Laporan Kasus
Obstruksi Jaundice
PEMBIMBING PEMBIMBING
: dr. Melvina
PENYAJI
: - Muhammad Nasrullah - Farhana Wahida - Nor Atikah - Muhammad Muizz Shafiq - Azima Amina
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini Jaundice”. dengan judul “Obstruksi Jaundice”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr. Melvina, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesiakan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 03 Mei 2014,
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini Jaundice”. dengan judul “Obstruksi Jaundice”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr. Melvina, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesiakan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 03 Mei 2014,
Penulis
DAFTAR ISI
Judul
Halaman
Bab 1 Pendahuluan …………………………………………… ……………………………………………..... .....
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………
2
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………..
3
1.4 Manfaat Penulisan ………………………………………
3
Bab 2 Obstruksi Jaundice 2.1 Definisi …………………………………………………... ………………………………………………… ...
4
2.2 Klasifikasi ……………………………………………… ……………………………………………….. ..
4
2.3 Etiologi …………………………………………………... ………………………………………………… ...
4
2.4 Patofisiologi ...………………………………………… ... …………………………………………... ...
5
2.5 Gejala Klinis ………………………………………….... ………………………………………… ....
6
2.6 Diagnosis …………………………………………… ……………………………………………....... .......
6
2.7 Penatalaksanaan ………………………………………..
13
Bab 3 Laporan Kasus …………………………………………… .
16
Bab 4 Penutup ………………………………………………......... ……………………………………………… .........
31
Daftar Pustaka ……………………………………………………
32
1
BAB 1 PENDAHULUAN
Ikterus (jaundice)
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau
jar ingan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dal am sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif (sulaiman, 2007). Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus (Guyton, 1997). Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing (sulaiman, 2007). Sumbatan
bilier
ekstra-hepatik
biasanya
membutuhkan
tindakan
pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat
2
dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik (sulaiman, 2007). Ikterus
(jaundice)
merupakan
manisfestasi
yang
sering
pada
gangguan teraktus biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan pemasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkis ar antara 0.5 – 1.3 mg/dL. Ketika levelnya meluas menjadi 2.0 mg/dL, perwarnaan jaringan bilirubin terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien (Sjamsuhidayat, 2005). Prevalensi dari ikterus (jaundice) adalah beragam sesuai usia dan jenis kelamin. Bayi baru la hir dan dewasa tua adalah yan g paling sering terkena. Sekitar 20% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pert ama kehidupan, terutama diakibatkan oleh imaturitas proses konjugasi di hepar. Kelainan kongenital, kelainan hemolitik dan dekek konjugasi juga bertanggungjawap sebagai penyebab ikte rus pada ba yi dan anak -anak. Virus hepatitis A adalah penyebab tersering ikterus pada anak usia sekolah.Ikterus pada jenis kelamin laki-laki biasanya disebabkan oleh sirosis, hepatitis B kronis, hepatoma, karsinoma pancreas, dan kolangitis. Sedangkan pada wanita penyebab terseringnya yaitu batu empedu, sirosis bilier dan kars inoma kandung empedu .
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana temuan klinis dan penatalaksanaan obstruktif jaundice pada pasien di Ruang Rawat Inap Terpadu-1 RSUP H. Adam Malik, Medan ?
3
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah : 1. Untuk mengintergrasikan ilmu kedokteran yang telah dipelajari pada kasus obstruktif jaundice. 2. Untuk mengetahui gambaran klinis, perjalanan penyakit, penatalaksanaan, dan tindakan rehabilitasi pada pasien yang menderita penyakit obstruktif jaundice.
1.4. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk : 1. Untuk mengetahui gejala klinis, diagnosa, penatalaksanaan dan rehabilitasi penderita obstruktif jaundice. 2. Untuk lebih memahami dan memperdalam ilmu teoritis dan klinikal mengenai obstruktif jaundice. 3. Untuk menambah informasi dan pengetahuan tebaru mengenai obstruktif jaundice.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Jaundice atau ikterus pada umumnya adalah pigmentasi kuning pada sklera, mukosa, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin yang tidak terkonjugasi maupun yang terkonjukasi dalam tubuh (Himawan dkk, 1979). Keadaan ini merupakan salah satu tanda penting akan adanya kelainan fungsi hati, saluran empedu atau darah. Jaundice umumnya akan terlihat apabila kadar bilirubin dalam darah melebihi 2mg/dL atau lebih dari 35umol/L (Longmore dkk, 2007). 2.2. Klasifikasi
Klasifikasi umum jaundice : pre-hepatik, hepatik dan post-hepatik .Jaundice obstruktif sering dikatakan sebagai post-hepatik karena pada umumnya, defek terletak pada jalur metabolisme bilirubin dan pengeluaran bilirubin melewati salurannya (Elpers dkk, 2013). Bentuk lain jaundice dikatakan sebagai jaundice non-obstruktif, yang mana bentuk ini adalah akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik (Smith dkk, 2008).
Jaundice yang muncul karena hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik dapat menyebabkan terjadinya kolestasis yang juga disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu (Sherwood, 2013). Antara ciriciri kolestasis adalah peningkatan aktifitas enzim alkalifosfatase, adanya infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian adanya pembentukan abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai komplikasi ikterus obstruktif. 2.3. Etiologi
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik).
5
Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain adalah kista koledokus, abses amoeba pada lokasi tertentu dan striktur sfingter papila vater (Hayat dkk, 2005).
2.4. Patofisiologi obstruksi jaundice
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon (Sherwood, 2013).
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia (Hayat dkk, 2005).
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus
6
(Sherwood, 2013). Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol); level trigliserida tidak terpengaruh.
Penyakit
hati
kolestatik
ditandai
dengan
akumulasi
substansi
hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi oleh mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif (Hayat dkk, 2005).
2.5. Gejala Klinis
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif. Kolangitis/koledokolitiasis ditandai dengan adanya riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten. Penurunan berat badan, adanya massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin berat, mungkin ditimbulkan oleh karsinoma pankreas. Jaundice yang muncul (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi m ungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (Longmore dkk, 2007).
2.6. Diagnosis
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan
obstructive
jaundice ialah melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan faal hati dan pemeriksaan radiologi.
7
1. Anamnesis Anamnesis yang teiliti harus dilakukan untuk membedakan etiologi ikterus, apakah penyebab ikterus karena adanya obstruksi ( post-hepatic) atau karena gangguan pre-hepatic atau hepatic. Hasil anamnesis yang sering ditemukan pada pasien dengan obstructive jaundice adalah timbulnya kekuningan, warna urin seperti teh pekat, feses berwarna dempul dan pruritus. (Charles, 2007). Keluhan nyeri kolik di daerah epigstrium, ikterus intermiten dan demam lebih mengarahkan kepada koledokolitiasis dan kolangitis asensdens. Obstruksi yang disebabkan oleh malignansi menimbulkan keluhan seperti penurunan berat badan, timbul massa di abdomen dan nyeri epigastrium yang menjalar ke punggung (Briggs dan Peterson, 2007). Riwayat trauma pada abdomen dapat menyebabkan kolesistitis. Riwayat operasi pada kandung empedu dan traktus biliaris boleh menyebabkan striktura (Charles, 2007). Riwayat cacing dalam feses mengarahkan kepada infeksi parasit.
2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada obstructive jaundice, hasil inspeksi yang sering ditemukan adalah sklera ikterus dan ikterus di seluruh tubuh. Massa di abdomen dapat dilihat pada pasien dengan malignansi kandung empedu atau pankreas. Hepatomegali
sering
ditemukan
sewaktu
palpasi
abdomen
pada
obstructive jaundice. Kandung empedu yang membesar dan teraba menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor. Murphy’s sign yang positif sering ditemukan pada kolesistitis. Perkusi abdomen dapat menimbulkan pekak hati yang menandakan terjadinya pembesaran hati.
8
3. Pemeriksaan laboratorium i) Biokimia/hematologi Kadar
bilirubin
serum
biasanya
meningkat
melebihi
1-2
mg/dl,
terutamanya bilirubin yang terkonjugasi. Secara umumnya, pasien dengan penyakit kandung empedu mempunyai hiperbilirubinemia yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien dengan malignansi. Kadar bilirubin biasanya tidak melebihi 20mg/dl. Kadar alkali fosfatase, suatu enzim yang diproduksi oleh hati, boleh meningkat sehingga 10 kali lipat dari kadar normal. Peningkatan kadar aspartate transaminase dan alanine transaminase juga boleh mencapai 10 kali lipat namun akan menurun dengan cepat setelah obstruksi teratasi. Pada kanker pankreas dan kanker lain yang obstruktif, alkali fosfatase meningkat tetapi enzim-enzim transaminase kekal normal. Tumor marker seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 secara umumnya meningkat pada kanker pankreas, kolangiokarsinoma, dan kanker peri-ampulla tetapi tidak spesifik dan kemungkinan meningkat pada penyakit hepatobilier benigna yang lain (Charles, 2007). Leukositosis, eosinofilia dan penemuan telur cacing pada pemeriksaan feses mikroskopik dapat dijumpai pada kasus-kasus obstructive jaundice dengan etiologi infeksi parasit (Jethwani dkk, 2012).
ii) Radiologi Sasaran pemeriksaan radiologi adalah: -
Untuk mengkonfirmasi kehadiran obstruksi ekstrahepatik.
-
Untuk menentukan tingkat obstruksi
9
-
Untuk menentukan penyebab spesifik obstruksi
-
Untuk memberikan informasi tambahan berkenaan dengan diagnosis (contoh: informasi stadium pada kasus malignansi)
X-ray abdomen mungkin menunjukkan kehadiran batu kandung empedu yang terkalsifikasi, porcelain gallbladder (kandung empedu terkalsifikasi) atau udara di traktus biliaris.
Gambar 1: X-ray abdomen dengan kehadiran batu kandung empedu (panah)
Sumber: Gallstone Ileus: A Disease Easily Ignored In The Elderly (2008)
Ultrasonografi (USG) mengidentifikasi obstruksi saluran empedu dengan tingkat akurasi sebanyak 95%. USG juga memperlihatkan batu dan cacing ascaris di dalam kandung empedu dan saluran empedu yang terdilatasi namun ia tidak diandalkan untuk mendeteksi batu-batu kecil atau striktura di saluran empedu. Tumor, kista atau abses di pankreas, hati dan struktur sekeliling juga dapat diperlihatkan dengan USG.
10
Gambar 2: Hasil USG yang menunjukkan dilatasi saluran kandung empedu.
Sumber: Investigation and Management of Obstructive Jaundice (2007)
Gambar 3: USG menunjukkan kehadiran Ascari s lu mbr icoides di dalam kandung empedu (panah)
Sumber: Biliary parasite (Ascaris) as a cause of acute pancreatitis. Ultrasound diagnosis (2012)
Computed tomography (CT) pada abdomen memberikan visualisasi hati, kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum yang bagus. CT dapat membedakan obstruksi intra atau ekstra hepatik dengan ketepatan sebanyak 95% (Charles, 2007).
11
Gambar 4: CT scan pasien dengan tumor pankreas yang menghalang saluran empedu
Sumber: Sydney Medical Interventions
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan suatu prosedur yang menggabungkan endoskopi gastrointestinal dan fluoroskopi untuk mendiagnosis dan mengatasi gangguan pada saluran empedu dan pankreas (NIDDK, 2011). Percutaneous transhepatic cholangiopancreatography (PCT) adalah suatu teknik diagnostik yang melibatkan penyuntikan zat kontras ke saluran empedu untuk menggambarkan anatomi kandung empedu dan proses proses patologis bilier. Hasil temuan didokumentasikan dengan menggunakan fluoroskopi (A. Saad dkk, 2010). ERCP dan PTC memberikan gambaran langsung tingkat obstruksi namun kedua metode ini invasif dan bersangkutan dengan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran empedu, pankreatitis dan perdarahan (Charles, 2007).
12
Gambar 5: Batu di saluran empedu (panah)
Sumber: Radiography of the Biliary System (2007)
Gambar 6: Striktura distal saluran kandung empedu yang dapat dilihat dengan PCT
Sumber: Pancreaticoduodenectomy in Patients with a History of Roux-en Y Gastric Bypass Surgery (2009)
13
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah teknik magnetic resonance imaging
(MRI) yang memvisualisasikan sistem saluran
empedu dan pankreas. MRCP merupakan teknik gambaran yang lebih baru dan tidak invasif. Ia berguna terutamanya pada pasien yang dikontraindikasikan untuk dilakukan ERCP atau pada kasus-kasus dimana batu saluran empedu tidak terdeteksi dengan USG (Briggs dan Peterson, 2007).
Gambar 7: MRCP menunjukkan batu di duktus biliaris komunis (panah)
Sumber: Investigation and Management of Obstructive Jaundice (2007)
2.7. Penatalaksanaan
Obstruksi ekstrahepatik membutuhkan dekompresi mekanik. Dekompresi obstruksi ekstrahepatik dapat dilakukan dengan 4 metode: operasi bypass, reseksi lesi obstruktif, insersi stent secara perkutaneus dan insersi stent melalui endoskopi (Charles, 2007).
14
1. Koledokolitiasis ERCP mempunyai tingkat keberhasilan sebanyak 90% dan komplikasi yang sedikit, tetapi resiko seperti perdarahan, perforasi dan pankreatitis akut tidak dapat dipisahkan dari prosedur ini. Eksplorasi laparoskopik pada duktus biliaris komunis dapat dilakukan melalui koledokotomi. Kateter balon atau Dormia baskets yang serupa digunakan pada prosedur endoskopi digunakan untuk mengeluarkan batu saluran empedu. Eksplorasi laparoskopik adalah pilihan alternatif kepada pembedahan terbuka jika ERCP telah gagal atau dikontraindikasikan. Pembedahan terbuka pada duktus biliaris komunis memberikan peluang untuk pengeluaran batu saluran empedu dan pengangkatan kandung empedu sekaligus namun terjadi peningkatan resiko morbiditas dibandingkan dengan laparoskopi. Koledokoduodenostomy dengan dilakukan dengan anastomosis saluran empedu kepada duodenum. Stenting secara perkutaneus dapat dilakukan pada pasien dengan koledokolitiasis yang tidak dapat dhapuskan dengan cara ERCP.
2. Malignansi Pada kasus-kasus malignansi dengan tumor yang menyebabkan striktura duktus biliaris namun tidak dapat dioperasi, pemasangan biliary stent dibutuhkan untuk mengatasi ikterus dan mengurangkan gejala lain. Kasus-kasus malignansi yang dapat dioperasi dilakukan reseksi atau operasi bypass jika diindasikan.
3. Striktura benigna Dilatasi balon, stenting (endoskopik atau radiologis) atau bedah rekonstruksi dapat dipertimbangkan. Komplikasi dari dilatasi balon adalah
15
restenosis dan hasil jangka panjangnya adalah buruk. Pemasangan stent pada duktus biliaris komunis mungkin akan terjadi penyumbatan yang disebabkan oleh endapan dan juga menjadi nidus untuk infeksi dan kolangitis. Operasi bypass hepatikojejunostomi merupakan penatalaksanaan pilihan (Briggs dan Peterson, 2007).
4. Infeksi parasit Infeksi parasit boleh diatasi secara konservatif, endoskopik atau bedah. Penatalaksanaan
konservatif
dilakukan
untuk
kasus-kasus
yang
tidak
berkomplikasi dan berupa puasa, pemberian cairan intravena, antibiotik dan antispasmodik seperti papaverine dan bertujuan untuk mendorong cacing keluar dari duktus biliaris (Said dkk, 2012). Intervensi diindakasikan untuk kasus-kasus seperti ini: -
Pasien dengan kolangitis piogenik atau kolesistitis yang tidak teratasi
-
Cacing yang gagal meninggalkan duktus biliaris dalam waktu 4 minggu karena dianggap sudah mati dan membutuhkan ekstraksi.
-
Kecacingan yang bersertakan dengan batu.
Untuk mengelakkan kematian cacing di duktus biliaris, vermifuge dikontraindikasikan sehingga gejala-gejala teratasi. Pemantauan klinis dan ultrasonografi diindikasikan selama 72 jam. Jika gejala terus berlangsung, endoskopi diwajibkan. Tindakan bedah dilakukan sekiranya endoskopi gagal atau adanya abses hati, askariasis intrahepatik dan pankreatitis akut berat (Jethwani dkk, 2012).
16
BAB 3 LAPORAN KASUS
No. Reg. RS : 00.59.83.51 Nama Lengkap: Khalidin Brutu Tanggal Lahir: 20/03/1966
Umur: 50 tahun
Jenis Kelamin : lelaki
Alamat: DESA SUKA MAJU DUSUN BAHAGIA
Pekerjaan: Wira Swasta
No. Telepon :
Status: kawin
Pendidikan: SD
Suku: batak
Agama: Islam
Dokter Muda : Atikah Dokter
: DR Taufiq
Tanggal Masuk: April 2014 Jam 18.15 pm
ANAMNESIS Autoanamnesis
√
Heteroanamnesis
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama Deskripsi
: PERUT MEMBESAR
: Hal ini dialami os sejak 2 minggu ini. Perut membesar dan mengeras dibagian tengah. Nyeri tekan juga ditemukan pada bagian abdomen kanan, dengan lingkar perut 84cm. selain, pasien juga cenderung mengiring ke samping untuk mengurangi rasa nyeri.
17
Demam dialami Os sejak 2 minggu ini, demam tidak terlalu tinggi dan bersifat hilang timbul dan demam turun dengan obat
penurun
panas.
Menggigil
(-)
Muka
pucat,
riwayat
pendarahan gusi, muntah darah, BAB berwarna hitam dan riwayat lebam-lebam pada kulit tidak dijumpai. Riwayat penggunaan obat anti Rematik dalam jangka waktu yang lama dijumpai. Mata kuning dan kulit kuning dialami Os sejak 2 minggu ini juga. Gatal -gatal dikulit juga dijumpai. Os Kelihatan lemah, terdapat penurunan nafsu makan yang juga diikuti dengan penurunan berat badan. BAK berwarna teh pekat dijumpai. Riwayat mual muntah disangkal oleh Os. Riwayat penyakit kuning sebelumnya dan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama juga disangkal oleh Os. RPT
: tidak jelas
RPO
: tidak jelas
) ANAM NESI S UM UM (Review of System Beri lah Tanda Bil a Abnorm al Dan Berik an Deskr ipsi
Umum: Compos Mentis
Abdomen: Tidak ada keluhan
Kulit : Tidak ada keluhan
Alat kelamin: Normal. Tidak ada keluhan
Kepala dan leher: simetris, TVJ R-2 cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB (-), struma tidak membesar
Ginjal dan Saluran Kencing: ginjal kiri: NephroLithiasis (+) Ginjal kanan: Severe Hidronefrosis,
18
Batu pada pelvic urethra junction. Mata :Conjunctiva palp. inf. pucat(-/-), Hematologi: gangguan koagulasi, sclera ikterik (+/+), RC (+)/(+), Pupil hipoalbumin isokor, ki=ka, ø 3mm
Telinga: Tidak ada keluhan
Endokrin/Metabolik: penurunan BB (+)
Hidung : Tidak ada keluhan
Musculoskeletal: Tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan :
Sistem saraf: tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan Pernafasan: sesak
Emosi: Terkontrol
Jantung: Tidak ada keluhan
Vaskuler: Tidak ada keluhan
DESKRIPSI UM UM
Kesan Sakit
Ringan
Sedang
Berat
Gizi BB : 75Kg, TB : 170cm
IMT = BB/(TB2)= 75/(1.72) = 26.0 (Pre obest)
RBW = BB/(TB-100) x 100%= 75/(170-100) x 100%= 107% (normal)
19
TANDA VITAL
Kesadaran
Compos Mentis
Deskripsi: Sadar, respon baik
HR
130x/i
Reguler, t/v: R-2 cm H2O
TD
Berbaring:
Duduk:
Lengan kanan : 130/60 mmHg
Lengan kanan : tdp
Lengan kiri
Lengan kiri
: 130/60 mmHg
: tdp
Temperatur
Aksila: 36,5 °C
Rektal : tdp
Pernafasan
Frekuensi: 25x/menit
Deskripsi: Torakal Abdominal
PEM ERIKSAAN F I SI K
KULIT : Tidak dijumpai kelainan KEPALA DAN LEHER :
simetris,
TVJ R-2 cmH2O, trakea medial,
pembesaran KGB(-), struma tidak membesar
MATA : Conjunctiva palp. inf. pucat (-/-),
sclera ikterik (+/+), RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, ø 3mm TELINGA: Dalam batas normal HIDUNG: Dalam batas normal RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN :dalam batas normal
20
THORAX Depan
Belakang
Inspeksi
Simetris Fusiformis
Tdp
Palpasi
Nyeri (-), fremitus: kanan = kiri,
Tdp
iktus (+) Perkusi
Sonor pada kedua lapangan paru
Tdp
Auskultasi
SP : bronkial
Tdp
ST :bronki basah pada bagian bawah & tengah kedua lapangan paru,
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas
: ICR III Sinistra
Kanan : Linea sternalis dextra Kiri
: 1 cm medial LMCS, ICR V
Jantung : HR : 130x/i,reguler, M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: Soepel, hepar teraba 3 cm BPC, 5cm BPX
21
Perkusi
: Timpani, Pekak hati (+)
Auskultasi
: Peristaltik (+) Normal
PINGGANG
Tapping pain: tidak dilakukan pemeriksaan. ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB: (-)
EKSTREMITAS:
Superior
: edema (-/-)
Inferior
: edema (-/-)
ALAT KELAMIN:
tidak dilakukan pemeriksaan NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis : (+) Normal Refleks Patologis : (-) BICARA
Dalam batas normal
22
PEMERIKSAAN LAB a. Pemeriksaan Rutin
Darah Hb
: 15.10 gr%
Kemih Warna : kuning keruh
Tinja Warna
: tdp
Leukosit : 12.60x10 3 /mm3 Reduksi
: -
Konsistensi
: tdp
LED
:
Protein
: +4
Eritrosit
: tdp
Eritrosit
: 4.94x106/mm3
Bilirubin
: -
Lekosit
: tdp
Ht
: 42,80%
Urobilinogen : +
Amuba/kista
: tdp
Hitung
: N= 79,80 % Sedimen
Telur cacing
M= 10.9 %
Eritosit: 2-3 /lpb
Askaria
: tdp
E= 0.40 %
Lekosit: penuh /lpb
Ankilos
: tdp
B= 0.02 %
Silinder: -
T.trichiura
: tdp
Epitel:
Kremi
: tdp
Jenis
- mm/jam
L= 8.70 %
-
23
RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif)
Oleh dokter : dr. Taufiq NamaPasien :Khalidin Brutu 1. KELUHAN UTAMA
2. ANAMNESIS
No. RM :00.59.83.51
:Kuningpadamatadanseluruhtubuh
: (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)
Dialami os dalam sejak 18 hari ini, diawali dengan kuning pada mata. Riwayat sakit kuning sebelumnya (-). Riwayat demam tinggi diikuti mengigil dan berkeringat banyak (). BAK seperti teh pekat (+) sejak 2 minggu, riwayat BAB pucat dempul (-), gatal-gatal pada kulit (+). Nyeri tekan perut kanan (+), nyeri yang merangsang oleh makanan berlemak (-). Mual (-), muntah (-). Batuk (-), demam (+) sejak 4 minggu, hilang timbul tidak terlalu tinggi dan mengigil (-). Riwayat penurunan BB (+), penurunan nafsu makan (+). BAB normal (+). Riwayat Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-)
24
RENCANA AWAL
Nama Penderita : Linda No. RM
0 0 5 1 7 4 1 9
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnose, penatalaksanaan dan edukasi) No
1
Masalah
Obstruksi Jaundice
Diagnosa
Terapi
Monitoring
Edukasi
Urin/Darah
- Tirah
Kultur
Menerangka
sputum/ST
ndan
/
baring
menjelaskan
(CAD) dd
USG ginjal
- Oksigen 2-
Urinalisa
keadaan,
TB
&
LFT
penatalaksa
Viral marker
naan
Dekstrosa
AFP
komplikasi
5% 20 gtt/i
USG
penyakit
abdomen
pada pasien
paru,
Hepatoma dd
saluran
kemih Viral
abses, marker
4 x/i - IVFD
hepatitis
RFT
viral akut
Gastroskop
cefotaxime
CT
i
1
whole
Morfologi
gram/8jam
abdomen
AKI
stadium
Hipoalbumine mia
Rencana
BTA DS 3x
Risk
Rencana
- Diet hati III
liver
Rencana
Rutin
Pneumonia
Mikosisparu
Rencana
Hiponatremia
darah tepi Kultur sputum Fotothoraks
- Injeksi
- GG
GEH,
- Substitusi
Nefro
albumin 20%
scan dan keluarga
Konsul
3x100mg
(3,0-
2,7) x 0.8x 80 = 19,2 gram 1fl
dan
PAI,
25
Tgl
S
O
A
P Terapi
21/0 Nyeri
Sens:
4/
Mentis
obstruksi
TD: 120/60 mmHg
jaundice
Pols:92x/i
CBD
RR: 28 x/i
+AKI stadium - IVFD
Ginjal dan
T: 36,2oC
risk
+
Dextrose 5 %
saluran
Pemeriksaan
Pneumonia
+
20 gtt
kemih
Diagnostik
hipoalbumine
2014
perut
Compos
Hepatoma
Diagnostik
Mata: anemis (-/-), mia
ikterik (+/+)
Thorax:Suara
pernafasan :bronkial,
suara
tambahan
ronkhi pada
lapangan tengah & bawah kedua paru Abdomen: dbn
Extremitas: oedema (-/-) PT+INR Waktu Prothrombin
kontrol
:13.00
detik
pasien detik
-
Urinalisa
- Diet hati III
-
Buat
ec stone
- Oksigen
2-4
L/I
- Inj Cefotaxim 1g/8 jam - GG 3x100mg
Leher: dbn
basah
+ - Tirah baring
:17.6
pemintaan USG
26
INR
:1.40
APTT
kontrol
:31.00
detik
pasien
:43.8
detik WaktuTrombin
kontrol
:17.00
detik
pasien
:18.1
detik Pemeriksaan Lab D-dimer :>5000ng/ml Albumin :2.7g/dL Glukosa Sewaktu :100.00 Ureum :89.00mg/dL Kreatinin :1.69mg/dL Natrium :130mEq/L Kalium :5.4mEq/L Klorida :96mEq/L
darah
27
22/0 Nyeri
Sens:
4/
Mentis
obstruksi
TD: 100/80 mmHg
jaundice
Pols: 104x/i
2014
perut
Compos
Hepatoma
+ - Tirah baring
USG
Diet hati III Injeksi
Ginjal dan
CBD stone +
cefotaxime 1
kemih
RR: 24 x/i
AKI
gram/8jam
T: 36,4oC
risk
+ -
GG
pemintaan
Pemeriksaan
Pneumonia
+
3 x100mg
USG
Diagnostik
hipoalbumine
Mata: anemis (-/-), mia
ikterik (+/+)
abses
Leher: dbn Thorax: dbn Abdomen: oedema
(-/-) Extremitas: dbn
Pemeriksaan Lab Bilirubin
Total:
10.46mg/dL Bilirubin
Direk:
8.97 mg/dL AST/SGOT:
323
U/L ALT/SGPT:
224
U/L Hepatitis
HBsAg:
negative AFP: Hepatitis C, Anti HCT : Negatif
ec
-
-
stadium
ec
liver
saluran
-
Buat
Abdomen
28
23/0 Nyeri
Sens:
4/
Mentis
obstruksi
TD:90/60 mmHg
jaundice
Pols:128x/i
GBD
RR: 28 x/i
2014
perut
Compos
Hepatoma
+ -
Tirah baring
-
Diet hati III
Abdomen
-
Injeksi
di
cefotaxime 1
ke
+AKI stadium
gram/8jam
esoknya
T: 36,4oC
risk
+ -
GG
kerana
Pemeriksaan
Pneumonia
+
3x100mg
pasien
Diagnostik:
hipoalbumine
Mata: anemis (-/-), mia
ikterik (+/+) Leher: dbn Thorax: dbn Abdomen: dbn Extremitas: dbn
USG Ginjal: Ginjal kiri:
Nephrolithiasis Ginjal Kanan:
Hidronefrosis, Batu pada Pelvic Junction.
ec stone
ec
liver
-
USG
tunda
makan. -
abses
Konsul GEH
-
Konsul Urologi
29
24/0
Kuning
Sens:
4/
seluruh
Mentis
jaundice
2014 tubuh
Compos
Obstruksi
-
Tirah baring
ec
-
Diet hati III
TD:90/60 mmHg
GBD stone +
-
Injeksi
Pols:128x/i
AKI
RR: 28 x/i
risk
+
T: 36,4oC
Pneumonia
+
Pemeriksaan
hipoalbumine
Diagnostik
miaec
stadium
-
-
USG abdomen
-
Konforma
dextrose 5%
si ke GEH
20 gtt/ i
untuk
GG
rencana
3x100mg
selanjutny
liver
a
Mata: anemis (-/-), abses
-
Konsul ke
ikterik (+/+)
bedah
Leher: dbn
Urologi.
Thorax: dbn Abdomen: dbn Extremitas: dbn
25/0
Mata
Sens:
4/
kuning
Mentis
jaundice
TD:90/60 mmHg
CBD
Pols: 96x/i
2014
Compos
-
Tirah baring
ec
-
Diet hati III
pemintaan
stone
-
Injeksi
CT
+AKI stadium
dextrose 5%
whole
RR:18 x/i
risk
20 gtt/I
abdomen
T: 36,2oC
+Pneumonia+
Injeksi
&
Pemeriksaan
Hepatoma
cefotaxime
Gastrosko
Diagnostik
+liver abses
GG
pi
Mata: anemis (-/-),
1 gram/8jam -
Viral
ikterik (+/+)
3x100mg
marker
Leher: dbn Thorax: dbn Abdomen: dbn Extremitas: dbn
USG Abdomen: Pemukaan:
Obstruksi
-
-
-
-
Buat
scan
Tumor marker
30
irregular, Pinggir: tumpul Ukuran: membesar Kesimpulan: Liver matastase + severe hidronefrosis Hepatocancerious
31
BAB 4 PENUTUP
Kesimpulannya, masalah pada Bapak Khalidin Brutu adalah obstruksi jaundice yang disebabkan oleh adanya batu pada common bile duct + hepatoma + pneumonia + hipoalbuminemia + AKI stadium risk .
32
DAFTAR PUSTAKA
Briggs C.D. dan Peterson M. Investigation and management of obstructive jaundice
(2007)
Surgery,
25
(2)
, pp. 74-80..
URL:
http://www.polysalov.vipvrach.ru/download/Investigation_and_ma nagement_of_obstructive_jaundice.pdf. [Accesed on 27 April 2014] Charles, A.A. Obstructive Jaundice- A review article (2007). University of Toronto, Canada. URL: http://ptolemy.library.utoronto.ca/sites/default/files/reviews/2007/Oc tober%20-%20Jaundice.pdf. [Accessed on 27 April 2014.] Elpers C.E, Epstein J, Husain A.N et al. (2013). Robbins Basic Pathology 9 th ed. Guyton, Arthur C dan John E hall. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Irawati Setiawan (Editor Bahasa Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Jakarta: EGC, 1997. h. 1108-1109 Himawan S et al. (1979). Patologi : Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia J.O. Hayat, C.J. Loew, K.N. Asrress, A.S. Mcintyre, and D.A. Gorard Contrasting liver function test patterns in obstructive jaundice due to biliary structures and stones QJM (2005) 98 (1): 35-40 doi:10.1093/qjmed/hci004 Longmore M. et al. (2007) Oxford Handbook of clinical medicine 7 th ed, Sherwood L. (2013). Introduction To Human Physiology. Brooks and Cole Cengage Learning, Canada Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC. 2005. 570-9
33
Smith G., Carty E. and Langmead L. (2008). Pass Finals : A Companion To Kumar Clark’s Clinical Medicine, 2nd Edition, Saunnders Elsevier,
Philadelphia. Sulaiman, Ali. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. J akarta : Pnerbitan IPD FKUI, 2007. h. 420-423 National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) (2011). NIH Publication No. 12 – 4336. Url: http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/ercp/ERCP_508.pdf Saad, W. E. A et. al. Quality Improvement Guidelines for Percutaneous Transhepatic Cholangiography, Biliary Drainage, and Percutaneous Cholecystostomy (2010). J Vasc Interv Radiol ; 21:789 – 795. DOI: 10.1016/j.jvir.2010.01.012 Sydney Medical Interventions. Blocked Bile Ducts – PTC. Web. Url: http://sydneymedicalinterventions.com.au/blocked-bile-ducts-ptc/ Chang, C. W. et. al. Gallstone Ileus: A Disease Ignored In The Elderly (2008). International Journal of Gerontology; March 2008 ; Vol 2 ; No 1. URL: http://www.sgecm.org.tw/db/Jour/2/200803/4.pdf Nikfarjam, M. et. al. Pancreaticoduodenectomy in Patients with a History of Roux-en Y Gastric Bypass Surgery (2009). JOP. J Pancreas (Online) 2009 Mar 9; 10(2):169-173. URL: http://www.joplink.net/prev/200903/21.html Tortajada-Laureiro, L. et. al. Biliary parasite (Ascaris) as a cause of acute pancreatitis. Ultrasound diagnosis (2012). REV ESP ENFERM DIG (Madrid) Vol. 104, No.7, pp. 389-390, 2012. Doi: 11300108/2012/104/7/389-390 Jethwani, U. et. al. Laproscopic Management of Wandering Biliary Ascarias is Volume 2012 (2012), Article ID 561563, 4 pages. Doi: http://dx.doi.org/10.1155/2012/561563