BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Eliminasi fecal atau defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal
ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika K etika gelombang peristaltik mendorong feses fes es kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering s ering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara memelihar a kebiasaan eliminasi yang normal. normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal, lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, seperti konstipasi dan inkontinensia fecal, perawatan harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi, seperti usia dan perkembangan, diet, intake cairan, aktivitas, psikologis, pengobatan, gaya hidup, prosedur diagnostic, anestesi dan pembedahan, penyakit , kerusakan sensorik dan motorik dan posisi selama defekasi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah pada gangguan eliminasi fecal atau defekasi adalah dengan melakukan program program Bowel Training. Bowel training (pelatihan
defekasi) adalah defekasi) adalah program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami atau menderita diare,sembelit dan inkontinensia usus atau tidak mampu mempertahankan control defekasi. Tujuan dari Bowel dari Bowel Training ini ini adalah untuk menjaga pola eliminasi
1
pada klien yang awalanya tidak teratur menjadi teratur dan normal. Kebiasaan buang ari besar yang normal tidak hanya meningkatkan kualitas hidup, tetapi membantu mencegah dari penyakit seperti inpaksi tinja, batu empedu, batu empedu dan lain – lain.Unuk lebih jelasnya mengenai bowel training ini akan kami paparkan dalam makalah ini.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan proses defekasi?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses defekasi? 3. Apa yang dimaksud dengan bowel training? 4. Apa tujuan dari bowel training? 5. Apa saja hal – hal yang perlu diperhatikan tentang bowel training? 6. Apa indikasi dan kontra indikasi dari bowel training? 7. Apa saja yang harus disediakan dalam melakukan bowel training? 8. Bagaimana langkah-langkah dalam melakukan bowel training?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan tindakan keperawatan dengan memberikan training atau latihan kepada pasien agar tidak terjadi masalah pada proses defekasi. 2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui proses defekasi 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses defekasi 3. Untuk mengetahui pengertian dari bowel training 4. Untuk mengetahui tujuan dari bowel training 5. Untuk mengetahui hal – hal yang perlu diperhatikan tentang bowel training 6. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi dari bowel training 7. Untuk mengetahui apa saja yang dipersiapkan untuk melakukan bowel training 8. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam melakukan bowel training
2
BAB II PEMBAHASAN A. Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar. Tedapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, spingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian spingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, sperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis. Secara umum , terdapat dua macam refleks dalam membantu proses defeksi, yaitu refleks defekasi instrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus, dimana proses defekasi terjadi saat spingter interna berelaksasi, refleks defekasi parasimpatis yang dimulai dari adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, kemudian ke spinal kord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu rektum dengan gerakan peristaltik, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat spinter interna berelaksasi.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Defekasi
1. Usia dan perkembangan: setiap usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar, kontrol defekasi mulai berkembang usia 1,5 – 2 tahun, sedangkan orang dewasa sudah memiliki
kemampuan mengontrol
secara penuh, kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan, disebabkan karena tonus otot kolon menurun, peristaltik menurun, ton us ot ot ab do men men ur un , kontrol usus, spingter anal menurun. 2. Diet: makanan berserat akan memperceat produksi feses, banyaknya makananyang masuk kedalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
3
Makanan-makanan yang mengandung serat dalam jumlah tinggi (massa):
Buah-buahan mentah (apel, jeruk)
Buah-buahan yang diolah (Prum, apricot)
Sayur-sayuran (bayam, kangkung, kubis)
Sayur-sayuran mentah (seledri, mentimun)
Gandum utuh (sereal, roti)
3. Intake Cairan: cairan yang kurangmenyebabkan feses keras karenaabsorpsi cairan yang meningkat. 4. Aktivitas: tonus otot abdomen, pelvis dan difragmaakan sangat membantu proses defekasi.Gerakan peristaltik akan memudahkan fes es be rge rak sepanjang kolon. 5. Psiokologis: keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga menyebabkan diare. 6. Pengobatan: beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi ( pengguaan lasansia atau antasida yang terlalu sering). 7. Gaya Hidup: kebiasaan untuk melatih pola BAB sejak kecil secara teratur, fasilitas BAB dan kebiasaan menahan BAB. 8. Prosedur Diagnostik: klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat BAB kecuali setelah makan. 9. Penyakit: beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi 10. Anestesi dan Pembedahan: anestesi umum dapat membloking inpuls parasimpatis, sehingga kadang- kadang dapat menyebabkan ileus usus.Kondisi ini dapat berlangsung 24-48 jam. 11. Nyeri : pengalaman nyeri waktu BAB seperti adanya Hemoroid, fraktur Ospubis,episiotomi akan mengurangi keinginan untuk BAB. 12. Kerusakan Sensorik dan Motorik: kerusakan Spinal Cord dan Injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulusSensorik untuk Defikasi 13. Posisi selama defekasi: posisi jongkok merupakan posisis yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-otot pahanya. 4
C. Gangguan Eliminasi Fekal Utama:
1. Konstipasi Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit, yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran faeces yang sulit’ keras dan mengedan. BAB keras dapat menyebabkan nyeri rectum. Kondisi ini terjadi karena faces berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. Frekuensi BAB masing-masing orang berbeda. Jika kurang dari 2 kali BAB setiap minggu, maka perlu pengkajian. Penyebab: a. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, perubahan dari kebiasaan rutin dapat dengan cepat merubah pola defekasi. b. Diet tidak sempurna / adekuat: - Kurang serat : daging, telur - Tidak ada gigi: makan lemak - Cairan kurang c. Meningkatnya stress psikologik d. Kurang olah raga : berbaring lama e. Obat-obatan: kodein, morphin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/ laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga reflek BAB hilang.Laksatif mengosongkan isi pencernaan sehingga memerlukan waktu untuk mengisi kolon bagian bawah.Jika klien tidak tenang,maka ia akan mengkonsumsi lagi obat pencahar. f. Usia : Perilstastik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun / konstipasi. g. Penyakit-penyakit: obstruksi usus, paralistik ileus, kecelakaan pada spinal cord, tumor. Kondisi yang tidak diperbolehkan konstipasi: a. Post op abdomen, rectal b. Gangguan kardiovaskuler c. Peningkatan tekanan intra okuler (glaucoma) d. Peningkatan tekanan intra cranial BAB mengedan, pernafasan ditahan , tekanan intra cranial dan denyut dada menurun. Jadi cara pencegahannya dengan mengeluarkan nafas dari mulut.
5
2. Impaction 3.
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak berakhir sehingga, tumpukan faces yang keras di rectum tidak dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan faces sampai pada kolon sigmoid. Penyebab: pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang, pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tanda: tidak BAB, anoreksia, kembung/kram, nyeri rectum. Pengkajian dengan meraba rectum dengan hati-hati, dan harus dengan “standing order” dari dokter, karena dapat menimbulkan reflek vital (menurunkan denyut nadi) dan perform (terutama pada orang tua dengan tumor di kolom). 3. Diare
6
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolom merupakan fakta tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feces menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. Pada diare, elektrolit dan kulit terganggu, terutama pada ba yi dan orang tua.
4. Inkontinensia fecal Inkontinensia fecal yaitu suatu keadaan di mana tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spinter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental klien sadar akan kebutuhan BAB tidak sadar secara fisik. Pakaian klien basah, menyebabkan ia menjadi terisolasi. Kebutuhan dasar klien tergantung pada perawat. Klien dengan gangguan mental dan sensori tidak sadar ia telah BAB. Perawat harus mengerti dan sabar meskipun berulang-ulang kali membereskannya. Seperti diare, inkontinensia bisa menyebabkan kerusakan kulit. Jadi perawat harus sering memeriksa perineum dan anus, apakah kering dan bersih. 60% usila inkontinensi.
5. Flatulens Flatulens yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distendend, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Tapi jika berlebihan yaitu kasus penggunaan penenang anastesi umum, operasi abdominal, dan immobilisasi gas pendek. Gas menumpuk menyebabkan diafragma terdorong ke atas sehingga ekspansi paru terganggu. Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah: pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas meta pembusukan di usus yang menghasilkan CO2 dan makanan perhasil gas seperti bawang dan kembang kol.
7
6. Hemoroid
Hemoroid yaitu dilatasi, pembengkakan vena pada dinding rectum (bisa internal dan eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa panas dan rasa gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh klien, karena selama BAB menimbulkan nyeri. Akibat lanjutannya adalah konstipasi.
D. Bowel Training
Bowel training (pelatihan defekasi) adalah program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami atau menderita diare, sembelit dan inkontinensia usus atau tidak mampu mempertahankan control defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartiakan sebagai membantu klien untuk melatih defekasi. Program ini dilakukan pada klien yang mengalami masalah eliminasi feses yang tidak teratur. Pelatihan ini mengacu pada program perilaku yang dirancang untuk membantu orang dengan gangguan eliminasi feses, membentuk atau membangun kembali kontrol individu dengan gejala ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar, pengosongan tidak lengkap, atau sembelit kronis. Program pelatihan melibatkan pengaturan kegiatan rutin sehari-hari. Klien memperoleh control refleks defekasi dengan berusaha melakukan defekasi pada waktu yang sama setiap hari dan menggunkan tindakan yang dapat meningkatkan defekasi. Program ini membutuhkan waktu, kesabaran dan konsistensi.
8
Pada klien yang mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontinensia feses, program bowel training dapat membantu mengatasinya. Program ini didasarkan pada faktor dalam kontrol klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan kembali defekasi normal. Program ini berkaitan dengan asupan cairan dan makanan, latihan dan kebiasaan defekasi. Sebelum mengawali program ini, klien harus memahaminya dan terlibat langsung. Secara garis besar program ini adalah sebagai berikut : 1. Tentukan kebiasaan defekasi klien dan faktor yang membantu dan menghambat defekasi normal. 2. Desain suatu rencana dengan klien yang meliputi :
Asupan cairan sekitar 2500 – 3000 cc/hari
Peningkatan diit tinggi serat
Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi
Peningkatan aktivitas / latihan
Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2 – 3 minggu :
3. Berikan suppository katarsis (seperti dulcolax) 30 menit sebelum waktu defekasi klien untuk merangsang defekasi. 4. Saat klien merasa ingin defekasi, bantu klien untuk pergi ke toilet / duduk di Commode atau bedpan. Catat lamanya waktu antara pemberian suppository dan keinginan defekasi. 5. Berikan klien privacy selama defekasi dan batasi waktunya, biasanya cukup 30 – 40 menit. Ajarkan klien cara-cara meningkatkan tekanan pada kolon, tetapi hindari mengecan berlebihan, karena dapat mengakibatkan hemorrhoid. 6. Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi. Hindari negatif feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu dari minggu sampai bulan untuk mencapai keberhasilan.
E. Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Bowel Training
1. Dalam kebanyakan kasus buang air besar dikendalikan dengan otot pengontrol bagian bawah yang berarti bahwa klien harus berpikir tentang pergerakan usus sebelum klien benar-benar melakukan Bowel Training. Seperti klien harus memutuskan untuk berjalan atau naik sepeda, klien harus membuat keputusan untuk memperhatikan gerakan usus. Keputusan ini dipengaruhi oleh sejumlah
9
faktor dan dikombinasikan dengan tekanan dan relaksasi otot rektum klien untuk memungkinkan klien untuk buang air besar. 2. Buang air besar adalah proses fisiologis normal yang dapat bervariasi tergantung tiap individua. Saat klien mengalami kesulitan melakukan pergerakan usus hal itu dapat menyebabkan perasaan tertekan yang signifikan, yang
dengan
sendirinya
bisa
meningkatkan
ketegangan
perut
dan
menyebabkan proses BAB semakin sulit. 3. Hal – hal
yang harus dilakukan dalam
program
Bowel Trainig
adalah
melatih kembali pergerakan usus. Seperti disebutkan sebelumnya, ketika kita mengalami masalah dengan buang air besar, dapat menghasilkan perasaan tertekan dan khawatir bahwa ada sesuatu yang mungkin salah. Kekhawatiran yang dialami adalah hal yang wajar dan sangat bergantung pada keyakinan klien bahwa klien "harus" buang air besar lebih teratur atau kurang teratur . Ini dikhawatirkan
menyebabkan
meningkatnya
keteganagan
yang
dapat
mempersulit BAB. Klien perlu bekonsultasi ke ahli Gastrointestinal atau tim kesehatan lainnya. 4. Pikiran klien akan BAB, seringkali klien dengan gangguan GI fungsional salah menafsirkan perutnya yang tidak nyaman atau sakit pada perut me reka sebagai kebutuhan untuk buang air besar. Reseptor tubuh yang bertindak untuk mengontrol di rektum akan diaktifkan oleh feses, bila feses tersebut beradadi rektum. Jika, klien merasa ketidaknyamanan diabdomen , hal itu bukan konstisipasi. Beritahu dokter klien tentang hal ini, agar dapat dilakukan perawatan selanjutnya.
F. Tujuan Bowel Training
Ada beberapa tujuan dilakukannya bowel training pada klien yang memiliki masalah eliminasi feses yang tidak teratur, antara lain sebagai berikut: 1. Program bowel taraining dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang normal. Terutama klien yang masih memiliki control newromuskular (Doughty, 1992). 2. Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola eliminasi feses atu defekasi.
10
G. Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi
Bowel training dilakukan pada klien dengan:
Konstipasi (susah BAB), dengan memberikan asupan makanan berserat, cairan hangat, dan jus buah.
Inkontinensia usus (tidak bisa mengontrol pengeluran feses secara normal), membantu klien mendapatkan defekasi normal dan rutin.
Kontra Indikasi
Klien dengan diare
H. Persiapan 1.
2.
Persiapan pasien :
Memperkenalkan diri
Bina hubungan saling percaya
Meminta pengunjung atau keluarga meninggalkan ruangan
Menjelaskan tujuan
Menjelasakan langkah prosedur yang akan di lakukan
Persiapan alat dan bahan :
Merencanakan waktu Menyiapkan obat-obatan yang diperlukan Menyiapkan menu makanan yang dianjurkan Tisu, sarung tanga, perlak pengalas Pispot Vaselin Bakom, gayung, sabun 3.
Persiapan lingkungan :
Pasang sampiran
I. Langkah Kerja
Langkah - Langkah Dalam Bowel Training: 1. Mengkaji pola eleminasi normal dan mencatat waktu saat klien menderita inkonentinensia usus 11
2. Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan defekasi. Sebuah program pelatihan usus perlu terjadi pada waktu yang sama setiap hari. Tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang rutin dan dapat diprediksi untuk penghapusan. Waktu harus nyaman dan tidak terburu-buru (lakukan di pagi hari setelah sarapan, itu biasanya waktu terbaik). 3. Menawarkan minuman panas (teh, kopi) atau jus buah (jus peune) yang secara normal menstimulasi peristaltik klien sebelum defekasi yang membantu pengosongan rektum. 4. Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan. 5. Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi sekitar 15 – 20 menit. 6. Jangan memaksakan klien untuk BAB, jika defekasi klien tidak reguler dalam beberapa hari atau klien tetap tidak BAB dalam waktu dua atau tiga hari, maka anjurkan klien untuk melakukan beberapa aktivitas reguler, tujuan dari ini adalah untuk mengembalikan kondisi perut klien. 7. Lanjutkan untuk mengkonsumsi obat harian yang diresepkan dokter (misalnya Amitiza, Miralax, Fibercon, Dulkolax). 8. Tidak mengkritik atau membuat klien prustasi jika klien gagal melakukan defekasi setelah mencoba langkah – langkah diatas. 9.
Lanjutkan untuk melakukan tindakan keperawatan mengeluarkan feses dengan jari (manual) :
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yg akan dilaksanakan
Buka pakaian dalam bagian bawah
Atur posisi miring kiri atau kanan sesuai kondisis dengan lutut fleksi
Pasang perlak pengalas
Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas (jeli) pada jari telunjuk
Beri penjelasan pada pasien bahwa tindakan mengeluarkan feces akan segera dimulai. Pasien dianjurkan untuk menarik nafas panjang.
Masukkan jari kedalam rektum & dorong perlahan-lahan sepanjang dinding rektum kearah umbilikus (kearah feses yg impaksi)
Secara perlahan-lahan lunakkan massa dgn masase daerah feses yg impikasi (dengan arahkan jari pd inti yg keras). 12
Gunakan pispot bila ingin BAB/bantu ketoilet
Setelah selesai mengeluarkan tinja, bersihkan daerah anus dan bokong dengan menggunakan air dan tissue.
Lepaskan pengalas pispot.
Cuci tangan
13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar. Dalam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu : -
Refleks defekasi intrinsic Refleks
-
Refleks Defekasi Parasimpatis Faktor-fakor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi : Usia, Diet, Intak Cairan,
Psikologis, Pengobatan, Gaya Hidup Penyakit, Anastesi dan Pembedahan Nyeri Bowel training (pelatihan defekasi) adalah program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami atau menderita diare,sembelit dan inkontinensia usus atau tidak mampu mempertahankan control defekasi. Bowel training dilakukan melalui beberapa langkah yang harus dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Langkah-langkah ini perlu dilakukan secara rutin terhadap klien agar memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu, dibutuhkan juga kesabaran, karena program ini tidk cukup dilakukan satu kali saja harus dilakukan secara konsisten atau terus menerus. Tujuan bowel training
-
Program bowel taraining dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang normal. Terutama klien yang masih memiliki control newromuskular (Doughty, 1992).
-
Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola eliminasi feses atu defekasi.
B. Saran
Agar terhindar dari masalah defekasi seperti inkontinensia feses, sebaiknya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti buah-buahan dan sayuran. Selain itu tingkatkan pula pola hidup sehat dan olahraga yang teratur serta hindari penggunaan obat – obat pencahar.
14
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN
Program Studi DIV Keperawatan ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------CHECKLIST BOWEL TRAINING
Nama : NIM : Aspek yang dinilai 0
Nilai 1 2
Definisi : Bowel training (pelatihan defekasi) adalah program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia usus atau tidak mampu mempertahankan control defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartikan sebagai membantu klien untuk melatih defekasi. Program ini dilakukan pada klien yang mengalami masalah feses yang tidak teratur. Tujuan : Ada beberapa tujuan dilakukan bowel training pada klien yang memiliki masalah eliminasi feses yang tidak teratur, antara lain sebagai berikut : Program bowel training dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang normal. Terutama klien yang masih memiliki control newrowmuskular ( Doughty, 1992) Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola eliminasi Indikasi:
Konstisipasi (susah BAB), dengan memberikan asupan makanan berserat, cairan hangat, dan jus buah. Inkonentisia usus (tidak bisa mengontrol pengeluaran feses secara normal), membenatu klien mendapatkan defekasi normal.
Kontra indikasi:
Klien dengan diare Pelaksanaan Persiapan pasien Memperkenalkan diri Bina hubungan saling percaya Meminta pengunjung atau keluarga meninggalkan ruangan Menjelaskan tujuan Menjelaskan langkah prosedur yang akal dilakukan Persiapan alat bahan Merencanakan waktu Menyiapkan obat-obatan yang diperlukan Menyiapkan menu makanan yang dianjurkan Tisu, sarung tanga, perlak pengalas Pispot Vaselin Bakom, gayung, sabun 15
Persiapan lingkungan Pasang sampiran
Tahap Pre Interaksi Cuci tangan Siapkan alat
Tahap Orientasi Memberi salam, panggil klien dengan pangggilan yang disayangi 1. Memperkenalkan nama perawat 2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga 3. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja : 1. Mengkaji pola eleminasi normal dan mencatat waktu saat klien menderita inkonentinensia usus 2. Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan defekasi. Sebuah program pelatihan usus perlu terjadi pada waktu yang sama setiap hari. Tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang rutin dan dapat diprediksi untuk penghapusan. Waktu harus nyaman dan tidak terburu-buru (lakukan di pagi hari setelah sarapan, itu biasanya waktu terbaik). 3. Menawarkan minuman panas (teh, kopi) atau jus buah (jus peune) yang secara normal menstimulasi peristaltik klien sebelum defekasi yang membantu pengosongan rektum. 4. Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan. 5. Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi sekitar 15 – 20 menit. 6. Jangan memaksakan klien untuk BAB, jika defekasi klien tidak reguler dalam beberapa hari atau klien tetap tidak BAB dalam waktu dua atau tiga hari, maka anjurkan klien untuk melakukan beberapa aktivitas reguler, tujuan dari ini adalah untuk mengembalikan kondisi perut klien. 7. Lanjutkan untuk mengkonsumsi obat harian yang diresepkan dokter (misalnya Amitiza, Miralax, Fibercon, Gulkolax). 8. Tidak mengkritik atau membuat klien prustasi jika klien gagal melakukan defekasi setelah mencoba langkah – langkah diatas. 9. Lanjutkan untuk melakukan tindakan keperawatan mengeluarkan feses dengan jari (manual) : Cuci tangan Jelaskan prosedur yg akan dilaksanakan Buka pakaian dalam bagian bawah Atur posisi miring kiri atau kanan sesuai kondisis dengan lutut fleksi Pasang perlak pengalas Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas (jeli/vaselin) pada jari telunjuk Beri penjelasan pada pasien bahwa tindakan mengeluarkan feces akan segera dimulai. Pasien dianjurkan untuk menarik nafas panjang. Masukkan jari kedalam rektum dan dorong perlahan-lahan sepanjang 16
dinding rektum kearah umbilikus (kearah feses yg impaksi) Gunakan pispot bila ingin BAB/bantu ketoilet Setelah selesai mengeluarkan tinja, bersihkan daerah anus dan bokong dengan menggunakan air dan tissue. Lepaskan pengalas pispot. Cuci tangan
Tahap Terminasi
Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
Melakukan kontak untuk tindakan selanjutnya
Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Evaluasi
Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan
Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperwatan
Keterangan : 0 = Tidak dikerjakan 1 = Dikerjakan tapi tidak lengkap/tidak sempurna 2 = Dikerjakan dengan sempurna
Penguji Praktek
(
)
17
DAFTAR PUSTAKA
Bartz S. Constipation and fecal incontinence. In: Ham RJ, Sloane PD, Warshaw GA, BernardMA, Flaherty E, eds. Hidayat,A.Aziz Alimul.2009. Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika Potter, Patricia A.2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan: Konsep,proses dan praktik. Jakarta: EGC Anomom.2014.file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/Bowel%20Retrain.pdf. Di akses pada tanggal 27 Agustus 2014 pukul 19.30 WITA
18