TUGAS KEPERAWATAN ANAK II GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: Bronkopneumonia
BAB I PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia.
3
Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.
7
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah 8
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
organisme-organisme
Immunodeficiency Syndrome)
baru
dan
penyakit
seperti
AIDS
( Acquired
yang semakin memperluas spektrum dan derajat
kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal meninggal setiap tahun akibat pneumonia, pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.
1.2
7
TUJUAN PENULISAN
Untuk memahami bronkopneumonia berdasarkan definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, serta asuhan keperawatannya.
Bronkopneumonia 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Paru 2.1.1. Anatomi Paru
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut . Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree
terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti. Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris. Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari Dari sini dipompa didalam arteri arteri kesemua bagian bagian tubuh. Darah meninggalkan meninggalkan paru-paru paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, Bronkopneumonia 3
karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut. SISTEM SALURAN PERNAFASAN
Gambar : Anatomi Paru Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219). 2.1.2. Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus
Bronkopneumonia 4
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994) Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994) Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara
darah dan alveolus yang jauh lebih rendah
menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994) Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat
Bronkopneumonia 5
sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab,1996). 2. 2. Sistem Pertahanan Paru
Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas(Rab,1996) : 1. Filtrasi udara Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan : -
Yang berdiameter 5-7 µ akan tertahan di orofaring.
-
Yang berdiameter 0,5-5 µ akan masuk sampai ke paru-paru
-
Yang berdiameter 0,5 µ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di keluarkan bersama sekresi.
2. Mukosilia Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia. 3. Sekresi Humoral Lokal zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik o
Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus.
o
Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.
Bronkopneumonia 6
4. Fagositosis Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen. Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :
Gerakan mukosiliar.
Faktor humoral lokal.
Reaksi sel.
Virulensi dari kuman yang masuk.
Reaksi imunologis yang terjadi.
Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.
2.3. Sistem Pernafasan 2.3.1. Pengertian Pernafasan
Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin,1996). 2.3.2. Fungsi Pernafasan
Fungsi pernafasan adalah 1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran. 2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh). Bronkopneumonia 7
3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996) Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang terhirup paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993). Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu : 1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru. 2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar. 3. Transportasi gas melalui darah. 4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam. 5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan seluler.
2.3.3. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu : 1. Inspirasi (menarik napas) 2. Ekspirasi (menghembus napas) Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi. Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal
Bronkopneumonia 8
lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru. Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan + 3 mmHg (Alsagaff, 2002). Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru. Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring (penghentian napas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat menyebabkan bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau (WHO, 1995). 2.4 Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
7
Pneumonia adalah infeksi akut paru-paru oleh bakteri dan virus (Biddulph, 1999). Menurut Ngastiyah (1997) Pneumonia adalah suatu radang paru-paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Adapun pneumonia
menerut
Tucker
(1998)
adalah
proses
inflamasi
paru-paru
yang
diklasifikasikan oleh area yang terlibat dan atau agen penyebab.
Bronkopneumonia 9
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang biasanya mulai di broncioli terminal, tersumbat oleh sekunder mukopurulent yang membentuk bercak-bercak konsolidasi dilobuli yang terdekat (Dorland,1996). Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada paru-paru dimana peradangan tidak hanya terjadi pada paru-paru , tetapi juga pada broncioli. Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak-anak, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan komplikasi seperti empisema, otitis ateletaksis, emfisema, dan meningitis, sehingga dapat juga menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak.
Gambar 1. Bronkopneumonia
2.5 Epidemiologi Bronkopneumonia
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN).
8
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Bronkopneumonia 10
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
6
2.6 Etiologi Bronkopneumonia
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : a.
Usia
b.
Status imunologis
c.
Status lingkungan
d.
Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e.
Status imunisasi
f.
Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
4
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp . Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.
4
Bronkopneumonia 11
Faktor Infeksi Usia
Etiologi yang sering
Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari
Bakteri
Bakteri
E.colli
Bakteri anaerob
Streptococcus grup B
Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes
Haemophillus influenza Streptococcus pneumonie
Virus CMV HMV
3 miggu – 3
Bakteri
Bakteri
bulan
Clamydia trachomatis
Bordetella pertusis
Streptococcus
Haemophillus
pneumonia
tipe B
Virus
Moraxella catharalis
influenza
Adenovirus
Staphylococcus aureus
Influenza
Virus
Parainfluenza 1,2,3
CMV
4 bulan – 5
Bakteri
Bakteri
tahun
Clamydia pneumoniae
Haemophillus
influenza
tipe B Mycoplasma pneumonia
Moraxella catharalis
Streptococcus
Staphylococcus aureus
pneumonia
Virus
Neisseria meningitides
Adenovirus
Virus
Rinovirus
Varisela Zoster
Bronkopneumonia 12
Influenza Parainfluenza
5
tahun
–
Bakteri
Bakteri
Clamydia pneumoniae
Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia
Legionella sp
Streptococcus
Staphylococcus aureus
remaja
pneumonia
Virus Adenovirus Epstein-Barr Rinovirus Varisela zoster Influenza Parainfluenza
Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : 1. Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau pemasangan selang NGT ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). 2. Bronkopneumonia lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan. Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat Bronkopneumonia 13
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian Bronkopneumonia adalah sebagai berikut: Faktor host (diri) Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita lebih rentan terkena penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang dewasa dikarenakan kekebalan tubuhnya masih belum sempurna. Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lain (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi phatogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi. Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah karena penumpukan sekresi yang berlebih yaitu influenza. Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan tertular berbagai mikrobakteri dapat menyebakan terjadinya bronkopneumonea.
2. Faktor Lingkungan Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang
dilengkapi
dengan
fasilitas
dan
pelayanan
yang
diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989). Kepadatan hunian (crowded)
Bronkopneumonia 14
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor resiko penularan pneumonia. Status sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.
2.7 Klasifikasi Bronkopneumonia
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.
4
Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired pneumonia.) 1.) Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang dewasa 2.) Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada anak-anak 3.) Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak & dewasa) b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia ) 1.) Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif 2.) Angka kematiannya > daripada CAP ( Community-acquired pneumonia.) 3.) Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta c. Pneumonia aspirasi 1.) Sering terjadi pada bayi dan anak-anak 2.) Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob d. Pneumonia Immunocompromise host 1.) Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah 2.) Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat rendahnya pertahanan tubuh
Bronkopneumonia 15
Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu Tipe Klinis
Epidemiologi
Pneumonia Komunitas
Sporadis atau endemic; muda atau orang tua
Pneumonia Nosokomial
Didahului perawatan di RS
Pneumonia Rekurens
Terdapat dasar penyakt paru kronik
Pneumonia Aspirasi
Alkoholik, usia tua
Pneumonia pada gangguan imun
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial Sering terjadi pada semua usia Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal; Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca influenza a. Pneumonia Atipikal Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
b. Pneumonia yang disebabkan virus Sering pada bayi dan anak-anak Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan tubuh yang lemah
c. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya Seringkali merupakan infeksi sekunder Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang rendah
Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi
a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia) 1.) Sering pada pneumonia bakterial 2.) Jarang pada bayi dan orang tua Bronkopneumonia 16
3.) Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda asing pada anak atau proses keganasan pada orang dewasa b. Bronchopneumonia 1.) Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru 2.) Dapat disebabkan bakteri maupun virus 3.) Sering pada bayi dan orang tua 4.) Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia) 1.) Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau bronki 2.) Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik ( Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii)
Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten
2.8 Patofisiologi Bronkopneumonia
Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan selsel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.
2
Bronkopneumonia 17
Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.
4
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
4
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.
4
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan
Bronkopneumonia 18
penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercakbercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.
5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.
1
2.9 Manifestasi KLINIS Bronkopneumonia
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.
1,3,4,8
Bagan patoflow brobkopneumonia terlampir di belakang
2.10 Pemeriksaan Fisik Bronkopneumonia
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
o
Suhu tubuh ≥ 38,5 C
Bronkopneumonia 19
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Takipneu berdasarkan WHO: Usia < 2 bulan
≥ 60 x/menit
Usia 2-12 bulan
≥ 50 x/menit
Usia 1-5 tahun
≥ 40 x/menit
Usia 6-12 tahun
≥ 28 x/menit
Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.
Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.
2.11 Pemeriksaan Penunjang Bronkopneumonia
1. Pemeriksaan laboratorium Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 3
40.000/mm dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
2. C-Reactive Protein (CRP) Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.
1,4
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml.
6
Bronkopneumonia 20
3. Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
4
4. Pemeriksaan serologis Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.
5. Pemeriksaan Roentgenografi Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia.
Tetapi
tidak
rutin
dilakukan
pada
pneumonia
ringan,
hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation
karena atelektasis.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan
air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau Bronkopneumonia 21
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
2.12
Diagnosis Bronkopneumonia
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercakbercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayibayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
4,6
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil.
4
Bronkopneumonia 22
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut. Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :
Pneumonia berat -
Frekuensi pernafasan pada anak umur 2- 12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
-
Adanya retraksi
-
Sianosis
-
Anak tidak mau minum
-
Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)
-
Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik
Pneumonia -
Frekuensi pernafasan pada anak umur 2- 12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
-
Adanya retraksi
-
Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik
Bayi berusia di bawah 2 bulan Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
Pneumonia -
Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas
-
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia -
Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
-
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik
2.13 Penatalaksanaan Bronkopneumonia
Pengelolahan pneumonia harus berimbang dan memadai, mencakup : 1. Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Pneumonia ringan Bronkopneumonia 23
-
Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB.
-
Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat -
Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
-
Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
-
Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali
-
Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali
-
Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal
Pemberian antibiotik berdasarkan umur
Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : -
ampicillin + aminoglikosid
-
amoksisillin-asam klavulanat
-
amoksisillin + aminoglikosid
-
sefalosporin generasi ke-3
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) -
beta laktam amoksisillin
-
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
-
golongan sefalosporin
-
kotrimoksazol
-
makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn) -
amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
-
tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Bronkopneumonia 24
2. Penatalaksaan suportif
-
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO 2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
-
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
-
Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
-
Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
5
3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.
7
4. Penatalaksanaan rawat pasien Penatalaksanaan rawat jalan
Pengobatan suportif / simtomatik 1. Istirahat di tempat tidur 2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam Bronkopneumonia 25
Penatalaksanaan rawat inap
Pengobatan suportif / simtomatik 1. Pemberian terapi oksigen 2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit 3. Pemberian obat simtomatik antara laim antipiretik, mukolitik 4. Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 4 jam Penatalaksanaan rawat inap di ruang rawat intensif
Pengobatan suportif / simtomatik 1. Pemberian terapi oksigen 2. Pemasangan infus untuk rehidrasi, koreksi kalori & elektrolit 3. Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang darti 4 jam Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
2.14 Prognosis Bronkopneumonia
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.
1
Bronkopneumonia 26
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 1
Seorang bayi berusia 10 bulan masuk ke ruang rawat anak Asoka dengan keluhan batuk 3 hari , demam tinggi 2 hari, dan tidak mau menyusu. Klien tampak sesak napas dan mendapat O2 (2litr/mnt). Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan data : riwayat ASI tidak eksklusif, sejak usia 4 bulan sudah diberikan MP ASI bubur beras merah. Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x sehari sepertiga piring, ASI jika ibu ada dirumah, dan susu formula 4-6x sehari. Imunisasi sudah lengkap. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan: RR : 52x/menit, ronchi positif kanan atas, HR 132x/menit, chest indrawing positif. BB/TB=7 KG/85 CM. T : 38,2 C. LK : 49 cm. Hasil lab : Hb=14,2. HT=42. Leukosit=19.000. Trombosit=267000. Albumin=2,3. Hasil Rongten : bronkopneumonia. Terapi yang diberikan : ceftriakson 3x250mg. infuse KaEn3B+ aminopilin 1amp dalam 24 jam, nebulizer+fisioterapi dada 3x sehari dengan kombivent ½ ampul.
I. IDENTITAS
Nama
: An. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 10 bulan
Alamat
: Kertamukti
Agama
: Islam
Tanggal Masuk RS
: 28 Mei 2012
Ruang Perawatan
: Ruang asoka
II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama : batuk-batuk sudah 3 hari 0
b. Keluhan Tambahan : demam tinggi sejak 2 hari suhu 38,2 C, tidak mau menyusu c. Riwayat Penyakit Sekarang
Bronkopneumonia 27
Riwayat ASI tidak ekslusif, sejak usia 4 bulan sudah diberikan MP ASI bubur beras merah. Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x sehari sepertiga piring, ASI jika ibu ada dirumah, dan susu formula 4-6x sehari. An. A tampak sesak napas. d. Riwayat penyakit dahulu An. A tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya e. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien. f.
Nutrisi Anak tidak mau menyusu, anoreksia, mual dan muntah
III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : baik Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
: T = 38,2º C , Nadi = 132 x/menit , RR = 52x/menit
Berat badan = 7 kg Tinggi badan = 85 cm LK : 49 cm Status nutrisi
: IMT= 9,7 (N= 14,6 – 20,1) BB/U= < -2 SD (Gizi kurang)
KEPALA
Mata
: Mata cekung (-/-), conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek pupil (+)
normal, isokor Telinga
: Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung
: Discharge (+/+) warna keputihan (sumber: Wong, 2008), deformitas (-/-),
deviasi septum (-/-), nafas cuping hidung (+) Mulut
: Bibir kering, sianosis sentral, lidah kotor (-)
Leher
: pembesaran thyroid (-), kaku kuduk (-)
THORAX
PULMO Bronkopneumonia 28
Inspeksi : dinding dada simetris,chest indrawing positif (Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam), pernapasan cuping hidung Palpasi
: fremitus vokal menurun, massa abnormal (-), lesi kulit (-)
Perkusi
: redup pada lapang paru kanan
Auskultasi
: suara napas bronchial, Ronkhi (+)
JANTUNG Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak. Auskultasi
: S1 S2 murni, bising (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Datar Auskultasi
: peristaltik, suara abnormal (-)
Palpasi
: hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi
: Tympani diseluruh regio abdomen
EKSTREMITAS
Atas
: Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (+/+)
Bawah
: Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (+/+)
Terapi yang sudah diberikan:
Ceftriakson 3x250mg
Infuse KaEn3B+ aminopilin 1ampul dalam 24 jam
Nebulizer + Fisioterapi dada 3x sehari dengan kombivent ½ ampul
Pengelompokan Data Data Subjektif
Data Objektif
Orang tua mengatakan:
Klien tampak:
An. A batuk 3 hari
Sesak napas dan mendapat O 2 (2 litr/mnt)
Demam tinggi 2 hari
Imunisasi sudah lengkap
Tidak mau menyusu dan makan
chest indrawing positif
Memuntahkan makanan
RR : 52x/menit, ronchi positif kanan atas
Pemberian ASI tidak eksklusif, sejak usia
HR 132x/menit, chest indrawing positif.
4 bulan sudah diberikan MP ASI bubur
BB/TB=7 kg/85 cm.
beras merah.
Status nutrisi:
Bronkopneumonia 29
Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x
IMT = 9,7 (N= 14,6 – 20,1)
sehari sepertiga piring,
BB/U = - 3 SD sampai dengan < -2 SD (Gizi kurang)
susu formula 4-6x sehari
ibu bekerja
keluarga mengatakan tidak tahu apa yang terjadi pada anaknya
keluarga
klien
mengatakan
sangat
T : 38,2 C
LK : 49 cm.
Hasil Rongten : bronkopneumonia.
Anak tidak mau menyusu, anoreksia, mual dan muntah
khawatir dengan kondisi anaknya
orang tua mengatakan menyesal karena tidak dapat merawat anaknya dengan baik
Orang tua mengatakan dari hidung anak keluar lendir
0
Ketidakadekuatan suplai ASI
akral dingin
bayi terlihat lemas
suara napas bronchial
penggunaan otot aksesoris pernapasan
S1 S2 murni, bising (-), gallop (-)
conjungtiva anemis
sklera anikterik
reflek pupil (+) isokor
Discharge hidung (+/+) warna keputihan
Orang tua terlihat gelisah
Wajah orang tua tegang
Reflex batuk kurang
Pemeriksaan lab:
Hb = 14,2 gr/dl
HT = 42 %
Leukosit = 19.000 µ/L
Trombosit = 267000 µ/L
Albumin = 2,3 gr/dl (N Bayi=4,4 - 5,4 gr/dl)
Hasil Rongten : bronkopneumonia.
Bronkopneumonia 30
Analisa masalah keperawatan Problem
Bersihan
Etiologi
jalan
nafas
tidak berhubungan
efektif
proses pembentukan peningkatan
Symptom
dengan inflamasi
DO: RR : 52x/menit, ronchi positif
edema, produksi
kanan atas HR 132x/menit, chest indrawing
sputum
positif.
akral dingin
bayi terlihat lemas
Discharge hidung
(+/+) warna
keputihan
Sesak napas
suara napas bronchial
penggunaan
otot
aksesoris
pernapasan
DS: Orang tua mengatakan dari hidung anak keluar lendir Risiko cairan
kekurangan
volume
berhubungan demam, intake
dengan menurunnya
DO:
Akral dingin
T : 38,2 C
Anak
0
tidak
mau
menyusu,
anoreksia, mual dan muntah
Klien muntah 100 cc/hari
DS: keluarga mengatakan
Demam tinggi 2 hari
Tidak mau menyusu dan makan
Memuntahkan makanan
Bronkopneumonia 31
Hipertermia
berhubungan
dengan
DO:
proses inflamasi
kulit bayi kemerahan
kulit terasa hangat
RR : 52x/menit
HR 132x/menit
T : 38,2 C
0
DS: Orang tua mengatakan
Ketidakseimbangan
nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
DO:
kehilangan nafsu makan, masukan
nutrisi
Demam tinggi 2 hari
BB/TB=7 kg/85 cm
tidak
IMT = 9,7 (N= 14,6 – 20,1) BB/U = - 3 SD sampai dengan < -2
adekuat
SD (Gizi kurang)
Albumin = 2,3 gr/dl
(N Bayi=4,4 - 5,4 gr/dl) Anak
tidak
mau
menyusu,
anoreksia, mual dan muntah Membrane mukosa pucat
DS: Orang tua mengatakan
Risiko
tinggi
penyebaran Infeksi
terhadap
berhubungan penurunan perlengketan
dengan kerja
silia,
Tidak mau menyusu dan makan
Memuntahkan makanan
DO:
sekret
pernafasan, malnutrisi.
Discharge hidung
(+/+) warna
keputihan
Reflex batuk kurang
Hasil Rongten : bronkopneumonia
Anak
tidak
mau
menyusu,
anoreksia, mual dan muntah
Ketidakadekuatan suplai ASI
Bronkopneumonia 32
Leukosit = 19.000µ/L
BB/TB=7 kg/85 cm. IMT = 9,7 (N= 14,6 – 20,1) BB/U = - 3 SD sampai dengan < -2 SD (Gizi kurang)
RR : 52x/menit, ronchi positif
kanan atas HR 132x/menit, chest indrawing
positif
Ansietas
Prosedur yang dilakukan pada anak
DO:
Orang tua terlihat gelisah dan gugup
Wajah orang tua tegang
DS:
keluarga mengatakan tidak tahu apa yang terjadi pada anaknya
keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya
orang tua mengatakan menyesal karena
tidak
dapat
merawat
anaknya dengan baik
Bronkopneumonia 33
Ketidakefektifan ASI Ekslusif
pemberian
Bayi menerima makanan
DO:
tambahan
Ketidakadekuatan suplai ASI DS:
Pemberian
ASI
tidak
eksklusif,
sejak usia 4 bulan sudah diberikan MP ASI bubur beras merah.
Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x sehari sepertiga piring,
susu formula 4-6x sehari
ibu bekerja
Bronkopneumonia 34
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Diagnose keperawatan Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
Bersihan
1. Auskultasi area paru, catat
Penurunan aliran udara terjadi pada area
efektif
jalan
nafas
berhubungan
tidak Tujuan: dengan
Setelah dilakukan intervensi
area
proses inflamasi pembentukan
keperawatan selama 1x 24
aliran
edema, peningkatan produksi jam sputum ditandai dengan
menunjukkan
jalan
nafas efektif
penurunan/tak udara
dan
ada
positif kanan atas
HR
132x/menit,
akral dingin
bayi terlihat lemas
Discharge hidung
terjadi pada area konsolidasi. Krekels dan
mengi.
ronchi dan mengi terdengar pada inspirasi dan
ekspirasi
pada
respon
terhadap
jalan nafas / obstruksi.
Suara nafas bersih
Sekret di jalan nafas
2. Posisikan
kepala
lebih
tinggi
Posisi kepala lebih tinggi meningkatkan ekspansi paru
bersih (+/+)
Sesak napas
suara napas bronchial
penggunaan otot aksesoris pernapasan
atau
pengumpulan cairan, secret kental dan spasme
rales, wheezing
Cuping hidung tidak 3. Pengisapan secret (suction) ada
warna keputihan
nafas
tidak ada ronkhi atau
chest
indrawing positif.
bunyi
nafas, misalnya : krekels,
KH:
cairan,
bronchial ( normal pada bronchus ) dapat juga
/ RR : 52x/menit, ronchi
dengan
bunyi
DO:
konsolidasi
sesuai indikasi
Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif
Tidak ada sianosis
atau penurunan tingkat kesadaran.
4. Lanjutkan fisioterapi
pemberian dada
postural drainase
dan
Fisioterapi dada dan postural drainase yang baik dapat membantu pengeluaran secret dari jalan napas
DS:
5. Berikan
Orang
tua
mengatakan
dari
hidung anak keluar lendir
cairan
yang
Cairan
yang
adekuat
akan
memudahkan
adekuat (sesuai toleransi)
pengeluaran secret karena secret mnejadi lebih
untuk
cair
mengencerkan
sekresi 6. Lanjutkan pemberian terapi nebulasi dengan kombivent
Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret
½ ampul sesuai dengan indikasi 7. Lanjutkan pemberin terapi oksigen
2L/mnt
sesuai
Cairan
diperlukan
untuk
menggantikan
kehilangan (termasuk yang tak tampak) dan memobilisasikan sekret
indikasi Risiko
kekurangan
volume
Tujuan:
cairan
berhubungan
dengan
Setelah dilakukan tindakan
dehidrasi
mata
cairan, meskipun membrane mukosa mulut
demam, menurunnya intake dan
keperawatan selama 3 x 24
cekung, mukosa kering dan
mungkin kering karena napas mulut dan
tachipnea ditandai dengan
jam tidak terjadi kekurangan
pucat, turgor kulit buruk
oksigen tambahan
DO:
volume cairan.
1. Kaji adanya tanda- tanda
2. Lanjutkan
Akral dingin 0
KH:
T : 38,2 C
Anak tidak mau menyusu, anoreksia,
mual
dan
infuse Tidak dehidrasi
ada
tanda
seperti
pemberian KaEn3B
+
Indicator
langsung
keadekuatan
volume
Mencegah kekurangan/kehilangan cairan serta memperbaiki masukan cairan
aminopilin 1 ampul dalam 24
jam
serta
Jaga
Bronkopneumonia
36
muntah
DS: keluarga mengatakan
Demam tinggi 2 hari
Tidak mau menyusu dan
Suhu
tubuh
normal
kelancaran aliran infuse
36,5-37 0C
Kelopak
mata
cekung
tidak 3. Pantau tanda vital (TD, HR, RR, suhu) tiap 6 jam
Peningkatan
suhu/memanjangnya
demam
meningkatkan laju metabolic dan kehilangan
makan
Turgor kulit baik
cairan melalui evaporasi. TD ortostastik
Memuntahkan makanan
Akral hangat
berubah
dan
peningkatan
takikardia
menunjukkan kekurangan cairan sistemik
4. Lakukan
Kompres
jika
terdapat hipertermia suhu diatas 38 C
Menstabilkan
suhu
suhu/memanjangnya
karena demam
peningkatan meningkatkan
laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi
5. Pantau balance cairan dan berikan nutrisi sesuai diet
6. Awasi turgor kulit
Membrikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan pengganti
Indicator
langsung
keadekuatan
volume
cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan
Bronkopneumonia
37
Risiko
tinggi
terhadap
penyebaran
Tujuan:
1. Pantau tanda vital dengan selama
Infeksi
Setelah dilakukan tindakan
ketat, khusus selama awal
berhubungan dengan penurunan
keperawatan selama 1x24
terapi.
periode
waktu
ini,
potensial
komplikasi fatal dapat terjadi.
kerja silia, perlengketan sekret jam infeksi tidak terjadi pernafasan, malnutrisi. Ditandai dengan:
KH:
DO:
2. Monitor
Discharge hidung
(+/+)
adanya
Tidak ada tanda – tanda
patologi penyakit ataupun
infeksi
tindakan invasif
(demam,
Reflex batuk kurang
kemerahan) terjadi
memperhatikan
Hasil
Suhu tubuh dalam batas
pengeluaran
normal
melaporkan
bronkopneumonia
Anak tidak mau menyusu,
warna,
anoreksia,
secret
mual
dan
muntah
yang
tepat
untuk
nyeri, 3. Anjurkan keluarga pasien Pengeluaran sputum amat penting, perubahan
edema,
:
tindakan
tanda infeksi, baik akibat mencegah penyebaran infeksi
warna keputihan
Rongten
tanda- Menentukan
karakteristik sputum menunjukkan perbaikan
sekret
jumlah
dan pneumonia atau terjadinya infeksi sekunder.
perubahan dan
bau
4. Tunjukkan / dorong tehnik Teknik cuci tangan yang baik, terutama ketika
Leukosit = 19.000 µ/L
mencuci tangan yang baik kontak dengan klien Efektif menurunkan
BB/TB=7 kg/85 cm.
kepada anggota keluarga penyebaran / tambahan infeksi
IMT = 9,7 (N= 14,6 – 20,1)
dan tenaga kesehatan
BB/U = - 3 SD sampai dengan < -2 SD (Gizi kurang)
5. Lanjutkan postural
pemberian drainase
Meningkatkan pengeluaran sekret
yang
Bronkopneumonia
38
RR : 52x/menit, ronchi
sesuai lokasi terdapatnya
positif kanan atas
sputum,
HR
132x/menit,
indrawing positif
chest
untuk
mempermuda
mobilisasi
sputum keluar 6. Batasi pengunjung sesuai menurunkan indikasi
pemajanan
terhadap
patogen
infeksi dari orang lain serta menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak untuk beristirahat
7. Dorong
keseimbangan Memudahkan
proses
penyembuhan
dan
istirahat adekuat dengan meningkatkan tahanan alamiah . aktifitas Tingkatkan
sedang. masukan
nutrisi adekuat.
Bronkopneumonia
39
Bagan Patoflow Bronkopneumonia
Pneumokokus, streptococcus pneumonia, stapilococus aureus, haemopillus influenza, candida albican, dan virus
Inhalasi mikroba di udara
Aspirasi organism dari nasofaring
hematogen
Infeksi parenkim paru (Bronkiolus dan
Peradangan dan edema
Eritrosit >
Leukosit >
Kerusakan membrane
fagositosis
Proses resolusi Hepatisasi abu-abu
Resolusi sempurna, paru kembali normal
Proses difusi osmosis oksigen terganggu
↓ jumlah oksigen dalam
MO paru menyebar ke bronkus
Nanah menumpu
↑tekanan paru
Bronkus rusak
Kapasitas paru
bronkiektasis
Pernafasan otot intercosta
↑retraksi dada
nyeri
Tak efektif bersihan jalan nafas
Eksudat Sumbata n pada lumen bronkus
↓ asupan oksigen
sesa
Pucat/ sianosis
Gangguan pertukaran gas
↑produksi mukosa
Intoleransi aktivitas
↑gerakan silia
↑reflek batuk
Pola tidur tidak efektif
BAB IV KESIMPULAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
7
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung pada usia (menentukan jenis bakteri dan virus), status imunologis, status lingkungan, kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara), status imunisasi, faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
4
Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.
2
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia.
1,3,4,8
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP.
1,4,6
Penatalaksanaan pneumonia yaitu dengan pemberian antibiotik, penatalaksanaan suportif dan penatalaksanaan bedah. Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.
5,7
Bronkopneumonia
41