan komplikasi berat, adalah munculnya hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna seperti empedu. Black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium falciparum berulang dengan infeksi yang cukup berat.2
H.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Laboratorium
8
•
Anemia
akut ataupun kronis, disebabkan oleh kerusakan eritrosit pleh parasit, penekan eritropoesis
dan terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga akan terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan hiperplasia dan normoblast. Pada darah tepidapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik- bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa.
•
Trombositopenia
dapat mengganggu proses koagulasi
•
Penurunan plasma fibrinogen
disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya
koagulasi intravaskular. •
Ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal
meningkatnya
transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun •
Penurunan plasma protein terutama albumin, peningkatan globulin
disebabkan peningkatan fungsi
hati •
Hipokolesterolemia
•
Penurunan glukosa
•
Peningkatan kalium plasma
•
Bisa terjadi peningkatan LED
•
Proteinuria dan gangguan ginjal
•
Pada infeksi plasmodium falciparum, sediaan apus darah tepi
untuk respirasi plasmodia
akibat destruksi dari sel- sel darah merah
menyebabkan nefrosis kronik dengan retensi air, natrium
dijumpai parasit muda bentuk cincin
(ring form), dapat juga di temukan gametosit ataupun skizon (pada kasus berat yang biasanya disertai dengan komplikasi). Khas gambaran gametosit bentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. •
Pada infeksi Plasmodium vivax
terutama menyerang retikulosit. Pada sediaan apus darah tipis
maupun tebal dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari bentuk ringan sampai skizon, sel darah merah membesar, terdapat titik Schuffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid. •
Pada infeksi Plasmodium malariae
terutama menyerang eritrosit yang yang telah matang. Pada
sediaan apus darah tepi tipis maupun tebal dapat dijumpai semua bentuk parasit aseksual. Parasit pada sediaan darah tepi tipis erbentuk khas seperti pita ( band form), skizon berbentuk bunga ros ( rosette form), tropozoit kecil bulat dan kompak berisi pigmen yang menumpuk, kadang- kadang menutupi sitoplasma/ inti atau keduanya. 2
I.
Diagnosis
9
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta tanda klinis, tidak selalu disertai dengan hasil laboratorium oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium. Trias gejala yaitu demam, splenomegali, dan anemia. Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewranaan Giemsa dan tetes tebal merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat dijumpai trombositopenia dan leukositosis. Tes serologi yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah IFA ( indirect fluorescent antibody test ), IHA ( indirect hemaglutinattion test ) , dan ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay ). Teknik diagnostik lainnya adalahbpemeriksaan QBC (quantitative buffy coat ), ataupun menggunakan pelacak DNA probe untuk mendeteksi antigen. 2
J.
Penatalaksanaan a.
Malaria ringan tanpa komplikasi
Dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan atau rawat inap sebagai berikut: 1.
Klorokuin basa diberikan total 25 mg/ kgbb selama 3 hari. Dengan perincian sebagai berikut: hari pertama 10 mg/ kgbb (maksimal 600 mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan 10 mg/ kgbb (maksimal 600 mg basa) dan 5 mg/ kgbb pada 24 j am (maksimal 300 mg basa). Atau hari I dan II masing- masing 10 mg/ kgbb dan hari III 5 mg/ kgbb. Pada malaria tropika ditambahkan primakuin 0,25 mg/ kgbb/ hari, 14 hari.
2.
Bila dengan pengobatan (1) ternyata pada hari IV masih demam atau hari VIII masih dijumpai parasit dalam darah maka diberikan:
a)
Kina sulfat 30 mg/ kgbb/ hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari, atau
b)
Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 1- 1,5 mg/ kgbb atau sulfadoksin 20- 30 mg/kgbb single dose (usia di atas 6 bulan).
3.
Bila dengan pengobatan butir (2) padahari IV masih demam atau pada hari VIII masih dijumpai parasit maka diberikan: a)
Tetrasiklin HCl 50 mg/ kgbb/ kali, sehari 4 kali selama 7 hari + fansidar / suldox bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2a, atau
b)
Tetrasiklin HCl + kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2b. Dosis Kina dan Fansidar/ Suldox sesuai butir 2a dan 2b (Tetrasiklin hanya diberikan pada umur 8 tahun atau lebih).2
b.
Malar ia berat
Penatalaksanaan malaria berat harus dapat dilakukan diagnosis dan tindakan secara cepat dan tepat sebagai berikut: •
Tindakan umum/ perawatan
•
Pemberian obat anti malaria
•
Pemberian cairan atau nutrisi
10
•
Penanganan terhadap gangguan fungsi organ
Tindakan perawatan umum pada malaria berat di ruang intensif: •
Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi
•
Hindari trauma: dekubitus
•
Monitoring : suhu tubuh, nadi, tensi tiap ½ jam. Awasi ikterus dan perdarahan
•
Posisi tidur sesuai kebutuhan
•
Perhatikan warna dan suhu kulit
•
Cegah hiperpireksi
•
Pemberian cairan: oral, sonde, infus
•
Diet porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam.
•
Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi
•
Perawatan: hati- hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan kepala sedikit rendah, penberian cairan dan obat harus hati- hati.6
Pemberian obat anti malaria pada malaria berat: •
Kina ( Kina HCl / kinin antipirin) Melalui infus 10 mg/ kgbb/ kali diberikan selama 4 jam, 3 kali sehari selama pasien belum sadar (maksimal 3 hari), apabila telah sadar kina dilanjutkan per oral hingga total IV + oral selama 7 hari.
•
Kinidin Diberikan bila tidak tersedia kina, dosisnya 7,5 mg basa/ kgbb/ kali
•
K.
Derivat artemisinin a.
Artesunat (iv, im) 2,4 mg/ kgbb/ kali selama 3 hari
b.
Artemeter (im) 1,6 mg/ kgbb sekali sehari selama 6 hari.2
Pencegahan
1.
Pemakaian obat anti malaria Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemik malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemik malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria. a)
Klorokuin basa 5 mg/ kgbb (8,33 mg garam), maksimal 300 mg basa sekali seminggu atau
b)
Fansidar atau Suldox dengan dasar Pirimetamin 0,50 – 0,75 mg/ kgbb atau Sulfadoksin 10- 15 mg/ kgbb sekali seminggu ( hanya untuk umur 6 bulan atau lebih)
11
2.
Menghindar dari gigitan nyamuk
3.
L.
a)
Obat pembunuh nyamuk
b)
memakai kelambu atau kasa anti nyamuk
Vaksin malaria.2
Komplikasi
1.
Ma laria s erebra l
2.
Anemia
3.
Dehidrasi, gangguan asam- basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit
4.
Hipoglikemia berat
5.
Gagal ginjal berat
6.
Edema pa ru akut
7.
Kegagalan sirkulasi (algid malaria)
8.
Kecenderungan terjadi perdarahan
9.
Hiperpireksia/ hiperthermia
10. Hemoglobinuria/ black water fever 11.
Ikter us
12. Hiperparasitemia.2
M.
Prognosis
Prognosis malaria yang disebabkan oleh P.vivax pada umumnya baik, tidak menyebabkan kematian, walaupun tidak diobati infeksi rata- rata dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps, sedangkan P.malariae dapat berlangsung sangat lama dengan keccenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30- 50 tahun. Infeksi P.falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi P.falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk. WHO mengemukakan indikator prognosis buruk apabila: •
Indikator klinis: 1.
Umur 3 tahun atau kurang
2.
Koma yang berat
3.
Ke ja ng berulang
4.
Refleks kornea negatif
12
5.
Deserebrasi
6.
Dijumpai disfungsi organ
7.
Terdapat perdarahan retina
8.
Indikator laboratorium
9.
Hiperparasitemia (> 250.000/ ml atau > 5%)
10.
Skizontemia dalam darah perifer
11.
Leukositosis
12. PCV ( packed cell volume) < 15% 13.
Hemoglobin < 5 g/ dl
14.
Glukosa darah < 40 mg/ dl
15.
Ureum > 60 mg/ dl
16.
Glukosa LCS rendah
17.
Kreatinin > 3,0 mg/ dl
18.
Laktat dalam LCS meningkat
19.
SGOT meningkat > 3 kali normal
20.
Antitrombin rendah
21. Peningkatan kadar plasma 5’- nukleotidase.2
13