MAKALAH ADAB DAN ETIKA MURID TERHADAP GURU Untuk Memenuhi Tugas Pembelajaran Studi Keislaman 2 Dosen Pengampu : Imam Arifin, S.Pd.I
Disusun Oleh : Hudan Aminullah
4116002
Muhammad Fajar
4116102
Mochamad Abdul Ghofir
4116097
S1 SISTEM INFORMASI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul : “
ADAB DAN ETIKA MURID TERHADAP GURU
“
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Jombang, 07 April 2017
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN......................................................................................................... 1 KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2 DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3 BAB I .................................................................................................................................. 4 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
1.1
LATAR BELAKANG ........................................................................................ 4
1.2
RUMUSAN MASALAH .................................................................................... 5
1.3
TUJUAN PENULISAN ...................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 6 PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6
2.1
Pengertian Adab .................................................................................................. 6
2.2
Pengertian Etika .................................................................................................. 7
2.3
Pengertian Guru Dan Siswa ................................................................................ 7
2.3.1
Pengertian Guru .......................................................................................... 7
2.3.2
Pengertian Siswa ......................................................................................... 8
2.4
Adab Dan Etika Siswa Terhadap Guru ............................................................... 8
BAB III............................................................................................................................ 13 PENUTUP........................................................................................................................ 13
3.1
Kesimpulan ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 14
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraan dunia maupun akhirat, maka mencari ilmu hukumnya wajib. Mengkaji ilmu itu merupakan pekerjaan mulia, karenanya banyak orang yang keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu dengan didasari iman kepada Allah SWT. Maka semua yang ada di bumi mendoakannya. Karena mencari ilmu itu pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik dan akal, maka nabi pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu akan mendapatkan pertolongan dari Allah, karena Allah suka menolong orang yang mau bersusah payah dalam menjalankan kewajiban agama. (Juwariyah, 2010: 141). Sebagaimana hadits yang
telah
diriwayatkan
oleh
Sunan
Ibnu
Majah
yang
berbunyi:
“ Dari Annas bin Malik berkata: bahwa rasulullah saw bersabada: “Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim”. (H.R. Sunan Ibn Majah, , 1, 17, 224, t.th: 81). Perlu diketahui bahwa, kewajiban menuntut ilmu bagi muslim laki-laki dan perempuan ini tidak sembarang ilmu, tapi terbatas ilmu agama, dan ilmu yang menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama manusia. Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling hormat menghormati, saling menghargai satu sama lain, dalam menuntut ilmu sangatlah penting di tanamkan adab dan tatakrama yang sopan terhadap guru. Di zaman yang modern seperti sekarang ini telah banyak pergeseran tentang adab atau prilaku sehingga menjurus kepada dekadensi moral, murid dengan guru sudah tidak bisa lagi dibedakan baik dalam perkataan, perbuatan ataupun prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya makalah ini penyusun mencoba menjelaskan pandangan islam tentang adab, tatakrama dan prilaku yang seharusnya dijunjung tinggi dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bergaul satu sama lain ataupun dengan guru. 4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Etika ? 2. Apa yang dimaksud Murid ? 3. Apa pengertian Guru ? 4. Bagaimanakah adab seorang anak terhadap guru?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Mampu memahami Etika 2. Mampu memahami pengertian murid 3. Mampu mengetahui pengertian guru 4. Mampu memahami Etika seorang murid terhadap Guru 5. Mampu memahami Adab seorang murid terhadap Guru
5
BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN ADAB
Menurut bahasa Adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, akhlak . M. Sastra Praja menjelaskan bahwa, adab yaitu tata cara hidup, penghalusan atau kemuliaan kebudayaan manusia. Sedangkan menurut istilah Adab adalah suatu ibarat tentang pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah. Pengertian bahwa adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang. Maka jelaslah bahwa seseorang itu bisa mulia dan terhormat di sisi Allah dan manusia apabila ia memiliki adab dan budi pekerti yang baik. Seseorang akan menjadi orang yang beradab dengan baik apabila ia mampu menempatkan dirinya pada sifat kehambaan yang hakiki. Tidak merasa sombong dan tinggi hati dan selalu ingat bahwa a pa yang ada di dalam dirinya adalah pemberian dari Allah swt. Sifat-sifat tersebut telah dimiliki Rasulullah saw. Secara utuh dan sempurna. Menurut Imam al-Ghazali akhlak mulia adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh para utusan Allah swt. yaitu para Nabi dan Rasul dan merupakan amal para shadiqin. Akhlak yang baik itu merupakan sebagian dari agama dan hasil dari sikap sungguh-sungguh dari latihan yang dilakukan oleh para ahli ibadah dan para mutaqin. Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas mujahadah (ketekunan) dan latihan jiwa. Mujahadah dan riyadhah-nafsiyah (ketekunan dan latihan kejiwaan) menurut al-Ghazali ialah membebani jiwa dengan amal-amal perbuatan yang ditujukan kepada khuluk yang baik, sebagaimana kata beliau: Barangsiapa yang ingin dirinya mempunyai akhlak pemurah, maka ia harus melatih diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan pemurah, yakni dermawan, dan gemar bersedekah. Jika beramal bersedekah dilakukan secara istiqamah, maka akan jadi kebiasaan
6
2.2 PENGERTIAN ETIKA Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
2.3 PENGERTIAN GURU DAN SISWA 2.3.1
Pengertian Guru Dalam literatur kependidikan Islam, kata guru sering juga dikatakan
dengan ustadz, mu’allim, murabbiy, mudarris dan muaddib.
Sedangkan
menurut Muhammad Ali al-Khuli dalam kamusnya “Dictionary of Education; English-Erobic”, kata “guru” disebut juga dengan mu’allim dan mudarris. Kata “uztadz” biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melihat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvemen, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui modelmodel atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya. Yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya di masa depan.
7
2.3.2
Pengertian Siswa Kata “Siswa” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian
orang yang sedang berguru. Menurut Ahmad Warson Al- Munawwir dalam kamusnya “Al-Munawwir” bahwa “Siswa” adalah orang yang masa-masa belajar. Sedangkan kata “Siswa” menurut John M. Echold dan Hassan Shadily adalah orang yang belajar (pelajar). Istilah lain yang berkenaan dengan murid (pelajar) adalah al-thalib. Kata ini berasal dari bahasa Arab, thalaba, yathlubu, thalaban, talibun yang berarti “orang yang mencari sesuatu”. Pengertian ini dapat dipahami karena seorang pelajar adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dan pembentukan kepribadiannya untuk bekal kehidupannya di masa depan agar berbahagia dunia dan akhirat
2.4 ADAB DAN ETIKA SISWA TERHADAP GURU Sesungguhmya adab yang mulia adalah salah satu faktor penentu
kebahagiaan dan keberhasilan seseorang. Begitu juga sebaliknya, kurang adab atau tidak beradab adalah alamat jurang kehancurannya. Tidaklah kebaikan dunia dan akhirat kecuali dapat diraih dengan adab, dan tidaklah tercegah kebaikan dunia dan akhirat melainkan karena kurangnya adab. Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru. Demi untuk keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau pengetahuan yang telah diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah memiliki akhlak atau etika yang benar terhadap gurunya. Di antara adab-adab yang telah disepakati adalah adab murid kepada syaikh atau gurunya. Imam Ibnu Hazm berkata: “Para ulama bersepakat, wajibnya memuliakan ahli al-Qur’an, ahli Islam dan Nabi. Demikian pula wajib memuliakan kholifah, orang yang punya keutamaan dan orang yang berilmu.”
8
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai berikut :
1. I khlas sebelum melangkah Pertama kali sebelum melangkah untuk menuntut ilmu hendaknya kita berusaha selalu mengikhlaskan niat. Sebagaimana telah jelas niat adalah faktor penentu diterimanya sebuah amalan. Ilmu yang kita pelajari adalah ibadah, amalan yang mulia, maka sudah barang tentu butuh niat yang ikhlas dalam menjalaninya
2. Bersikap tawadhu’ dan merendahkan diri di hadapan guru. Ilmu tidak akan didapat kecuali dengan tawadhu’ dan mencurahkan perhatian maksimal untuk mendengar penjelasan guru. Sikap tawadhu’ seorang murid kepada gurunya akan mengangkat derajatnya, dan rendah dirinya di hadapan gurunya akan menambah kemuliaannya.
3. Manjaga kehormatan guru (Mengagungkan guru) Mengagungkan orang yang berilmu termasuk perkara yang dianjurkan. Sebagaimana Rasululloh bersabda :
»
«
“ bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menghorrmti orang yang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti hak ulama kami.” (HR. Ahmad 5/323, Hakim 1/122. Dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Targhib 1/117) Seorang murid hendaknya menganggap gurunya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu kepadanya, serta sebagai pendidik yang membimbingnya pada budi pekerti yang baik. Seorang murid kalau tidak percaya pada gurunya dalam hal ini maka dia tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan. Sebagai sebuah gambaran, jika seorang murid ragu-ragu dengan kemampuan ilmu gurunya, bagaimana mungkin dia akan mengambil manfaat darinya
4. Akuilah keutamaan gurumu Khothib al-Baghdadi berkata: “Wajib bagi seorang murid untuk mengakui keutamaan gurunya yang faqih dan hendaklah pula menyadari bahwa dirinya banyak mengambil ilmu dari gurunya.”
9
5. Sopan ketika berbicara dengan guru . Seorang murid harus sopan dan santun ketika berbicara dengan gurunya. Di antara bentuk sopan santun tersebut ialah tidak memanggil namanya secara langsung, tapi hendaknya diawali dengan panggilan Pak, Bu, Ustadz, Ustadzah, Kiai, atau yang sejenisnya, dengan nada rendah. Tidak juga berbicara dengannya dari jarak jauh sambil mengeraskan suara, kecuali jika terpaksa.
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain. (QS. an-Nur [24]: 63)”
6. Beradab ketika mengajukan pertanyaan. Seorang murid harus beradab ketika bertanya kepada gurunya. Hendaknya ia bertanya dengan tutur kata yang lemah lembut, tidak mengangkat suara, tidak pula bertanya dengan tujuan mendebat. Barangsiapa yang bertanya dengan mengangkat suara atau dengan tujuan mendebat, niscaya ia tidak akan memperoleh banyak ilmu dari guru tersebut. Jangan juga bertanya untuk mengetes keilmuan guru atau mencari kelemahan dan kesalahannya. Ini merupakan adab yang buruk dan tidak selayaknya dilakukan oleh seorang penuntut ilmu.
7. Sabar bergaul dengan guru yang memiliki sifat keras. Sebagian guru ada yang memiliki sifat keras. Maka seorang murid yang baik dan bijak akan sabar bergaul dengannya demi mendapat faedah ilmu yang banyak. Barangsiapa yang tidak sabar, maka ia tidak akan memperoleh banyak ilmu darinya, yang akhirnya akan merugikan dirinya sendiri.
8. Tidak memotong penjelasan guru . Memotong penjelasan guru merupakan adab yang tidak baik. Maka seorang murid hendaknya mendengarkan dengan baik apa yang dijelaskan oleh gurunya. Jika guru telah selesai dari penjelasannya, maka silakan murid bertanya atau mengomentari apa yang dijelaskan guru.
10
9. Membela kehormatan guru Ketahuilah selayaknya bagi siapa saja yang mendengar orang yang sedang mengghibah kehormatan seorang muslim, hendaklah dia membantah dan menasehati orang tersebut. Apabila tidak bisa diam dengan lisan maka dengan tangan, apabila orang yang mengghibah tidak bisa dinasehati juga dengan tangan dan lesan maka tinggalkanlah tempat tersebut. Apabila dia mendengar orang yang mengghibah gurunya atau siapa saja yang mempunyai kedudukan, keutamaan dan kesholihan, maka hendaklah dia lebih serius untuk membantahnya. (Shohih al-Adzkar 2/832, Adab atTatalmudz hal. 33)
10. J angan berlebihan kepada guru Guru adalah manusia biasa. Tidak harus semua perkataannya diterima mentah-mentah tanpa menimbangnya menurut kaidah syar’iah. Orang yang selalu manut terhadap perkataan guru, bahkan sampai membela mati-matian ucapannya adalah termasuk sikap ghuluw (berlebih-lebihan). Apabila telah jelas kekeliruan guru maka nasehatilah, jangan diikuti kesalahannya. Jangan seorang guru dijadikan tandingan bagi Alloh dalam syariat ini .
Alloh berfirman;
11.
Artinya : “Mereka menjadikan orang -orang alimnya dan rohib-rohib mereka sebagai Robb-Robb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Robb) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Alloh dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. at-Taubah [9]: 31)
2.5 HAKIKAT PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
11
Menurut Langeveld, anak manusia itu memerlukan pendidikan karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya. Dalam dunia tasawuf, peserta didik atau murid adalah orang yang menerima pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya ke arah itu. Peserta didik atau murid di s ini ada tiga tingkat, yaitu: a)
Mubtadi’ atau pemula, yaitu mereka yang baru mempelajari syari’at. Jiwanya masih terikat pada kehidupan duniawi.
b)
Mutawasit atau tingkatan menengah, yaitu orang yang sudah dapat melewati kelas persiapan, telah mempunyai pengetahuan yang dalam tentang syari’at. Kelas ini sudah mulai memasuki pengetahuan dan alam batiniyah. Tahap ini adalah tahap belajar dan berlatih mensucikan batin agar tercapai akhlak yang baik.
c)
Muntahid atau tingkatan atas, yaitu yang telah matang ilmu syari’atnya, sudah mendalami ilmu batiniyah. Orang yang sudah mencapai tingkat ini disebut orang arif, yaitu orang yang sudah boleh mendalami ilmu hakikat. Perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu: -
Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri.
-
Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan
-
Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi
-
Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
Seluruh pendekatan peserta didik di atas perlu dipahami secara mendalam oleh setiap pendidik atau komponen yang terlibat dalam proses kependidikan Islam. Wacana ini dimaksudkan untuk memformat tugastugas kependidikan yang dinamis bagi tercapainya tujuan yang diinginkan
12
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Keseluruhan istilah anak didik dalam perspektif hadits mengacu pada satu pengertian, yaitu orang yang sedang menuntut ilmu, tanpa membedakan ilmu agama atau ilmu umum.Karakteristik peserta didik dalam perspektif hadits adalah: peserta didik menjadikan Allah sebagai motivator utama dalam menuntut ilmu, mendalami pelajaran secara maksimal, mengadakan perjalanan (rihlah, comparative study) dan melakukan riset, bertanggung jawab mengajarkan ilmunya kepada orang lain, dan ilmu itu harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat dan agama. Tugas dan tanggung jawab murid adalah: mengutamakan ilmu yang mempunyai kemaslahatan paling besar untuk agama umat dan kehidupan akhirat, mengulangi pelajaran, ikut bertanggung jawab pada pendanaan pendidikan jika ia mampu, mematuhi peraturan yang berlaku, mengutamakan menuntut ilmu dari pada amalan sunat lainnya, dan lain-lain. Mengenai pengambilan upah dalam mengajarkan agama terjadi perbedaan pendapat dikalangan paraulama, seperti imam Hanafi yang tidak membolehkan, kemudian imam Syafi`I, Maliki, Ibnu Hazm yang membolehkan, imam Hambali membolehkan ketika perbuatannya termasuk mashalih, dan mengharamkan ketika perbuatannya tergolong taqorrub. Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya .
13
DAFTAR PUSTAKA
Syaikh al ‘Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2005 M/1426 H. “ Syarah Adab & Manfaat Menuntut Ilmu”. Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i http://www.kalenderislam.com/etika-murid-kepada-guru/ http://abarokah51.blogspot.com/2012/11/akhlak-terhadap-orang-tua-danguru_439.html http://amrsite.mwb.im/adab-kepada-guru.xhtml http://www.slideshare.net/asnilah/adab-terhadap-guru-15164622 http://hidefpunya.blogspot.co.id/2014/01/bab-i-pendahuluan-mencari-ilmu.html
14