123 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Lampiran 17 Faktur
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
124 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Lampiran 18 Kartu Stok
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
125 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Lampiran 19 Monitoring Suhu Kulkas Penyimpanan Obat RSUD Tugurejo Semarang
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
126 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Lampiran 20 Monitoring Kelembaban dan Suhu Ruangan Penyimpanan Obat RSUD Tugurejo Semarang
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
127 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Lampiran 21 Formulir Asuhan Kefarmasian
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
128 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Lampiran 22 Contoh Pengisian Formulir Terapi Drug M onitori ng
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
129 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
130 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Lampiran 23 Studi Kasus 3.1. Data pasien
1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. ZH
No. RM
: 41.07.52
Ruang
: Amarylis 2.14
Usia
: 54 Tahun
BB
: 60 kg
TB
: 155 cm
MRS
: 14 Agustus 2013 ( Pasien masuk IGD pukul 22.50)
KRS
: 24 Agustus 2013
2. Riwayat Pasien 16/8/2013 •
DM sudah 10 tahun
•
Sebelum masuk rumah sakit makan jarang (tidak nafsu makan)
•
Udem di kaki sudah kempes
•
Kaki kesemutan teruama di wilayah lutut
•
Tidak BAB 5 hari
19/8/2013 •
Makan lebih teratur karena menu sudah diperbaiki dan nasi tidak keras seperti sebelumnya sehingga makanan dapat dihabiskan
•
BAB sudah lancar
•
Udem sudah kempes
•
Luka ganggren sudah 6 tahun
•
Perawat menyarankan bila kondisi pasien lemah dibuatkan teh dengan sedikit manis (untk mengatasi hipoglikemi)
3.2 Diagnosa : •
DM tipe II
•
Hipoglikemi
•
Retensi Urin
•
Suspeck CKD
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
131 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
3.3 Metode SOAP : Subyek
Pasien perempuan usia 54 tahun, berat 60 kg, penderita gagal ginjal kronis. Keluhan : Lemah Tidak bisa tidur Susah BAB (tidak BAB 5 hari) Kaki kanan kesemutan (ganggren pada kaki kanan) Obyek
1. Tanda-tanda vital a. Hasil GDS pasien selama perawatan
200 150 100 50 0
GDS Pasien Hipoglikemi 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 2 2 / / / / / / / 9 9 9 9 9 9 9 0 0 0 0 0 0 0 / / / / / / / 4 5 7 7 8 0 2 1 1 1 1 1 2 2
Hiperglikemi
b. Hasil TD pasien selama perawatan
200 150 100 50 0
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
132 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
2. Data Laboratorium Tanggal pemeriksaan 15 19 10.39 2.70 7.70 16.30 215 230 7.37 7.28 5.4 6.0 135 2.8 -
Data Leukosit Eritrosit Hb Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit RDW Eosinofil absolut Basofil absolute Neutrofil absolut Limfosit absolut Monosit absolut Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit GDS Asam urat Ureum Creatinin Kalium Na Albumin Cl Calsium
23 130 4.95 -
Satuan
Nilai Normal
103/Ul 106/Ul g/dL % Fl Pg g/Dl 3 10 /uL
3.8-10.6 4.4-5.9 13.2-17.3 40-52 80-100 26-34 32-36 150-440 11.5-14.5 0.045-0.44 0-0.2 1.8-8 0.9-5.2 0.16-1 2.0-4.0 0-1 50-70 25-40 2.0-8.0 <125 3.4-7.0 10.0-50.0 0.60-0.90 3.5-5.0 135-145 3.2-5.2 95-105 8.1-10.4
10 /uL 10 /uL 103/uL 103/uL 103/uL % % % % % mg/dL mg/dL mg/dL mmol/L mmol/L g/dl mmol/L mg/dL
3. Obat yang digunakan Pengobatan
Tanggal pemeriksaan
Dosis 14
Parenteral : Infus NaCl Infus RL D5 D 40 Injeksi : Cefotaxim Ondansentron Ceftriaxon Furosemid Ketorolac Parasetamol Oral : Asam folat Aminoral Glurenorm Asam Mefenamat Vitamin BC Kalitake Voltaren tablet Voltaren gel Calos Amlodipin 10 mg
15
16
17
18
19
√
20
21
22
23
24
√
√
√
√
√
√ √ √
2x1
√ √
1x1 3x1 3x1grm 1x1 3x2 1x1 2x1 2x1 3x1 2x25 mg
1x1
√
√
√
√
√ √
√ √ √
√
√
√
KP
KP
KP
√
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√
√
√
√
√ √
√ √ √
√ √ √
√ √
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
133 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Assesment DRP
DRP 1 : Adanya indikasi penyakit yang tidak ditangani. A. Pemberian obat DM dihentikan Pemberian obat DM sebaiknya dilanjutkan karena mengingat pasien telah
mengalami komplikasi CKD dengan riwayat DM tipe II selama 10 tahun. Menurut MIMS terapi pengobatan dengan Glurenorm biasanya dimulai
dengan ½ tab (15 mg) sebelum sarapan. Jika ini terbukti tidak memadai, dosis harus ditingkatkan secara bertahap atas instruksi dokter. Perlu dicatat bahwa efek dari 1 Glurenorm tablet (30 mg) setara dengan sekitar 1000 mg tolbutamid. Pasien seharusnya tidak menghentikan pengobatan DM dengan Glurenorm
(glukuidon). Penyesuaian dosis seharusnya dilakukan yang didasarkan pada kadar glukosa dalam darah dan urin. B. Hipoglikemi Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma pasien kurang dari 50 mg/dl,
walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Pasien harus memahami situasi yang meningkatkan risiko hipoglikemia ,
seperti ketika berpuasa, selama atau setelah latihan yang intens, selama tidur dan keadaan hipoglikemia yang berisiko membahayakan diri sendiri atau orang lain, seperti saat sedang mengemudi. C. Pemilihan diit kaya serat untuk mengatasi konstipasi pada pasien CKD. Konstipasi pada hari pertama dan kedua belum ditangani, sedangkan
pemilihan makanan kaya serat seperti buah terbatas karena kadar kalium darah
harus dikontrol untuk mengurangi efek kardio infark. Buah
mengandung kalium yang tinggi dapat menyebabkan serangan jantung. Dikarenakan pasien mengalami CKD sehingga makanan kaya serat seperti
buah harus dibatasi karena mengandung kalium, berikut saran dari www.kidney.org . Kadar kalium darah yang aman : 3,5-5,0 (aman) 5,1-6,0 (peringatan)
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
134 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
> 6,0 (berbahaya) Buah yang tinggi kalium : Avokad, Pisang, Jus anggur, Kiwi, Mangga,
Jeruk, Pepaya. Buah yang mengandung kalium rendah : Apel, Blakberri, Cheri, Jeruk
mandarin, Pear, Strawberry, Melon. DRP 2 : Pemberian obat tanpa indikasi DRP 3 Pemilihan obat tidak tepat/salah obat A. Amlodipin (CCB) Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih
dari 130/80 mm Hg (Dipiro, 2008). JNC
7 mencantumkan 6 indikasi khusus dari ACEI (Lisinopril),
menunjukkan banyak kegunaan yang berdasarkan bukti ( evidence-based ) dari kelas obat ini . Beberapa studi menunjukkan kalau ACEI mungkin lebih efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskular dari pada obat antihipertensi lainnya. ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung dan memperlambat progres penyakit ginjal kronis. Golongan ACEI harus digunakan sebagai pengobatan lini pertama dalam terapi pada pasien-pasien ini, kecuali terdapat kontraindikasi absolut. B. Analgetik Untuk mengontrol rasa sakit pada kaki sebaiknya diberikan terapi farmakologi topikal terlebih dahulu sehingga konsumsi obat oral dapat di minimalisir karena keterbatasan klirens renal (Natrium diklofenak 65%). C. Sulfoniurea long acting Pada Pharmaceutical Care yang diterbitkan oleh Depkes RI menyebutkan
glikuidon (Glurenorm) mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan
serangan
hipoglikemik.
Karena
hampir
seluruhnya
diekskresi melalui empedu dan usus, maka dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal yang agak berat (Soegondo, 1995b). Jadi sebaiknya pemberian Glurenorm diteruskan dengan penurunan dosis
menjadi setengahnya untuk menghindari hipoglikemi. Kadar gula darah terus dipantau dan bekali pasien dengan pengetahuan ciri-ciri dan tindakan yang dilakukan jika hipoglikemi terjadi.
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
135 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
DRP 4 Dosis obat sub terapeutik A. Kalitake (kalsium polistirena sulfonat) Kalitake sebaiknya sebaiknya diminum sebelum makan saat perut kosong karena arbsobsinya akan lebih baik dibandingkan bersamaan dengan makanan. DRP 5 Dosis obat berlebih (over dosis) Dosis obat pada penderita CKD potensial mengalami over dosis karena gangguan clerens ginjal sehingga obat-obat yang klerensnya sebagian besar lewat urin akan tertahan di darah dan meningktakan efek. DRP 6 Efek obat yang tidak dikehendaki (adverse drug reactions) Hipoglikemi dapat dikarenakan penggunaan Glurenorm (Sugondo, 1995). Kontribusi berkurangnya fungsi ginjal menyebabkan risiko hipoglikemia
sulit untuk diukur. Sekitar sepertiga dari degradasi insulin dilakukan oleh ginjal dan gangguan fungsi ginjal dikaitkan dengan perpanjangan waktu paruh insulin. Dari penjelasan National Kidney Foundation di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa terjadi efek obat yang tidak dikehendaki dari Glurenorm (glikuidon) yaitu efek hipoglikemi. Efek hipoglikemi yang terjadi tidak karena pembatasan klerens dari glikuidon tetapi pembatasan klearens dari insulin yang menyebabkan hipoglikemi. Oleh karena itu NKF menyarankan penurunan dosis glikuidon untuk pasien DM disertai komplikasi CKD. DRP 7 Interaksi obat DRP 8. Penderita gagal menerima obat -
PLAN
1. Plan untuk DRP : A. Pemberian obat DM dihentikan Pada kasus ini pasien sebaiknya diteruskan mengkonsumsi obat DM untuk
menekan kadar gula darah sehingga meminimalisir komplikasi penyakit pasien. Pasien juga telah ganggren yang perlu penanganan khusus. Pasien seharusnya tidak menghentikan pengobatan DM dengan Glurenorm
(glikuidon). Penyesuaian dosis seharusnya dilakukan yang didasarkan pada kadar glukosa dalam darah dan urin. pengobatan dengan Glurenorm dapat diberikan dengan dosis ½ tab (15 mg) sebelum sarapan. B. Hipoglikemi Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
136 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Kadar gula darah dipantau secara rutin dengan melakukan SMGD ( self-
monitoring of blood glucose). Menyarankan tim medis untuk memberikan konseling pada pasien tentang
tanda dan gejala hipoglikemi dan penanganannya. Memberikan pengetahuan kepada pasien untuk mengatur pola hidup, seperti makan yang teratur dan olahraga sehingga menyeimbangkan ketersediaan insulin. C. Pemilihan diit kaya serat untuk mengatasi konstipasi pada pasien CKD
Untuk mengatasi konstipasi sebaiknya diberikan buah buahan dahulu sebelum menggunakan obat, buah-buahan yang dapat diberikan adalah apel dan melon.
D. Amlodipin Amlodipin diganti dengan lisinopril yang lebih cocok untuk pasien
hipertensi disertai dengan DM dan CKD. Jika lisinopril tidak dapat menurunkan tekanan darah sesuai dengan target,
dapat direkomendasikan kombinasi dengan ARB. Tekanan darah harus terus dipantau yaitu tidak lebih dari 130/80 mm Hg.
E. Analgesik Rekomendasikan untuk memberikan Voltaren gel terlebih dahulu karena
sakit bersifat topikal pada daerah lutut, jika pasien tetap merasakan sakit bisa diberikan Voltaren Oral F. Sulfoniurea long acting Sebaiknya pemberian Glurenorm diteruskan dengan penurunan dosis
menjadi setengahnya untuk menghindari hipoglikemi. Kadar gula darah pasien terus dipantau dan bekali pasien dengan
pengetahuan ciri-ciri dan tindakan yang dilakukan jika hipoglikemi terjadi. G. Kalitake Rekomendasikan untuk mengkonsumsi Kalitake sebelum makan saat perut
kosong H. Dosis obat berlebih (over dosis) Dosis obat pada penderita CKD potensial mengalami over dosis karena
gangguan clerens ginjal sehingga obat-obat yang klerensnya sebagian besar lewat urin akan tertahan di darah dan meningkatkan efek. I. Hipoglikemi yang disebabkan Glurenorm Perlu penurunan dosis Glikuidon untuk pasien DM disertai komplikasi
CKD. 2. Endpoint Terapi Diabetes Militus The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter
yang
dapat
digunakan
untuk
menilai
keberhasilan
penatalaksanaan diabetes :
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
137 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Parameter
Kadar Ideal yang Diharapkan
Kadar Glukosa Darah Puasa
80-120 mg/dl
Kadar Glukosa Plasma Puasa Kadar Glukosa plasma saat tidur
90-130 mg/dl 100-140 mg/dl
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur Kadar Insulin
110-150 mg/dl <7%
Kadar HbA1c Kadar Kolesterol HDL
<7mg/dl >45mg/dl (pria)
Kadar Kolesterol HDL Kadar Trigliserida
>55mg/dl (wanita) <200 mg/dl
Tekanan Darah
<130/80 mmHg
3.Perawatan Ulkus Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan
jaringan yang mati. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air. 4. Terapi Non Farmakologi Target utama yaitu : Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal. Mencegah
atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes. 1. Penatalaksanaan DM secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara : Pengaturan Diet Diet yang dianjurkan sesuai dengan kecukupan gizi yang baik sebagai berikut :
Karbohidrat
: 60 – 70 %
Protein
: 10 – 15 %
Lemak
: 20 – 25 %
2. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g perhari. Di samping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM. 3. Terapi Non Farmakologi CKD Beberapa tips untuk membatasi/ mengontrol asupan cairan Makanan yang terlalu asin dan pedas akan membuat haus. Berhati – hatilah terhadap makanan yang mengaundung banyak cairan.
Cairan tidak hanya apa yang kita minum namun juga apa yang dimakan. Beberapa makanan seperti seperti semangka dan beberapa buah – buahan lainnya, sup, ice cream mengandung kadar cairan yang tinggi.
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
138 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Usahakan
lebih
banyak
mengkonsumsi
minuman
yang
dingin
dibandingkan dengan minuman yang panas. Minum minuman dengan cara menyeruput untuk menimbulkan sensasi
cairan dalam mulut lebih lama. Gunakan juga gelas yang kecil. Gunakan makanan sebagai pengganti minuman untuk membantu menelan
obat – obatan. Hindari bibir kering. Bibir kering dapat menimbulkan ketidaknyamanan
yang menimbulkan keinginan untuk minum. Banyak cara agar mulut tidak kering antara lain dengan kumur – kumur , menggosok gigi, mengisap permen atau mengolesi bibir dengan es batu atau mengkonsumsi satu potong jeruk dingin. Apabila pasien mempunyai diabetes, pastikan kadar glukosa darah tetap
terjaga. Kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan rasa haus. Jangan terlalu lama berada di tempat yang berhawa panas. Mandi dengan air dingin.
Pembahasan Kasus : Pada perjalanan penyakit pasien terjadi fluktuasi kadar gula darah pasien
yang kadang meningkat dan kadang rendah sehingga pada tanggal 21 agustus 2013 pemberian obat Glurenom dihentikan dan tidak diberikan obat antidiabetik oral lagi. Pada tanggal 21 Agustus 2013 dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu
dengan hasil yaitu 116 mg/dl, 84mg/dl pada tanggal 22 Agustus 2013, dan 148 mg/dl pada tanggal 23 Agustus 2013. Pasien dibolehkan pulang pada tanggal 24 Agustus 2013 dengan obat
pulang Asam Folat (1X1), Aminoral (3X2), Kalitake (3X1), Voltaren (2X25 mg), Calos (3X1), Amlodipin (1X10 mg), Furosemid (1X1 pagi). Pasien dibolehkan pulang tanpa diberikan obat untuk terapi diabetes militus. Hipoglikemi
yang dialami pasien perlu penanganan dengan cara
memberikan konseling kepada pasien untuk mengenali gejala hipoglikemi dan penanganannya. Pengaturan pola hidup pasien seperti makan dan olah raga juga perlu diatur untuk menyeimbangkan ketersediaan insulin. Hipoglikemi yang dialami pasien bisa disebabkan oleh penurunan nafsu
makan yang dialami pasien sehingga tidak ada asupsi karbohidrat yang masuk sehingga pasien perlu pengertian untuk menjaga pola makannya agar teratur. Obat antidiabetik oral yang digunakan pasien adalah Glurenorm yang
mengandung Gliquidon yang merupakan golongan sulfoniurea generasi kedua. Gliquidon menurut Pharmaceutical Care Diabetes Militus yang Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013
139 Laporan PKPA Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
diterbitkan oleh Depkes RI merupaka golongan sulfoniurea yang resiko hipoglikeminya rendah. Eliminasi glikuidon adalah 95% di usus sehingga tidak adanya interaksi
peningkatan efek glikuidon karena penurunan eliminasi gliquidon pada pasien dengan penyakit gagal ginjal. Tetapi menurut National Kidney Foundation penggunaan sulfoniurea pada
penyakit ginjal perlu diperhatikan karena insulin yang ditingkatkan produksinya oleh obat antidiabetik oral sepertiganya diekskresi melalui ginjal sehingga akan berpengaruh pada pasien gagal ginjal. Insulin yang mengalami gangguan fase eleminasi akan menumpuk dan menyebabkan
hipoglikemi
sehingga
perlu
dilakukan
penyesuaian
dosis
Glurenorm (glikuidon). Kesimpulan Kasus : Penatalaksanaan diabetes yang berhasil membutuhkan kerjasama yang erat
dan terpadu dari penderita dan keluarga dengan para tenaga kesehatan yang menanganinya, antara lain dokter, apoteker, dan ahli gizi. Penyakit diabetes
yang
tidak
mendapatkan
penanganan
yang
tepat
akan
menyebabkan timbulnya komplikasi seperti gagal ginjal dan jantung. Sehingga perkembangan penyakit diabetes harus dipantau secara rutin. Pentingnya peran apoteker dalam keberhasilan pengelolaan diabetes ini
menjadi
lebih
bermakna
karena
penderita
diabetes
umumnya
mengkonsumsi obat dengan kondisi tubuh yang dapat mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat yang dikonsumsi. Seringkali pengobatan gagal karena pengetahuan tim medis yang kurang mengenai farmakologi padahal kesembuhan pasien tergantung pada ketepatan obat yang diberikan untuk mengatasi penyakitnya.
Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta Angkatan XXV Periode 01 Agustus – 30 September 2013