LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS OBSTRUKSI JAUNDICE/IKTERUS
A. Konsep Dasar Penyakit 1.
Definisi
Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri (Sherly, 2008). Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus. Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice atau kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum. Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater.
2.
Klasifikasi
Menurut Benjamin IS 1988, klasifikasi ikterus obstruksi terbagi atas 4 ti pe yaitu : a.
Tipe I : Obstruksi komplit. Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Biasanya terjadi karena tumor kaput pancreas, ligasi duktus biliaris komunis, kolangiokarsinoma, tumor parenkim hati primer atau sekunder.
b.
Tipe II : Obstruksi intermiten.Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan perubahan biokimia yang khas serta dapat disertai atau tidak dengan
serangan ikterus secara klinik. Obstruksi dapat disebabkan oleh karena koledokolitiasis, tumor periampularis, divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista koledokus, penyakit hati polikistik, parasit intra bilier, hemobilia. c.
Tipe III : Obstruksi inkomplit kronis. Dapat disertai atau tidak dengan gejala-gejala klasik atau perubahan biokimia yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perobahan patologi pada duktus bilier atau hepar. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh karena striktur duktus biliaris komunis (kongenital, traumatik, kolangitis sklerosing atau post radiotherapy), stenosis anastomosis bilio-enterik, stenosis sfingter Oddi, pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.
d.
Tipe IV : Obstruksi segmental. Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen anatomis cabang biliaris mengalami obstruksi. Obstruksi segmentalini dapat berbentuk obstruksi komplit, obstruksi intermiten atau obstruksi inkomplit kronis. Dapat disebabkan oleh trauma (termasuk iatrogenik), hepatodokolitiasis, kolangitis sklerosing, kolangiokarsinoma.
3.
Etiologi Penyebab terjadinya jaundice obstruktif adalah adanya obstruktif post hepatik
yang antara lain disebabkan oleh 6 : 1. Obstruksi dalam lumen saluran empedu: a. b.
Batu Parasit (ascaris)
2. Kelainan di dinding saluran empedu a. b. c.
Atresia bawaan Striktur traumatic Tumor saluran empedu
3. Penekanan saluran empedu dari luar a.
Tumor caput pancreas
b.
Tumor ampula Vateri
c.
Pankreatitis
d.
Metastasis di dalam ligamentum hepaoduodenale
4.
Patofisiologi dan Pathway Patofisiologi Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.
Pathway Adanya Batu atau parasit
Obtruksi dalam lumen saluran empedu
Adanya gangguan aliran empedu
Penimbunan pigmen empedu
Penumpukan bilirubin
Warna kuning pada jaringan
Ikterus
Konsetrasi asam empedu
Pre Operasi
intraluminal menurun
Kulit dan selaput lendir
Pre Operasi
tampak kekuningan
Luka post Nyeri Akut
Pasien belum mendapat informasi cukup mengenai tindakan
Penurunan kalsium
Hepar tidak mampu mengubah bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi
Adanya port d entre
Defisiensi vitamin
Malnutrisi
Peningkatan bilirubin
Peningkatan risiko infeksi oleh kuman
Kurang Pengetahuan
Ketidakseimbangan
Kulit gatal/ pruritus
nutrisi kurang dari Risiko Infeksi
kebutuhan tubuh
Kerusakan Integritas Kulit
5.
Gejala dan Tanda Klinis
Tanda dan gejala yang timbul antara lain: a. Ikterus, hal ini disebabkan penumpukkan bilirubin terkonjugasi yang ada dalam darah yang merupakan pigmen warna empedu. b. Nyeri perut kanan atas, nyeri yang dirasakan tergantung dari penyebab dan beratnya obstruktif. Dapat ditemui nyeri tekan pada perut kanan atas maupun kolik bilier. c.
Warna urin gelap (Bilirubin terkonjugasi). Urin yang berwarna gelap karena adanya bilirubin dalam urin.
d. Feces seperti dempul (pucat/akholis). Hal ini disebabkan karena adanya sumbatan aliran empedu ke usus yang mengakibatkan bilirubin di usus berkurang atau bahkan tidak ada sehingga tidak terbentuk urobilinogen yang membuat feces berwarna pucat. e. Pruritus yang menetap. Adanya pruritus menunjukkan terakumulasinya garam empedu di subkutan yang menyebabkan rasa gatal. f. Anoreksia, nausea dan penurunan berat badan. Gejala ini menunjukkan adanya gangguan pada traktus gastrointestinal.
6.
g.
Demam
h.
Pembesaran hepar dan kandung empedu ( Courvoisier sign).
Komplikasi Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal
ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan sering mengalami
komplikasi pasca
operatif. Komplikasi
ini
berhubunga dengan endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like” sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus sehingga terjadi over growth bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat menyebabkan translokasi bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua, ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance of endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi. Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi optimal untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan terjadinya gagal ginjal akut pada pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi volume cairan dari intaseluler menuju ekstraseluler dan menurunkan terjadinya endotoksinemia. Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer, perdarahan gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan gagal ginjal akut (GGA). 7.
Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi
terjadi
ketika
ada
peningkatan
produksi
bilirubin
atau
menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin
(kolestasis
intrahepatik)
atau
obstruksi
bilier
ekstrahepatik
menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan
peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 – 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial. Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus). 2.
Hematologi Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan. Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat
menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal. Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasan ya meningkat pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya. 3.
Pencitraan Tujuan dibuat pencitraan adalah: a.
memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),
b.
untuk menentukan level obstruksi,
c.
untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,
d.
memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).
4.
USG Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu pemeriksaan
dalam
menegakkan
penunjang
diagnosis
pencitraan
yang
dan
dianjurkan
pertama
merupakan
dilakukan
sebelum
pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran
empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif. 5.
Pada pemeriksaan USG akan memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.
6.
Pemeriksaan Radiologi a. Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.
b. CT-scan : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intradan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier. c. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography) dan PTC ( Percutaneus Transhepatic Cholangiography) : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan. d. EUS (endoscopic ultrasound ) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat. e. MRCP ( Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography): merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini
terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian Pengkajian pada klien dengan obstruksi jaundice dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji : Aktivitas/istirahat
Sirkulasi Eliminasi
Makanan/cairan
Keamanan
Pernapasan
Nyeri/Kenyamanan
2.
kelelahan. gelisah. takikardia, berkeringat urin berwarna teh. feses berwarna pekat/lempung. distensi abdomen. teraba massa pada kuadran kanan atas. napsu makan menurun, tidak toleransi terhadap lemak dan makanan "pembentuk gas"; regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia. anoreksia, mual/muntah. adanya penurunan BB. kulit kekuningan, pruritus. kulit kering. sklera kekuningan. demam, menggigil. peningkatan frekuensi pernapasan. pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal. Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan. kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan. nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit. Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.
Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi saluran empedu b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus. d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi e. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3.
Intervensi Keperawatan NO
1
DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL NOC
NIC:
berhubungan
dengan
Pain Level
Pain management
obstruksi
saluran
Pain Control
Comfort level
empedu
INTERVENSI
nyeri secara
Kriteria Hasil :
termasuk lokasi,
mengontrol nyeri
karakteristik, durasi,
(tahu penyebab
frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu
faktor presipitasi
nonverbal dari
nonfarmakologi
ketidaknyamanan
Gunakan tehnik
nyeri, mencari
komunikasi terapeutik
bantuan)
untuk mengetahui
Melaporkan bahwa
pengalaman nyeri
nyeri berkurang
pasien
dengan
Kaji kultur yang
menggunakan
mempengaruhi respon
manajemen nyeri
nyeri
Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
Observasi reaksi
teknik
untuk mengurangi
komprehensif
Mampu
menggunakan
Lakukan pengkajian
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama
frekuensi dan
pasien dan tim
tanda nyeri)
kesehatan lain tentang
Menyatakan rasa
ketidakefektifan
nyaman setelah
kontrol nyeri masa
nyeri berkurang
lampau
Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan interpersonal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istrihat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri Analgesic administration
Tentukan lokasi, karakter, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosi, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian anlgesik pertama kali
Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evalusi efektivitas analgesic, tanda dan gejala
2
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang
kebutuhan berhubungan
NOC
NIC
dari
Nutritional status
Nutrition management
tubuh
Nutritional
dengan
food
penurunan nafsu makan
status:
and
fluid
intake
status:
nutritient intake
menentukan
jumlah
Weigh control
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Adanya
berat
Berat badan ideal
intake
Fe
Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi
meningkatkan protein
badan
dan vitamin C
Mampu
Berikan substansi gula
mengidentifikasi
Yakinkan
diet
yang
kebutuhan nutrisi
dimakan mengandung
Tidak
tinggi
ada
tanda-
serat
untuk
mencegah konstipasi
Menunjukkan
Berikan makanan yang
peningkatan fungsi
terpilih
pengecapan
dikonsultasikan
dan
menelan
Anjurkan pasien untuk meningkatkan
tanda malnutrisi
dengan untuk
badan sesuai tujuan
alergi
gizi
peningkatan
Kolaborasi ahli
Kriteria hasil
adanya
makanan
Nutritional
Kaji
Tidak penurunan
(sudah
dengan ahli gizi) terjadi berat
badan yang berarti
Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat
catatan
makanan
harian
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
Kaji
kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan
nutrisi
yang dibutuhkan Nutrition monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor
adanya
penurunan berat badan
Monitor
tipe
dan
jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
Monitor
lingkungan
selama makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan
tidak
selama jam makan
Monitor kulit kering dan
perubahan
pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor rambut
kekeringan, kusam,
mudah patah
dan
Monitor
mual
dan
muntah
Monitor
kadar
albumin, total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor
pucat,
kemerahan
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
Monitor
kalori
dan
intake nutrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla
lidah
dan
cavitas oral
3
Kerusakan kulit
integritas NOC berhubungan
dengan pruritus
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet. NIC
Tissue integrity : skin
Pressure management
and mucous membranes
a. Anjurkan pasien untuk
Hemodyalisis akses
menggunakan pakaian
Kriteria hasil
yang longgar.
Integritas kulit yang b. Hindari kerutan pada baik bisa dipertahankan
c. Jaga kebersihan kulit
(sensai, elastisitas,
agar tetap bersih dan
temperature, hidrasi,
kering.
pigmentasi)
tempat tidur
d. Mobilisasi
pasien
Tidak ada luka/lesi
(ubah posisi pasien)
pada kulit
setiap dua jam sekali
Perfusi jaringan
e. Monitor
kulit
akan
adanya kemerahan.
baik
f.
lotion
atau
Menunjukkan
minyak/baby oil pada
pemahaman dalam
daerah yang tertekan
proses perbaikan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
kulit dan mencegah terjadinya cedera
h. Monitor status nutrisi pasien
berulang
Oleskan
Mampu melindungi
i.
Memandikan
pasien
kulit dan
dengan sabun dan air
mempertahankan
hangat
kelembaban kulit
Insision site care
perawatan alami
a. Membersihkan, memantau
dan
meningkatkan proses penyembuhan luka
pada
yang
ditutup
dengan jahitan, klip atau straples b. Monitor
proses
kesembuhan
area
insisi c. Monitor gejala
tanda infeksi
dan pada
area insisi d. Bersihkan area sekitar jahitan atau straples, menggunakan
lidi
kapas steril e. Gunakan
preparat
antiseptic
sesuai
program f.
Ganti
balutan
pada
interval waktu yang
sesuai luka
atau
biarkan
tetap
terbuka
(tidak dibalut) sesuai program
4
Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
Dialysis acces maintenance NIC
NOC
kurang informasi
Knowledge
:
disease proces
Teaching
Knowledge
:
Kriteria hasil
Pasien
dan
keluarga
penyakit,
tentang
tingkat
pengetahuan
pasien
tentang
proses
Jelaskan patofisiologi penyakit
kondisi, prognosis
bagaimana
dan
berhungan
program
dan
,dengan
mampu
melaksanakan prosedur dijelaskan
ini
dengan
cara
yang
tepat.
Gambarkan tanda dan
yang
gejala yang biasa pada
secara
penyakit, dengan tanda
benar.
yang tepat
Pasien keluarga
hal
dan
anatomi dan fisiologi
Pasien keluarga
penilaian
dari
pengobatan
Berikan
penyakit yang spesifik
menyatakan tentang
disease
proces
health behavior
:
dan
mampu
Identifikasi kemungkinan
menjelaskan
penyebab,dengan cara
kembali apa yang
yang tepat
dijelaskan
Sediakan
informasi
perawat/tim
pada
kesehatan lainnya.
kondisi,dengan
pasien
tentang cara
yang tepat
Hindari jaminan yang
kosong
Sediakan bagi keluarga atau
SO
informasi
tentang
kemajuan
pasien
dengan
cara
yang tepat
Diskusikan perubahan gaya
hidup
yang
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan.
Dukung pasien untuk mengeksplorasi mendapatkan
atau second
informasi atau opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan.
Rujuk
pasien
pada
grup atau agensi di komunitas lokal,dengan cara yang tepat.
Instruksikan
pasien
mengenai tanda dan gejala melaporkan pemberi
untuk pada perawatan
kesehatan,dengan cara
yang tepat 5
Risiko
infeksi NOC
NIC
berhubungan
dengan Immune status
Infection Control
luka post operasi
Knowledge : infection a. Bersihkan lingkungan control
setelah dipakai pasien
Risk control
lain b. Pertahankan
Kriteria hasil
a. Klien tanda
bebas dan
dari
isolasi
gejala c. Batasi
infeksi
pengunjung
bila perlu
b. Mendeskripsikan proses
teknik
d. Instruksikan
pada
pengunjung
untuk
penularann
penyakit,
factor
mencuci tangan saat
yang mempengaruhi
berkunjung
penularan
meninggalkan pasien
serta
penatalaksanaannya
e. Gunakan
c. Menunjukkan kemampuan
antimikroba untuk
mencegah
f.
Cuci
tangan
setiap
sebelum dan sesudah
leukosit
dalam batas normal
untuk
cuci tangan
timbulnya infeksi d. Jumlah
sabun
tindakan keperawatan g. Gunakan baju, sarung
Menunjukkan perilaku hidup sehat
tangan
sebagai
alat
penlindung h. Pertahankan lingkunan selama
aseptic pemasangan
alat i.
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing dengan umum
sesuai petunjuk
j.
Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
kandung kencing k. Tingkatkan
intake
nutrisi l.
Berikan
terapi
antibiotic bila perlu
Infection protection
a. Monitor
tanda
dan
gejala infeksi sistemik dan local b. Monitor
hitung
granulosit, WBC c. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi d. Batasi pengunjung e. Pertahankan aspesis
teknik
pada
pasien
yang beresiko f.
Pertahankan
teknik
isolasi k/p g. Berikan kulit
perawatan pada
area
epidema h. Inspeksi
kulit
dan
membrane mukosa i.
Terhadap kemerahan, panas, dan drainase
j.
Inspeksi
kondisi
luka/insisi bedah k. Dorong
masukkan
nutrisi yang cukup l.
Dorong
masukan
cairan m. Dorong istirahat n. Instruksikan untuk
pasien minum
antibiotic sesuai resep o. Ajarkan
pasien
dan
keluarga
tanda
dan
gejala infeksi p. Ajarkan
cara
menghindari infeksi q. Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA
Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah ( Principles of Surgery ). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579 NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction