MAKALAH FARMASI FISIKA “ ZAT PADAT”
Disusun Oleh : Kelvin Maringka
Ririn Hamid
Yelly Lahopang
Jefri Makawimbang
Santriani Balansa
Majesty Tumuju
Cicilia Wolley
Brenda Sambe
Anggita Runtuwene
Melisa Popang
Adelina Werat
Pratiwi Benawan
Handriani Malihu
Sukma Tampoi
Wiliam Haryanto
Rahmawati Kambaura
Naftalia Palandeng
PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS TRINITA MANADO 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat cinta kasih- Nya Nya sehingga makalah ini telah dibuat dengan judul judul “Zat “Zat Padat”. Padat”. Makalah ini disusun sedemikian rupa, agar para pembaca dapat memahami apa itu “Zat “Zat Padat”. Padat”. Supaya para pembaca lebih paham tentang pandangan agama pada kesehatan manusia. Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran dari semua pihak sehingga makalah ini yakni “Zat Padat” Padat” dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Manado, Oktober 2018
Kelompok I
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................... ............................................................... ............................................... ............................ ... i DAFTAR ISI ISI ........................................ .............................................................. ............................................ ........................................... ..................... ii BAB I PENDAHULUAN ........................................ .............................................................. ............................................ ........................ 1 A.
Latar Belakang .................................................. ........................................................................ ................................... ............. 1
B.
Rumusan Masalah .............................................. .................................................................... .................................. ............ 1
C.
Tujuan Masalah ............................................. ................................................................... ....................................... ................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................. ................................................................................... .......................... .... 3 A.
Struktur Kristal ......................................... ............................................................... ............................................ ...................... 3
B.
Bentuk Kristal Krist al ................................................ ...................................................................... ...................................... ................ 7
C.
Polimorfisme ........................................ .............................................................. ............................................ ......................... ... 12
D.
Hidrat Kristal ............................................ .................................................................. .......................................... .................... 23
E.
Disolusi Obat Padat ............................................ .................................................................. ................................ .......... 27
F.
Pentingnya Biofarmasi Ukuran Partikel Parti kel ............................................. ............................................. 29
G.
Membasahi dari Bubuk ...................................................... ...................................................................... ................ 35
H.
Dispersi Zat Padat ................................................................. .............................................................................. ............. 39
BAB III PENUTUP ............................................. ................................................................... ............................................ ........................... ..... 44 A.
Kesimpulan ............................................ .................................................................. ............................................ ........................ 44
DAFTAR PUSTAKA ............................................. ................................................................... ............................................ ........................ 47
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sifat atau karakteristik fisika dari padatan terlihat pada kristal dan bubuk, dan keterkaitan dengan eksipien farmasi karena hal ini dapat mempengaruhi kedua produksi bentuk dosis dan kinerja produk jadi. Menurut Pilpel mengingatkan kita bahwa bubuk dapat “mengapung seperti gas dan mengalir seperti cairan” tetapi ketika dipadatkan dapat mempengaruhi berat atau bobot. Bubuk halus menyebar sebagai suspensi didalam cairan yang digunakan dalam Bentukulasi injeksi dan aerosol. Pada materi ini kita akan membahas tentang bentuk dan ukuran partikel dari obat kristal dan obat amorf, dan efek atau pengaruh karakteristik perilaku yang dimiliki obat, termasuk pada disolusi dan bioavailabilitas obat. Sifat senyawa atau zat dari obat berbentuk kristal dapat mempengaruhi stabilitas dari zat padat yang merupakan sifat-sifat larutan dan absorpsi atau penyerapan. Dimana ini kemudian untuk dipertimbangkan pentingnya sifat sif at zat padat dalam hal produksi dan Bentukulasi Bentukulasi obat.
B. Rumusan masalah
1. Jelaskan apa itu Struktur Kristal ? 2. Jelaskan apa itu Bentuk Kristal ? 3. Jelaskan apa itu Polimorfisme ? 4. Jelaskan apa itu Hidrat Kristal ? 5. Jelaskan apa itu Disolusi Obat Padat ? 6. Jelaskan apa itu Pentingnya Biofarmasi Ukuran Partikel ? 7. Jelaskan apa itu Membasahi dari Bubuk ? 8. Jelaskan apa itu Dispersi Zat Padat ?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Struktur Kristal. 2. Untuk mengetahui apa itu Bentuk Kristal. 3. Untuk mengetahui apa itu Polimorfisme. 4. Untuk mengetahui apa itu Hidrat Kristal. 5. Untuk mengetahui apa itu Disolusi Obat Padat. 6. Untuk mengetahui apa itu Pentingnya Biofarmasi Ukuran Partikel. 7. Untuk mengetahui apa itu Membasahi dari Bubuk. 8. Untuk mengetahui apa itu Dispersi Zat Padat.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Struktur Kristal Kristal mengandung susunan molekul dan atom yang sangat teratur yang disatukan oleh interaksi nonkovalen. Sebagai contoh sederhana yaitu pada sel satuan dari anorganik garam natrium klorida. Gambar 1.1 menunjukkan pengaturan teratur ion Cl- dan Na+ ion yang membentuk struktur kristal natrium klorida.
Gambar 1.1 Ruang kisi kristal natrium klorida. Setiap ion natrium adalah oktahedral yang dikelilingi oleh enam ion klorida dan masing-masing ion klorida adalah oktahedral yang dikelilingi oleh enam ion natrium. Kita bisa menggambar persegi di satu sisi menghubungkan ion natrium. Kotak yang sama dapat ditarik pada semua sisi untuk membentuk kubik dimana akan mengulangi unsur yang kita sebut sel satuan. Dalam kristal tertentu, setiap sel satuan adalah ukuran yang sama dan berisi jumlah yang sama molekul atau ion diatur dengan cara yang sama. Biasanya hal ini paling tepat untuk memikirkan atom atau molekul sebagai titik dan kristal sebagai susunan tiga dimensi dari titik-titik ini, atau kisi kristal. Untuk semua kristal yang memiliki ada tujuh dasar atau sel satuan primi tif, yang ditampilkan dalam pada gambar 1.2. akan menunjukkan panjang dari sisi sebagai a, b dan c. α (antara sisi b dan c) β (antara sisi a dan c)
3
γ (antara sisi a dan b) Gambar 1.2 menunjukkan panjang sisi karakteristik dan sudut untuk sel satuan 'primitif' .
Gambar 1.2 Tujuh sel satuan primitif memiliki atom atau molekul yang hanya ada di setiap sudut sel satuan. Molekul obat biasanya akan membentuk sel satuan triklinik, monoklinik dan ortorombik. Pada struktur Gambar 1.2 memiliki atom atau molekul hanya di setiap sudut sel satuan. Adalah mungkin untuk menemukan sel-sel satuan dengan atomatom atau molekul-molekul juga di tengah-tengah permukaan atas atau bawah ( endcentered), di pusat setiap wajah (berpusat-muka) atau dengan atom tunggal di tengah-tengah sel ( berpusat pada tubuh), seperti pada Gambar 1.3. Variasi sel primitif
4
Perhatikan bahwa variasi ini tidak terjadi dengan setiap jenis sel satuan dimana : End-centered (berpusat pada akhir) monoklinik dan ortorombik Face-centred (berpusat pada wajah) kubik dan ortorombik Body-centred (berpusat pada tubuh) tetragonal kubik dan ortorombik Secara keseluruhan ada 14 kemungkinan jenis sel s atuan dan ada beberapa kisi Bravais. Untuk obat-obatan ada tiga jenis unit yang umum sel: triklinik, monoklinik dan ortorombik. Pada Indeks Miller kita dapat mengidentifikasi berbagai bidang kristal dengan menggunakan sistem indeks Miller. Untuk memahami bagaimana sistem ini digunakan, mari kita perhatikan pesawat yang ditarik melalui kristal kubik.
Indeks Miller Hal
ini
dapat
mengidentifikasi
berbagai
bentuk
bidang
kristal
menggunakan sistem indeks Miller. Untuk mengerti bagaimana sistem ini digunakan, mari kita pertimbangkan bidang yang ditarik melalui kristal kubik ditunjukkan pada Gambar. 1.4 (a).
5
Bidang yang memotong sumbu pada satu satuan panjang dan sumbu c pada satu satuan panjang. Hal ini bagaimanapun tidak memotong sumbu b dan karenanya mencegat sumbu ini tak terbatas. Salah satu cara kita bisa melakukan label bidang yaitu untuk menunjukkan masing-masing bagian dengan jarak sepanjang sumbu ke titik di mana bidang melintasi sumbu. Jadi, misalnya bidang ditandai Gambar. 1.4 (a) akan memotong panjang a = 1, b =
, c = 1. Sistem pelabelan ini wajah tidak nyaman karena penampilandari
∞
∞. Cara mengatasi masalah ini adalah dengan mengambil bilangan timbal balik dari angka - angka (karena kebalikan dari ∞ = 0). Pesawat ditunjukkan saat itumenjadi 1/ 1, 1/ ∞, 1/1 untuk a, b dan c axes, yaitu 1, 0, 1. Indeks Miller untuk pesawat ini adalah kemudian ditulis sebagai (101). Contoh kedua diilustrasikan pada Gambar. 1,4 (b). Pesawat ini tidak memotong sumbu; saya t memotong sumbu b pada panjang sel satuan, dan tidak memotong sumbu c Panjang intercept karena itu 1
adalah a = ∞, b = , c = ∞ yang mengambil timbal balik menjadi 0, 2, 0. Aturan 2
kedua Indeks Miller sekarang diterapkan, yaitu untuk mengurangiangka ke persyaratan terendah, yaitu dalam hal ini dengan kasus membagi mereka semua dengan 2. The Miller indeks untuk pesawat ini karena itu (010). Aturan lain untuk menerapkan indeks Miller adalah ditunjukkan oleh contoh berikut, yang untuk kemudahan ilustrasi diperlihatkan menggunakan dua dimensi array (c axis dapat dibayangkan berada pada sudut kanan ke halaman). Tak satupun dari set pesawat yang akan kita pertimbangkan melintasi c axis, yaitu kami menganggap mereka untuk memotongnya di ∞.
6
Bidang x pada Gambar. 1.5 memiliki, b dan c memotong 3, 2, dan ∞, memberikan timbal balik, dan 0. Prosedurnya sekarang adalah membersihkan fraksi, di kasus ini dengan mengalikan setiap istilah dengan 6, member 2, 3, dan 0. Tidak mungkin untuk mengurangi ini lebih lanjut, dan indeks Miller karenanya (230). Bidang y pada Gambar. 1.5 menunjukkan sebuah contoh intercept negatif di mana a sumbu dilintasi. Kebalikan dari a, b dan c intersepsi adalah -1, 1, dan 0. Prosedur itu sekarang digunakan adalah menulis angka negative menggunakan bar di atasnya, memberikan indeks Miller untuk bidang ini (110). Hal yang harus diperhatikan dalam mengambar bidang dengan menggunakan sistem indeks Miller, yaitu : - Tentukan intercept dari bidang di a, b, dan c kapak dalam hal panjang sel satuan - Ambil timbal balik dari intersepsi. - Bersihkan pecahan dengan mengalikan dengan denominator umum terendah. - Kurangi angka ke persyaratan terendah. - Tunjukkan angka negatif dengan bilah di atas nomor. Kita harus memperhatikan bahwa semakin kecil angkanya dalam indeks Miller untuk sumbu tertentu, maka lebih banyak paralel yang merupakan bidang pada sumbu itu, nilai nol yang menunjukkan sumbu tersebut adalah suatu yang sejajar. Semakin besar indeks Miller, semakin banyak bidang tegak lurus pada sumbu itu.
B. Struktur dan Bentuk Kristal Keadaan solid (padat) sangat penting untuk berbagai macam alasan, yang di rangkum pada gambar 1.6 morfologi, ukuran partikel, polimorfisme, solvasi atau hidrasi yang dapat mempengaruhi filtrasi, aliran, tablet, pembubaran (disolusi) dan bioavailabilitas (ketersediaan hayati). Ini dapat di jelaskan di bawah ini.
7
Suatu Kristal pada zat tertentu memiliki ukuran yang bervariasi, perkembangan relatif dari bentuk yang telah diberikan dan jumlah serta jenis pada wajah (atau bentuknya) yaitu dapat diartikan bahwa mereka mungkin memiliki kebiasaan
Kristal
yang
berbeda.
Kebiasaan
Kristal
yang
berbeda
ini
menggambarkan bentuk keseluruhan Kristal dalam istilah yang agak umum termasuk, misalnya, jenis acicular (seperti jarum), prismatik, piramidal, tabular, equant, columnar, dan lamellar (pipih). Pada gambar 1.7 ini menunjukkan kebiasaan dari Kristal heksagonal.
Meskipun mungkin tidak ada perbedaan yang signifikan dalam bioavailabilitas (ketersediaan hayati) obat dengan kebiasaan Kristal yang berbeda, namun kebiasaan Kristal itu adalah bagian penting dari sudut pandang teknologi. Dimana kemampuan untuk menyuntikkan suspensi yang mengandung obat dalam bentuk Kristal dapat dipengaruhi oleh kebiasaan, seperti pada kristal seperti lempeng atau piring yang lebih mudah disuntik melalui jarum halus daripada kristal jarum. Kebiasaan Kristal ini juga dapat mempengaruhi kemudahan kompresi tablet dan sifat aliran obat dalam keadaan padat (solid). Kristal seperti lempeng tolbutamie, misalnya, menyebabkan bubuk membatasi dihopper pada mesin tablet dan juga membatasi masalah selama pentabletan. Tak satupun dari masalah ini terjadi pada tolbutamide dalam keniasaan Kristal lainnya. Kebiasaan yang didapat tergantung pada kondisi kristalisasi yaitu seperti pelarut yang di gunakan suhu, dan konsentrasi dan keberadaan kotoran. Ibuprofen biasanya mengkristal dari heksana sebagai kristal yang berbentuk jarum memanjang dan telah ditemukan memiliki
8
sifat aliran yang buruk; kristalisasi dari methanol ini menghasilkan dua dimensi dengan sifat aliran dan karakteristik pemadatan yang lebih baik sehingga lebih cocok untuk tablet. Morfologi kristal dari eksipien (seperti bubuk selulosa) termasuk dalam Bentukulasi tablet, ini juga dapat memiliki pengaruh signifikan pada kekuatan dan waktu disintegrasi tablet.
Kristalisasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk-bentuk Kristal Kristalisasi dari larutan dapat dipertimbangkan atau dianggap menjadi
hasil dari tiga proses berurutan: • Supersaturasi larutan • Pembentukan inti Kristal • Pertumbuhan Kristal di sekitar nukleus Supersaturasi dapat dicapai dengan pendinginan, penguapan, dengan penambahan suatu endapan atau dengan reaksi kimia yang berubah sifatnya dari zat terlarut. Supersaturasi ini sendiri tidak cukup untuk membuat kristal terbentuk dimana embrio kristal harus terbentuk oleh tubrukan molekul zat terlarut dalam larutan, atau dengan penambahan biji kristal, atau partikel debu. Hal yang disengaja ini sering dilakukan dalam produksi industri yaitu pada biji kristal belum tentu harus dari substansi dengan yang bersangkutan atau substansi itu sendiri, tetapi mungkin merupakan substansi isomorfik (yaitu dari morfologi yang sama). Begitu inti nukleus stabil terbentuk, maka mulailah tumbuh menjadi Kristal yang terlihat. Pertumbuhan Kristal ini terbalik dari
dapat dianggap sebagai proses pembubaran
teori difusi Noyes dan Whithey, dan dari Nernst, yang
mempertimbangkan bahwa materi yang disimpan secara terus menerus pada wajah atau bentuk kristal, dengan laju sebanding pada perbedaan konsentrasi antara permukaan dan larutan massal. Jadi persamaan kristal isasi dapat disebutkan dalam bentuk :
9
Dimana : m
: massa padat (solid)
t
: waktu
A
: luas permukaan kristal,
CS
: konsentrasi zat terlarut pada saturasi
CSS
: konsentrasi zat terlarut pada super saturasi.
Sebagai k m= D/δ (D menjadi koefisien difusi dari zat terlarut dan lapisan difusi ketebalan ; dapat di lihat pada gambar 1.15), tingkat agitasi sistem, yang mempengaruhi δ, juga mempengaruhi pertumbuhan kristal. Kristal umumnya lebih cepat larut daripada pertumbuhan kristal, jadi oleh karena itu pertumbuhan tidak hanya kebalikan dari pembubaran (disolusi). Telah disarankan bahwa ada dua langkah yang terlibat dalam pertumbuhan selain yang disebutkan sebelumnya, yaitu pengangkutan molekul ke permukaan dan pengaturannya secara teratur dalam kisi. Persamaan (1.1) ternyata lebih baik ditulis dalam bentuk yang dimodifikasi:
k g menjadi koefisien pertumbuhan kristal keseluruhan dan n 'urutan' dari proses pertumbuhan kristal. Untuk rincian lebih lanjut, ada 2 referensi yang harus diketahui :
Pengendapan Presipitasi (suatu proses pengendapan) dapat diinduksi dengan mengubah
pH larutan agar saturasi kelarutan terlampaui. Presipitasi mungkin dibuat untuk terjadi solusi homogen dengan perlahan-lahan menghasilkan agen pengendapan berarti reaksi kimia, suatu proses yang mungkin terjadi, misalnya, dalam infus intravena cairan dan obat-obatan cair. Pengendapan dengan pencampuran langsung dari dua larutan yang bereaksi terkadang tidak segera terjadi nukleasi, dan sebagai hasilnya tahap pencampuran dapat diikuti oleh waktuyang ditetapkan. Tingkat curah hujan merupakan faktor penting dalam menentukan kebiasaan, seperti yang ada pada proses yang dinamis yaitu kristalisasi, melibatkan nukleasi dan kristal berikutnya pertumbuhan. Bentuk phenylsalicylate, Misalnya,
10
tergantung pada tingkat pertumbuhan kristal. Transisi ke bentuk lebih tajam terjadi ketika laju pertumbuhan meningkat. Pada tingkat pertumbuhan rendah, bentuk kristal yang lebih teratur diperoleh. Efek pelarut bahwa pada umumnya yang kurang kental akan membuat efek pertumbuhan secara tidak maksimal dan bentuk kristal lebih ke arah equidimensional (mineral).
Modifikasi Kebiasaan Kebiasaan kristal dapat dimodifikasi dengan menambahkan kotoran atau
‘racun’; misalnya, pewarna asam sulfonat mengubah kebiasaan kristal amonium, natrium dan nitrat kalium.
Gambar 1.8. (a) Pengaruh surfaktan anionik dan kationik pada kebiasaan kristal asam adipat. (b) Diagram (tidak berskala) representasi s usunan molekul pada permukaan kristal. Surfaktan dalam medium pelarut yang digunakan untuk pertumbuhan kristal (atau, misalnya, dalam stabilisasi atau membasahi suspensi) bisa berubah bentuk kristal. Ini diilustrasikan dengan sangat baik oleh efek surfaktan anionik dan kationik pada kristal asam adipat. Analisis X-ray menunjukkan bahwa linear enam karbon Molekul asam dikarboksilat adalah meluruskan end-to-end dalam susunan paralel dalam kristal
11
dengan sumbu panjangnya sejajar dengan (010) wajah, sehingga wajah (001) dibuat seluruhnya dari -COOH grup sementara (010) dan (110) wajah mengandung keduanya – COOH dan hidrokarbon (HC) bagian dari molekul (Gambar 1.8). Surfaktan kationik trimethyldodecylammonium klorida dua kali lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan wajah (001) seperti itu dari wajah (110) dan (010). Dalam konsentrasi tinggi itu menyebabkan Bentukasi sangat tipis piring atau serpihan. Sebaliknya, anionik surfactant sodium dodecylbenzene sulfonate pada 55 ppm (bagian per juta) adalah tiga kali lipat efektif dalam mengurangi tingkat pertumbuhan (110) dan (010) menghadap wajah (001). Tingkat sodium dodecylbenzene yang lebih tinggi sulfonat menyebabkan modifikasi kebiasaan ekstrim, menghasilkan pelat heksagonal tetapi panjang, tipis batang atau jarum. Wajah kristalografi yang tingkat pertumbuhannya paling tertekan adalah adsorpsi surfaktan yang terbesar. Aditif kationik menyerap pada wajah terdiri dari kelompok karboksilat (001), dan aditif anionik pada (110) dan (200) wajah, yang hidrofobik. Interaksi coulombic dari kelompok kepala kationik dan – COO – kelompok pada (001) wajah telah disarankan. Adsorpsi dari anionik surfaktan, ditolak dari anionik (001) wajah, terjadi dengan amphipathically pada hidrofilik (110) wajah dan (100) wajah pada Gambar 1.8.
C. Polimorfisme Sebagaimana telah kita lihat, senyawa dapat mengkristal keluar dari larutan dalam berbagai kebiasaan yang berbeda tergantung pada kondisi kristalisasi. Kebiasaan kristal ini biasanya memiliki struktur internal yang sama dan memiliki pola difraksi sinar-X yang sama. Perbedaan yang lebih mendasar dalam sifat dapat ditemukan ketika senyawa mengkristal sebagai polimorf yang berbeda. Ketika polimorfisme terjadi, molekul mengatur diri mereka dalam dua atau lebih dengan cara yang berbeda didalam kristal; baik dalam bentuk dikemas yang berbeda dalam kisi kristal atau mungkin ada perbedaan orientasi atau bentuk molekul di
12
situs kisi. Variasi ini menyebabkan perbedaan dalam pola difraksi sinar-X dari polimorf dan teknik ini adalah salah satu metode utama untuk mendeteksi keberadaan polimorf. Polimorf memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda; misalnya, mereka ada yang memiliki titik leleh yang berbeda dan solubilities dan mereka juga biasanya ada dalam kebiasaan yang berbeda. Kami akan mempertimbangkan dua obat yang menunjukkan fenomena ini. Spironolakton (I), yang merupakan agonis aldosteron steroid diuretik, mengkristal sebagai dua bentuk polimorfik dan juga empat bentuk kristal terlarut tergantung pada pelarut dan metode yang digunakan untuk kristalisasi.
Pada saat ini kita akan berkonsentrasi pada dua polimorf saja. Bentuk 1 diproduksi ketika spironolactone powder dilarutkan dalam aseton pada suhu yang sangat dekat dengan titik didih dan larutan tersebut kemudian didinginkan dalam beberapa jam ke 0°C. Bentuk 2 diproduksi ketika bubuk dilarutkan dalam aseton, dioksan atau kloroBentuk pada suhu kamar dan pelarut dibiarkan menguap secara spontan selama beberapa minggu. Dalam kedua polimorfik inti steroid (A, B, C dan D rings) sebagaimana telah kita lihat, senyawa dapat mengkristal keluar da ri larutan dalam berbagai kebiasaan yang berbeda tergantung pada kondisi kristalisasi. Hampir semua planar dan tegak lurus terhadap cincin E dan rantai s amping 7α-acetothio. Pengepakan molekul dalam dua polimorfik dibandingkan pada
13
Gambar. 1.9. Kedua sel satuan bersifat ortorombik tetapi mereka berbeda dalam ukurannya.
Gambar 1.9. Sel satuan spironolactone Sumbu a, b, dan c dari bentuk 1 ditemukan masing-masing 0,998, 3,557 dan 0,623 nm, dibandingkan dengan panjang yang setara untuk bentuk 2 1,058, 1,900 dan 1,101 nm. Ada juga perbedaan dalam kebiasaan kristal, yaitu pada bentuk 1 kristal seperti jarum, sedangkan yang dari bentuk 2 adalah prisma (lihat Gambar 1.10). Titik leleh sedikit berbeda yaitu pada bentuk 1 meleleh pada 205 ° C sedangkan Bentuk 2 memiliki titik leleh 210°C.
Gambar 1.10 Bentuk kristal spironolactone.
14
Contoh kedua dari obat yang menunjukkan polimorfisme adalah parasetamol (II). Obat ini diketahui ada dalam dua bentuk polimorfik, monoklinik (Bentuk 1) dan ortorombik (Bentuk 2), yang Bentuk 1 adalah lebih termodinamika stabil secara dinamis pada suhu kamar dan merupakan bentuk yang digunakan secara komersial. Namun, bentuk ini tidak cocok untuk kompresi langsung ke dalam tablet dan harus dicampur dengan bahan pengikat sebelum tablet, prosedur yang paling baik dan memakan waktu.
Sebaliknya, bentuk 2 dengan mudah dapat mengalami deformasi plastik setelah pemadatan dan telah menyarankan bahwa bentuk ini mungkin memiliki keunggulan pemrosesan yang berbeda atas bentuk monoklinik. Parasetamol monoklinik siap diproduksi dengan kristalisasi dari larutan berair dan banyak pelarut lainnya; produksi bentuk ortorombik telah terbukti lebih sulit tetapi dapat dicapai, setidaknya pada skala laboratorium, dengan nukleasi larutan jenuh parasetamol dengan biji bentuk 2 (dari melt-crystallized paracetamol).
Gambar 1.11 Mikrograf elektron scanning menunjukkan kebiasaan kristal (a) Bentuk 1 dan (b) Bentuk 2 dari parasetamol yang tumbuh dari IMS yang jenuh.
15
Gambar 1.11 menunjukkan mikrograf elektron pemindaian dari dua bentuk polimorfik ketika dikristalkan dari alkohol alkohol industri (IMS). Form 1 digambarkan memiliki kebiasaan prismatik terhadap lempeng yang memanjang ke arah c-axis, sedangkan Form 2 mengkristal sebagai prisma yang memanjang sepanjang c-axis. Tablet 1.1 Titik lebur dari beberapa bentuk polimorfik steroid, sulfonamid, dan riboflavin a Bentuk dan Titiik lebur ( ⁰C)
Senyawa Steroid Polimorfik Corticossterone 160 β -Estradiol Estradiol Testeteron Methylprednisolone Sulfonamide polimorfik Sulfafurazole Acetazolamide Tolbutamide
(I) 180-186
(II) 175-179
(III) 163-168
178 169 225 223 155 148 144 I (205, Kelarutan Berair 0.075 mg cm-3) II(230, kelarutan berair 0,16 mg cm-3 ) 190-195 258-260 127
131-133 248-250 117
(IV) 155-
143
106
Lainnya Riboflavin
I (291, kelarutan berair 60 mg cm-3) II (278, kelarutan berair 80 mg cm -3) III(183, kelarutan berair 1200 mg cm-3) a Diproduksi oleh M. Kuhnert-Brandstatter, Thermomicroscopy dalam Analisis obatobatan, Pergamon Press, New York, 1971.
Polimorfisme umum terjadi pada senyawa farmasi. Meskipun kami belum memahami prosesnya dengan cukup baik untuk memprediksi obat mana yang cenderung menunjukkan fenomena ini, jelas bahwa golongan obat tertentu sangat rentan. Delapan modifikasi kristal fenobarbital telah diisolasi tetapi 11 telah diidentifikasi dengan titik leleh mulai dari 112 hingga 176 ° C. Dari barbiturat yang digunakan medicinally, sekitar 70% menunjukkan polimorfisme. Steroid sering memiliki modifikasi polimorfik, testosteron memiliki empat: ini adalah kasus polimorfisme sejati dan bukan pseudopolimorfisme di mana pelarut adalah penyebabnya (lihat bagian 1.4). Dari sulfonamida komersial, sekitar 65% ditemukan ada dalam beberapa bentuk polimorfik. Contoh dari perbedaan kelarutan dan titik leleh dari sulfonamida polimorfik dan steroid diberikan pada Tabel 1.1.
16
Prediktabilitas fenomena itu sulit kecuali dengan mengacu pada pengalaman masa lalu. Pentingnya farmasi sangat tergantung pada stabilitas dan kelarutan bentuk-bentuk yang bersangkutan. Oleh karena itu, sulit untuk menggeneralisasi, kecuali untuk mengatakan bahwa di mana polimorfik senyawa yang tidak larut terjadi mungkin ada implikasi biofarmasi. Tabel 1.2 adalah daftar sebagian
obat-obatan
yang
telah
diidentifikasi
oleh
polimorfisme
dan
pseudopolimorfik atau yang telah dilaporkan keadaan amorfnya. Tablet 1.2 Obat polimorfik dan pseudopolimorfik Senyawa
Jumlah Formulir Amorf
Polimorfik pseudopolymorphs Ampisilin Beclometasone dipropionate Betametason Betamethasone 21-acetate Betametason 17-valerat Kafein Cefaloridin Chloramphenicol palmitat Chlordiazepoxide HCl Chlorthalidone Dehydropregnenolone Dexamethasone acetate Dexamethasone berkorelasi Digoxin Eritromisin Fludrocortisone acetate Fluprednisolone Glutethimide Hidrokortison TBA b Indometasin Asam Mefenamat Meprobamate Metil p-hidroksibenzoat Methylprednisolone Novobiocin Prednisolon Prednisolon TBA b Prednisolon TBA c Prednisolone asetat Prednisone Progesteron Sorbitol Testoteron
1 1 1 1 1 4 3 2 2 1 1 4 2 3 3 1 1 3 2 2 6 2 1 2 2 3 2 1 2 3 4
1 1 1 1 1 1 -
1 2 1 2 1 7 1 7 2 1 3
– 1 -
– 2 1 -
17
Teofilin Triamcinolone
1 2
-
-
a.Modifikasi dari R. Bouché dan M. Draguet-Brughmans, J. Pharm. Belg., 32, 347 (1977) dengan tambahan. b. Tertiary butyl acetate (tebutate). c. Trimethyl acetate.
Implikasi farmasi dari polimorfisme Kami sudah mempertimbangkan masalah dalam tablet dan injeksi yang
mungkin dihasilkan dari perbedaan dalam kebiasaan kristal (lihat bagian 1.2). Karena polimorf sering memiliki kebiasaan yang berbeda, mereka juga akan mengalami masalah yang sama. Namun, polimorf juga memiliki kisi kristal yang berbeda dan akibatnya kandungan energinya mungkin cukup berbeda untuk mempengaruhi stabilitas dan perilaku biofarmasi. Ketika polimorf yang berbeda muncul melalui susunan molekul atau ion yang berbeda dalam kisi, mereka akan memiliki energi interaksi yang berbeda dalam keadaan padat. Di bawah satu set kondisi tertentu bentuk polimorfik dengan energi bebas terendah akan menjadi yang paling stabil, dan polimorf lainnya cenderung berubah ke dalamnya. Kita dapat menentukan mana dari dua polimorf yang lebih stabil dengan percobaan sederhana di mana polimorf diletakkan dalam setetes larutan jenuh di bawah mikroskop. Kristal bentuk yang kurang stabil akan larut dan bentuk yang lebih stabil akan tumbuh sampai hanya bentuk ini yang tersisa. Gambar 1.12 menunjukkan proses ini terjadi dengan dua polimorfisme parasetamol yang dibahas sebelumnya. Gambar 1.12 (a) menunjukkan adanya kedua bentuk parasetamol pada suhu kamar dalam benzil alkohol jenuh. Selama interval waktu 30 menit kurang stabil dari dua bentuk, Bentuk ortorombik 2, telah sepenuhnya dikonversi ke bentuk monoklinik yang lebih stabil 1 (Gambar.1.12b). Untuk obatobatan dengan lebih dari dua polimorf, kita perlu melakukan eksperimen ini pada pasangan polimorfik obat yang berurutan sampai kita akhirnya mencapai urutan stabilitas peringkatnya.
18
Gambar 1.12 Photomicrographs menunjukkan fase solusi konversi polimorfik dari parasetamol ortorombik (jarum) ke monoclinic paracetamol (prisma dan piring). Mikrograf (a) diambil pada t = 0 dan (b) diambil pada t = 30 menit. Batang skala = 250 μ m.
Transformasi Transformasi antara bentuk polimorfik dapat menyebabkan masalah pada
formulasi. Transformasi fase dapat menyebabkan perubahan ukuran kristal dalam suspensi dan caking akhirnya. Pertumbuhan kristal dalam krim sebagai akibat dari transformasi fase dapat menyebabkan krim menjadi berpasir. Demikian pula, perubahan dalam bentuk polimorfik kendaraan, seperti minyak theobroma yang digunakan untuk membuat supositoria, dapat menyebabkan produk dengan karakteristik leleh yang berbeda dan tidak dapat diterima.
Masalah analitis Untuk pekerjaan analitis kadang-kadang diperlukan untuk menetapkan
kondisi di mana bentuk-bentuk berbeda dari suatu zat, di mana mereka ada, dapat dikonversi ke bentuk tunggal untuk menghilangkan perbedaan dalam spektrum inframerah solid-state yang dihasilkan dari struktur internal yang berbeda dari bentuk kristal. Ketika bentuk kristal yang berbeda muncul melalui susunan molekul atau ion yang berbeda dalam susunan tiga dimensi, ini menyiratkan interaksi yang berbeda energi dalam keadaan padat. Maka orang akan mengharapkan titik leleh
19
yang berbeda dan kelarutan yang berbeda (dan tentu saja s pektrum inframerah yang berbeda). Perubahan spektrum inframerah steroid karena penggilingan dengan KBr telah dilaporkan; perubahan dalam spektrum beberapa zat telah dianggap berasal dari konversi bentuk kristal menjadi bentuk amorf (seperti dalam kasus digoxin), atau menjadi bentuk kristal kedua. Perubahan dalam bentuk kristal juga dapat diinduksi oleh metode ekstraksi pelarut yang digunakan untuk mengisolasi obat dari formulasi sebelum pemeriksaan dengan spektroskopi inframerah. Kesulitan dalam identifikasi muncul ketika sampel yang dianggap sebagai substansi yang sama memberikan spektrum yang berbeda dalam keadaan padat; ini dapat terjadi, misalnya, dengan cortisone acetate, yang ada setidaknya dalam tujuh bentuk, atau deksametason asetat, yang ada dalam empat. Oleh karena itu, di mana ada kemungkinan polimorfisme adalah yang terbaik di mana mungkin untuk merekam spektrum solusi jika identifikasi kimia hanya diperlukan. Cara normal untuk mengatasi efek polimorfisme adalah mengubah kedua sampel menjadi bentuk yang sama dengan rekristalisasi dari pelarut yang sama, meskipun jelas teknik ini tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan keberadaan polimorf.
Konsekuensi Konsekuensi paling penting dari polimorfisme adalah kemungkinan
perbedaan dalam bioavailabilitas bentuk polimorfik berbeda dari obat; terutama ketika obat ini sulit larut. Tingkat penyerapan obat tersebut sering ter gantung pada tingkat pembubarannya. Polimorf paling stabil biasanya memiliki kelarutan paling rendah dan sering kali tingkat pembubaran paling lambat. Untungnya, perbedaan dalam bioavailabilitas bentuk polimorfik berbeda dari obat biasanya tidak signifikan. Telah dikemukakan bahwa ketika perbedaan energi bebas antara polimorfik itu kecil, mungkin tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perilaku biofarmasi mereka sebagaimana diukur oleh tingkat darah yang mereka capai. Hanya ketika perbedaannya besar mungkin mereka mempengaruhi tingkat penyerapan. Misalnya, Δ G
B→ A
untuk transisi kloramfenikol palmitat bentuk B
ke bentuk A adalah -3,24 kJ mol -1; Δ H adalah -27,32 kJ mol -1. Untuk asam
20
mefenamat Δ G adalah -1,05 kJ mol -1 dan Δ H adalah -4,18 kJ mol -1. Sedangkan perbedaan dalam aktivitas biologis ditunjukkan oleh polimorf palmitat, tidak ada perbedaan seperti yang diamati dengan polimorf asam mefenamat. Ketika sedikit energi diperlukan untuk mengubah satu polimorf menjadi polimorf lainnya, ada kemungkinan bahwa bentuk-bentuk tersebut akan saling mengubah in vivo dan bahwa administrasi satu di tempat bentuk lain akan secara klinis tidak penting. Pengurangan ukuran partikel dapat menyebabkan perubahan mendasar dalam sifat-sifat padatan. Penggilingan zat kristal seperti digoxin dapat mengarah pada pembentukan materi amorf yang memiliki tingkat solusi yang lebih tinggi secara intrinsik dan oleh karena itu aktivitasnya tampaknya lebih besar. Seperti itulah pentingnya bentuk polimorfik dari obat-obat yang sulit larut yang harus dikontrol. Misalnya, ada batasan pada polimorf aktif dari kloramfenikol palmitat. Dari tiga bentuk polimorfik kloramfenikol palmitat Form A memiliki aktivitas biologis yang rendah karena sangat lambat dihidrolisis in vivo menjadi kloramfenikol bebas. Kita dapat melihat dari Gambar 1.13 bahwa kadar darah maksimum yang dicapai dengan 100% polimorf FormB adalah sekitar tujuh kali lebih besar daripada dengan 100% Polymorph Form A, dan bahwa dengan campuran A dan B, tingkat darah bervariasi sebanding dengan persentase B dalam suspensi.
21
Gambar 1.13 Perbandingan kadar serum (μg cm -3) diperoleh dengan suspensi kloramfenikol palmitat setelah pemberian oral dosis setara dengan 1,5 g kloramfenikol. Selama pengembangan formulasi sangat penting bahwa perawatan yang memadai diambil untuk menentukan kecenderungan polimorfik dari obat yang larut dalam air. Ini adalah agar formulasi dapat dirancang untuk melepaskan obat pada tingkat yang benar dan sehingga tebakan cerdas dapat dibuat sebelum uji klinis tentang kemungkinan pengaruh makanan dan terapi bersamaan pada penyerapan obat. Seperti yang akan terlihat kemudian, karakteristik partikel (dari nitrofurantoin, misalnya) dapat mempengaruhi interaksi obat serta penyerapan obat. Di atas segalanya, penting bahwa selama studi toksisitas perawatan diberikan kepada karakterisasi keadaan fisik obat, dan bahwa selama perkembangan bentuk sediaan optimal tercapai. Tidak cukup obat yang 'tersedia' dari bentuk sediaan; pada dasar ekonomi dan biologi, respon maksimum harus dicapai dengan jumlah minimum zat obat.
22
D. Hidrat Kristal Ketika beberapa senyawa mengkristal seperti pelarut telah mengikat dalam kristal. Kristal yang mengandung pelarut kristalisasi disebut kristal solvates, atau kristal hidrat ketika air sebagai pelarut kristalisasi. Kristal yang tidak mengandung air kristalisasi disebut anhidrat . Kristal solvates atau kristal solvat adalah obat yang bergabung dengan molekul pelarut untuk menambah bentuk kristal. Hal ini menunjukkan berbagai perilaku tergantung pada interaksi antara pelarut dan struktur kristal. Dengan beberapa solvates, pelarut memainkan peran kunci untuk menahan kristal secara bersama; misalnya, pada bagian dari ikatan hidrogen jaringan dalam struktur kristal. Solvates ini sangat stabil dan sulit untuk dihilangkan. Ketika kristal ini kehilangan pelarutnya maka akan terjadi rekristalisasi dalam bentuk kristal baru. Kita dapat menganggap ini sebagai solvat polimorfik . Dalam solvat lain, pelarut bukan bagian dari ikatan kristal dan hanya menempati rongga dalam kristal. Solvates ini lebih mudah kehilangan pelarut dan desolvation tidak menghancurkan kisi kristal. Jenis solvat ini telah disebut solvat pseudopolimorfik. Dengan cara ilustrasi dari fenomena ini, kita kembali ke kasus spironolactone yang mana kami mempertimbangkan sebelumnya. Serta dua polimorf, senyawa ini juga memiliki empat solvates, tergantung pada apakah itu mengkristal dari asetonitril, etanol, etil asetat atau metanol. Masing-masing solvates ini diubah menjadi polimorfik bentuk kedua pada pemanasan, menunjukkan bahwa pelarut terlibat dalam ikatan kisi kristal. Stoikiometri dari beberapa solvates yang tidak biasa. Fludrocortisone pentanol solvate, misalnya mengandung 1,1 molekul pentanol untuk setiap molekul steroid, dan etil asetat solvatnya mengandung 0,5 molekul etil asetat per molekul steroid. succinilsulfathiazole solvate tampaknya memiliki 0,9 mol pentanol per mol obat.
Beclomethasone
bentuk
dipropionate
solvates
dengan
propelan
chlorofluorocarbon. Pengukuran inframerah menunjukkan bahwa cefaloridin ada dalam bentuk α, β, δ, ε, ζ dan μ (yaitu, enam bentuk setelah rekristalisasi dari pelarut yang berbeda). Resonansi magnetik proton spektroskopi menunjukkan bahwa meskipun
23
bentuk μ mengandung sekitar 1 mol metanol dan bentuk ε sekitar 1 mol dimethyl sulfoxide, ethylene glycol atau diethylene glycol (tergantung pada pelarut), bentuk α, β, anhydrous δ dan ε yang mengandung kurang dari 0,1 mol, yaitu jumlah pelarut nonstoikiometri. Bentuk α ditandai dengan mengandung sekitar 0,05 mol N, N dimethylacetamide. Jumlah kecil 'pengotor' ini, yang tidak dapat dihilangkan dengan pengobatan berkepanjangan di bawah vakum pada 10 -5-10-6 torr, tampaknya mampu 'mengunci' molekul cefaloridin dalam kisi kristal tertentu.
Konsekuensi farmasi dari pembentukkan solvat Modifikasi pelarut kristalisasi dapat menghasilkan bentuk-bentuk terlarut
yang berbeda. Hal ini merupakan relevansi khusus atau memiliki suatu kecocokan karena bentuk terhidrasi dan anhidrat dari suatu obat dapat memiliki titik leleh dan kelarutan yang cukup berbeda dalam mempengaruhi cara kerja dalam bidang farmasi. Misalnya, glutethimide yang berada di keduanya anhidrat (m.p. 83 ° C, kelarutan 0,042% pada 25 ° C) dan bentuk terhidrasi (m.p. 68 ° C, kelarutan 0,026% pada 25 ° C). Bentuk anhidrat lainnya menunjukkan kelarutan yang lebih tinggi dari bahan terhidrasi dan seperti yang diharapkan pada bentuk anhidrat kafein, teofilin, glutethimide dan kolesterol menunjukkan tingkat disolusi yang lebih tinggi daripada hidratnya. Seseorang dapat berasumsi bahwa jika hidrat berinteraksi erat dengan air (pelarut), maka energi yang akan dilepaskan untuk pemecahan kristal pada interaksi hidrat dengan pelarut hasilnya kurang dari anhidrat. Pelarut tidak berair, di sisi lain cenderung lebih larut dalam air daripada zat tidak terlarut. Alkohol n-amilsolvat fludrocortisone acetate setidaknya lima kali lebih larut daripada senyawa induk, sedangkan solvat etil asetat dua kali lebih mudah larut. Kelarutan ekuilibrium dari bentuk tidak terbentuk atau tidak terpecah dari senyawa organik kristal yang tidak terdisosiasi dalam pelarut (misalnya air) dapat direpresentasikan sebagai :
24
dimana Ks adalah konstanta kesetimbangan. Kesetimbangan ini tentu saja dipengaruhi oleh bentuk kristal, seperti yang telah kita lihat pada suhu dan tekanan. Untuk hidrat A· xH2O, kita bisa menulis :
K sh adalah kelarutan dari hidrat. Proses hidrasi dari kristal anhidrat dalam air diwakili oleh persamaan jenis :
dan energi bebas dari proses ini ditulis :
ΔGtrans dapat diperoleh dari data kelarutan dari dua bentuk pada suhu tertentu, seperti untuk teofilin dan glutethimide pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Kelarutan bentuk teofilin yang glutethimida berbagai suhu Temperatur
kelarutan
(⸰C)
Teofilin
Tehidrasi
anhidrasi
(mg cm-3)
(mg cm-3)
25
6,25
12,5
35
10,4
18,5
45
17,6
27,0
55
30
38
(⁒w/v)
(⁒w/v)
25
0,0263
0,042
35
0,0421
0,0604
40
0,07
0,094
Glutethimida
25
Tingkat pelarutan solvat bisa sangat bervariasi. Tabel 1.4 menunjukkan kisaran
tingkat
disolusi
intrinsik
yang
dilaporkan
untuk
solvates
dari
oxyphenbutazone menjadi media pembubaran yang mengandung zat aktif permukaan (untuk menghindari masalah pembasahan). Tabel 1.4 Tingkat pembubaran (disolusi) intrinsik dari bentuk kristal dari Oxyphenbutazone a Sampel Tingkat pembubaran (disolusi) intriksi b (µg min-1 cm-2) Solvate C 21.05 ± 0.02 Solvate B 18.54 ± 0.47 Anhidrasi 14.91 ± 0.47 Hemihidrat 17.01 ± 0.78 Monohidrat 9.13 ± 0.23 a. Direproduksi dari A. P. Lotter dan J. G. van der Walt, J. Pharm. Sci.,77, 1047 (1988). b. Berarti & rentang ketidakpastian dari dua penentuan.
Tingkat tinggi disolusi dari benzena dan solvat sikloheksana (B dan C masing-masing) yang jelas tetapi, kemungkinan pada penggunaan solvates dilarang karena memiliki kandungan toksisitas. Perbedaan dalam kelarutan dan tingkat disolusi
antara
solvates
dapat
menyebabkan
perbedaan
ukuran
dalam
bioavailabilitas mereka. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.5 perbedaan dalam in vivo. Table 1.5 Tingkat absorpsi hidrokortison tersier butil asetat dan prednisolon tersier butil asetat (mg h1 cm-2)a Senyawa
Tingkat Absorbsi (mg h1 cm-2)
Prednisolon tersier butil asetat Anhidrat 1.84 ± 10-3 Mono etanol solvat 8.7 ± 10-3 Hemi aseton solvat 2.2 ± 10-1 Hidrokortison tersier butil asetat Anhidrat 4.74 ± 10-3 Mono etanol solvat 1.83 ± 10-3 Hemi chloroform solvat 7.40 ± 10-1 a. Dimodifikasi dari B. E. Ballard dan J. Biles, Steroid, 4, 273 (1964).
26
Gambar 1.14 Tingkat serum (μg cm -3) diperoleh setelah pemberian oral dari suspensi yang mengandung 250 mg ampisilin sebagai anhidrat dan ersier butil asetat terhidrasi. Perbedaan dalam penyerapan ampisilin dan terhidratnya dapat diamati (Gambar 1.14), tetapi tingkat perbedaannya adalah signifikansi klinis yang meragukan. Bentuk anhidrat yang lebih larut, muncul pada ti ngkat yang lebih cepat dalam serum dan menghasilkan tingkat puncak serum yang lebih tinggi.
E. Disolusi Obat Padat Apakah proses kelarutan berlangsung di laboratorium atau in vivo, a da satu hukum yang mendefinisikan tingkat kelarutan padatan ketika proses difusi dikendalikan dan tidak melibatkan reaksi kimia. ini adalah persamaan Noyes Whitney, yaitu :
Persamaannya adalah analog persamaan (1.1) yang dibahas sebelumnya. Pada gambar 1.15 menunjukkan model yang mendasari persamaan ini.
27
Gambar 1.15 Diagram skematik pelarutan dari permukaan padat. Istilah persamaannya adalah: dw/ dt, : laju peningkatan jumlah bahan dalam larutan yang larut dari padatan k Cs
: laju pembubaran (waktu-1) : kelarutan saturasi obat dalam larutan di lapisan difusi; dan c konsentrasi obat dalam larutan massal.
A adalah area partikel solvat yang terpapar pada pelarut, δ adalah ketebalan lapisan difusi. D adalah koefisien difusi larutan terlarut. Relevansi sifat polimorfisme dan solid-state pada persamaan ini terletak pada fakta bahwa A ditentukan oleh ukuran partikel. Pengurangan ukuran partikel, jika mengarah pada perubahan polimorf, menghasilkan perubahan dalam C s, dan jika pembubaran adalah langkah penyisihan tikus dalam penyerapan maka bioavailabilitas terpengaruh. Dalam istilah yang lebih umum, seseorang dapat menggunakan persamaan untuk memprediksi efek dari perubahan pelarut atau parameter lain pada laju disolusi obat padat. Faktor-faktor ini tercantum dalam Tabel 1.6.
28
F. Pentingnya Biofarmasi Ukuran Partikel Secara umum diyakini bahwa hanya zat dalam bentuk yang tersebar secara molekuler (yaitu, dalam larutan) yang diangkut melintasi dinding usus dan diserap ke dalam sirkulasi sistemik. Ini adalah premis yang banyak berpikir tentang bioavailabilitas dari bentuk sediaan farmasi didasarkan. Meskipun hal ini secara umum benar, namun, telah ditunjukkan bahwa partikel yang sangat kecil dalam kisaran ukuran nanometer juga dapat diangkut melalui enterosit dengan cara pinositosis, dan bahwa partikel pati padat, misalnya, dalam kisaran ukuran mikrometer masuk oleh mekanisme yang melibatkan lewatnya partikel antara enterocytes. Submikrometer partikulat oleh M-sel dari jaringan limfoid yang berhubungan dengan usus (GALT) adalah fenomena yang semakin penting.?11 Karena area penyerapan yang jauh lebih besar tersedia untuk molekul, namun, peluang bagi molekul untuk menembus membran sel jelas lebih tinggi daripada partikel. Tingkat penyerapan banyak obat yang sedikit larut dari saluran pencernaan dan situs lain dibatasi oleh tingkat pembubaran obat. Ukuran partikel suatu obat adalah penting jika zat yang dimaksud memiliki kelarutan yang rendah.
29
Noyes Persamaan Noyes-Whitney menunjukkan bahwa kelarutan adalah salah satu faktor utama yang menentukan tingkat solusi. Ketika laju larutan kurang dari tingkat penyerapan, proses solusi menjadi pembatas laju. Secara umum, seharusnya menjadi hanya ketika obat memiliki kelarutan yang rendah pada pH lambung dan isi usus. Tingkat penyerapan, kecepatan onset efek dan durasi respon terapi semuanya dapat ditentukan oleh ukuran partikel untuk sebagian besar rute pemberian. Gambar 1.16 menunjukkan efek ukuran partikel suspensi fenobarbital pada bioavailabilitas obat setelah injeksi intramuskular, dibandingkan dengan larutan obat, yang mungkin mengendap dalam bentuk kristal halus di tempat injeksi. Tingkat larutan kristal obat mengontrol tingkat penyerapan dari situs intramuskular.
Gambar 1.16 Tingkat darah (μg cm -3) fenobarbital dibandingkan waktu setelah injeksi intramuskular dari tiga bentuk sediaan. Kisaran zat di mana ada kontrol farmakope ukuran partikel ditunjukkan pada Tabel 1.7; kadang-kadang tujuannya adalah untuk mencapai keseragaman dalam suatu produk daripada manfaat langsung apa pun. Kontrol yang dilakukan atas ukuran partikel cortisone acetate dan griseofulvin adalah karena kelarutannya yang sangat rendah; pengalaman adalah bahwa jika kelarutan zat obat adalah sekit ar
30
0,3% atau kurang dari itu maka laju disolusi in vivo mungkin merupakan langkah pengontrol laju dalam penyerapan. Tabel 1.7 pengendalian ukuran partikel obat dan adjuvant dalam kompendiuma Substansi atau persiapan Aspirin halus untuk
Farmakope BP
Keterangan Dalam bentuk b bubuk persiapan tablet aspirin
larut dan aspirin larut, phenacetin dan tablet kodein.
Bephenium Hydroxynaphthoate kurang dari 7000
BP
Luas permukaan tidak cm2 g -1 ditentukan
dengan metode Betametason digunakan untuk
EP & PC
permeabilitas udara. Bubuk ultrafine persiapan padat dalam
bentuk sediaan untuk mencapai tingkat penyelesaian yang selulosa Mikrokristalin larut dalam air dan
PC
memuaskan jenis koloid yag dapat dapat dibedakan dari
bentuk nondispersibel Cortisone asetat untuk
PC
berdasarkan ukuran. Bubuk halus digunakan mempersiapkan dosis
formulir. Salep dithranol dithranol dalm bentuk penghirupan ergotamine aerosol individu memiliki
BP
BPC
dipersiapkan dari bubuk halus Sebagian besar partikel diameter tidak lebih
besar dari 5 μm; tidak ada partikel individual yang memiliki panjang lebih besar dari 20 μm. Campuran asam fusidic diameter maksimum Tablet Grisoefulvin ditentukan dari partikel yang
BPC
PC & EP
95% partikel memiliki tidak lebih dari 5 μm ukuran partikel
31
hancur umumnya hingga 5µm dalam dimensi maksimum sekalipun partikel yang lebih besar kadangkadang bisa berukuran persiapan hidrokortison
BP & PC
30µm. semua subjek
membatasi ukuran partikel Hidrokortison atau Hydrocortisone Acetate. Lihat Hydrocortisone Acetate Salep BP, BPC Hydrocortisone Cream, Hydrocortisone dan Neomycin Cream BPC, Hidrokortison dan Neomycin Ear Drops dan Eye Drops BPC, Salep Mata Hidrokortison lotion BPC, Hidrokortison. Persiapan Insullin
BP
BP Lihat Insulin Zinc
Suspension (Crystalline) BP Insulin Zinc Suspensi (Amorphous) BP, Injeksi Insulin Biphasic BP Isoprenalin Terhirup Aerosol aerosol inhalasi BPC Salep Nistatin nistatin yang memiliki
BPC BPC
adapun ergotamine Tidak ada partikel diameter maksimum
lebih besar dari 75 μm. Orciprenalin aerosol terhirup aerosol inhalasi BPC Phenolphthalein fenolftaleinc untuk
BPC
adapun ergotamine Mikrokristalin digunakan dalam cairan
Parafin Emulsi dengan Phenolphthalein BPC untuk mencegah sedimentasi fenolftalein Salbutamol Aerosol Inhalation aerosol inhalasi BPC.
BPC
adapun ergotamine
32
a.
Modified from E. G. Salole, in Practical Pharmaceutical Chemistry (ed. A. H. Beckett and J. B. Stenlake), vol. 2, Athlone Press, London, 1987.
b. Istilah-istilah berikut ini, antara lain, digunakan dalam deskripsi bubuk dalam Farmakope Inggris dan Codex Farmasi 1994: Serbuk kasar: serbuk semua partikel yang melewati saringan dengan aperture mesh nominal 1700 μm dan tidak lebih dari 40% berat melewati saringan dengan aperture nominal 355 μm. Bubuk agak kasar: serbuk semua partikel yang melewati saringan dengan aperture mesh nominal 710 μm dan tidak lebih dari 40% berat melewati saringan dengan aperture nominal 250 μm. Serbuk halus: serbuk semua partikel yang melewati saringan dengan aperture mesh nominal 355 μm dan tidak lebih dari 40% oleh berat melewati saringan dengan aperture nominal 180 μm. Serbuk halus: serbuk semua partikel yang melewati saringan dengan aperture mesh nominal 180 μm dan tidak lebih dari 40% menurut berat lulus melalui saringan dengan aperture nominal 125 μm. Serbuk halus: serbuk semua partikel yang melewati saringan dengan aperture mesh nominal 125 μm dan tidak lebih dari 40% berat melewati saringan dengan aperture nominal 45 μm. Serbuk mikrofin: serbuk yang tidak kurang dari 90% berat partikel melewati saringan dengan diameter mesh nominal 45 μm. Serbuk superfine: bubuk yang tidak kurang dari 90% dengan jumlah partikel kurang dari 10 μm. Serbuk Ultrafine: bubuk yang diameter maksimum 90% dari partikel tidak lebih besar dari 5 μm dan yang diameter tidak ada yang lebih besar dari 50 μm.
c.
BPC 1973, p. 679. BP, British Pharmacopoeia; EP, Farmakope Eropa; PC, Codex Farmasi, edn 12, 1994; BPC, Codex Farmakope Inggris.
Pengaruh pengurangan ukuran partikel pada tingkat disolusi adalah salah satu paparan peningkatan jumlah permukaan obat ke pelarut. Hanya ketika kominusi mengurangi ukuran partikel di bawah 0,1 um yang ada efek pada kelarutan intrinsik zat (lihat Bab 5), dan dengan demikian pada tingkat pembubaran intrinsiknya. Partikel yang sangat kecil memiliki rasio massa permukaan yang sangat tinggi. Jika lapisan permukaan memiliki energi yang lebih tinggi daripada bulk, seperti halnya dengan partikel-partikel kecil ini, mereka akan berinteraksi lebih mudah dengan pelarut untuk menghasilkan tingkat kelarutan yang lebih tinggi. Itu dengan aksi fenotiazin bahwa pentingnya ukuran partikel pertama kali diakui, pada tahun 1939, dalam kaitannya dengan toksisitasnya untuk mengkodekan larva ngengat, dan pada tahun 1940 dalam kaitannya dengan efek anthelmintiknya, di mana keduanya menunjukkan bahwa pengurangan ukuran partikel meningkatkan aktivitas. Peningkatan respons biologis terhadap griseofulvin pada mikronisasi sudah diketahui; tingkat darah yang serupa dari obat it u diperoleh dengan setengah
33
dosis obat micronised dibandingkan dengan yang griseofulvin nonmicronised. Pengaruh ukuran partikel pada bioavailabilitas digoxin dan dicoumarol (bishydroxycoumarin) juga telah diselidiki. Dalam kedua kasus, tingkat obat plasma memiliki signifikansi tinggi dalam respon klinis dan toksik. Dalam kasus digoxin ada bukti bahwa penggilingan untuk mengurangi ukuran partikel dapat menghasilkan modifikasi amorf dari obat dengan kelarutan ditingkatkan dan karenanya peningkatan bioavailabilitas. Kemungkinan mengubah struktur kristal selama pemrosesan adalah penting: kominusi, rekristalisasi dan pengeringan semua dapat mempengaruhi sifat kristal. Selama uji farmakologis dan toksikologi obat sebelum latihan formulasi formal telah dilakukan, obat yang tidak larut sering diberikan dalam bentuk suspensi, sering secara rutin di dalam kendaraan yang mengandung gum arabic atau methylcellulose. Tanpa kontrol yang memadai dari ukuran partikel atau pemantauan yang memadai, hasil dari tes ini kadang-kadang harus diragukan, karena aktivitas farmakologi dan toksisitas umumnya dihasilkan dari penyerapan obat. Dalam beberapa kasus ukuran partikel mempengaruhi efek samping seperti pendarahan lambung atau mual. Pendarahan lambung dapat sebagian menjadi akibat langsung dari kontak partikel asam aspirin atau agen antiinflamasi nonsteroid dengan dinding mukosa. Pengaruh bentuk obat pada LD 50 dari pentobarbital pada tikus ditunjukkan pada Tabel 1.8.
34
Rentang dua kali lipat dari nilai LD 50 diperoleh dengan menggunakan formulasi sederhana yang berbeda dari barbiturat. Bahkan dalam bentuk larutan, natrium karboksimetilselulosa mempengaruhi LD 50 dengan mekanisme yang tidak dikonfirmasi. Adsorpsi polimer pada permukaan usus dapat menghambat penyerapan, atau beberapa obat dapat teradsorpsi ke polimer. Manipulasi yang disengaja ukuran partikel mengarah ke ukuran kontrol aktivitas dan efek samping. Solusi cepat nitrofurantoin dari tablet bahan partikulat halus menyebabkan tingginya insiden mual pada pasien, karena konsentrasi lokal tinggi
obat
menghasilkan
mual
terpusat
yang
terpusat.
Perkembangan
macrocrystalline nitrofurantoin (seperti pada Macrodantin) telah menyebabkan pengenalan bentuk terapi di mana insidensi mual berkurang. Kapsul digunakan untuk menghindari kompresi kristal besar selama pembuatan. Meskipun kadar antibakteri urin juga diturunkan dengan penggunaan bentuk obat yang lebih lambat, tingkat masih memadai untuk menghasilkan efek antibakteri yang efisien.
G. Membasahi dari Bubuk Penetrasi air ke tablet atau ke dalam granula mendahului pembubaran . itu keterbatasan dari serbuk sebagaimana diukur dengan sudut kontak itu dari zat dengan air. Oleh karena itu menentukan kontak pelarut dengan massa partikulat Pengukuran. Kontak sudut memberikan indikasi sifat permukaannya. Perilaku kristal bahan dapat dikaitkan dengan bahan kimia struktur bahan yang bersangkutan dengan adanya ditunjukkan oleh hasil pada Tabel 1.9 pada serangkaian barbiturat tersubstitusi.
35
Gambar 1.17 Ekuilibrium antara gaya yang bekerja pada (a) setetes cairan pada permukaan padat, dan (b) padatan yang terendam sebagian.
Tabel 1.9 Hubungan antara struktur kimia barbiturat dan sudut kontak (θ) dengan air.
Semakin hidrofobik molekul barbiturat individu, semakin hidrofobik kristal yang terbentuk, meskipun ini tidak akan selalu menjadi temuan universal tetapi satu tergantung pada orientasi molekul obat dalam kristal dan komposisi wajah, seperti yang telah kita lihat dengan asam adipat. Dengan demikian, obatobatan hidrofobik memiliki masalah ganda: mereka tidak siap dibasahi, dan bahkan ketika dibasahi mereka memiliki kelarutan yang rendah. Di sisi lain, karena mereka lipofilik, penyerapan melintasi membran lipid difasilitasi. 36
Sudut kontak dan kemampuan basah dari permukaan padat Representasi dari beberapa gaya yang bekerja pada setetes cairan yang
ditempatkan pada permukaan yang datar dan padat ditunjukkan pada Gambar 1.17 (a). Tegangan permukaan padat, γS/A, akan mendukung penyebaran cairan, tetapi ini ditentang oleh padat-cair tegangan antar muka, γS/L, dan komponen horizontal tegangan permukaan dari cairan γL/A di bidang permukaan padat, yaitu γL/A cos θ. Maka persamaannya menjadi :
Persamaan (1.5) umumnya disebut sebagai persamaan Young. Sudut θ disebut sudut kontak. Kondisi untuk membasahi permukaan padat adalah sudut kontak harus nol. Kondisi ini terpenuhi ketika gaya tarik antara cairan dan padat sama atau lebih besar dari antara cairan dan cair. Jenis pembasahan di mana cairan menyebar di atas permukaan zat padat disebut sebagai pembasahan menyebar (spreading wetting). Kecenderungan penyebaran dapat dikuantifikasi dalam hal koefisien penyebaran S, di mana :
Jika sudut kontak lebih besar dari 0°, istilah (cos θ -1) akan negatif, seperti juga nilai S. Kondisi untuk pembasahan spontan yang lengkap dengan demikian adalah nilai nol pada sudut kontak.
Kemampuan basah bubuk Ketika zat padat direndam dalam cairan, proses pembasahan awal disebut
sebagai pembasahan immersional. Efektivitas pembasahan immersional mungkin berhubungan dengan sudut kontak yang dibuat padatan dengan cair-gas antarmuka udara (lihat Gambar 1.17b). Kondisi untuk perendaman penuh padatan dalam cairan adalah bahwa harus ada penurunan energi bebas permukaan sebagai hasil dari proses perendaman. Setelah padatan terendam dalam cairan, proses pembasahan (lihat bagian sebelumnya) menjadi penting.
37
Tabel 1.10 memberikan sudut kontak dari serangkaian bubuk farmasi. Nilai-nilai ini ditentukan menggunakan compacts bubuk (diproduksi dengan mengompres bubuk dalam tablet berdiameter besar mati) dan larutan berair jenuh dari masing-masing senyawa sebagai cairan uji. Banyak bubuk sedikit hidrofobik (misalnya, indometasin dan asam stearat), atau bahkan sangat hidrofobik (misalnya, magnesium stearat, fenilbutazon dan kloramfenikol palmitat). Formulasi obatobatan ini sebagai suspensi (misalnya, Chloramphenicol Palmitate Oral Suspension USP) menimbulkan masalah membasahi.
Tabel 1.10 menunjukkan bahwa θ dapat dipengaruhi oleh struktur kristalografi, seperti untuk kloramfenikol palmitat. Modifikasi permukaan atau perubahan struktur kristal jelas bukan metode rutin untuk menurunkan sudut kontak dan metode normal untuk meningkatkan keterbasahan adalah dengan memasukkan surfaktan dalam formulasi. Surfaktan tidak hanya mengurangi γL/A tetapi juga menyerap ke permukaan serbuk, sehingga mengurangi γS/A. Kedua efek ini mengurangi sudut kontak dan meningkatkan dispersibilitas bubuk.
38
H. Dispersi Zat Padat Selama beberapa tahun terakhir, minat yang telah ditunjukkan dalam kelarutan obat yang solid dalam upaya untuk mengubah sifat biofarmasi obat yang sulit larut atau sulit basah. Objek biasanya menyediakan suatu sistem di mana kristalinitas obat diubah sedemikian rupa untuk mengubah tingkat kelarutan dan solusinya, dan untuk mengelilingi obat ini secara erat dengan bahan yang larut dalam air. Suatu larutan padat terdiri dari zat terlarut dan pelarut - suatu zat terlarut padat yang secara molekuler terdispersi dalam suatu pelarut padat. Sistem ini kadang-kadang disebut kristal campuran karena kedua komponen mengkristal bersama-sama dalam sistem satu fase homogen. Untuk memahami sistem dan penggunaan potensialnya, sistem arbitrary dapat dipertimbangkan. Pada Gambar 1.18, suhu leleh campuran A dan B diplot terhadap komposisi campuran. Selain B ke A atau A ke B, titik leleh berkurang. Pada komposisi tertentu, titik eutektik tercapai, campuran eutektik (komposisi pada titik itu) memiliki titik leleh terendah dari campuran A dan B. Di bawah suhu eutektik, tidak ada fase cair. Fenomena ini penting karena perubahan kristalinitas pada titik ini. Jika kita mendinginkan larutan A dan B yang lebih kaya A daripada campuran eutektik (lihat M pada Gambar 1.18), kristal murni A akan muncul. Saat larutan didinginkan lebih lanjut, semakin banyak A mengkristal dan larutan menjadi lebih kaya di B. Ketika suhu eutektik tercapai, larutan yang tersisa mengkristal keluar, membentuk campuran mikrokristalin murni A dan B murni, berbeda nyata pada paling tidak dalam karakteristik dangkal dari salah satu padatan murni. Ini memiliki kemungkinan farmasi yang jelas. Metode ini untuk mendapatkan dispersi mikrokristalin untuk pemberian obat melibatkan pembentukan campuran eutektik yang terdiri dari obat dan zat yang mudah larut dalam air. 'Pembawa' terlarut larut, meninggalkan obat dalam keadaan halus larutan invivo, biasanya hal ini dapat membuat menjadi keadaan kelarutan yang cepat.
39
Gambar 1.18 Diagram fase (suhu versus komposisi) menunjukkan batas antara fase cair dan padat, dan titik eutektik E. Teknik ini telah diterapkan pada beberapa obat yang sulit larut sepe rti griseofulvin. Sistem griseofulvin - Succinic acid (soluble carrier) memiliki titik eutektik pada 0,29 fraksi mol obat (55% w griseofulvin) (Gambar 1.19a). Campuran eutektik terdiri dari dua fase yang terpisah secara fisik; satu griseofulvin hampir murni, sementara yang lainnya adalah larutan padat jenuh griseofulvin dalam asam suksinat. Kelarutan padat mengandung sekitar 25% griseofulvin; campuran eutektik, yang memiliki rasio tetap obat untuk pembawa, sehingga terdiri dari 60% larutan padat dan 40% griseofulvin hampir murni. Seperti dapat dilihat dari Gambar 1.19 (b), yang menunjukkan profil larutan dari berbagai bentuk, larutan padat larut 6-7 kali lebih cepat daripada griseofulvin murni.
40
Gambar 1.19 (a) Griseofulvin - Diagram fase asam suksinat. (b) Tingkat solusi larutan padat griseofulvin, bahan eutektik dan kristal. Campuran eutektik yang paling sederhana biasanya disiapkan oleh pembekuan cepat dari campuran cair yang menyatu dari komponen yang menunjukkan kelengkapan lengkap dalam keadaan cair dan padatan yang tidak dapat diabaikan-Kelarutan padat. Selain pengurangan ukuran kristal, faktor-faktor berikut dapat berkontribusi terhadap laju pelarutan obat yang lebih cepat dalam campuran eutektik, yakni: o
Peningkatan kelarutan obat karena ukuran partikel padat yang sangat kecil.
o
Kemungkinan efek solubilisasi oleh pembawa, yang dapat beroperasi di lapisan difusi yang mengelilingi partikel obat.
o
Tidak adanya agregasi dan aglomerasi partikel.
o
Peningkatan keterbasahan dalam obat-Campuran pembawa.
o
Kristalisasi dalam bentuk metastabil Di mana pola kelarutan yang lebih kompleks muncul, seperti fase
griseofulvin dan asam suksinat, diagram fasa menjadi lebih kompleks. Gambar 1.20
41
menunjukkan satu contoh sistem di mana masing-masing komponen larut dalam yang lain di atas dan di bawah suhu eutektik.
Gambar 1.20 Titik lebur-Komposisi plot untuk suatu sistem di mana α dan β adalah daerah formasi solusi padat. Setiap komponen melarutkan komponen lain sampai batas tertentu di atas suhu eutektik. Ketika suhu diturunkan, daerah solusi padat menjadi lebih sempit. Sistem lain yang membentuk campuran eutektik adalah kloramfenikol Urea,
sulfathiazole-urea,
dan
niacinamide-ascorbic
acid.
Larutan
padat
kloramfenikol dalam urea ditemukan larut dua kali lebih cepat daripada campuran fisik dengan komposisi yang sama dan sekitar empat kali lebih cepat daripada obat murni. Namun, in vivo, sistem gagal menampilkan bioavailabilitas yang ditingkatkan. Di sisi lain, campuran eutektik sulfathiazole-urea memang memberikan tingkat darah lebih tinggi daripada sulfonamide murni.
Formulasi yang mengandung eutektik Persiapan topikal untuk anestesi intradermal untuk mengurangi nyeri venepuncture tersedia. Krim, Emla (Campuran Eutektik Anestesi Lokal) (AstraZeneca), mengandung eutektik prokain dan lidokain . Campuran eutektik (campuran 50: 50) adalah minyak, yang kemudian diformulasikan sebagai emulsi
42
minyak dalam air. Ini memungkinkan konsentrasi yang jauh lebih tinggi daripada yang mungkin dilakukan dengan menggunakan obat-obatan individual yang dilarutkan dalam minyak.
Eutektik dan identifikasi obat Karena suhu eutektik suatu zat dalam campuran dengan senyawa lain,
biasanya berbeda bahkan ketika zat lain memiliki titik leleh yang sama, parameter ini dapat digunakan untuk tujuan identifikasi. Benzanilide (m.p. 163°C), phenacetin (m.p. 134.5°C) dan salophen (m.p. 191°C) sering digunakan sebagai bahan uji. Suhu eutektik dari campuran benzanilide dengan berbagai obat ditunjukkan pada Tabel 1.11. Substansi titik leleh yang identik dapat dibedakan dengan pengukuran suhu eutektik dengan senyawa lain yang sesuai. Tabel 1.11 Suhu Eutektik obat-obatan dengan benzanilide a Senyawa Allobarbita Ergotamine Imipramine HCL
a.
Titik Lebur
eutektik suhu
(°C)
(°C)
173 172-174 172-174
144 135 109
Dari M. Kuhnert-Brandstatter, Thermomicroscopy dalam Analisis Farmasi, Pergamon, New York, 1971.
Eutektik Terner juga dimungkinkan. Titik-titik eutektik biner dari tiga campuran adalah sebagai berikut: untuk aminophenazon-Phenacetin 82°C; untuk aminophenazone-kafein 103,5°C; dan untuk phenacetin-kafein 125°C. Suhu eutektik terner aminophenazone-phenacetin- kafein adalah 81°C. Dalam campuran ini kehadiran aminophenazone dan phenacetin dapat dideteksi dengan uji titik leleh campuran, tetapi kafein menyebabkan sedikit depresi eutektik yang diberikan oleh dua komponen lainnya. Kemungkinan
dalam
menentukan
suhu
eutektik
dari
campuran
multikomponen memiliki nilai praktis dalam hal lain. Selama tablet, misalnya, panas dihasilkan dalam pukulan dan mati dan dalam bedak padat; pengukuran suhu eutektik dapat memberikan informasi apakah kenaikan suhu ini cenderung menyebabkan masalah peleburan dan fusi.
43
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
-
Pada struktur kristal memiliki kisi kristal dimana sekumpulan atom yang tersusun secara khusus, yang secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi disebut sel unit (unit sel). Semua sel unit didalam kristal memiliki ukuran yang sama dan mengandung jumlah molekul atau ion yang sama, dimana juga diatur dengan cara yang sama. Untuk smeua kristal ada 7 sel unit primitif, yaitu : kubus atau kubik, heksagonal, tetragonal, rhombohedral (trigonal), ortorombik, monoklinik, triklinik. Beberapa dari ini mungkin juga berpusat pada akhir (end-centred), berpusat pada tubuh (body-centred) atau berpusat pada wajah (face-centred), dua kisi Bravais sering dianggap setara jika mereka memiliki kelompok simetri isomorfik sehingga membuat jumlahnya ada 14 kemungkinan kisi-kisi Bravais dalam ruang tiga dimensi. Melalui titik-titik kisi suatu kristal dapat dibentuk suatu bidang, oleh karena itu untuk menentukan orientasi bidang tersebut digunakan sistem indeks yang dinamakan Indeks Miller (hkl).
-
Bentuk eksternal atau bentuk luar dari kristal dapat digambarkan dalam hal cara kerja yang dipengaruhi oleh laju kristalisasi dan dengan adanya zat tidak murni terutama surfaktan. Cara kerja dari kristal merupakan hal yang penting dalam bidang farmasi, oleh karena itu hal ini mempengaruhi karakteristik dan sifat aliran obat tablet dimana untuk kemudahan pemakaian suspensi pada zat yang tidak mudah larut akan dilewatkan melalui jarum suntik.
-
Banyak obat-obatan ada beberapa diantaranya berbentuk polimorfik. Berbagai polimorfik pada suatu obat memiliki perbedaan dalam hal penyiapan molekul didalam kisi kristal atau dalam penyesuaian molekul di sekitar kisi. Polimorfisme dari suatu padatan memiliki fasa kristalin yang berbeda dalam susunan kisi kristal internalnya. Polimorf yang berbeda memiliki sifat fisika dan kimia berbeda dan biasanya ada dalam cara kerja yang berbeda. Perubahan (transformasi) bentuk polimorfik dapat menyebabkan masalah formulasi. Fase
44
atau tahap transformasi dapat menyebabkan perubahan ukuran kristal, mengalami pengumpalan (caking), dan pada krim akan mengalami perubahan yang merusak kualitas krim. Perubahan pada pembawa bentuk polimorfik seperti pada minyak kakao (theobroma) yang digunakan dalam pembuatan suppositoria dapat mengakibatkan tidak diterimanya sifat leleh atau mencair. Masalah atau kesalahan juga dapat terjadi akibat fase transformasi dimana ketika mencoba mengidentifikasi
obat
dengan
menggunakan
spektroskopi
inframerah.
Konsekuensi paling signifikan dari polimorfisme adalah kemungkinan perbedaan dalam bioavailabilitas dari bentuk polimorfik yang berbeda dari suatu obat, seperti misalnya dalam kasus polimorfik suspensi kloramfenikol palmitat. -
Ketika beberapa obat mengkristal dapat menghalangi pelarut didalamnya yang kemudian akan membentuk kristal pelarut yang berbeda. Dalam beberapa pelarut, pelarut berperan penting untuk pengikatan dengan kristal secara bersama-sama pelarut ini disebut pelarut polimorfik, sangat stabil, dan ketika kehilangan pelarutnya maka akan membentuk kristal yang berbeda. Dalam pelarut lain yang disebut sebagai pelarut pseudo-polimorfik dimana pelarut bukan bagian dari ikatan kristal dan hanya menempati rongga dalam kristal. Pelarut ini bisa kehilangan tempat pelarut lebih mudah dan tidak mengubah kristal kisi. Pelarut dan bentuk anhidrat dari obat, berbeda dengan kelarutan yang mengandung air pada obat. Bentuk anhidrat pada umumnya lebih mudah larut daripada hidrat pada obat yang sama, tetapi kurang larut daripada pelarut non berair dari obat. tingkat disolusi berbagai pelarut dapat berbeda secara signifikan, dan pada obat yang sulit larut dapat menyebabkan perbedaan dalam tingkat penyerapannya (absorpsi).
-
Tingkat disolusi (pembubaran) zat padat dapat ditingkatkan dengan hal pengurangan ukuran partikel dimana hal ini tidak akan menimbulkan perubahan bentuk polimorfik yang dapat mengubah kelarutan obat. Pengurangan ukuran partikel dari beberapa hingga dibawah 0.1 μm yang dapat menyebabkan peningkatan kelarutan intrinsik atau kelarutan yang terkandung didalamnya. Hal ini merupakan dasar dari metode untuk meningkatkan laju disolusi dan kelarutan obat yang sulit larut seperti obat griseofulvin (antijamur) dengan membentuk
45
campuran eutektik (titik leleh lebih rendah) atau dispersi zat padat dengan senyawa pembawa yang sangat larut. -
Sudut kontak adalah indikator kemampuan cairan untuk membasahi permukaan zat padat yang lengkap membasahi secara spontan sudut kontak harus nol. Ada dua macam pembasahan (wetting), yaitu pembasahan menyebar (spreading wetting) dimana cairan menyebar di atas permukaan yang padat, dan pembasahan imersional (immersional wetting) yang merupakan proses pembasahan awal yang terjadi ketika zat padat direndam dalam cairan. Beberapa bubuk farmasi telah diidentifikasi, karena sudut kontaknya yang tinggi merupakan masalah pembasahan ini.
46