LAPORAN PENDAHULUAN
TYPHOID
DI RUANG MELATI RSUD TUGUREJO SEMARANG
Oleh
Nafisah Amalia Mukhtar
22020111120011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
TYPHOID
A. DEFINISI
Demam tifoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan
bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004).
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella
typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular
(Cahyono, 2010).
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
typhii (Elsevier, 2013).
Jadi, demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif (bakteri Salmonella typhii ) yang menurunkan sistem
pertahanan tubuh dan masuk melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Aspek paling penting dari infeksi ini adalah kemungkinan
terjadinya perfusi usus, karena organisme memasuki rongga perut sehingga
menyebabkan timbulnya peritonitis yang mengganas.
B. ETIOLOGI
1. Salmonella typhii
2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau S. paratyphii hanya ditemukan pada manusia.
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang dikontaminasi oleh
manusia lainnya.
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B,
Salmonella Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang
mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran
peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini
masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses
yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari.
Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-empat dalam perjalanan
penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang
pernah menderita tipus akan menjadi orang yang menularkan tipus pada
yang belum pernah menderita tipus.
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk kedalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor
pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus
halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa
dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel
epitel khusus yang melapisi Peyer's patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi
mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel
limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe. (Soedarmo, dkk, 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat
mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella
typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan
Peyer's patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi
baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu.
Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau
dikeluarkan melalui tinja.
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal
tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella
typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus
halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-
zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis
sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang
belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik
(Soedarmo, dkk, 2012).
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini
terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis
dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat
terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat
menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar,
kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman
Salmonella typhi terutama menyerang jaringan tertentu, yaitu jaringan
atau organ limfoid seperti limpa yang membesar, juga jaringan limfoid di
usus kecil yaitu plak Peyer terserang dan membesar. Membesarnya plak
Peyer membuat jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan
makanan yang melaluinya. Inilah yang menyebabkan pasien tifus harus
diberikan makanan lunak, yaitu konsistensi bubur yang melalui liang usus
tidak sampai merusak permukaan plak Peyer ini. Bila tetap rusak, maka
dinding usus setempat yang memang sudah tipis, makin menipis, sehingga
pembuluh darah ikut rusak akibat timbul perdarahan, yang kadang-kadang
cukup hebat. Bila berlangsung terus, ada kemungkinan dinding usus itu
tidak tahan dan pecah (perforasi)., diikuti peritonitis yang dapat
berakhir fatal
D. MANIFESTASI KLINIK
Manisfestasi klinis dari demam tifoid adalah:
1. Gejala pada anak: Inkubasi antara 5- 40 hari dengan rata-rata 10-14
hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan shock, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala
6. Nyeri perut
7. Kembung
8. Mual, muntah
9. Diare
10. Konstipasi
11. Pusing
12. Nyeri otot
13. Batuk
14. Epistaksis
15. Bradikardi
16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta
tremor)
17. Hepatomegaly
18. Splenomegaly
19. Meteroismus
20. Gangguan mental berupa somnolen
21. Delirium atau spikosis
22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayimuda
sebagai penyakit demam akut disertai syok dan hipotermia. (Sudoyo Aru,
2009)
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30
hari tergantung pada besar inokulum yang tertelan:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri
perut berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda
komplikasi, terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada
beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang
terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu.
Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia,
batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung,
dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa
bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya demam. Anak
mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan nyeri difus.
Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik, terjadi ruam
makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke tujuh
sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa
dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari.
Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat
menimbulkan diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan.
Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat
mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus,
anoreksia, dan kehilangan berat badan.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang
dan regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan.
Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang
kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis
didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya
sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada
kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada,
abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus.
b. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan
kreatinin harus dilakukan.
c. Imunorologi
Widal : pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi.
Hasil positif dinytakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative
palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit
imunologik lain.
d. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).
Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi
penyulit
e. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan
vagina harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum
diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan
kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk
mengetahui komplikasi yang muncul.
f. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan
untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
g. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan
DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang
spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat
dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas)
yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin,
cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal
7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah – ubah
pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang –
kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat
a. Obat - obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo, 2009. Kloramfenikol atau kloramisetin
adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai
jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan
infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan
bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral.
Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan
antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang
berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 - 50
mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena
dalam empat dosis yang sama.
2) Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay & Kirana Raharja, (2007, hal: 86).
Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (-
SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip
kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak : 20 - 30 mg/kg BB/hari.
3) Ko – trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg
TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja
antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim
dihidrofolat reduktase. Efek samping yang ditimbulkan adalah
kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain agranulositosis
dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi
glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi
alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens
Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian
tinggi terutama pada anak – anak. kotrimoksazol tidak boleh
diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak
yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24
jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat
harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya
terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana
Rahardja, 2007, hal:140).
4) Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin : Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif
terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku
Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin
lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus
yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang
baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi.
Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena
dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100
mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis).
b. Obat – obat simptomatik:
1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
2) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
3) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga
kesegaran dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan
pembuluh darah kapiler.
Secara fisik :
a. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap
4 – 6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau
mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas,
atau apakah anak mengalami kejang – kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak.
Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak.
Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya
intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak – banyaknya. Minuman yang
diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air
buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat
naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya
untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
H. ANALISA DATA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul
1. Hipertemia berhubungan (00007)
Ds: Ibu klien mengatakan anaknya panas
Do:
a. Suhu Tubuh klien lebih dari 36,50C
b. Kulit terasa hangat
c. Kulit terlihat kemerahan
d. Nadi klien lebih normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah
(>140x/menit), dibawah 3tahun (>150x/menit), bayi
(>160x/menit)}
e. Nafas klien lebih normal { anak-anak (>30x/menit), prasekolah
(>34x/menit), dibawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)}
f. Apakah adanya kejang
2. Kekurangan volume cairan (00027)
Ds:
a. ibu klien mengatakan anaknya susah minum
b. klien mengatakan anaknya buang air kecil terus
Do:
a. bibir klien terlihat pecah-pecah
b. mukosa klien kering dan pucat
c. penurunan tugor kulit
d. kulit klien terlihat lembab
e. peningkatan konsentrasi urin
f. klien terlihat lemas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh (00002)
Ds:
a. ibu klien mengatakan anaknya susah makan
b. klien mengatakan anaknya mengalami muntah
Do:
a. Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina
b. Berat badan klien mengalami penurunan
c. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan
d. Membra mukosa klien pucat
e. Adanya sariawan
f. Klien tanpak menghindari makanan
I. RENCANA KEPERAWATAN
"No "Diagnosa "Tujuan "Intervensi "
" "keperawatan " " "
"1. "Hipertermia "NOC: "NIC: "
" "(00007) "Hidration "Temperature regulation "
" " "Adherence behavior "(pengaturan suhu) "
" " "Immune status "Monitor suhu minimal tiap "
" " "Risk control "dua jam "
" " "Risk detection "Rencanakan monitoring suhu"
" " "Kriteria hasil: "secara kontinyu "
" " "Keseimbangan antara "Monitor tekanan darah, "
" " "produksi panas, panas "nadi dan respiratory rate "
" " "yang diterima, dan "Monitor warna dan suhu "
" " "kehilangan panas "kulit "
" " "Seimbang antara "Monitor tanda-tanda "
" " "produksi panas, panas "hipertermi dan hipotermi "
" " "yang diterima, dan "Tingkatkan intake cairan "
" " "kehilangan panas selama"dan nutrisi "
" " "28 hari pertama "Selimuti pasien untuk "
" " "kehidupan "mencegah hilangnya "
" " "Keseimbangan asam basa "kehangatan tubuh "
" " "bayi baru lahir "Ajarkan pada orang tua "
" " "Temperature stabil : "pasien cara mencegah "
" " "36,5 – 37,5°C "keletihan akibat panas "
" " "Tidak ada kejang "Diskusikan tentang "
" " "Tidak ada perubahan "pentingnya pengaturan suhu"
" " "warna kulit "dan kemungkinan efek "
" " "Pengendalian risiko: "negative dari kedinginan "
" " "hipertermia "Beritahu tentang indikasi "
" " "Pengendalian risiko: "terjadinya keletihan dan "
" " "hipotermia "penanganann emergency yang"
" " "Pengendalian risiko: "diperlukan "
" " "proses menular "Ajarkan indikasi dari "
" " "Pengendalian risiko: "hipotermia dan penanganan "
" " "paparan sinar matahari "yang diperlukan yang "
" " " "diperlukan "
" " " "Berikan anti piretik jika "
" " " "diperlukan "
"2. "Kekurangan "NOC "NIC "
" "volume cairan"Fluid balance "Fluid management "
" "(00027) "Hydration "Timbang popok jika perlu "
" " "Nutritional status: "Pertahankan catatan intake"
" " "food and fluid intake "dan output yang akurat "
" " "Kriteria hasil: "Monitor status hidrasi "
" " "Mempertahankan urine "(kelembaban membrane "
" " "output sesuai dengan "mukosa, nadi adekuat, "
" " "usia dan berat badan, "tekanan darah ortostatik) "
" " "berat jenis urine "jika diperlukan "
" " "normal , HT normal "Monitor vital sign "
" " "Tekanan darah, nadi, "Monitor masukan makanan "
" " "suhu tubuh dalam batas "atau cairan dan hitung "
" " "normal "intake kalori harian "
" " "Tidak ada tanda-tanda "Kolaborasikan pemberian "
" " "dehidrasi, elastisitas "cairan IV "
" " "turgor kulit baik, "Berikan cairan IV pada "
" " "membran mukosa lembab, "suhu ruangan "
" " "tidak ada rasa haus "Dorong masukan oral "
" " "yang berlebihan. "Berikan nasogastrik sesuai"
" " " "output "
" " " "Dorong keluarga untuk "
" " " "membantu pasien makan "
" " " "Tawarkan makanan ringan "
" " " "(jus buah, buah segar) "
" " " "untuk anak usia bermain "
" " " "sampai remaja/dewasa "
" " " "Kolaborasi dengan dokter "
" " " "apabila diperlukan "
" " " "transfusi "
" " " "Hypovolemia management "
" " " "Monitor status cairan "
" " " "termasuk intake dan output"
" " " "cairan "
" " " "Pelihara IV line "
" " " "Monitor tingkat Hb dan Ht "
" " " "Monitor tanda vital "
" " " "Monitor respon pasien "
" " " "terhadap penambahan cairan"
" " " "Monitor berat badan "
" " " "Dorong pasien atau orang "
" " " "tua pasien untuk menambah "
" " " "intake oral "
" " " "Pemberian cairan IV "
" " " "monitor untuk mengindikasi"
" " " "adanya tanda dan gejala "
" " " "kelebihan volume cairan "
" " " "yang diberikan "
" " " "Monitor adanya tanda gagal"
" " " "ginjal "
"3. "Ketidakseimba"NOC: "NIC "
" "ngan nutrisi "Nutritional status "Weight Management (1260) "
" "kurang dari "Nutritional status: "Bina hubungan dengan "
" "kebutuhan "Food and fluid intake "keluarga klien "
" "tubuh (00002)"Nutritional status: "Jelaskan keluarga klien "
" " "nutrient intake "mengenai pentingnya "
" " "Weight control "pemberian makanan, "
" " " "penambahan berat badan dan"
" " "Kriteria Hasil: "kehilagan berat badan "
" " "Adanya peningkatan "Jelaskan kelurga klien "
" " "berat badan sesuai "tentang kondisi berat "
" " "dengan tujuan "badan klien "
" " "Berat badan ideal "Jelaskan resiko dari "
" " "sesuai dengan tinggi "kekurangan berat badan "
" " "badan "Berikan motivasi keluarga "
" " "Mampu mengidentifikasi "klien untuk meningkatkan "
" " "kebutuhan nutrisi "berat badan klien "
" " "Tidak ada tanda "Pantau porsi makan klien "
" " "malnutrisi "Anjurkan klien makan "
" " "Menunjukan peningkatan "teratur "
" " "fungsi pengecapan dari " "
" " "menelan " "
" " "Tidak terjadi penurunan" "
" " "berat badan yang " "
" " "berarti " "
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit
Infeksi. Yogyakarta: Kanisius
Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta: EGC
http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. Diakses pada
tanggal senin, 3 maret 2014, 16:05 WIB
Muslim. 2009. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Rubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga
Soedarmo, Sumarmo S Poorwo., dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. Jakarta: IDAI
Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta:
Kanisius
Sidoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat.
Jakarta: Internal Publishing
Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam
Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Team Elsevier. 2013. Ferri's Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1.
Philadelphia: Elsevier, Inc
Tjay, Tan Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. Obat-obat Penting: Kasiat,
Penggunaan, dan Efek – Efek Sampingnya. Ed 6. Jakarta: EGC
Weller, Barbara F. 2005. Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC.