BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (Developing countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu: kurang kalori protein, defisiensi vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22% terjadi pada wanita post po st partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2 008). Dari hasil laporan Dinas Kesehatan Pasaman Barat tahun 2008 kejadian anemia pada ibu hamil adalah 19,7%, tahun 2009 sebanyak 12,5% dan tahun 2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil yang mengalami anemia di wilayah kerja 2 UPTDK 3 Puskesmas Desa Baru tahun 2008 sebanyak 28,5%, tahun 2009 seban yak 24,3% dan tahun 2010 sebanyak 21,1%. 21 ,1%. Sebagian besar anemia di Indonesia selama ini dinyatakan sebagai akibat kekurangan besi b esi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil merupakan perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281). Tablet besi sangat diperlukan pada ibu hamil untuk pembentukan hemoglobin, sehingga pemerintah Indonesia mengatasinya dengan mengadakan pemberian suplemen besi untuk ibu hamil mulai tahun 1974, namun hasilnya belum memuaskan (Depkes, 2003). Sedangkan prevalensi pada anak sekolah sekitar 30% serta pada balita sekitar 40% (Supariasa, 2002). Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Prof. Margono Soekarjo diperoleh data mengenai jumlah kasus anemia pada tahun 2008 sebanyak 186 kasus, 2009 sebanyak 320 kasus, 2010 sebanyak 533 kasus k asus dan 2011 sebanyak 467 kasus. Untuk tahun 2012 sejak bulan Januari sampai dengan Mei sebanyak 132 kasus. Berdasarkan data tersebut diatas, saya tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang asuhan keperawatan pasien dengan anemia.
B. Tujuan Penulisan a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan gangguan anemia b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan anemia c. Penulis mampu merumuskan rencana tindakan keperawatan dengan gangguan anemia d. Penulis mampu melakukan tindakan/implementasi keperawatan dengan gangguan anemia.
BAB II KONSEP TEORI A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian Anemia Aniemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1680). Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah SDM, kualitas Hb, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price. 2006). Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth ; 935).
2. Etiologi Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya : a. Anemia Pasca Pendarahan Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit cacingan. b. Anemia Defisiensi Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah. c. Anemia Hemolitik Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena : 1) Factor Intrasel 5 Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell anemia), sferositas, defisiensi enzim eritrosit (G – 6PD, piruvatkinase, alutation reduktase). 2)
Factor
Ekstrasel
Karena
intoksikasi,
infeksi
(malaria),
imunologis
(inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah).
d. Anemia Aplastik Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan sumsum tulang). 3. Manifestasi Klinis Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala anemia adalah : a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia b. Penurunan BB, kelemahan c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin, palpitasi, kulit pucat. d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, p roses menghisap yang buruk (bayi). e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang. 4. Patofisiologi Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini 6 dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyababkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping p roses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal kedalam urin (hemoglobinuria). Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh pe nghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan ada tidaknya hiperbilirubinemia. Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak – anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan. Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja puteri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi. Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau k etiga system hemotopoetik (eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik disebut agranulositosis (penyakit Schultz),
dan
yang
mengenai
system
trombopoetik
disebut
amegakariositik
trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.
5. Pathway
Defisiensi B12, asam folat, besi
Kegagalan produksi SDM o/ sum-sum tulang
Destruksi SDM berlebih
Perdarahan/hemofilia
Penurunan SDM
Hb berkurang
Anemia
PK Anemia
Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan berkurang
Gg. perfusi jaringan
Reaksi antar saraf berkurang
Mekanisme an aerob
Penurunan kerja GI Peristaltik menurun
tidak efektif
SSP
Hipoksia
Gastro intestinal
Pola nafas
sesak
Kerja lambung menurun
Makanan susah dicerna
As. Lambung meningkat
Konstipasi
Anoreksia mual
Asam laktat
ATP berkurang Nyeri
Kelelahan
Intoleransi
Energy untuk membentuk antibodi berkurang
aktivitas Resiko infeksi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Pusing
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Diagnostic : a. Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun. 1) Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan MCH menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB), peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik). 2) Jumlah retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat (hemolisis). 3) Penurunan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengidentifikasikan tipe khusus anemia). 4) LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi. 5) Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia. 6) Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB). 7) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik). b. Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi (hemolitik). c. Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb. d. Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik) e. Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia. f. Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik). g. TIBC serum : menurun (DB). h. Masa perdarahan : memejang (aplastik). i. LDH serum : mungkin meningkat (AP). j. Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)
k. Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster, menunjukan perdarahan akut / kronis (DB) l. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorotik bebas (AP). m. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia. n. Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan, perdarahan GI. 7. Penatalaksanaan a. Anemia Karena Perdarahan Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan k ronik diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2). b. Anemia Defesiensi Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi cukup mempun yai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tep at, sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692). Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedo kteran ; 553). c. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan
untuk dilakukan splektomi. Apabila keduanya tidak 11 menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi (Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus be rat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak,
meningkatkan
fragilitas
osmotic,
tetapi
anemia
retikalositosis
dan
hiperbilirubinemia membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat men yembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula 12 bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).
8. Pengkajian a. Identitas klien dan keluarga Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama, pendidikan, alamat. b. Keluhan utama Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan, kelemahan, pusing. c. Riwayat kehamilan dan persalinan Prenatal : ibu Selma hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan kehamilan barapa kali, kebiasaan pemakaian obat – obatan dalam jangka waktu lama. Intranasal : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan berat badan waktu lahir. Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma post partun akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI. d. Riwayat kesehatan dahulu 1) Adaya menderita penyakit anemia sebelumn ya, riwayat imunisasi. 2) Adanya riwayat trauma, perdarahan 3) Adanya riwayat demma tinggi. 4) Adanya riwayat penyakit ISPA. e. Keadaan kesehatan saat ini Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah, diaphoresis, takikardi dan penurunan kesadaran. f. Riwayat keluarga 1) Riwayat anemia dalam keluarga. 2) Riwayat penyakit – prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma, penyakit – penyakit insfeksi saluran pernafasan.
g. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum : keadaan tampak lemah sampai sakit berat. 2) Kesadaran : Composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran apatis, somnolen, spoor, coma. 3) Tanda – tanda vital TD : tekanan darah menurun ( N : 90 – 110 / 60 – 70 mmHg) N : frekuensi nadi meningkat , kuat samapai lemah ( N : 60 – 100 x/i) S : bias meningkat atau menurun ( 36, 5 – 37, 20C ) RR : meningkat ( anak N : 20 – 30 x/i ). 4) TB dan BB : menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB anak adalah sebagai berikut : a) Lahir -3,25 kg b) 3 – 12 bulan = umur (bulan ) – 9 2 c) 1 – 6 tahun = umur (tahun ) x 2 – 8 d) 6 – 12 tahun = umur (tahun ) x 7 -5 2 Tinggi badan rata – rata waktu lahir adalah 50 cm. secara garis besar, tinggi badan anak dapat diperkirakan, sbb : 1 tahun : 1,5 x TB lahir 4 tahun : 2 x TB lahir 6 tahun : 1,5 x TB setahun
13 tahun : 3 x TB lahir Dewasa : 3,5 x TB lahir ( 2 x TB 2 tahun ). 5) Kulit Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat perdarahan dibawah kulit. 6) Kepala Biasanya bentuk dalam batas normal 7) Mata Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, terdapat perdarahan sub conjugtiva, keadaan pupil, palpebra, reflex cahaya biasanya tidak ada kelainan. 8) Hidung Keadaan / bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung, fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan. 9) Telinga Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan. 10) Mulut Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibi pecah – pecah atau perdarahan. 11) Leher Terdapat pembedaran kelenjar getah bening, thyroid lebih membesar, tidak ada distensi vena jugularis. 12) Thoraks Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur. Fremitus yang meninggi, perkusi sonor, suara nafas bias veskuler atau ronchi, wheezing,. Frekuensi nafas neonates 40 – 60 x/I, anak 20 – 30 x/i irama jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60 – 100 x/i. 13) Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bissing usus normal dan juga bias dibawah normal bias juga meningkat. 14) Genetalia Laki – laki, testis sudah turun kedalam skrotum Perempuan : labia minora tertutup labia mayora. 15) Ekstremitas Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang, akral dingin. 16) Anus Keadaana anus, posisinya, anus + 17) Neurologis Refleksi fasiologis + sperti reflex patella, reflex patologis – seperti babinski tanda kerniq – dan brunzinski 1 – 11 = -
9. Pemerikasaan Penunjang Kadar Hb turun, pemeriksaan darah : eritrosit dan berdasarkan penyebab. a. Riwayat Social Siapa yang mengasuh klien dirumah. Kebersihan didaerah tempat tinggal, orang yang terdekat dengan klien. Keadaan lingkungan, pekarangan, pembuangan sampah. b. Kebutuhan Dasar Meliputi kebutuhan nutrisi klien sehubungan dengan anoreksia, diet yang harus dijalani, pasang NGT, cairan IVFD yang dugunakan jika ada. Pola tidur bias terganggu. Mandi dan aktivitas : dapat terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik. Eliminasi : biasanya terjadi perubahan frekuensi, konsistensi bisa diare atau konstipasi. c. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan Bergantung pada usia. Terdiri dari motorik kasar, h alus, kognitif, dan bahasa.
d. Data Psikologis Akibat dampak hospitalisasi, anak menjadi cengeng, menangis, dan terlihat cemas dan taku t. Orang tua terhadap penyakit anaknya sangat bervariasi. Psikologis orang tua yang harus diperhatikan : 1) Keseriusan ancaman penyakit terhadap anaknya 2) Pengalaman sebelumnya terhadap penyakit dan hospitalisasi 3) Prosedur medic yang akan dilakukan 4) Adanya support system 5) Kemampuan koping orangtua 6) Agama, kepercayaan, adat. 7) Pola komunikasi dalam keluarga. 10. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna / absorbsi nutrient yang diperlukan untuk pembuatan SDM normal. d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan. e. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostic / transfuse. f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat misal penurunan hemoglobin, penurunan granulosit.
11. Intervensi Dx. Kep Perubahan
Tujuan
Intervensi
perfusi Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji vital sign
jaringan berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan
penurunan diharapkan perfui jaringan adekuat.
komponen
seluler Criteria hasil :
yang diperlukan untuk pengirimina
O2/
Indicator
kepala
tempat tidur sesuai toleransi
Awl Tuj
3. Catat adanya keluhan rasa dingin
1. Membrane
nutrisi ke sel
2. Tinggikan
4. Berkolaborasi dalam
mukosa warna
pemberian transfuse
merah
pemerikasaan Hb/Ht.
muda. 2. Tidak ada sesak 3. Tidak ada sianosis. 4. Akral hangat Ket : 1. Ekstrim 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada keluhan Gangguan nyaman
rasa Setelah
dilakukan
tindakan
nyeri keperawatan selama 3 x 24 jam
1. Kaji
manajemen
nyeri 2. Ukur TTV
berhubungan dengan diharapkan nyeri pada pasien dapat proses penyakit
berkurang/ teratasi. Criteria hasil : Indicator
Awl
Tuj
3. Atur posisi/ berikan posisi yang nyaman 4. Ajarkan
tentang
Teknik
1. Tidak ada
nonfarmakologi
perilaku
5. Berikan obat sesuai
distraksi
indikasi
2. Klien tampak rileks 3. Skala nyeri berkurang 4. TTV dalam batas normal Ket : 1. Ekstrim 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada keluhan Ansietas berhubungan Setelah dengan
dilakukan
tindakan
prosedur keperawatan selama 3 x 24 jam
diagnostic /transfuse
diharapkan cemas pada pasien dapat teratasi. Criteria hasil : Indicator 1. Klien tidak takut
Awl
1. Catat
penurunan
perilaku 2. Tingkatkanperhatian dengan pasien
Tuj
3. Anjurkan
keluarga
tetap bersama klien 4. Jelaskan
tujuan
pemberian tindakan
pada
2. Klien
klien
dan
keluarga
tampak
5. Berikan lingkungan
nyaman
yang
3. Klien
tenang
dan
istirahat
tidak menangis saat dilakukan tindakan saat diberikan obat
Ket : 1. Ekstrim 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada keluhan Intoleransi
aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan
berhubungan dengan selama ketidakseimbangan
3
x
24
mempertahankan/
jam
dapat
meningkatkan
1. Kaji
kemampuan
ADL pasien 2. Kaji kehilangan atau
antara suplai oksigen ( ambulansi/ aktivitas. Dengan kriteria
gangguan
pengiriman
keseimbangan, gaya
kebutuhan
)
dan hasil : Indicator 1. Melaporkan peningkatan
Awl Tuj
jalan dan kelemahan otot 3. Observasi tanda –
toleransi
tanda vital sebelum
aktivitas
dan sesudah aktivitas
(termasuk aktivitas
4. Berikan lingkungan tenang,
batasi
sehari
pengunjung
–
dan
kurangi suara bising,
hari)
pertahankan
2. Menunjukan penurunan
baring
tanda
indikasian.
tirah
bila
5. Gunakan
toleransi
di
Teknik
fisiologis,
menhemat
energi,
misalnya
anjurkan
pasien
nadi,
istiraht bila terjadi
pernapasan,
kelelahan
dan tekanan
kelemahan, anjurkan
darah masih
pasien
dalam
aktivitas
rentang
semampunya ( tanpa
normal
memaksakan diri)
dan
melakukan
Ket : 1. Ekstrim 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada keluhan Perubahan
nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan
1. Kaji riwayat nutrisi
kurang darikebutuhan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi
termasuk
tubuh
yang di sukai
berhubungan dapat terpenuhi. Dengan kriteria hasil :
dengan
kegagalan
untuk mencerna atau
Indicator
Awl Tuj
1. Menunjukkan
ketidak
mampuan
peningkatan/
mencerna
makanan/
mempertahankan
absorpsi nutrient yang
berat
diperlukan
dengan
untuk
badan nilai
makanan
2. Observasi dan catat masukan
makanan
pasien 3. Timbang BB setiap hari
pembentukan
sel
4. Berikan
laboraturium
darah merah.
makanan
sedikit dan prekuensi
normal.
serin
2. Tidak
5. Observasi dan catat
mengalami tanda malnutrisi
kejadian mual atau
3. Menunjukkan
muntah, flatus dan gejala
perilaku, perubahan hidup
lain
yang
berhubungan.
pola
6. Berikan dan bantu
untuk
meningkatkan
hygiene mulut yang
dana
baik
tau
sebelum
dan
mempertahankan
sesudh
makan,
berat badan yang
gunakan sikat gigi
sesuai
halus
untuk
penyikatan
Ket :
yang
1. Ekstrim
lembut,
berikan
2. Berat
pencuci mulut yang
3. Sedang
di
4. Ringan
mukosa oral luka.
encerkan
bila
5. Tidak ada keluhan Risiko tinggi terhadap Setelah dilakukan asuhan keperawatan infeksi
berhubungan selama 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi.
dengan
tidak Dengan kriteria hasil
adekuatnya prtahanan sekunder (penurunan hemoglobin
Indictor
cuci
tangan
baik
yang
oleh Awl
1. mengidentifikasi
1. Tingkatkan
Tuj
pemberi
perawatan dan pasien 2. Mungkin digunakan secara
propilaktik
mencegah/
untuk
menurunkan
penurunan granulosit,
menurunkan
kolonisasi atau untuk
respon
risiko infeksi.
pengobatan
leucopenia,
tertekan)
perilaku atau
inflamasi
untuk
2. Meningkatkan penyembuhan
infeksi local
proses
3. Pertahankan Teknik
luka, bebasdrainase
aseptic
purulent
atau
prosedur/ perawatan
eritema,
dan
luka
demam
ketat
4. Berikan
pada
perawatan
kulit, perianal dan Ket : 1. Ekstrim
oral dengan cermat 5. Motivasi perubahan
2. Berat
posisi/
ambulasi
3. Sedang
yang sering, latihan
4. Ringan
batuk
5. Tidak ada keluhan
dalam
dan
napas
6. Tingkatkan masukkan
cairan
adekuat 7. Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi
bila
memungkinkan 8. Pantau sushu tubuh. Catat menggigil
adanya dan
takikardi dengan atau tanpa demam.