LAPORAN PENDAHULUAN JAUNDICE 1. Definisi Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer,2008) 2. Etiologi
o Peningkatan bilirubin yang dapat terjadi karena; polycethemia, issoimun, hemolytic, desease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat ( hemolosis
kimia;
salisilat;
kortikosteroid,
klorampenikol),
hemoolisis
ekstravaskular, cephalhematomaeccymossis. o Gangguan fungsi hati, defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah metabolic, galakto semia Hyperbilirubinemia jaundice ASI. o Komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglimia, menurunnya ikatan albumin; lahir premature, asidosis. ( Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, 1999)
3. Patofisiologi Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Pentahapan metabolisme bilirubin terbagi menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.
Fase Prahepatik Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh halhal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) a.
Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni. · Fase Intrahepatik Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin c. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. d. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk. · Fase Pascahepatik Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumor
e. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008). Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
PATHWAY
4. Manifestasi Klinik Jaundice sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada jaundice yang berat (Nelson, 2007). Gambaran klinik ikterus patologis: a) Timbul pada umur <36 jam b) Cepat berkembang c) Bisa disertai anemia d) Menghilang lebih dari 2 minggu e) Ada faktor resiko f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)
5. Pemeriksaan Penunjang Darah rutin Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga keadaan infeksi. Urin Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak. Bilirubin Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan menyebabkan peningkatan bilirubin indirek. Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk. Kelainan posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk. Tes serologi hepatitis virus IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
Biopsi hati Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug induced) Pemeriksaan pencitraan Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit infiltrative dan kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan penyakit fokal pada hati. Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan PTC (Percutans Transhepatic Colangiography).
6. Penatalaksanaan Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut: a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi. b) Menambahkan
bahan
bilirubin(misalnya (menambahkan
yang
menambahkan
albumin
untuk
kurang glukosa
pada
proses
pada
memperbaiki
metabolisme
hipoglikemi)
transportasi
atau
bilirubin).
Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan kedalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. c) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air. d) Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer et al, 2007).
e) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan secara rutin. f) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena(5001000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun (Cloherty et al, 2008) g) Jika
penyebabnya
adalah
sumbatan
bilier
ekstra-hepatik
biasanya
membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktura (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya.(Sulaiman, 2006)
7. Asuhan Keperawatan a) Diagnose keperawatan yang mungkin muncul -
Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolic, perubahan warna kulit
-
Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
-
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
No
Diagnose Keperawatan
1.
Kerusakan kulit status
b.d
NOC/ tujuan
NIC/ intervensi
integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC : Pressure Management perubahan 1 x 7 hari diharapkan integritas kulit kembali 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian metabolic, baik / normal.
perubahan warna kulit
yang longgar
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous 2. Hindari kerutan pada tempat tidur Membranes
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Kriteria Hasil :
kering
o Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
o Tidak ada luka / lesi pada kulit
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
o Perfusi jaringan baik
6. Oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah
o Menunjukkan pemahaman dalam proses
yang tertekan
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya 7. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat cedera berulang o Mampu
melindungi
mempertahankan perawatan alami
kulit
kelembaban
kulit
dan dan
2.
Cemas dengan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC : Penurunan Kecemasan perubahan 1 x 24 jam diharapkan keluarga dan pasien tidak 1. Tenangkan klien.
dalam status kesehatan
cemas
2. Jelaskan seluruh prosedur pada klien/keluarga
Kriteria Hasil :
dan perasaan yang mungkin muncul pada saat
Control Cemas
melakukan tindakan.
o Tanda kecemasan tidak Nampak dengan 3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada skala indicator 3.
tingkat kecemasan.
o Mampu menggunakan teknik relaksasi 4. Sediakan untuk mengurangi kecemasan dengn skala indicator 3
aktivitas
untuk
mengurangi
kecemasan. NIC II : Peningkatan Koping.
Koping
5. Hargai pemahaman pasien tentang proses
o Keluarga
menunjukkan
fleksibilitas
peran para anggotanya. Skala 4
6. Sediakan informasi actual tentang diagnosa,
o Nilai keluarga dalam mengatur masalahmasalah. Skala 4 o Melibatkan
anggota
1 : Tidak pernah dilakukan
penanganan. 7. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara tepat
keluarga
membuat keputusan. Skala 4 Indicator Skala :
penyakit.
untuk
2 : Jarang dilakukan 3 : Kadang dilakukan 4 : Sering dilakukan 5 : Selalu dilakukan 3.
Kurang
pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC : Teaching : Disease Process
berhubungan
dengan 1 x 24 jam diharapkan klien dan keluarga 1. Jelaskan patofisiolagi dari penyakit
keterbatasan paparan
mengerti dengan keadaannya Knowledge : Disease Process Kriteria Hasil : o Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman
2. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang benar 3. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan 4. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi program pengobatan
dengan cara yang tepat
o Pasien dan keluarga mampu melaksanakan 5. Diskusikan prosedur yang dijelaskan secara benar o Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya
mungkin
perubahan diperlukan
gaya untuk
hidup
yang
mencegah
komplikasi dimasa yang akan datang dan proses pengontrolan penyakit.
Indicator Skala : 1 : Tidak pernah dilakukan 2 : Jarang dilakukan 3 : Kadang dilakukan 4 : Sering dilakukan 5 : Selalu dilakukan
REFERENSI
Anonim. Ikterus. Http://ilmukedokteran.net Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark A. R., 2008. Neonatal Hyperbilirubinemia in Manual of Neonatal Care. Philadelphia: Lippincort Williams and Wilkins, pp 181;194; 202; 204; 210. Gotoff, S. P., 1999 Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir. Dalam:Ilmu Kesehatan Anak , Nelson, Editor Edisi Bhs Indonesia. ECG; 610-7 Medline Plus. Bilirubin. Http://www.nlm.nih.gov Sacher, Ronald, A., Richard A., McPherson. 2004. Tinjaun Klinis Hasil Pemeriksaan Laborotorium. 11th ed. Editor bahasa Indonesia: Hartonto, Huriawati. Jakarta: EGC pp 271- 72; 275-76; 363-64 Sarwono, Erwin, et al. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu Kesehatan Anak. Ikterus Neonatorum(Hyperbilirubinemia Neonatorum). Surabaya: RSUD Dr.Soetomo. pp 169; 173 Schwartz SI. Manifestations of Gastrointestinal Desease. Dalam : Principles of Surgery fifth edition, editor : Schwartz, Shires, Spencer. Singapore : McGrawHill, 1989. 1091-1099 Sulaiman A. 2006. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen IlmuPenyakit Dalam FKUI. 422-425