ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CENDRAWASIH RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2018
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Tugas Stase Jiwa
Disusun Oleh : 1. 2. 3. 4.
Dedi Ismanto Endra Maulana Esa Riyolita Ferdian Nugroho
PROGRAM STUDI PROFESI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (SIKes) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 2018
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Laporan : ASUHAN KEPERAWATAN PADATn.H DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CENDRAWASIH RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2018
Oleh
Institusi Program studi
: Dedi Ismanto Endra Maulana Esa Riyolita Ferdian Nugroho
: :
Stikes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Profesi Ners
Mengetahui,
Mengesahkan,
Pembimbing Lahan
Pembimbing Akademik
Ns. Hartoto S.Kep
Ns. Nuria Muliani, M.Kep.,S.Kep.J. M.Kep.,S.Kep.J.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, Penyusun panjatkan kehadirat Illahi Rabbi atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan studi kasus di Stase Jiwa dengan kasus “Resiko Perilaku Kekerasan”. Kekerasan”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ns.Nuria Muliani, M.Kep.,S.Kep.J.yang telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis laporan ini. Atas bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian laporan ini. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan.Akhirnya penyusun hanya dapat mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah SWT.Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang menggunakannya.Aamiin.
Bandar lampung, 25 Mei 2018
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Menurut Stuart & Laraia (dalam Hidayati, 2012) Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (WHO, 2011). Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis maupun sosial. Fisiknya sehat, maka mental (jiwa) dan sosial pun sehat, jika mentalnya terganggu atau sakit, maka fisik dan sosialnya pun akan sakit. Kesehatan harus dilihat secara menyeluruh sehingga kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan. Kesehatan Jiwa menurut WHO ( World Head
Organitation) adalah
berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadianya. Kesehatan Jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Direja, 2011). Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah Skizofrenia.Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada prosesfikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi (Direja, 2011). Menurut Sulistyowati (dalam Isnaeni, 2008) Prevalensi Skizofreniadi Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofreniakurang lebih 660 ribu sampai satu juta orang. Hal ini merupakan angka yang
cukup
besar
serta
perlu
penanganan
yang
serius.
Sedangkan
SkizofreniaKatatonik ditandai dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik (Direja, 2011) Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia adalah suatu
awitannya adalah15sampai 25tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun untuk wanita.Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1% dari seluruh penduduk.Di Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hamper tiga juta penduduk yang sedang, telah,atau akan terkena gangguan tesebut.Insiden dan prevalensi seumur hidup secara kasar sama diseluruh dunia(Videbeck,2008). Gejala yang sering muncul pada skizofrenia adalah halusinasi dimana gejala ini mencapai 70% dari seluruh gejala yang ada. Halusinasi didefinisikan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal atau pikiran dan rangsangan eksternal atau dunialuar.Seseorang memberpersepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yangnyata (Kusumawati,2010). Stuart, (2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk kepentingannya dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi dia hidup adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri Menurut WHO (World Head Organitation) ada satu dari empat orang di dunia yang mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekita 450 jutaorang di dunia mengalamigangguan kesehatan jiwa. Masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8% penderita Skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira – kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis dalam Widiyatmoko, 2004). Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta 24,3%, diikuti Nanggroe Aceh Darussalam 18,5%, Sumatra Barat 17,7%, NTB 10,9%, Sumatra Selatan 9,2%, dan Jawa Tengah 6,8% (Depkes RI, 2010). Berdasarkan Riset Kebutuhan Dasar (2010), menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat. Gangguan jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 adalah adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan adalah proses pikir, emosi, kemauan dan perilaku
dan verbal yang menjelma dalam kelompok gejala klinisyang disertai oleh penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistic individu (Dalami, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam membuat analisa kasus dengan judul “Asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan Resiko perilaku Kekerasan di ruang Cendrawasih RSJ Provinsi Lampung”.
2. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan jiwa dengan
gangguan
Resiko perilaku kekerasan b. Tujuan khusus
Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan prilaku kekerasan.
Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Resiko perilaku Kekerasan
Mampu membuat rencana keperawatan pada klien dengan Resiko perilaku Kekerasan
Mampu membuat implementasi keperawatan pada klien dengan Resiko perilaku Kekerasan
Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan Resiko perilaku Kekerasan
3. Manfaat a. Praktis Menilai/mengevaluasi
sejauh
mana
pemahaman
mahasiswa
dalam
memahami ilmu yang dipelajari yang telah diberikan khususnya dalam melaksanakan proses keperawatan jiwa b. Teoritis Sebagai bahan dalam masukan atau referensi dalam keperawatan jiwa khusunya berkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan
BAB II TINJAUAN TEORI RESIKO PERILAKU KEKERASAN A. Masalah Utama: Resiko Perilaku Kekerasan 1. Pengertian Perilaku Kekerasan a. Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis(keliat,2010) b. American Psychological Association (2006 dalam Townsend, 2009) mengemukakan bahwa kekerasan/kemarahan adalah keadaan emosional yang bervariasi dalam intensitas ringan hingga kemarahan yang intens (berat), hal ini disertai dengan perubahan fisiologis dan biologis, seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormone epinerphrine dan norepinerphine. c. Stuart, (2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk kepentingann ya dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi dia hidup adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri. d. Perilaku agresif adalah suatu fenomena komplek yang dapat terjadi pada klien dengan skizoprenia, gangguan mood, gangguan kepribadian borderline, gangguan perilaku dan ketergantungan obat (Fontaine, 2009). e. Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai tindakan kekuatan fisik dimaksudkan untuk menyebabkan kerugian bagi seseorang atau obyek, agresif dan perilaku kekerasan merupakan sebuah rentang kontinum dari perilaku yang mencurigakan kepada tindakan ekstrim yang mengancam keselamatan orang lain atau mengakibatkan cidera atau kematian (Herper&Reimer, 1992 dalam videback, 2008). f. Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain (NANDA-I, 20012-2014, Herdman, 2012) Dari semua pertanyaan diatas maka perilaku kekerasan atau agresif dapat didefisinikan sebagai perilaku mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkungan yang bervariasi dari intensitas ringan sampai berat/ intens, dilakukan baik secara verbal, fisik, dan emosional yang akan mengakibatkan perusakan harta benda, perampasan hak, kerugian dan bahkan kematian.
2. Tahapan Resiko Perilaku Kekerasan Tahapan perilaku agresif atau resiko perilaku kekerasan: (Fontaine, 2009) a. Tahap 1: Tahap memicu Perasaan : Kecemasan Perilaku : Agitasi, mondar-mandir, menghindari kontak Tindakan perawat: Mengidentifikasi factor pemicu, mengurangi kecemasan, memecahkan masalah bila memungkinkan.
b. Tahap 2: Tahap Transisi Perasaan : Marah Perilaku : Agitasi meningkat Tindakan perawat : Jangan tangani marah dengan amarah, menjaga pembicaraan, menetapkan batas dan memberikan pengarahan, pengarah an, mengajak kompromi, mencari dampak agitasi; meminta bantuan. c. Tahap 3: Krisis Perasaan : Peningkatan kemarahan dan agresi Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang disekitar, berkata kotor; berteriak Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam menjaga jarak pribadi, hangat (tidak mengancam) konsekuensi, kons ekuensi, cobalah untuk menjaga men jaga komunikasi d. Tahap 4: Perilaku merusak Perasaan : Marah Perilaku : Menyerang; merusak Tindakan perawat : Lindungi klien lain, menghindar, melakukan pengekangan fisik e. Tahap 5: Tahap lanjut Perasaan : Agresi Perilaku : Menghentikan perilaku terang-terangan destruktif, pengurangan tingkat gairah Tindakan perawat : Tetap waspada karena perilaku kekerasan baru masih memungkinkan, hindari pembalasan atau balas dendam f.
Tahap 6: Tahap peralihan Perasaan : Marah Perilaku : Agitasi, mondar-mandir Tindakan perawat : Lanjutkan fokus mengatasi masalah utama
Perilaku kekerasaan merupakan respon kemarahan.Respon kemarahan dapat berfluktrusi dalam rentan adaptif sampai maladaptif (Keliat & Siaga, 19 91). Rntan respon marah menurut Stuart dn Sundeen (1995) dijelaskan dalam skema 2.2 dimana agresif dan amuk (perilaku kekerasan) berada pada rentan respon yang maladaptif.
Skema2.2 rentang respon marah menurut stuart dan sudden (1995) Respon mal
Respon adaptif
adaptif
asertif
pasif
frustasi
agresif
amuk
a. Asertif Prilaku asertif adalah menyampaikan suatu persaan diri dengan paasti dan merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain .individu yang asertif berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat d apat melihat normal dari individu lainnya dengantepat sesuai dengan setuasi pada saat berbicara kontak mata langsung tapi tidak mengganggu,intonasi sura dalam berbicara tidak mengancam ,postur tegak dan santai, kesan keseluruhan adalah bahwa individu tersebut kuat tapi tidak mengancam. Permintaan masukan yang positif juga termasuk perilaku asertif ( Stuart& Laraia, 2005; Stuart, 2009). b. Pasif Individu yang sering pasif sering menyampaikan haknya dari persepsinya terhadap hak orang lain. Ketika seseorang yang pasif marah makan dia akan berusaha menutupi kemarahann ya sehingga meningkatkan tekanan tekan an pada dirinya (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Perilaku pasif dapat diekspresikan secara nonverbal, seseorang yang pasif biasanya bicara pelan, sering dengan cara kekanak-kanakan dan kontak mata yang sedikit. Individu tersebut mungkin dalam posisi membungkuk, tangan memegang tubuh dengan dekat ( Stuart, 2009)
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang kurang realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (Stuart & Laraia, 2005).Frustasi adalah kegagalan individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Frustasi akan bertambah berat jika keinginan yang tidak tercapai memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan (Keliat & Sinaga, 1991). d. Agresif Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. lain. Individu harus merasa bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkanya seorang yang agresif didalam hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan perbal .berlaku agresif pada dasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa percaya diri ( bushman & baumeister,1998 dalam stuart & laraia,2005;stuart,2009 ) prilaku agresif juga ditunjukkan secara non perbal,seseorang yangagresif melanggar batas orang lain ,bicaran ya keras dan lantang,biasanya kontak mata yang berlebihan dan mengganggu ,postur kaku dan tanpak mengancam ( stuart,2009) e. Amuk Amuk atau prilaku kekerasan adalah perasaan marah dan permusuhan yang kuat dan disertai kehilangan control diri sehingga individu dapat merusak diri,orang lain dan lingkungan( melihat keliat & sinaga,1991). Menurut stuart dan laraya (2009)prilaku kekerasan berplukstuasi dari tingkat rendah sampai tinggi yaiyu yang disebut dengan hirarki prilaku agresi dan kekerasan (gambar 2.1 ) Gambar 2.1 hirarki prilaku pada klien dengan prilaku kekerasan
Tinggi
Melukai dalam tingkat serius dan berbahaya Melukai dalam tingkat tidak berbahaya mengucapkan kata kata ancaman dengan rencana melukai Menyentuh orang laindengan cara menakutkan Mengucapkan kata kata ancaman tanpa melukai Mendekati orang lain dengan ancaman Bicara keras dan menuntut
RENDAH
Memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa prilaku kekerasan mempunyai tingkatberdasarkan prilakunya mulai dari yangterendah yaitu memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah sampai pada tingkatan yang tertiggi yaitu melukai dalam tingkat serius dan membahayakan. B. Proses terjadinya masalah Prilaku kekerasan merupakan salah satu respon mal akdatif dari marah . Marah adalah emosi yang kuat;ketika di tolak atau dipendam dapat memicu masalah fisik seperti sakit kepala migren ,ulcer,radang usus bahkan penyakit jantung koroner.marah dapat merubah menjadi kebencian yang sering dimanifestasikan dengan prilaku diri yangnegatif dari pasif sampai agresif ( tounsend,2009).
Kemarahan terjadi ketika individu mengalami prustasi,terluka atau takut (vidback,2008 ). Kesulitan dalam jiwa (koh,kim & park,2002 dalam vidhback,2008).prilaku kekerasan adalah akibat dari kemarahan yang ekstrim atau ketakutan (panic) alas an khusus dari prilaku agresif berfariasi dari setiap orang( stuart & laraya,2005;stuart,2009) Penyebab kemarahan atau resiko prilaku kekerasan secara umum adalah : kebutuhan yang tidak menyinggung harga diri dan harapan tidak sesuai dengan kenyataan .model stress adaftasi stuart dari keperawatan jiwa memandang prilaku manusia dalam perspektif yang holistic terdiri atas biologis,psikologis dan sosio cultural dan aspek aspek tersebut saling berintegrasi dalam keperawatan komponen biopsikososial dari model tersebut termasuk dalam factor predisposisi,presipitasi,penilaian terhadap stressor,sumber koping dan mekanisme koping ( stuar & laraya,2005;sturt,2009). Menurut stuart( 2009 ),masalah prilaku kekerasan dapat dijelaskan dengan menggunakan psikodinamika masalah keperawatan jiwa seperti sekema 2.1 dibawah ini.
……………………………
Faktor presdiposisi
Biologis
psikososial
………………………….…………
sosialkultural
Stressor presipitasi
Nature
origin
Timing
Number
Penilaian terhadap stressor
Kognitif
afektif
fisiologis
prilaku
social
Sumber koping
Kemampuan person
dukungan social
asset material
keyakinan positif
Mekanisme koping
Konstruktif
destruktif
Rentang respon koping ……………………………………………………..
………………………………………………………………
Respon adaptif
Respon maladatif
1 faktor predisposisi a. Faktor biologi Faktor biologi secara alami dapat menjadi salah satu faktor penyebab (predisposisi) atau menjadi faktor pencetus (presipitasi) terjadinya perilaku kekerasan pada individu. Fraktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat dilihat sebagai suatu keadaanatau faktor risiko yang dapat mempengaruhi peran dalam menghadapi stressor adapun yang termasuk dalam faktor biologis ini adalah : 1). Struktur otak (neuroanatomi) Penelitian telah di fokuskan pada tiga area otak yang diyakini terlibat dengan perilaku
agresif
adalah
sistem
limbik
,lobus
frontal,dan
hiphotalamus.Neurotransmiter juga di usulkan memiliki peran dalam munculnya prilaku
kekerasan
atau
penekanan
prilaku
kekerasan
(Niehoff,2002;Hoptman,2003 Stuart & Laraia ,2005;Stuart & laraia,2005;Stuart ,2009)
Kerusakan struktur pada limbik dan lobus frontal serta lobus temporal otak dapat mengubah kemampuan individu untuk memodulasiagresif sehingga menyebabkan
perilaku
agresif
sehingga
menyebabkan
perilaku
agresif/kekerasan (Videback,2008).Penelitian telah menemukan bahwa pada epilepsi pada daerah lobus temporal dan frontal ada pada klien episodik agresif dan perilaku kekerasan (townsend,2009;Fontaine;2009)
Sistem limbik di kaitkan dengan mediasi dorongan dasar dan ekspresi emosi serta tingkah laku manusia seperti :makan ,agresi,dan respon sexual,termasuk proses pengolahan informasi dan memori. Sintesis informasi ke dan dari area lain otak mempunyai pengaruh pada emosional dan perilaku .perubahan dalam sistem limbik dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan perilaku agresif .Secara khusus amigdala bagian dari sistem limbik menjadi mediasi ekpresi kemarahan dan ketakutan (Stuart,2009).
Lobus Frontal berperan penting dalam mediasi tingkah laku yang berarti dan berfikir rasional.Lobus ini merupakan bagian dari otak dimana pikiran dan emosi beriinteraksi. Kerusakan pada lobus frontal dapat mengakibatkan gangguan penilaian,perubahan keputusan,ketidaksesuaian
kepribadian dalam
,masalah berhubungan
pengambilan dan
ledakan
agresif.Hipotalamus di dasar otak berfungsi sebagai sistem alarm/peringatan otak. Kondisi stress menaikan jumlah steroid,hormon yang di keluarkan oleh kelenjar adrenal,saraf reseptor untuk hormon ini menjadi kurang sensitif dalam upaya mengkompensasi peningkatan steroid dan hipotalamus merangsang kelenjar pituitari untuk menghasilkan lebih banyak steroid. Setelah stimulasi berulang sistem berespon lebih kuat terhadap provokasi. Ini menjadi salah satu alasan mengapa stress traumatik pada anak secara permanen dapat meningkatkan potensi seseorang untuk melakukan kekerasan (Stuart,2009). 2) Genetik Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel,2007). Sedangkan Buchana dan Carpenter (2000,dalam Stuart & Laraia,2005;Stuart,2009) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah kromosom 4,8,15 dan 22,Craddok et al (2006 dalam Stuart,2009 ).
berfungsi dalam proses berfikir dan pengambilan keputusan Hung et al,(2007 dalam Stuart ,2009). Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang menunjukan anak kembar identik beresiko mengalami skizofrenia sebesar, sedangkan pada kembar nonidentik/fraternal beresiko 15% mengalami skizofrenia.Risiko 15% jika salah satu orang tua menderita skizofrenia. Angka ini meningkat 40% - 50% jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia (Cancro & Lehman,2000;Videback,2008;Stuart,2009;)
Semua penelitian ini menunjukan bahwa faktor genetik dapat menjadi penyebab terjadinya skizofrenia dan perlu menjadi perhatian untuk mengetahui risiko seseorang mengalami skizofrenia dilihat dari faktor keturunan.
3) Neurotransmiter Neurotransmiter adalah zat kimia otak yang di transmisikan dari dan ke seluruh neuron sinapsis,sehingga menghasilkan komunikasi antara otak dan struktur otak lain. Peningkatan atau penurunan zat ini dapat mempengaruhi prilaku ,perubahan keseimbanagn zat ini dapat memburuk atau menghambat prilaku
agresif
.
Beberapa
penelitian
menunjukan
bahwa
berbagai
neurotransmiter (epineprin,norepineprin,dopamine,acetylcolin dan serotinin) berperan dalam fasilitasi dan inhibisi rangsangan agresif (Sadock&Sadock,2007 dalam Townsend,2009) Rendahnya neurotransmiter serotonin di kaitkan dengan prilaku iritabilitas,Hipersensitifitas terhadap provokasi,dan prilaku amuk. Individu
dengan
prilaku
inpulsif,
bunuh
diri,
dan
melakukan
pembunuhan,mempunyai serotononin dengan jumlah rendah daripada rata-rata jumlah asam 5-hidroxynoleacetik (5-HIAA)/produk serotonin (Stuart,2009).
Penelitian ini telah menunjukan adanya hubungan antara agresif inpulsif dengan rendahnya level neurotransmiter serotonin Hasil temuan menyatakan bahwa serotonin berperan sebagai inhibitor utama prilaku agresif,dengan demikian kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan peningkatan prilaku agresif, selain itu peningkatan aktiitas dopamine dan norepineprin di otak di kaitkan dengan prilaku kekerasan yang inpulsif (Kavousi et al.1997 dalam Videback,2008;Frandle et al, 2005;. Perusse & Gendreu,2005; Pihl & Benkelfat
Neurotransmiter
lain
yang
berkaitan
dengan
dopamine,norepineprin,
dan
acetylcolin
serta
prilaku asam
agresif amino
adalah Gamma-
aminobutyric acid (GABA). Korteks prefrontal juga berperan penting dalam
menghambat prilaku agresif.Area spesifik pada korteks prefrontal adalah Region obitofrontal .Stimulasi pada area ini mencegah marah dan agresif. Lesi pada area
ini menyebabkan prilaku infilsiuf (stuart& laraia, 20005. Stuart 2009).
4. Imunovirologi Karakteristik biologis lain yang berhubungan dengan prilaku kekerasan adalah riayat penggunaan obat NAPZA dan frekuensi dirawat. Penggunaan napza akan mempengaruhi fungsi otak, mempengaruhi terapi dan perawatan yang diberikan (Dyha,2009). Frekuensi dirawat menunjukan seberapa sering individu dengan prilaku kekerasan mengalami kekambuhan. Prilaku kekerasan pada skezoprenia sering terjadi karena penyakit yang tidak terkontrol, putus obat, kecemasan karena kegagalan dalam mengerjakan sesuatu atau situasi yang menciptakan prilaku kekerasan (stuart& laraia, 2005; stuart, 2009). Secara umum dua populasi klien akan meningkatkan resiko kekerasan yaitu klien dengan gejala psikotik aktif dan penyalah gunaan zat (Nolan et al. 2003 dalam stuart, 2009). Prilaku kekerasan juga meningkat pada klien penyalah gunaan zat, skizoprenia dan tidak mengambil obat yang diresepkan, hidup bersama dalam orang yang mengalami gangguan jiwa ( Citrome dan Volavka, 1999 dalam Videback, 2008).
b. Faktor Psikologis Faktor psikologis merupakan salah satu predisposisi atau presipitasi dalam proses terjadinya perilaku agresif/ kekerasan. Menurut stuart dan Laraia (2005) yang termasuk dalam faktor psikologis diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan psikologi diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan psikologi. 1) Teori psikoanalitik Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan bahwa pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkemba ngan atau pengalaman hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilih mekanisme yang bukan perilaku kekerasan. Faktor perkembangana atau pengalaman hidup yang membatasi mekanisme koping nonviolence menurut Stuart dan Laraia (2009) sebagai berikut: gangg uan otak organik, mental reterdasi, ketidakmampuan belajar karena
harga rendah diri; mengalami kekerasan bertahun-tahun, korban child abuse atau sering melihat kekerasan dalam keluarga dapat menanamkan pola oenggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah. 2) Teori pembelajaran Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa perilaku agresif dipelajari melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari pembelajaran internal dan eksternal. Pembelajaran internal terjadi selama individu mendapat penguatan pribadi ketika melakukan perilaku agresif kemungkinan sebagai kepuasan dalam mencapai tujuan atau pengalaman merasa penting, mempunyai kekuatan dan control terhadap orang lain. Pembelajaran eksternal terjadi selama observasi medel peran seperti peran sebagai orang tua, teman sebaya, saudara, oleh raga dan tokoh hiburan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Menurut teori pembelajaran sosial, perilaku imitasi/meniru perilaku agresif sebagai perilaku yang dapat diterima untuk memecahkan masalah dan sesuai status sosial.Peran pemodelan merupakan salah satu bentuk pembelajaran terkuat, model perilaku anak-anak pada fase awal adalah orang tua, bagaimana orang tua atau orang terdekat mengekspresikan marah menjadi contoh anak dalam ekspresi marahnya (Townsend, 2009) Role model/contoh tidak selalu dirumah, penelitian membuktikan bahwa acara kekersan ditelevisi sebagai faktor predisposisi perilaku agresif ( American Psychological Assocation,2006, dalam Townsend, 2009). Menurut American Psychological Assocation,, (2006, dalam Townsend, 2009) menyarankan pentingnya pengawasan terhadap apa yang anak lihat dan peraturan tentang acara kekerasan dimedia untuk mencegah pemodelan kekerasan. Faktor psikologis lain dapat berupa kegagalan, kegagaglan dapat berakibat frustasi (Stuart & Laraia, 2005). Kegagalan sering diartikan oleh individu oleh ketidakmampuan, respon yang mucul pada saat individu mengalam kegagalan dapat berupa penyalahan terhadap diri sendiri, atau orang lain yang ditunjukan dengan perilaku kekerasan (Dyah, 2009). c. Faktor Sosial Budaya Faktor sosial, budaya juga merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku kekerasan pada individu. Karakteristik yang termasuk pada sosial budaya seperti: usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pendidikilaku dan tingkat sosial ekonomi (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009), riwayat perilaku kekerasan di masa lalu (Stuart, 2009). Fa ktor lingkungan dan situasi perawatan bias sebagai memicu perilaku kekerasan klien, faktor ini meliputi fasilitas fisik, keberadaan petugas dank lien lain. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah inseden kekerasan lebih besar
1) Jenis kelamin Berdasarkan pendapat diatas disampaikan bahwa jenis kelaim merupakan salah satu karakteristik sosial budaya. Jenis kelamin adalah ciri fisik, karakter dan sifat yang berbeda. Laki-laki lebih sering melakukan perilaku agresif (Stuart & Laraia, 2005). Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa karakteristik jenis kelamin berhubungan dengan kejadian perilaku kekerasan verbal (p value 0,001) dank lien laki-laki dua kali lipat lebih banyak dari klien perempuan, serta usia yang paling ban yak 30 tahun kebawah (Keliat, 2003). Namun berdasarkan penelitian Keliat dkk, (20 08) pada penelitian karakteristik klien yang dirawat dibangsal MPKP menyebutkan ada 63,9% berjenis kelamin laki-laki, 82,5% terdapat pada golongan umur dewasa yaitu umum33 tahun sampai 55 tahun. 2) Tingkat sosial ekonimi Kondisi sosial lain yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan seperti : kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutruuhan hidup, masalah perkawinan, keluarga single parent, pengangguran, kesulitan mempertahankan hubungan interpersonal dalam keluarga, struktur keluarga, dan control sosial (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009; Tardiff, 2003 dalam Townsend, 2009). Kepercayaan (spiritual), nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu (Keliat & Sinaga, 1991). Aspek spiritual adalah komponen kehidupan individu yang terkait dengan falsafah hidup, nilai, keyakinan dan religi ( Rawlins, et. al, 1993 dalam keliat, 2003). Faktor lain yang berhubungan dengan kekerasan secara sosial termasuk kurangnya dukungan sosial, kesulitan pekerjaan, atau masalah keuangan, akses yang mudah ke senjata dan kecenderungan budaya Amerika Serikat untuk memanfaatkan perilaku kekerasan sebagai solusi untuk pemecahan masalah (Woodside & McClum, 2006 dalam Fontaine, 2009). 3) Ras/ Suku Faktor sosiokultural lainnya adalah norma budaya yang dapat membantu mengartikan makna ekspresi marah dan dapat mendorong untuk mengekspresikan marah secara asertif sehingga membantu menjaga kesehatan diri. Norma yang mereinforcement perilaku kekerasan akan berakibat ekspresi marah dan cara destruktif. Sindroma ikatan dua budaya mencangkup perilaku agresif, Bouffee delirantesuatu kondisi yang terlihat pada masyarakat Afrika Barat dan Haiti, ditandai dengan ledakan perilaku agresif dan agitasi secara tibatiba, kebingungan yang nyata dan psychomotor excitement,episode ini dapat mencakup halusinasi pendengaran dan penglihatan serta pikiran
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Biologi Stressor presipitasi adalah stimuli yang di terima individu sebagai tantangan,ancaman atau tuntutan. Stressor presipitasi prilaku kekerasan dari faktor biologi dapat di sebabkan oleh gangguan umpan balik di otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi.Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan di kirim untuk di proses oleh lobus frontal dan bila informasi yang di sampaikan terlalu banyak pada suatu atau jika informasi tersebut salah,lobus frontal akan mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat transmisi ke lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi overload
(Stuard &
Laraia,2005 ;Stuard,2009).
yang terjadi pada sistem syaraf.penurunan pintu mekanisme /gating proses ini di tunjukan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara selektif (Hong et al;2007 dalam Stuart, 2009). Menjadi faktor biologi lainyayang merupakan predisposisi dapat menjadi presipitasi dengan memperhatikan
asal
stressor,baik
internal
lingkungan
eksternal
individu.waktu dan frekuensi terjadinya stressor prilaku untuk di kaji (Stuart & Laraia ,2005).
b. Faktor Psikologis
Pemicu prilaku kekerasan dapat di akibatkan oleh toleransi terhadap frustasi yang
rendah
,koping
individu
yang
tidak
efektif,impulsive
dan
membayangkan atau secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan dirinya ,tubuh atau kehidupan .dalam ruang perawatan .prilaku kekerasan dapat terjadi karena provokasi petugas, prilaku kekerasan terjadi pada setting ini dimana petugas merasa memiliki sikap otoriter dan cenderung mengatur apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh klien ,menahan klien bertentangan dengan keinginan klien dan memaksa untuk minum obat ,semua itu prilaku agresif /kekerasan dapat terjadi karena beberapa perasaan seperti marah ,ansietas rasa bersalah ,frustasi atau kcurigaan (Townsend,2009)
c. Faktor Sosial Budaya
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah insiden kekerasan lebih besar terjadi ketika klien di pindahkan dalam kelompok besar terjadi ketika klien di pindahkan dalam kelompok yang besar ,penuh sesak ,kurang privasi atau tidak bebas .Menurut Fagan-Pyor et al .(2003 dalam Stuart,2009) petugas mungkin secara sengaja atau tidak sengaja memicu prilaku
klien
untuk
melakukan
kekerasan
,ketidak
pengalaman
petugas,provokasi petugas ,menejemen lingkungan yang buruk ,ketidak pahaman petugas ,pertemuan fisik yang terlalu dekat ,penetapan batasan yag tidak konsisten dan budaya kekerasan mempengarungi prilaku kekerasan klien .akhirnya pemahaman terhadap situasi dan penerimaan lingkungan ,kognitif dan stess komunikasi serta respon afektif klien perlu di identifikasi oleh petugas.selanjutnya perlu di kaji asal stressor sosiokultural ,waktu terjadinya stressor dan jumlah stressor psikologis yang terjadi dalam suatu waktu (Stuart & Laraia ,2005 ) Dengan demikian banyak sekali stressor sosiokultural yang dapat mempengaruhi dan menjadi penyebab ataupun pencetus prilaku kekerasan.
3. Penilaian Stressor
Model stress Diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan (1994) menjelaskan bahwa gejala sskizofrenia berkembang berdasarkan pada hubungan antara jumlah stress dalam pengalaman seseorang dan toleransi internal terhadap ambang stress. Ini adalah model penting karena mengintegrasikan faktor budaya biologis ,psikologis,dan social ,cara ini mirip dengan stress adaptasi model stuart yang di guinakan sebagai kerangka kerja konseptual (Stuart ,2009). Menurut Wuerker (2000) model adaptasi ini membantu menjelaskan hubungan stress dengan skizofrenia ,meskipun tidak ada penelitian ilmiah telah menunjukan bahwa stress menyebabkan skizofrenia ,namun semakin jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan yang tidak hanya menyebabkan stress ,tetapi juga di perparah oleh stress (Jones dan Fernyhougi ,2007 dalam Stuart ,2009). Penilaian seseorang tentang stressor ,dan masalah yang terkait dengan koping untuk mengatasi stress dapat memprediksi timbulnya gejala.
4. Sumber Koping
kognitif (psikosis aktif) ,(2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif) dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 samapi 6 tahun ( Moller 2006 ,dalam stuart ,2009) : a. Efikasi /kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan menstabilkan disonasi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6 sampai 12 bulan. b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan pemerikasaan realitas yang dapat diandalkan .pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan . c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight ,proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan reengagingdalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengan sekolah dan bekerja .fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun. d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari – hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun.sumber daya keluarga,seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit , keuangan ,ketersediaan waktu dan energi,dan kemampuan untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan mempengaruhi jalanya penyeseuaian postpsychotic.
5. Mekasnisme koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa mekanisme pertahanan diri dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang di sebabkan oleh penyakit mereka. Regresi adalah berkaitan dengan masalah informasi pengolahan dan pengeluaran sejumlah besar energi dalam upaya untuk mengelola kegelisahan ,menyisakan sedikit untuk aktivitas hidup sehari- hari. Proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi
membingungkan
dengan
menetapkan
reponsibility
kepada
seseorang atau sesuatu .Penarikan diri ini berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan dengan pengalaman internal. Keluarga sering mengekspresikan penolakan ketika mereka mempelajari pertama kali diagnosis relatif mereka. Ini sama dengan penolakan yang terjadi ketika seseorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut
beradaptasi dengan stressor secara bertahap. Pada klien penyesuaian postpsychikotik proses aktif menggunakan mekanisme koping adaptif juga. Ini termasuk kognitif, emosi,interpersonal,fisiologis,dan spiritual strategi penanggulangan yang dapat berfungsi sebagai dasar untuk penyusunan intervensi keperawatan ( Stuart ,2009).
C. Daftar Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji 1. Masalah keperawatan: Diagnosis Keperawatan NANDA-I rentang respon neurobilogis, skizofrenia dan gangguan psikotik (Stuart, 2009): Anxiety Imperaide Verbal Communication * Confusion,Acute Compromised family coping Ineffective coping Decisional Hopelessness Impaired memory Noncompliance Disturbed personal identity Ineffective role performance Self care deficit (bathing/ hygiene, dressing/ grooming) Disturbed sensory perception* Impaired social interaction* Social isolation Risk for suicide Ineffective therapeutic regiment management Disturbed thought processes* (*Diagnosis keperawatan primer rentang respon neurobiologis, skizofrenia dan gangguan psikotik) 2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan dukungan hasil observasi a. Data Subjektif: a. Ungkapan berupa ancaman b. Ungkapan kata-kata kasar c. Ungkapan ingin memukul/ melukai b. Data objektif: 1) Wajah memerah dan tegang 2) Pandangan tajam 3) Mengatupkan rahang dengan kuat 4) Mengepalkan tangan
D. Pohon masalah Menurut keliat dkk (2005) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
Resiko menciderai diri sendiri lain dan lingk
resiko mencederai orang
Resiko prilaku kekerasan
Harga diri rendah
Pohon masalah pada masalah prilaku kekerasan (keliat 2005 )
E. Diagnosis 1.diagnosis keperawatan : risiko prilaku kekerasan 2. diagnosa medis : skizoprenia F. Rencana tindakan 1. Rencana tindakan keperawatan generalis Diagnosa keperawatan Resiko prilak u kekerasan
Sp/kemampuan klien
Sp/kemampuan keluarga
Sp 1.
Sp.1
Identifikasi penyebab tanda dan gejala ,pk yang di lakukan ,akibat pk Jelaskan cara mengontrol pk : fisik,obat,verbal,spiritual Latihan cara mengontrol pk secara fisik : tarik napas dalam dan pukulkasur dan bantal. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
Sp.2
Sp.2
Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien Jelaskan pengertian ,tanda dan gejala dan proses terjadinya pk (gunakan booklet) Jelaskan cara merawat pk Latih satu cara merawat pk dengan melakukan kegiatan Fisik :tarik nafas dalam dan pukul bantal Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
dengan obat jelaskan 6 benar obat : jenis,guna dosis,frekuensi ,cara,kointuinitas minum obat Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.
Sp.3
Sp.3 Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat,beri pujian Latih cara mengontrol pk secara verbal ( 3 cara yaitu mengungkapkan ,meminta,menolak dengan benar) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik ,minum obat dan verbal
Sp.4
obat Latih cara memberikan /membimbing minum obat Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian
Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik dan memberikan obat,beeri pujian Latih cara membimbing ,cara bicara yang baik. Latih cara membimbing kegiatan spiritual Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian
Sp.4 Evaluasi kegiatan latihan fisik dan obat,verbal,beri pujian Latihan cara mengontrol spiritual ( 2 kegiatan ) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum ,obat,verbal dan spiritual
Evaluasi kegiatan keluarha dalam merawat /melatihpaisen ,fisik,memberikan obat,latihan bicara yang baik dan kegiatan spiritual , beri pujian Jelaskan follow up ke RSJ /pkm ,tanda kambuh ,rujukan Anjurkan membanntu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
2.Rencana tindakan keperawatan spesialis :
Therapy individu : terapi prilaku ,CBT,REBT,RECBT,ACT. Therapy kelompok : psikoedukasi kelompok ,terapi suportif ,SHG Therapy keluarga : Triangle terapi,psikoedukasi keluarga Therapy komunitas : assertive community therapy
G. Rencana tindakan medis/psikofarmaka :
Stelazine Clozapine (clozaril ) Risperidon (risperdal )
b.Anti parkingson
Trihexyphenidile Arthan
Prinsip Titrasi/Model Pengobatan Psikofarmaka: (Maslim, R, 2007)
Respon terhadap obat bersifat individual dan perlu pengaturan secara empiric (theraupetic trail) Pengaturan dosis biasanya dimulai dengan dosis awal (dosis anjuran), dinaikkan secara cepat sampai mencapai dosis efektif (dosis mulai berefek supresi gejala sasaran), dinaikan secara gradual sampai mencapai dosis optimal (dosis mampu mengendalikan gejala sasaran) dan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu sampai disertai terapi lain (non medikamentosa)< kemudian diturunkan secara gradual sampai mencapai dosis peralihan (maintenance dose) yaitu dosis terkecil yang masih mampu mencegah kambuhnya gejala. Bila sampai jangka waktu tertentu dinilai sudah cukup mantap hasil terapinya, dosis dapat diturunkan secara gradual sampai berhenti pemberian obat (tapering off)
Prinsip Pemilihan Antipsikotik: (Maslim, R, 2007)
Anti spikotik APG 1 (CPZ ,Trifluoperazine,Heloperidol) memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaps neuron di otak khususnya disistem limbik dan system ekstrapimidal ( dopamine D2 receptors antagonis) sehingga efektif untuk gejala positif Antipsikotik APG II (clozapine,resperidon,olazapine,qutiapine,zot epine,ariparizole ziprasidone-( di Indonesia belum ada ) memblokade dopamine D2 reseptor terhadap serotonin 5 HT reseptors sehingga efektif untuk gejala positif dan negative.
BAHAN BACAAN
Dyah W (2009) .pengaruh assertive training terhadap perilaku Kekerasan pada klien skizoprenia,tesis.jakarta.FIK UI.tidak dipublikasikan Keliat,B.A,(2005).Modul Basic Course Community Mental Health Nursing.kejasama FIK UI dan WHO Keliat,B.A,&Akemat.(2005).keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok.jakarta :EGC
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN RESIKO PRILAKU KEKERASAN DI RUANG KUTILANG RS JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
1. IDENTITAS PASEN
Nama
: Tn.H
Alamat
: Gading Rejo
Umur
: 30 Tahun
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Tani
Suku/Bahasa
: Jawa / Indonesia
Agama
: Islam
Informan
: List dan Pasien
Tanggal Masuk RS
: 4 Mei 2018
Tanggal Pengkajian
: 21 Mei 2018
Nomor Register
: 03.38.19
Identitas Penanggung Jawab Nama
: Tn. S
Alamat
: Gading Rejo
Umur
: 50 Tahun
Pendikan
: SD
Pekerjaan
: Tani
Suku/bbahasa
: Jawa /Indonesia
Agama
: Islam
Hubungan dgn klien : Kakak kandung
2. ALASAN MASUK
Klien masuk ke RS dengan diantar oleh keluarganya karna 2 minggu terakhir klien gelisah, marah-marah dan membanting barang-barang, meresahkan warga dan orang lain. Klien berbicara sndiri, sulit tidur.Klien langsung dibawa ke rumah sakit jiwa.
3. FAKTOR PREDISPOSISI
a) Gangguan jiwa dimasa lalu Ds : -
Klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu
-
Keadaan klien sekarang lebih tenang
Do:
b) Pengobatan sebelumnya Ds: -
Klien tidak pernah berobat klien baru pertama kali masuk rsj
Do: -
Masalah keperawatan: c) Penganiayaan Ds: -
Klien mengatakan sering marah
-
Klien
mengatakan
sering
marah
kalau
ada
yang
mengganggunya Do: -
Suara klien keras
-
Klien tampak tegang
Masalah keperawatan: Resiko peri laku kekerasan d) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Ds: -
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti klien.
e) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan Ds: -
Klien mengatakan dirinya pernah mengalami masa lalu yang tidak
menyenangkan
seperti
mabuk-mabukan,
berantem
Masalah keperawatan: 4. Pemeriksaan fisik
1. TTV : TD
: 120/80 mmHg
N
: 80x/menit
S
: 36,2oC
P
: 20 x/menit
TB
: 173 cm
BB
: 60 KG
Masalah Keperawatan : Tidak ada keluhan fisik 5. PSIKSOSIAL
1. Genogram
X
X
X
Keterangan : : Perempuan
: Laki-laki
X
judi
dan
: Hubungan Pernikahan : Tinggal Serumah X
: Meninggal
Penjelasan: B. Komunikasi keluarga baik dan harmonis, Pengambilan keputusan keluarga yaitu orangtua, Pola asuh dekmokratif MK : Tidak ditemukan masalah 2. Konsep diri A. Gambaran diri Ds: -
Klien mengatakan tidak ada bagian/atau salah satu anggota tubuh yang tidak disukai, klien mengatakan menyukai dengan apa yang diberikan oleh allah swt
Do: -
Keadaan klien tampak tegang
-
Klien terkadang bersuara keras
Masalah keperawatan : B. Identitas diri Ds: -
Klien mengatakan anak ke tujuh dari 7 bersaudara dan belum menikah
-
Klien mengatakan bekerja sebagai petani
-
Klien mengatakan puas terlahir sebagai laki – laki
-
Keadaan klien tampak tegang dan kooperatif
Do:
Ds: -
Klien mengatakan dia dirumah sebagai anak laki – laki satu – satu nya yang berada dirumah
-
Klien mengatakan dirumah bertugas membantu orang tua mencari nafkah
Do: -
Masalah Keperawatan :-
D. Ideal dri Ds: -
Klien mengatakan berharap bisa cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit, sehingga dapat membantu orang tuanya dirumah.
-
Klien mengatakan masyarakat dapat menerima keberadaannya
Do: -
E. Harga diri Ds: -
Klien mengatakan suka membereskan rumah
-
Klien mengatakan senang bila banyak teman
Do: -
Masalah keperawatan :-
a. Orang yang terdekat Ds: -
Klien
mengatakan
orang
yang
sangat
dekat
adalah
keluarganya. . b. Peran serta kegiatan kelompok Ds: -
Klien mengatakan saat dirumah tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan dalam masyarakat
-
Klien mengatakan saat di RSJ, klien mengikuti kegiatan seperti rehabilitasi, TAK, dan lain-lain.
Do: c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Ds: -
Klien mengatakan tidak minder untuk berkomunikasi dengan orang lain.
-
Klien mengatakan senang bila kumpul dengan kawan
Do: -
Klien tampak berbincang – bincang dengan temannya
Masalah keperawatan :4. Spiritual a. Nilai dan keyakinan Ds: -
Klien mengatakan semua yang terjadi pada dirinya saat ini adalah cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa
Do:
Ds: -
Klien mengatakan jarang melakukan sholat 5 waktu maupun kegiatan ibadah lainnya
Do: -
Klien tampak tidak pernah melakukan kegiatan ibadah
6. STATUS MENTAL
a) Penampilan Do: -
Klien tampak kurang rapih karena kumis dan jenggot belum di cukur
-
Gigi klien tampak kotor
-
Rambut klien tampat tidak disisir
-
Klien mandi bila harus disuruh oleh petugas
Masalah keperawaan : Defisit perawatan diri . b) Pembicaraan Do: -
Klien berbicara dengan nada yang keras
-
Klien terkadang berbicara sendiri
Masalah keperawatan :-Resiko Pr ilaku K ekerasan, H alusinasi c) Aktivitas motorik Do: -
Klien tampak gelisah dan sering mondar-mandir diruangan
Masalah keperawatan :I ntoleransi Aktivitas
Ds: -
Klien mengatakan gembira jika yang mengajak ngobrol adalah perempuan
Masalah keperawatan : -
e) Afek Do: -
Saat diberi stimulasi cerita lucu klien ikut tertawa
-
Saat diberi stimulasi cerita sedih klien tampak sedih
Masalah keperawatan : -
f) Interaksi selama wawancara Do: -
Selama wawancara klien cukup kooperatif
-
Klien tampak tidak mudah tersinggunng+
-
Klien mau menatap lawan bicara
-
Klien tidak mempunyai rasa curiga terhadap orang lain
Masalah keperawatan :-
g) Persepsi Ds: Klien
mengatakan
sering
mendengar
suara-suara
yang
-
Klien mengatakan suara-suara itu sering muncul ketika klien melamun dan menyendiri.
-
Klien mengatakan mendengar suara tersebut dengan frekuensi 3 – 4 kali sehari dan durasi kurang lebih 5 menit.
Do: -
Masalah keperawatan : H alusinasi Pendengaran
h) Proses pikir Do: -
Klien berbicara sesuai dengan keadaan pasien sampai pada tujuan pembicaraan
Masalah keperawatan : i) Isi pikir Ds: -
Klien mengatakan ingin cepat menikah
-
Klien mengatakan selalu memikirkan pacar nya.
-
Klien tampat terobsesi ingin menikah
Do:
Masalah keperawatan : j) Tingkat kesadaran Ds: -
Klien tidak tampak bingung
-
Kesadaran klien baik
-
Klien mampu mengingat dengan keluarganya, hari dan waktu
Do:
k) Memori Ds: -
Klien mampu mengingat ke RS. Dibawa oleh kakak laki – laki nya.
-
Ingatan klien tampak bagus
Do:
Masalah keperawatan :l) Tingkat konsentrasi dan berhitung Ds: -
Klien mengatakan 50 – 5 = 45, 45 – 5 = 40 dan seterusnya
-
Konsentrasi klien cukup baik
-
Klien mampu berhitung pengurangan walaupun harus di bantu
Do:
Masalah keperawatan : m) Kemampuan penilaian Ds: -
klien mengatakan memilih mandi dulu sebelum makan
-
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil
Do:
keputusan
Masalah keperawatan :n) Daya tilik diri Ds: -
Klien mengatakan bahwa dirinya baik – baik saja dan tidak memiliki gangguan jiwa.
Do: -
Klien tampak percaya diri
-
Klien menganggap dirinya sudah sembuh
7. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan Klien tampak mandiri saat makan 3 x sehari, 1 porsi yang diberikan selalu habis, tidak ada makanan / pantangan makanan, klien tampak tidak cuci tangan saat sebelum dan setelah makan.
Masalah keperawatan :-
2. BAB / BAK Klien mengatakan BAB ±1 x sehari, BAK ± 4 x sehari, klien bisa BAB dan BAK secara mandiri tanpa bantuan.
Masalah keperawatan :3. Mandi Ds: -
Klien mengatakan mandi 1x sehari tidak menggunakan sabun dan shampo, jarang sikat gigi.
Do: -
Klien tampak mandiri tanpa bantuan
-
Klien mandi bila di suruh terlebih dahulu oleh petugas
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri 4. Berpakaian Ds: -
Klien mengatakan jarang mengganti pakaian yang disediakan rumah sakit.
Do: -
klien tidak dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan rumah sakit.
-
Klien dapat memakai baju secara mandiri
5. Istirahat dan tidur Ds: -
Klien mengatakan tidurnya nyenyak
-
Klienmengatakan tidur 6-8 jam perhari, baik malam maupun siang.
Do: -
Kualitas tidur klien baik
Masalah keperawatan :6. Penggunaan obat Do: -
Klien minum obat Trihexyphenidyl 2x2mg,CPZ 1x50 mg, resperidhone 2x2mg.
Masalah keperawatan :7. Pemeliharaan kesehatan Ds: -
Klien mengatakan setelah pulang nanti klien akan berusaha kontrol rutin ke RSJ.
Do: -
Masalah keperawatan :8. Kegiatan didalam rumah Ds: -
Klien mengatakan bekerja membantu orang tuanya dirumah
-
Klien mengatakan dirumah sering kesawah/pergi ke ladang
Do: -
9. Kegiatan diluar rumah Ds: -
Klien mengatakan bekerja sebagai petani
Do: -
Masalah keperawatan :8.
MEKANISME KOPING
Ds: -
Klien
mengatakan
jika
ada
masalah,
klien
sering
memendamnya dan tidak mau menceritakan dengan orang lain -
Klien mengatakan pernah meminum minuman alkohol saat ada masalah
Do: -
Masalah keperawatan : K oping individu inefektif
9. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Masalah dengan dukungan kelompok spesifik : Klien tidak ada masalah dengan teman – teman yang lain.
Masalah berhubungan dengan lingkungan spesifik : Klien mengatakan tidak ada masalah
Masalah berhubungan dengan pendidikan spesifik : Klien mengatakan tidak ada masalah
Masalah dengan Pekerjaan spesifik : Klien mengatakan tidak ada masalah
Masalah ekonomi spesifik : Klien mengatakan keadaan ekonomi keluarganya baik dan tidak ada masalah, namun saat ini ekonomi keluarganya kurang baik karena banyak harta benda keluarganya yang dijual untuk berobat klien.
10. KURANG PENGETAHUAN TENTANG
Klien mengatakan mengerti bagaimana tanda orang sakit jiwa, tidak seperti orang biasanya, jalan terus, berbicara sendiri, marah-marah dan mengamuk, namun klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit jiwa, obat yang diminum dan cara menghindari kekambuhan, terbukti saat ditanya tentang penyebab, tata cara minum obat yang baik dan cara menghindari kekambuhan klien tampak tidak bisa menjawab.
Masalah keperawatan : K urang pengetahuan tentang penyakit jiwa
11. ASPEK MEDIS
Diagnosa medik
: Skizofrenia
Terapi medik
:
-
Trihexyphenidyl 3x2 mg,
-
CPZ
1 x 50 mg,
-
resperidone
2x 2 mg,
12. DATA FOKUS Data Subyektif : -
Klien mengatakan sering marah – marah dan mengamuk Klien mengatakan marah jka ada yang mengganggu Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membuat klien kesal
-
Klien mengatakan mandi 1x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi. Klien mengatakan jarang menggati pakaian Klien mengatakan pernah minum minuman ber alkohol Klien mengatakan jika ada masalah, klien sering memendamnya dan tidak mau menceritakan dengan orang lain. Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit jiwa, obat yang diminum dan cara menghindari kekambuhan
-
Data Obyektif :
-
Suara klien keras Klien tampak tegang Pandangan mata tajam Klien tampak sering berbicara sendiri Klien tampak mondar – mandir Klien mandi jika disuruh oleh petugas kesehatan Emosi klien tampak labil Saat membicarakan tentang kemarahannya klien tampak sedikit kasar, pandangan tajam dan
13. ANALISA DATA NO 1
DATA
MASALAH
DS : DO : -
Klien mengatakan sering marah – marah dan mengamuk Klien mengatakan marah jka ada yang mengganggu
Resiko Perilaku Kekerasan
Suara klien keras Klien tampak tegang Pandangan mata tajam
2 Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran 3
DS : -
4
DO : DS : -
DO : -
5
Klien mengatakan mandi 1x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi. Klien mengatakan jarang menggati pakaian
Defisit perawatan diri
Klien mandi jika disuruh oleh petugas kesehatan Klien mengatakan pernah minum minuman ber alkohol Klien mengatakan jika ada masalah, klien sering memendamnya dan tidak mau menceritakan dengan orang lain.
Koping individu in efektif
Emosi klien tampak labil Saat membicarakan tentang kemarahannya klien tampak sedikit kasar, pandangan tajam dan raut muka agak tegang.
DS : -
DO : -
Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit jiwa, obat yang diminum dan cara menghindari kekambuhan,
Saat ditanya tentang penyebab, tata cara minum obat yang baik dan cara menghindari kekambuhan klien tampak tidak bisa menjawab.
Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa
14.Pohon Masalah CP
Resiko perilaku kekerasan
GSP :Halusinasi pendengaran
Koping individu in efektif
Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa
15. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Perilaku Kekerasan 2. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran 3. Defisit Perawatan Diri 4. Koping Individu In Efektif 5. Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit Jiwa 16. Prioritas Masalah
1. Resiko Prilaku Kekerasan 2. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran 3. Defisit Perawatan Diri
DPD
RENCANA KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
SP /Kemampuan SP / Kemampuan Klien Keluarga SP 1: SP 1 : Idantifikasi penyebab, tanda Diskusikan masalah yang & gejala, PK yang dirasakan dalam merawat dilakukan, akibat PK pasien Jelaskan cara mengontrol Jelaskan pengertian, tanda & PK : fisik, obat, verbal, gejala dan proses terjadiriya spiritual PK (gunakan booklet) Latihan cara mengontrol PK Jelaskan cara merawat PK secara fisik : tarik nafas Latih satu cara merawat PK dalam dan pukul kasur dan danganmelakukan kegiatan bantal fisik : tarik nafas dalam dan Masukan pada jadwal pukul kasur dan bantal kegiatan untuk latihan fisik Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 2: SP 2: Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga fisik, beri pujian dalam merawat/melatih pasien fisik, beri pujian Latih cara mengontrol PK dangan obat (jelaskan 6 Jelaskan 6 benar cara benar : jenis, guna, dosis, memberikan obat frekuensi, cara, kontinuitas Latih cara memberikan/ minum obat membimbing minum obat Masukan pada jadwal Anjurkan membantu pasien kegiatan untuk latihan fisik sesuai jadwal dan beri pujian dan minum obat SP 3: SP 3: Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga fisik & obat, beri pujian dalam merawat/ melatih pasien fisik dan memberikan Latih cara mengontrol PK obat, beri pujian secara verbal (3 cara yaitu : mengungkapkan, meminta, Latih cara membimbing: menolak dangan benar) cara bicara yang baik Memasukan pada jadwal Latih cara membimbing kegiatan spiritual kegiatan untuk latihan fisik, Anjurkan membantu pasien minum obat dan verbal. sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 4: SP 4: Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga fisik & obat & verbal, beri dalam merawat/melatih pujian pasien fisik, memberikan
Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal dan spiritual
pujian Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan Anjurkan membantu pasien sesuaijadwal dan memberikan pujian
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Diagnosa Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
SP /Kemampuan SP / Kemampuan Klien Keluarga SP 1: SP 1 : Membantu pasien mengenal Diskusikan masalah yang Halusinasi (isi, frekuensi, dirasakan dalam merawat waktu terjadiriya, situasi klien pencetus, perasaan saat Jelaskan pengertian, tanda & terjadi halusinasi) gejala, dan proses terjadiriya halusinasi Menjelaskan cara mengontrol halusinasi: Jelaskan cara merawat hardik, obat, bercakaphalusinasi cakap, melakukan kegiatan Latih cara merawat harian. halusinasi: hardik Mengajarkan pasien Anjurkan membantu klien mengontrol halusinasi sesuai jadwal dan memberi dangan cara menghardik pujian halusinasi Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik
SP 2: SP 2: Evaluasi kegiatan Evaluasi kegiatan keluarga menghardik beri pujian dalam merawat/ melatih klien menghardik, beri Latih cara mengontrol pujian halusinasi Jelaskan 6 benar cara Latih cara mengontrol memberikan obat halusinasi dangan obat (jelaskan 5 benar : jenis, Latih cara memberikan/ guna, dosis, frekuensi, cara membimbing minum obat kontinuitas minum obat Anjurkan membantu klien Masukkan pada jadwal sesuai jadwal dan memberi kegiatan untuk latihan pujian menghardik dan minum obat
pujian Latih cara mengontrol halusinasi dangan bercakapcakap saat terjadi halusinasi Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, dan bercakap-cakap
SP 4: Evaluasi kegiatan harian menghardik, minum obat & bercakap-cakap beri pujian Latih cara mengontrol halusinasi dangan melakukan kegiatan harian (mulai 2 kegiatan) Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan kegiatanharian
klien menghardik dan memberikan obat, beri pujian Jelaskan cara bercakapcakap dan melakukan kegiatanuntuk mengontrol halusinasi Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dangan klien terutama pada saat halusinasi Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian SP 4: Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih klien menghardik, memberikan obat, dan bercakap-cakap, berikan pujian Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian
Defisit Perawatan Diri Tujuan
Pasien mampu : Melakukan kebersihan diri sendiri secara mandiri. - Melakukan behias atau berdandan secara baik - Melakukan makan dengan baik - Melakukan BAB atau BAK secara mandiri
Kriteria evalusi
Setelah 3x Pertemuan,pasien dapat menjelaskan pentingnya: - Kebersihan diri - Berdandan atau berhias - Makan - BAB atau BAK - Dan mampu melakukan cara merawat diri
Intervensi
Sp1 -Identifikasi kebersihan diri,berdandan,makan,dan BAB atau BAK - Jelaskan pentingnya kebersihan diri - Jelaskan alat dan cara kebersihan diri - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Sp2 Evaluasi kegiatan yang
-
-
-
berdandan Latih cara berdandan untuk pasien laki-laki meliputi cara “Berpakaian, Menyisir rambut, Bercukur ” Untuk pasien perempuan “ berpakaian, menyisir rambut, berhias” masukkan jadwal kegiatan pasien.
Sp3 - Evaluasi kegiatan yang lalu (sp1 dan sp2) - Jelaskan cara dan alat makan yang benar - Jelaskan cara menyiapkan makanan - Jelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan - Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik - Latih kegiatan makan - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien. Sp4 - Evaluasi kemampuanPasien yangLalu(sp1,sp2 dan sp3) - Latih cara BAB dan BAK yang baik - Menjelaskan cara membersihkan berdiri setelah BAB atau BAK Keluarga MampuMerawatAnggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri.
Setelah 4x pertemuan,keluarga mampu meneruskan melatih pasien dan
Sp1 - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien dengan masalah
perawatan pasien dirinya meningkat
-
-
B atau BAK Jelaskan defisit perawatan diri Jelaskan cara merawat kebersihan diri,berdandan,makan,BA B atau BAK Bermain peran cara merawat Rencana tindak lanjut keluarga atau jadwal keluarga untuk merawat pasien
Sp2 - Evaluasi sp1 - Latih keluarga - Merawat langsung ke pasien,kebersihan diri dan berdandan - RTL keluarga atau jadwal keluarga untuk merawat pasien
Sp3 - Evaluasi kemampuanSp2 - Latih keluarga merawat langsung pasien cara makan - RTL keluarga atau jadwal keluarga untuk merawat pasien Sp4 - Evaluasi keluarga - Evaluasi keluarga - Rencana keluarga
kemampuan kemampuan tindak
lanjut
DOKUMENTASI KEPERAWATAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP PENGKAJIAN Nama
: Tn. H
Dx. Medis
: Skizofrenia
Umur
: 30 tahun
No. RM
: 03.38.19
IMPLEMENTASI Hari / Tanggal : senin, 21 Mei 2018 jam: 9.00 Data :
EVALUASI
S: -
-
Klien mengatakan masih sulit mengontrol emosinya Klien mengatakan masih merasa mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya Klien mengatakan merasa nyaman dan segar setelah mandi menggunakan sabun
O: -
Diagnosa -
:
Tindakan pada klie
: - Mengidentifikasi Masalah
Rencana Tindak Lanjut : - Lakukan SP 1 RPK dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal kasur -
Lakukan SP 1 halusinasi menghardik
-
Lakukan SP 1 defisit perawatan diri dengan cara mandi
-
Klien mampu latihan cara tarik napas dalam, pukul bantal / pukul kasur Klien mampu menghardik Klien mandi menggunakan sabun
-
Resiko Perilaku Kekarasan (+) GSP : halusinasi pendengaran (+) Defisit Perawatan diri (+)
A :
P : - Klien mampu mengungkapan masalah
Tanda tangan
Nama : kelompok
DOKUMENTASI KEPERAWATAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP I Nama
: Tn. H
Dx. Medis
: Skizofrenia
Umur
: 30 tahun
No. RM
: 08.38.19
IMPLEMENTASI Hari / Tanggal : selasa, 22 Mei 2018 Data :
-
EVALUASI
S: -
Klien mengatakan dulu sering marah – marah dan mengamuk. Klien mengatakan sering mendengar
suara-suara
-
yang
-
membuat klien kesal dan ingin marah. -
Klien mengatakan masih sulit mengontrol emosinya Klien mengatakan masih merasa mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya Klien mengatakan merasa nyaman dan segar setelah mandi menggunakan sabun
O: -
Klien mengatakan mandi 2x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi.
Diagnosa : - Resiko Perilaku Kekerasan - GSP : halusinasi pendengaran - Defisit Perawatan diri
A :
Tindakan : - 09.00 : mengajarkan klien mengidentifikasimasalah RPK dan latihan tark nafas dalam dan pukul bantal/pukul kasur - 11.00 mengajarkan klien mengidentifikasi masalah halusinasi dan latihan menghardik - 13.00 : mengajarkan klien untuk mengidentifikasi kebersihan
P :
-
Klien mampu latihan cara tarik napas dalam, pukul bantal / pukul kasur Klien mampu menghardik Klien mandi menggunakan sabun
-
Resiko Perilaku Kekarasan (+) GSP : halusinasi pendengaran (+) Defisit Perawatan diri (+)
-
Latihan tarik nafas dalam dan pukul bantal kasur 2x sehari Latihan menghardik halusinasi 2x sehari Latihan mempraktekkan mandi minimal 2x/hari Latih dan masukan ke Rencana Kegiatan Harian pasien
-
diri,berdandan,makan,dan BAB atau BAK , mengajarkan cara menjaga kebersihan diri(mandi) Rencana Tindak Lanjut : - Evaluasi SP 1 - Latih mengontrol PK dengan cara mengenal obat - Latih mengontrol halusinasi dengan mengenal obat Latih pasien cara berdandan
Tanda tangan
Nama : kelompok
DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP II Nama
: Tn. H
Dx. Medis
: Skizofrenia
Umur
: 30 tahun
No. RM
: 08.38.19
IMPLEMENTASI Hari / Tanggal :Rabu,23 Mei 2018 Data :
-
EVALUASI
S: -
Klien mengatakan dulu sering marah – marah dan mengamuk. Klien mengatakan sering mendengar
suara-suara
-
yang
-
membuat klien kesal dan ingin marah. -
O: -
Klien mengatakan mandi 2x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi.
Diagnosa : - Resiko Perilaku Kekerasan - GSP : halusinasi pendengaran - Defisit Perawatan diri Tindakan : - 09.00 mengajarkan klien untuk minum dan mengenal obat - 11.00 mengajarkan klien untuk minum dan mengenal obat - 13.00 mengajarkan cara berdandan Rencana Tindak Lanjut : - Evaluasi SP 2 - latih mengontrol prilaku kekerasan dengan latihan verbal (meminta, - latih mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain - menolak, dan mengungkapkan dengan cara yang baik) - latih cara makan dan minum yang benar
Klien mengatakan masih sulit mengontrol emosinya Klien mengatakan masih merasa mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya Klien mengatakan merasa nyaman dan segar setelah mandi menggunakan sabun
-
Klien mampu latihan cara tarik napas dalam, pukul bantal / pukul kasur Klien mampu menghardik Klien mandi menggunakan sabun
-
Resiko Perilaku Kekarasan (+) GSP : halusinasi pendengaran (+) Defisit Perawatan diri (+)
-
Latihan mium obat dengan 6 benar obat 2x sehari Latihan minum obat dengan 6 benar halusinasi 2x sehari Latihan cara berdandan minimal 2x/hari Latih dan masukan ke Rencana Kegiatan Harian pasien
A :
P :
-
Tanda tangan
Nama : kelompok
DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP III Nama
: Tn. H
Dx. Medis
: Skizofrenia
Umur
: 30 Tahun
No. RM
: 03.38.19
IMPLEMENTASI Hari / Tanggal :kamis, 24 Mei 2018 Data :
-
EVALUASI
S: -
Klien mengatakan dulu sering marah – marah dan mengamuk. Klien mengatakan sering mendengar
suara-suara
-
yang
-
membuat klien kesal dang ingin marah. -
O: -
Klien mengatakan mandi 2x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi..
Diagnosa : - Resiko Perilaku Kekerasan - GSP : halusinasi pendengaran - Defisit Perawatan diri Tindakan : - 09.00 : mengajarkan mengontrol prilaku prilaku kekerasan dengan belajar bicara yang baik/ meminta, menolak dan mengungkap mengajarkan mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap dengan orang lain. - 11.00 : mengajarkan mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap dengan orang lain. - 13.00 : mengajarkan cara makan dan minum yang benar Rencana Tindak Lanjut : - Evaluasi SP 3 - Latih cara mengontrol RPK dengan spiritual - Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian terjadwal - Latih cara BAK dan BAB yang baik
Klien mengatakan masih sulit mengontrol emosinya Klien mengatakan masih merasa mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya Klien mengatakan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah makan
-
Klien mampu meninta, menolak, dan mengungkapkan dengan baik Klien mampu bercakap – cakap dengan baik Klien mencuci tangan sebelum makan dan sesudah makan
A : -
Resiko Perilaku Kekarasan (+) GSP : halusinasi pendengaran (+) Defisit Perawatan diri (+)
-
Latihan cara meminta,menolak dan mengunkapkan dengan baik 3x/hari Latihan bercakap-cakap dengan orang lain 3x/hari Latihan cara makan dan minum dengan baik Latih dan masukan ke dalam rencana kegiatan harian klien
P :
-
Tanda tangan
Nama : kelompok
DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP IV Nama
: Tn. H
Dx. Medis
: Skizofrenia
Umur
: 30 Tahun
No. RM
: 03.38.19
IMPLEMENTASI Hari / Tanggal :Jumat, 25 Mei 2018 Data :
-
EVALUASI
S: -
Klien mengatakan dulu sering marah – marah dan mengamuk. Klien mengatakan sering mendengar
suara-suara
-
yang
-
membuat klien kesal dang ingin marah. -
O: -
Klien mengatakan mandi 2x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi.
Diagnosa : - Resiko Perilaku Kekerasan - GSP : halusinasi pendengaran - Defisit Perawatan diri Tindakan : - 09.00 : Mengajarkan klien mengontrol prilaku kekerasan secara spiritual ( sholat dan istigfar) - 11.00 : Mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan harian secara terjadwal ( merapihkan tempat tidur) - 13.00 : melatih cara melakukan BAB dan BAK yang baik Rencana Tindak Lanjut : - Evaluasi SP 4 - Evaluasi mengontrol emosi SP 1, 2, 3 - Evaluasi mengontrol halusinasi SP 1, 2, 3 - Evaluasi cara defisit perawatan diri SP 1, 2, 3
Klien mengatakan masih sulit mengontrol emosinya Klien mengatakan masih merasa mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya Klien mengatakan jarang cuci tangan setelah BAB dan BAK
-
Klien mampu sholat dan istigfar Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan membereskan tempat tidur Klien mengerti BAB dan BAK yang benar
A : -
Resiko Perilaku Kekarasan (+) GSP : halusinasi pendengaran (+) Defisit Perawatan diri (+)
-
Latihan sholat 5 waktu Latihan membereskan tempat tidur 2x/sehari Latihan BAB dan BAK dengan baik 1x sehari Masukan ke dalam jadwal rencana kegiatan harian klien
P :
-
Tanda tangan
Nama : kelompok
DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP EVALUASI Nama
: Tn. H
Dx. Medis
: Skizofrenia
Umur
: 30 tahun
No. RM
: 03.38.19
IMPLEMENTASI Hari / Tanggal :Sabtu,26 Mei 2018 Data : - Klien mengatakan dulu sering
-
EVALUASI
S: -
marah – marah dan mengamuk Klien mengatakan sering
-
mendengar
-
suara-suara
yang
Klien mengatakan lebih tenang dan tidak mudah marah Klien suara – suara bisikannya sudah mulai berkurang Klien mengatakan merasa nyaman
membuatklien kesal dan ingin O : -
marah. -
-
Klien mengatakan mandi 2x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi.
Diagnosa : - Resiko Perilaku Kekerasan - GSP : halusinasi pendengaran - Defisit Perawatan diri
Tindakan : - 09..00 : mengevaluasi cara mengontrol resiko prilaku kekerasan - 11.00 : mengevaluasi cara mengontrol halusinasi - mengevaluasi cara mengontrol halusinasi - 13.00 : mengevaluasi cara menjaga kebersihan diri
-
Klien mampu mempraktekkan 4 cara mengontrol RPK Klien mampu mempraktekkan 4 cara mengontrol halusinasi Klien mampu menjaga kebersihan diri.
A : -
Resiko Perilaku Kekarasan (+) GSP : halusinasi pendengaran (+) Defisit Perawatan diri (-)
-
Latih mengontrol PK dengan tarik nafas dalam, pukul bantal/pukul kasur, obat, verbal/bicara yang baik, dan spiritual/ibadah
-
Latih mengontrol halusinasi dengan menghardik, obat, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan harian Latih menjaga kebersihan diri dengan mendi, berdandan, makan minum yg baik, BAB dan BAK yang baik Masukan kedalam jadwal rencana kegiatan harian klien
P :
-
Rencana Tindak Lanjut : -
Tanda tangan
Nama : kelompok
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Tn.H di ruang Cendrawasih RSJ Provinsi Lampung. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan pengumpulan
data
subyektif
menentukan
tindakan
dan
keperawatan
obyektif
secara
bagi
individu,
sistematis keluarga,
untuk dan
komunitas.Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn.H , observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn. H serta dari status Tn. H. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn. H. Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor presipitasi dapat meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetik.Faktor predisposisi yaitu adanya stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya.sejak saat itu klien sering merasa mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya berjalan jalan, mengamuk dan memukuli orang dan klien mengatakan merasa selalu ingin marah dengan semua orang karena dendam dalam dirinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi pasien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi, adanya masalah yang tak terungkapkan, sering
karena banyak orang yang takut dengan klien karena klien sering marah-marah dan menampakkan perilaku kekerasan, sehingga hal ini mungkin yang menjadi pencetus munculnya halusinasi seperti yang dijelaskan dalam teori tersebut. Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku klien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker. Mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan dalam minum obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan (Sugiyarti, 2012).Menurut teori (Direja, 2011) sesorang mengalami kekambuhan adalah ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah, stimulus lingkungan, konflik interpersonal, status narkoba
atau
mental,
putus
obat,
penyalahgunaan
alkohol, ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa. Menurut Keliat dkk (2011) terapi farmakologi gangguan halusinasi adalah dengan menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, triheksilfenidil, dan obat antipsikotik lainnya.Menurut ISO atau Informasi Spesialite Obat (2010-2011) haloperidol atau haldol merupakan golongan antipsikosis yang digunakan sebagai terapi gangguan cemas, gagap, skizofrenia akut dan kronik, halusinasi, dan paranoid dengan sediaan
tablet 0,5 mg, 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg
per ml. Terapi chlorpromazine adalah golongan antipsikotik yang mengurangi hiperaktif, agresif atau obat penenang dan agitasi dengan sediaan tablet 25 mg, 50 mg, 100 mg, injeksi: 25 mg per ml. Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat psikotik seperti: mengantuk, tremor, kaku otot, dan hipersaliva. Untuk mengatasi ini biasanya dokter memberikan obat parkinsonisme yaitu triheksilfenidil, untuk obat anti parkinson dengan sediaan tablet 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg per ml. Terapi yang sama juga diperoleh Tn. H setelah dikolaborasikan dengan dokter yaitu terapi obat Trihexyphenidyl 3x2 mg, Risperidone 3 x 50 mg, cpz 1x 50 mg. Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain (NANDA-I, 2012-2014, Herdman, 2012).Dalam kasus Tn.H klien menunjukkan
kemungkinan disebabkan karena adanya masalah yang tak terungkapkan sehingga menimbulkan halusiansi yang menuruhnya berbuat prilaku kekerasan sebagai dampak mekanisme koping yang in efektif. Menurut Townsend (2009), halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari kelima panca indera. Hal ini menunjukkan bahwa halusinasi dapat bermacammacam yang meliputi halusinasi pendangaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Dalam kasus ini Tn.H mengalami halusinasi pendengaran dimana klien merasa mendengar suara-suara yang menyuruhnya berjalan jalan , mengamuk, dan memukul orang lain, suara-suara itu sering muncul ketika klien tersinggung dengan orang lain atau ada seseorang yang membuat klien jengkel atau kesal. Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri untuk diri sendiri : mandi, berpakaian dan berhias untuk diri sendiri. aktifitas makan sendiri dan aktifitas eliminasi sendiri (Herdman, 2012).Dalam kasus ini klien mengalami defisit perawtan diri yang ditunjukkan dengan penampilan klien yang kurang rapi, kuku kotor, gigi kuning, dan saat sebelum dan setelah makan klien tidak cuci tangan serta saat BAK klien tampak tidak di kloset dan tidak disiram. 2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi
klien
sehari-hari
yang
merupakan
perhatian
utama
diagnosa
keperawatan.Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon pasien baik aktual maupun potensial (Stuart & Laraia, 2001). Sedangkan Keliat, (2005) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai penilaian tehnik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial. Dalam kasus Tn.H terdapat sepuluh diagnosa keperawatan jiwa, yaitu; Resiko Perilaku Kekerasan,Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran, Defisit Perawatan Diri, Koping Individu In
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.Dalam kasus Tn.H melakukan intervensi keperawatan fokus pada tiga diagnosa, yaitu Resiko perilaku kekerasan, Gangguan sensori persepsi; halusinasi, dan Defisit perawatan diri. 4. Implementasi Keperawatan
Menurut Effendy (dalam Nurjannah, 2005) implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent). Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan jenis tindakan mandiri dan saling ketergantungan.Implementasi keperawatan pada Tn.H dilakukan dari tanggal 13 sampai dengan 18 november 2017. Implementasi
keperawatan
pada
diagnosa
keperawatan
Resiko
perilaku
kekerasan dilakukan dengan tindakan SP 1 (Mengidentifikasi perilaku kekerasan, dan mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik napas dalam dan pukul bantal atau kasur), SP 2 (Menajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat), SP 3 (Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal) SP 4 (Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual)dan melakukan evaluasi SP1, 2, 3, dan 4.Sedangkan Pada diagnosa keperawatan Gangguan sensori persepsi:halusiansi meliputi SP 1 (mengidentifikasi halusinasi dan mengajarkan cara menghardik), SP 2 (mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat), SP 3 (Mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara verbal), SP 4 (Mengajarkan cara mengontol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan positif yang terjadwal), dan evaluasi SP 1,2,3,dan 4. Sedangkan
perawatan diri, melatih cara menjaga kebersihan diri;mandi, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku), SP 2 (Melatih cara berdandan setelah kebersihan diri;berpakaian, menyisir rambut, bercukur), SP 3 (melatih cara makan dan minum yang baik), SP 4 (Melatih cara BAK dan BAB yang baik), dan evaluasi SP 1,2,3 dan 4 defisit perawatan diri. 5. Evaluasi
Menurut
Kurniawati
(dalam
Nurjannah,
2005)
evaluasi
adalah
proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua,
yaitu evaluasi proses atau
formatif
yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan. Pada kasus ini, penulis menggunakan evaluasi formatif dan sumatif. Resiko perilaku kekerasan, implementasi SP 1 dilakukan pada 21 Mei 2018pukul 10.00, klien mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dialami meliputi ‘penyebab, tanda dan gejala, RPK yang dilakukan, serta akibat RPK” dan klien mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik napas dalam dan pukul bantal atau kasur. SP 2 dilakukan pada 22Mei 2018 pukul 10.00, klien mampu menjelaskan dan mengerti tentang obat setelah dijelaskan oleh perawat. SP 3 dilakukan pada tanggal 23Mei 2018 pukul 10.00, klien mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal. SP 4 halusinasi dilakukan pada 24Mei 2018 pukul 10.00, klien mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual. Evalusai cara mengontrol perilaku kekerasan dilakukan pada 25 Mei 2018 pukul 10.00, klien masih mampu mengingat cara-cara yang sudah diajarkan untuk mengontrol perilaku kekerasan namun dibantu oleh perawat, khususnya mengenai masalah obat. Gangguan sensori persepsi;halusinasi, implementasi SP 1 dilakukan pada 21Mei2018 pukul 09.00, klien mampu mengidentifikasi halusinasi yang dialami meliputi ‘isi, frekuensi, waktu, pencetus, perasaan, respon” dan klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. SP 2 Halusinasi dilakukan pada 22 Mei 2018 pukul 09.00, klien mampu menjelaskan dan mengerti tentang obat setelah dijelaskan oleh perawat. SP 3 Halusinasi dilakukan pada tanggal
09.00, klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan positif yang terjadwal. Evalusai cara mengontrol halusinasi dilakukan pada 25Mei
2018 pukul 09.00, klien masih mampu mengingat cara-cara yang sudah
diajarkan untuk mengontrol halusinasi namun dibantu oleh perawat, khususnya mengenai masalah obat. Defisit perawatan diri, implementasi SP 1 dilakukan pada 21 Mei 2018 pukul 11.00, klien mampu mengidentifikasi masalah perawatan diri, mengerti tentang cara menjaga kebersihan diri;mandi, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku. SP 2 dilakukan pada 22Mei 2018 pukul 11.00, klien mampu menjelaskan dan mengerti tentang cara berdandan setelah kebersihan diri;berpakaian, menyisir rambut, dan bercukur. SP 3 dilakukan pada tanggal 23Mei 2018 pukul 11.00, klien mampu menjelaskan dan mengerti tentang cara makan dan minum yang baik . SP 4 dilakukan pada 24mei 2018 pukul 11.00, klien mampu menjelaskan dan mengerti tentang caraBAB dan BAK yang baik. Evalusai cara perawatan diri dilakukan pada 25mei 2018 pukul 11.00, klien masih mampu mengingat cara-cara yang sudah diajarkan untuk melakukan perawatan diri yang baik dan benar.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn.H dengan gangguan Resiko Prilaku Kekerasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pada pengkajian,diperoleh data subyektif bahwa : -
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya marahmarah, mengamuk, dan memukul orang lain.
-
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya berjalan jalan, mengamuk, dan memukul orang lain, suara-suara itu sering muncul ketika klien tersinggung dengan orang lain atau ada seseorang yang membuat klien jengkel/kesal.
-
Klien mengatakan mandi 2x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi.
Dari data objektif didapatkan : -
Saat membicarakan tentang kemarahannya klien tampak sedikit kasar, pandangan tajam dan raut muka agak tegang.
-
Klien tampak sering berbicara sendiri Klien tampak sering menggerakkan bibirnya seperti orang berbicara namun tidak bersuara, klien juga tampak sering memandang dan mengarahkan telinganya ke sudut ruangan.
-
klien tampak pernah berkelahi sebanyak 2x dengan sesama pasien jiwa garagara saat meminta rokok dengan temannya klien tidak dikasih.
-
Klien tampak mudah tersinggung, dan klien cenderung mempertahankan pendapatnya
-
Emosi klien tampak cepat berubah – ubah
-
Klien tampak gelisah dan sering mondar-mandir diruangan serta tatapan tajam.
-
Penampilan klien kurang rapi, kuku tampak panjang dan kotor, tampak tidak cuci tangan sebelum dan setelah makan, saat BAK klien tampak tidak di
2.
Dalam kasus Tn.M terdapat enam diagnosa keperawatan jiwa, yaitu; Resiko Perilaku Kekerasan,Gangguan Sensori Persepsi :Halusinasi endengaran, Defisit Perawatan Diri, Koping Individu In Efektif, Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit Jiwa.
3.
Rencana keperawatan yang dilakukan penulis pada Tn.H yaitu dengan Dalam kasus Tn.H melakukan intervensi keperawatan fokus pada tiga diagnosa, yaitu Resiko Prilaku Kekeran, Gangguan sensori persepsi; halusinasi, dan Defisit perawatan diri
4.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama 6 hari kepada Tn.H, Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatanResiko perilaku kekerasan dilakukan dengan tindakan SP 1 (Mengidentifikasi perilaku kekerasan, dan mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik napas dalam dan pukul bantal atau kasur), SP 2 (Menajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat), SP 3 (Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal) SP 4 (Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual)dan melakukan evaluasi SP1, 2, 3, dan 4. Sedangkan pada diagnose Gangguan sensori persepsi:halusiansi
meliputi
SP
1
(mengidentifikasi
halusinasi
dan
mengajarkan cara menghardik), SP 2 (mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat), SP 3 (Mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap), SP 4 (Mengajarkan cara mengontol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan positif yang terjadwal), dan evaluasi SP 1,2,3,dan 4. Pada diagnose keperawatan defisit perawatan diri, perawat melakukan implementasi keperawatan berupa tindakan SP 1 (Mengidentifikasi masalah perawatan diri, melatih cara menjaga kebersihan diri;mandi, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku), SP 2 (Melatih cara berdandan setelah kebersihan diri;berpakaian, menyisir rambut, bercukur), SP 3 (melatih cara makan dan minum yang baik), SP 4 (Melatih cara BAK dan BAB yang baik), dan evaluasi SP 1,2,3 dan 4 defisit perawatan diri.
5.
Evaluasi tindakan yang dilakukan penulis bahwa Tn. H mampu melaksanakan strategi pelaksanaan untuk Resiko Prilaku Kekerasan halusinasi, dan Defisit
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan untuk perbaikan dan peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah 1. Bagi Tenaga keperawatan a.
Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
khusus nya pada masalah resiko prilaku
kekerasan. b.
Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan sesuai dengan SOP(Standart Operasional Prosedure) yang ditetapkan.
2. Bagi rumah sakit a.
Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan keperawatan khususnya pada klien dengan resiko prilaku kekerasan.
b. Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standart Operasional Prosedure dan dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan resiko prilaku kekerasan 3. Bagi klien dan keluarga a. Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan oleh dokter dan perawat untuk mempercepat proses kesembuhan klien. b. Keluarga diharapkan mampu memberi dukungan pada klien dalam porses
pengobatan
baik
dirumah
sakit
maupun
di
rumah