2.1 Sifat Sifat Fungsional Fungsional Pati Pati
Sifat fungsional merupakan sifat fisikokimia yang mempengaruhi perilaku komponen tersebut selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Perbedaan sifat-sifat fungsional pati dari berbagai sumber pati disebabkan karena adanya perbedaan dalam kandungan amilosa, keberadaan turunan posfat, dan struktur kimia pati seperti ukuran molekul amilosa dan panjang rantai cabang amilopektin (Jane dan Chen, 1!". Sifat fungsional yang diamati pada penelitian ini meliputi swelling meliputi swelling volume, volume, kelarutan, freeze kelarutan, freeze thaw stability, stability, kapasitas penyerapan air, derajat putih, dan dan kekuatan gel. 2.5.1
Swelling Volume dan Ke Kelarutan
Swelling volume adalah volume adalah kemampuan pati untuk mengembang jika dipanaskan pada suhu dan #aktu tertentu. Collado et al ., ., (!$$1" menyatakan bah#a swelling bah#a swelling volume merupakan volume merupakan perbandingan %olume pasta pati terhadap berat keringnya. &erdasarkan hal tersebut maka satuan swelling satuan swelling volume adalah volume adalah ml'g'bk. elarutan merupakan berat tepung terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah supernatan. edua parameter tersebut merupakan petunjuk besarnya interaksi antara pati dalam bidang amorphous dan bidang kristalin (&aah, !$$". elarutan dan swelling dan swelling volume merupakan volume merupakan dua hal yang berkaitan dan terjadi pada saat gelatinisasi. gelatinisas i. )enurut *oo%er dan *ad+iye% (11" dikutip dalam atyanake et al ., ., (!$$", ketika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya menjadi terganggu sehingga sehingga menyebabkan kerusakan pada ikatan hidrogen dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil amilosa dan amilopektin. *al ini menyebabkan terjadinya peningkatan swelling peningkatan swelling .
Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan terjadinya peningkatan swelling . Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam system larutan (&aah, !$$". Pati dengan profil gelatinisasi tipe / (pati sagu" biasanya memiliki swelling volume yang lebih besar dibandingkan pati dengan profil gelatinisasi tipe & contohnya pati gandum, pati jagung, pati beras, dan pati tapioka (0attanachant et al ., !$$!". Pati yang memiliki profil gelatinisasi tipe C contohnya kacangkacangan memiliki swelling volume yang terbatas atau sangat rendah jika dibandingkan tipe / (im et al ., 1". eterkaitan antara swelling volume dan kelarutan terkait dengan kemudahan molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan menggantikan interaksi hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan mempunyai pengembangan yang tinggi. ester dan arkalas (1" dikutip dalam )ohamed et al ., (!$$" menyebutkan bah#a pengembangan granula terjadi ketika granula dipanaskan bersama air dan ikatan hidrogen yang menstabilisasi struktur double heliks dalam kristal terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. /danya pengembangan tersebut akan menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati terutama amilosa akan keluar. elarutan menunjukkan karakteristik sifat kelarutan pati setelah dilakukan pemanasan. Pada proses gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk ke daerah amorphous yang terdiri dari molekul pati amilosa. Proses masuknya air dalam granula pati ini menyebabkan granula membengkak sehingga diameter
granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang terlarut air dengan mudah keluar masuk ke dalam sistem larutan. )olekul pati yang larut dalam air panas (amilosa" akan ikut keluar bersama air tersebut sehingga terjadi leaching amilosa (Chen et al ., !$$2". 2.5.2
Kapasitas Penyerapan Air (KPA)
apasitas penyerapan air digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan tepung untuk menyerap air dan ditentukan dengan cara sentrifugasi. apasitas penyerapan air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik pati setelah ditambahkan dengan sejumlah air. )enurut 3lliason (!$$4", granula pati dapat basah dan secara spontan terdispersi dalam air. /ir yang terserap disebabkan oleh absorbsi oleh granula yang terikat secara fisik maupun intermolekuler pada bagian amorphous. apasitas penyerapan air menentukan jumlah air yang tersedia untuk proses gelatinisasi pati selama pemasakan. &ila jumlah air kurang maka pembentukan gel tidak dapat mencapai kondisi optimum. 5engan demikian, kemampuan hidrasi yang rendah kurang cocok untuk produk olahan yang membutuhkan tingkat gelatinisasi yang tinggi. apasitas penyerapan air juga memengaruhi kemudahan dalam menghomogenkan adonan tepung ketika dicampurkan dengan air. ingkat homogenitas adonan akan berpengaruh terhadap kualitas hasil pengukusan. /donan yang homogen setelah dikukus akan mengalami gelatinisasi yang merata yang ditandai dengan tidak terdapatnya titiktitik putih atau kuning pucat pada adonan tepung yang telah dikukus (am et al ., !$$4".
2.5.3
era!at Puti"
5erajat putih merupakan daya memantulkan cahaya yang mengenai permukaan tingkat keputihan pati dibandingkan dengan standar. Setelah mengalami modifikasi, #arna pati menjadi lebih gelap dibandingkan sebelum dimodifikasi. Proses pemanasan dan pendinginan dapat menyebabkan pati mengalami reaksi browning non en+imatis dari gula pereduksi dan protein yang ada pada pati. eaksi browning en+imatis pada pati dikenal dengan reaksi maillard yaitu reaksi antara gugus hidroksil dari gula pereduksi dengan gugus amino dari protein, peptida, atau asam amino yang menghasilkan polimer ber#arna coklat (melanoidin" (0inarno, !$$4". 5erajat putih pati millet putih diukur dengan menggunakan alat ett 3lectric 6aboratory C-1$$-2 0hitenessmeter. Sebelum digunakan, alat dikalibrasi dengan standar derajat putih yaitu &aS7 4 yang memiliki derajat putih 1$$8 (11$,". Setelah dikalibrasi, derajat putih sampel diukur dengan memasukkan sejumlah sampel dalam #adah sampel yang tersedia sampai benar-benar padat, kemudian #adah ditutup. 0adah yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam tempat pengukuran lalu nilai derajat putih akan keluar pada layar. 2.5.#
Free$e %"aw Sta&ility
Freeze thaw stability merupakan kemampuan gel pati untuk mempertahankan bentuknya tanpa mengalami sineresis ketika diberi perlakuan dengan ditempatkan pada suhu dingin dan suhu kamar. Pengujian freeze-thaw stability dilakukan untuk melihat apakah pati yang dihasilkan dapat disimpan dalam suhu beku (-19$C" sehingga aplikasinya memungkinkan untuk digunakan dalam produk yang harus disimpan pada suhu yang sangat rendah. Pengujian sifat
ini dilakukan dengan membuat larutan pasta pati 98 disimpan pada suhu 4 $C selama !4 jam dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu beku selama !4 jam dan setelah itu diletakkan kembali pada suhu kamar selama ! : 2 jam. Setelah itu, sampel disentrifugasi untuk melihat jumlah air yang terpisah menunjukkan bah#a pati tersebut memiliki freeze-thaw stability yang rendah. Selama penyimpanan suhu beku, pasta pati mengalami retrogradasi. etrogradasi merupakan kecenderungan amilosa-amilopektin pasta pati untuk berikatan satu sama lain melalui ikatan hidrogen diantara gugus hidroksilnya. Salah satu efek daripada retrogradasi ialah terjadinya sineresis yaitu keluarnya air dari pasta pati. ;ilai freeze-thaw stability yang dinyatakan dalam persentase (8" sineresis dapat diartikan sebagai presentasi jumlah air yang terpisah setelah larutan pasta pati diberi perlakuan penyimpanan pada satu siklus -19 $C. semakin tinggi presentasi jumlah air yang terpisah menunjukkan bah#a pati tersebut semakin tidak stabil terhadap penyimpanan suhu beku (Sunarti et al ., !$$<". 2.5.5
Ke'uatan el
ekuatan gel menunjukkan besarnya beban untuk melakukan deformasi gel sebelum gel menjadi sobek. ekuatan gel dipengaruhi perbedaan sifat reologi matriks amilosa, fraksi %olume, dan ketegaran granula pati tergelatinisasi, juga interaksi antara fase kontinu dan fase terdispersi pada gel. )enurut =amin et al ., (1", faktor-faktor tersebut bergantung pada kadar amilosa dan struktur amilopektin. Jika gel pati didiamkan beberapa lama maka akan terjadi perluasan daerah kristal sehingga mengakibatkan pengerutan struktur gel. Pembentukan kembali struktur kristal ini terjadi karena adanya kecenderungan yang kuat dari gugus hidroksil molekul pati untuk saling membentuk ikatan hidrogen.
Selama pengembangan, amilosa bertendensi untuk larut dan lepas ke dalam media air, mengalami reasosiasi di antara ikatan hidrogennya dan menghasilkan gel. *al ini biasa disebut retogradasi atau setback . Semakin tinggi kandungan amilosa pada pati maka daerah kristal yang terbentuk akan semakin luas sehingga menghasilkan kekuatan gel yang lebih tinggi pula (0ur+burg, 1". 2.5.
Sifat Amilografi
Sifat amilografi pati mempertimbangkan karakteristik pati berdasarkan perubahan %iskositas selama pemanasan dan pendinginan ()ulyandari, 1! dikutip 7kta%iani, !$12". Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran %iskositas pati dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Sifat amilografi tepung dapat dianalisis menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (>/". >/ adalah %iscometer yang dilengkapi dengan system pemanas dan pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada pengadukan terkontrol (Collado dan Corke, 1". erdapat beberapa parameter yang diamati yaitu suhu a#al gelatinisasi, %iskositas puncak, %iskositas pasta panas,%iskositas breakdown, %iskositas pasta dingin, dan %iskositas setback . Suhu a#al gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali %iskositas mulai naik. Peningkatan %iskositas ini disebabkan karena terjadinya penyerapan air dan pembengkakan granula pati yang irre%ersible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik di dalam granula pati (0inarno, !$$4". >iskositas puncak atau peak viscosity (P>" merupakan %iskositas pasta yang dihasilkan selama pemanasan (&aah, !$$". Peningkatan %iskositas pasta
disebabkan air yang a#alnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi (0inarno, !$$4". >iskositas puncak merupakan titik maksimal %iskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Pada titik ini granula pati mengembang maksimal, makin tinggi pembengkakan granula maka makin tinggi pula %iskositas puncaknya (&aah, !$$". Setelah mencapai %iskositas puncak, jika proses pemanasan dalam >/ dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta %iskositasnya menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada pemanasan suhu suspensi 9$C yang dipertahankan selama 1$ menit. >iskositas pada saat suhu dipertahankan 9$C selama 1$ menit tersebut dinamakan dengan %iskositas pasta panas atau trough viscosity (>". ;ilai penurunan %iskositas yang terjadi dari %iskositas puncak menuju %iskositas pasta panas disebut dengan breakdown viscosity. )enurut &eta dan Corke (!$$1", breakdown viscosity berhubungan dengan kestabilan pasta pati selama proses pemanasan. Breakdown viscosity merupakan ukuran kemudahan pati yang dimasak untuk mengalami disintegrasi. &esarnya breakdown viscosity menunjukkan bah#a granula-granula tepung yang telah membengkak secara keseluruhan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses pemanasan. Semakin rendah breakdown viscosity maka pati semakin stabil pada kondisi panas dan diberikan gaya mekanis ( shear ". ;ilai kenaikan %iskositas ketika pasta pati didinginkan disebut setback viscosity. ;ilai setback viscosity diperoleh dengan menghitung selisih antara
%iskositas pasta pati pada suhu 9$ $C (%iskositas pasta dingin atau final viscosity" dengan %iskositas pasta panas. enaikan %iskositas pati yang terjadi disebabkan oleh retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolekuler (&aah, !$$". &eta dan Corke (!$$1" menyatakan bah#a setback viscosity merupakan ukuran dari rekristalisasi pati tergelatinisasi selama pendinginan. 6aju kristalisasi tergantung dari beberapa %ariabel yaitu rasio amilosa dan amilopektin, suhu, konsentrasi pati, dan keberadaan dari bahan organik dan inorganik (?ennema, 1".
Sisa Kerang'a Pi'iran
ingkat resistensi pati dari setiap pangan berkahobidrat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kandungan amilosa dan amilopektin, struktur fisik, derajat gelatinisasi, serta pengaruh akibat perlakuan en+im
α
:amilase dan
amiloglukosidase (@oni et al ., 1". omposisi kimia pati yaitu kadar amilopektin sangat berpengaruh pada kandungan pati resisten. Semakin tinggi kandungan amilopektin maka pati akan semakin sulit (resisten" untuk dicerna. )enurut 0inarno (12", laju hidrolisis oleh en+im
α
:amilase akan lebih
cepat pada rantai lurus (amilosa" dibandingkan pada rantai yang bercabang (amilopektin". Selain itu, struktur fisik pati juga berpengaruh terhadap tingkat resisten pati terhadap en+im pencernaan.
Sama halnya dengan pisang kepok dan jenis pisang olahan lainnya bah#a buah pisang olahan ini sangat cocok untuk dijadikan sentral produk setengah jadi yaitu tepung untuk menggantikan tepung terigu.
5itinjau dari sifat fisikokimianya pisang memiliki kadar pati 1<,! : 28 dengan kadar amilosa berkisar ,1 : 1<,!8 (Jenie, et al, !$1!". adar amilopektin pada pisang menurut ohmah (!$12" berkisar antara 4,!< : $,$8.
Pati pisang memiliki struktur kristal tipe / dan tipe & maupun kombinasi dari keduanya yang dipengaruhi dari %arietas dan teknik isolasi pati.
)enurut
Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah buahan. Sumber alami pati antara lain adalah beras, jagung, labu, kentang, ubi jalar, barley, sagu, ubi kayu, sorgum, dan salah satunya termasuk pisang. Pemanfaatan pati asli masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimianya kurang sesuai untuk digunakan secara luas. 7leh karena itu, pati akan meningkat nilai ekonominya jika dimodifikasi sifat-sifatnya melalui perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya (6iu et al ., !$$9". )odifikasi pati bertujuan mengubah sifat kimia dan atau fisik pati secara alami, yaitu dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul, oksidasi, atau substitusi gugus kimia pada molekul pati (0ur+burg, 1". Salah satu jenis pati termodifikasi yaitu pati tahan cerna (resistant starch'S" serta pati tercerna lambat ( slowly digestible starch'S5S". &erdasarkan penelitian )iftakhur ohmah (!$12", melaporkan bah#a pisang kapas memiliki kadar amilosa tertinggi (14,48" dibandingkan dengan
tepung pisang lain yang diteliti yaitu tepung pisang mahuli (1$,$8", dan tepung pisang talas (,$8". ingginya kadar amilosa ini dapat menurunkan kemampuan pati untuk mengalami gelatinisasi (ester dan )orisson, 1$". Akuran granula pati juga berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pati. Pati dengan ukuran granula kecil akan lebih mudah dihidrolisis oleh en+im dibandingkan pati yang memiliki ukuran granula besar (Jane dan Chen, 1!". *asil penelitian @on+Ble+-Soto et al ., (!$$" menunjukan suhu gelatinisasi pati pisang lebih tinggi dibandingkan pati jagung dan pati mangga, yaiu <,2 $,$$C dan entalpinya 11, $,4 J'g, dari penelit ian &ello et al ., (!$$9" adalah <<, dan entalpinya !2.4J'g. )enurut 6ii and Chang (11", suhu gelatinisasi pati pisang relatif tinggi dibandingkan dengan pati umbi-umbian, diduga disebabkan adanya kandungan posfor yang relatif tinggi ($,$9 : $,$< mg'g", posfor tersebut diduga teresterfikasi dengan granula pati sehingga memperkuat struktur granula pati. 5iet rendah indeks glikemik memiliki keterkaitan dengan penurunan resiko diabetes dan penyakit kardio%askular (Jenkins, et al! !$$!". Pati resisten (S" dan pati tercerna lambat (S5S" memiliki indeks glikemik rendah hingga menengah sehingga mengurangi beban glikemik (@6" dibandingkan dengan pati tercerna cepat (5S" yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. (3lls, et al! !$$9".
Dat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. @ranula-granula ini ber%ariasi bentuk dan ukurannya tergantung sumber patinya. &entuk butir pati secara fisik berupa semi kristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Jane dan Chen, 1!". *idrolisis oleh en+im
α
:amilase lebih banyak terjadi pada
bagian amorf. Anit kristalin lebih tahan terhadap perlakuan en+im dibandingkan unit amorf karena pada unit kristalin ikatan antar molekul sangat kuat sehingga sukar dihidrolisis oleh en+im (?ranco et al ., 1". Anit kristal dipengaruhi oleh amilopektin, semakin banyak kandungan amilopektin maka unit-unit krista l semakin banyak (*oo%er, !$$1".
Sisa %ipus Pisang
Pisang termasuk dalam famili "usaceae, dan terdiri atas berbagai %arietas dengan penampilan #arna, bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda. erdapat bermacam-macam jenis pisang di Endonesia kurang lebih ada !$$ jenis pisang yang dapat dimakan ataupun tidak. Pisang-pisang tersebut dikelompokkan berdasarkan penggunaannya, yaituF 1. Pisang yang dapat dikonsumsi segar tanpa diolah terlebih dahulu. Jenis pisang ini digolongkan pada pisang buah meja seperti pisang mas, pisang seribu, pisang ambon, pisang hijau, pisang susu, pisang raja, dan pisang badak (cavendish". !. Pisang olahan ( plantain" yaitu pisang yang dapat dikonsumsi setelah diolah terlebih dahulu seperti direbus, dikukus, digoreng, atau dibuat produk-produk lain seperti cake dan roti. =ang tergolong pada kelompok ini adalah pisang kepok, pisang nangka, pisang kapas, pisang tanduk, pisang raja uli, dan pisang kayu. 2. Pisang biji yaitu kelompok jenis pisang yang tidak bisa dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan secara langsung tetapi dapat dikonsumsi bersama-sama dengan bahan makanan lainnya. )isalnya pisang klutuk untuk pembuatan rujak. 4. Pisang hias yaitu kelompok jenis pisang yang digunakan sebagai pisang hias pada berbagai keperluan seperti pisang-pisangan yang digunakan untuk tanaman hias, pisang lilin, dan pelepah (Praba#ati, Suyanti, dan 5ondy, !$$". 5ari berbagai jenis pisang yang tersedia, setiap jenis pisang memiliki karakteristik dan manfaatnya yang berbeda-beda.
%ipus %epung Pisang
Pengaruh getah harus diminimalkan untuk menghasilkan tepung pisang yang ber#arna putih dengan cara mengukus buah pisang mentah selama 1$ : !$ menit sebelum pengupasan. 6ama pengukusan dapat lebih singkat tergantung dari jumlah buah yang dikukus. Setelah buah dikupas, kemudian dilakukan pengecilan ukuran (dapat menggunakan mesin perajang atau pengirisan secara manual". Erisan buah pisang selanjutnya direndam dalam larutan ;atrium )etabisulfit. Jumlah larutan yang dibuat tergantung jumlah irisan pisang yang akan direndam. Erisan pisang kemudian ditiriskan, lalu dijemur atau dikeringkan menggunakan pengering listrik sampai kering (Praba#ati dkk., !$$". Proses blansing pada pembuatan tepung pisang bertujuan untuk menonaktifkan en+im penyebab pencoklatan yaitu polifenolase. 3n+im ini tidak tahan panas sehingga dengan adanya blansing maka en+im ini menjadi nonaktif. Proses sulfitasi dengan menggunakan ;atrium )etabisulfit digunakan untuk menghambat pembentukan #arna coklat (reaksi browning " baik en+imatis maupun non en+imatis. ;atrium metabisulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi tersebut dapat mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya #arna coklat (Pur#anto, Eshartani, dan ahadian, !$12".
Sisa Pisang
Kandungan Gizi dan Manfaat Pisang Pisang mempunyai kandungan gi+i sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi di bandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang memiliki kandungan karbohidrat dan sumber energi yang tinggi (1$$ kal'1$$ gra m". Pisang juga merupakan sumber %itamin yang baik seperti %itamin /, &1, &!, dan C (Cano et al! 1". )anfaat pisang bagi kesehatan cukup potensial karena buah pisang mengandung makanan yang bergi+i lengkap. )enurut ilmu#an dari Ani%ersitas Johns *opkins di /merika Serikat menyatakan bah#a potasium (kalsium" yang terkandung didalam pisang sangat membantu memudahkan pemindahan gara m (natrium" dalam tubuh, sehingga akan cepat menurunkan tekanan darah ()usita, !$$". /dapun komposisi +at gi+i pisang secara umum per 1$$ gram bahan adalah sebagai berikutF %a&el 1. Kandungan *ilai i$i +e&erapa Varietas Pisang di ,ndonesia -enis Pisang 0a!a Komponen Am&on Angleng ampung /as +ulu Protein (g" 1,! 1,2 1,2 1,4 1,! 6emak (g" $,! $,2 $,! $,! $,! Kar&o"idrat (g) 25 12 25 33 31 ?osfor (mg" ! ! 1 !9 !! alsium (mg" 1$ 1$ 1$ 1$ &esi (mg" $,9 $, $, $, $, >itamin / (SE" 14 < 1 < 9$ >itamin & (mg" $,$ $,$ : $,$ $,$ >itamin C (mg" 2 4 ! 1$ /ir (g"
0a!a Sere 1,! $,! 311 ! < $,2 11! : 4 <,$ 11