PRODUKSI SELULOSA OLEH Acetobacter xylinum “PEMBUATAN
Nata de pina”
Oleh Nama NIM Kelompok Rombongan Asisten
: : Risa : B1J012055 :4 :I : Neptu Islamy R
LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2014
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal dengan den gan suatu negara yang memiliki beraneka b eraneka ragam sumber daya alam. Salah satu diantaranya adalah sumber daya pertanian berupa buah-buahan. Buah nanas merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak dihasilkan di Indonesia. Menurut data stastistik, produksi nanas di Indonesia untuk tahun 2009 adalah sebesar 1.558.196 ton (Badan Pusat Statistika Indonesia, 2009). Semakin Semakin meningkatnya produksi nanas, maka limbah yang dihasilkan akan semakin meningkat pula. Buah nanas selain dikonsumsi sebagai sari buah, selai, sirup, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan nata de pina. Pengembangan nata de pina menjadi nata n ata sangat menarik untuk dimanfaatkan, di manfaatkan, salah satunya satu nya yaitu untuk kemasan kemas an pangan. Buah nanas juga dapat dikembangkan menjadi membran selulosa dan plastik biodegradable. biodegradabl e. Hal ini dikarenakan nata selulosa bersifat biodegradable, sehingga dapat terdegradasi dan ramah lingkungan. Dalam pembuatan nata de pina dari media sari nanas Acetobacter xylinum. Bakteri ini dapat melibatkan bakteri Acetobacter dap at tumbuh dan berkembang berkem bang
biak dalam media cair nanas karena mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri dan pembentukan jaringan nata (Yoshinaga (Yos hinaga et al , 1997). Nata termasuk produk fermentasi, seperti halnya yoghurt. Starter yang digunakan adalah bakteri Acetobacter xylinum, jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula, bakteri ini akan menghasilkan asam asetat dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata (Susanto, 2000). Awalnya produksi nata dengan media sari buah nenas telah banyak dilakukan yakni dikenal sebagai nata de pina, tetapi dengan mencoba produksi nata dengan menumbuhkan bakteri A. xylinum pada media buah nenas. Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Rulianah, 2002). Nata sangat baik dikonsumsi terutama oleh mereka yang diet rendah kalori atau diet tinggi serat, kandungan air yang tinggi berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme tubuh. Serat nata di dalam tubuh manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil pembakaran yang tidak diserap oleh tubuh, kemudian dibuang melalui anus berupa tinja atau bolus (Sudarmaji (Sudarmaji et al , 1989). Menurut Susanto (1994) juga menyatakan nata hasil biosintesa dapat diperoleh dari substrat vitamin yang disertai karbohidrat yang tinggi. Dalam pembuatan nata, terjadi proses oksidasi secara biologi yang menghasilkan energi. Donor dan aseptor yang
digunakan adalah karbohohidrat dalam bentuk lapisan tebal dan kenyal berupa gel atau membrane selulosa sehingga terbentuk nata (Rizal et al , 2013).
B. Tujuan Tujuan praktikum acara produksi selulosa oleh Acetobacter xylinum “pembuatan nata de pina” yaitu mengetahui makromorfologi Acetobacter xylinum, mengetahui proses
pembuatan produk nata de pina , serta mengetahui pengaruh konsentrasi penambahan sukrosa dan lama inkubasi terhadap produk nata de pina .
II. MATERI DAN METODE
A. Materi Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi blender, kain saring, kompor, timbangan, talenan, pisau, kertas saring, kertas lakmus (pH), wadah plastik, sendok makan, pengaduk, panci, gelas ukur, labu Erlenmeyer, breaker glass, wadah inkubasi nata, oven, cawan petri, tabung reaksi, filler, pipet ukur, batang drugalsky, sumber api, spirtus, wrapper, kertas label, dan mikroskop. Bahan yang digunakan diantaranya meliputi media NA, buah nanas, sukrosa, asam cuka, urea, starter nata, akuades, air, larutan H 2SO4 , larutan NaOH, larutan K SO4, alkohol, 95%, dan alkohol 70%.
B. Metode a. Pembuatan Nata de pina 1. Buah nanas matang dikupas dengan menggunakan pisau, setelah bersih dari kulitnya, kemudian nanas dipotong kecil menggunakan talenan. 2. Nanas yang telah dipotong kecil, dimasukkan ke dalam blender dan diblender sampai halus. 3. Nanas yang telah diblender halus disaring. 4. Selanjutnya perlakuan pada media sari nanas, yaitu media sari nanas yang telah diblender, ditambahkan dengan air dengan perbandingan sari nanas : air, yaitu (1:2) 250 mL : 500 mL. 5. Media sari nanas sebanyak 750 mL dipanaskan dan ditambahkan sukrosa, dengan variasi penambahan sukrosa sebanyak 6%, 8%, dan 10%. 6. Media sari nanas didinginkan, setelah dingin ditambahkan urea sebanyak 0,5%, serta 1% asam cuka, selanjutnya diaduk sampai homogen. 7. Diukur pH sari nanas, diupayakan pH antara 4-6. 8. Sebanyak 750 mL media sari nanas dituangkan pada media steril , lalu ditambahkan 10% starter nata Acetobacter xylinum.
9. Media sari nanas ditutup dengan kertas koran steril. 10. Diinkubasi selama 11-15 hari pada suhu ruang. b. Analisis kadar serat 1. Nata ditimbang sebanyak 2 g, lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 200 ml H 2SO4 (0,255 N) mendidih dan ditutup dengan kain pendingin. 2. Suspensi disaring dengan kertas saring, residu yang tertinggal dalm labu Erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih. 3. Residu dalam kertas saring dimasukkan lagi ke dalam labu Erlenmeyer dengan bantuan spatula dan dicuci dengan NaOH mendidih. 4. Residu disaring dengan kertas saring yang telah diketahui berat konstannya sambil dicuci dengan KsO4 10%, residu dicuci dengan akuades mendidih dan 15 ml alcohol 95%. 5. Kertas saring dikeringkan di oven. Kemudian, residu ditimbang ,, berat residu sama dengan berat serat kasar. 6. Hasil nata yang terbaik merupakan nata yang memilki nata yang memilki serat kasar sesuai standar Nasional Indonesia (SNI), maksimal dengan kadar serat 4,5 %. c. Uji Organoleptik Produk 1. Produk nata yang telah diperoleh dicuci dengan air hangat sebanyak 2 kali, lalu didokumentasikan. 2. Produk nata yang telah dicuci selanjutnya diuji organoleptik dengan uji tekstur, uji warna, uji rasa dan uji aroma. 3. Tingkat kesukaan diukur dengan skala hedonik, sebagai berikut : Sangat suka
:4
Suka
:3
Tidak suka
:2
Sangat tidak suka : 1 d. Identifikasi Bahaya Produk 1. Semua bahan yang digunakan selama pembuatan nata de pina ditulis ulang. 2. Semua tahapan proses pembuatan nata de pina ditulis ulang disertai dengan kemungkinan resikonya, secara kimia, fisika, dan biologi. 3. Semua data dimasukkan ke dalam tabel resiko produk. 4. Hasil tabel diinterpretasikan. e. Pengamatan makromorfologi Acetobacter xylinum
1. Cairan nata de pina diambil 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml akuades steril, -4
kemudian dilakukan pengenceran bertingkat sampai 10 . 2. Pengenceran terakhir diplatting duplo pada media NA padat. Setelah itu, diinkubasi pada suhu ruang selama 2 x 24 jam. 3. Pengamatan makromorfologi dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, ukuran, margin, permukaan koloni yang tumbuh. Pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop dan didokumentasikan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tabel 1. Hasil Pengamatan Makromorfologi Produk Nata de pina Karakteristik
Media NA
Ukuran
Kecil
Bentuk
Bulat
Warna
Putih keruh
Elevasi
Raised
Margin
Raised
Penampakan permukaan
Mengkilap
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kadar Serat Produk Nata de pina Rombongan I Kelompok
Kadar serat
Berat awal (g)
Berat akhir (g)
1.
0,930
0,863
0,923
2.
0,982
0,853
0,940
3.
0,920
0,81
0,889
4.
0,905
0,85
0,935
5.
0,97
0,828
0,988
6.
1,02
0,833
0,808
7.
1,05
0,833
0,942
Tabel 3. Uji Organoleptik No.
Koresponden
Tingkat Kesukaan
1.
Risa
suka
2.
Tyas
suka
3.
Faisol
suka
4.
Hikmah
suka
5.
Ika
suka
Formulir 1. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahanya No 1.
Bahan mentah/ bahan tambahan Media sari nanas
Bahaya B/ K/ F B
Jenis bahaya
Cara pencegahan
Bakteri Jamur
F
Tidak telalu halus
K
Terlalu matang
Diletakkan pada tempat yang aseptis jika mutu produk jelek maka ditolak Diblender sampai benar-benar halus dan disaring Digunakan nanas yang kondisinya tidak terlalu matang Disimpan dan diletakkan pada tempat yang aseptis Sortasi pada gula untuk menghilangkan bahaya fisik Sortasi pada bahan baku Sortasi pada bahan baku Penggunaan sesuai standar Penggunaan sesuai standar Pengecekan secara visual
2.
air
B
Bakteri
3.
Sukrosa
B
K
Semut Benang rambut kerikil
F
kerikil
K
Dosis berlebih
4
urea
5
Asam cuka
F
Dosis berlebih
6
Starter
B
Kontaminasi bakteri atau jamur
Formulir 2. Analisis Resiko Bahaya No. Bahan A B 1. Media sari nanas 2. Air 3. Sukrosa 4. Gula 5. Urea 6. Asam Cuka 7. Starter
Kelompok Bahaya C D
E
Kategori resiko tinggi tinggi rendah rendah rendah rendah tinggi
Asam cuka
Sukrosa
Sari Nanas
Urea
Ph Sari Nanas
Inkubasi Nata
Nata yang dihasilkan setelah difermentasi selama 11 hari.
Pengamatan Makromorfologi Pada Media NA
B. Pembahasan
Acetobacter
xylinum merupakan
bakteri
berbentuk
batang
pendek,
yang
mempunyai panjang 2 mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel, bersifat non motil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Rizal et al , 2013). Bakteri pembentuk nata pertama-tama diduga Leuconostoc sp., akan tetapi kemudian dipastikan bahwa bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum. Bakteri pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri antara lain gram negatif untuk kultur yang masih muda, gram positif untuk kultur yang sudah tua, obligat aerobic, membentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam medium alkali berbentuk oval, bersifat non mortal dan tidak membentuk spora, tidak mampu mencairkan gelatin, tidak memproduksi H 2S, tidak mereduksi nitrat dan termal death point pada suhu 65-70°C. Bakteri A. xylinum dapat hidup pada larutan dengan derajat keasaman atau kebasa-an 3,5-7,5 pH. Namun, A. xylinum akan lebih tumbuh dengan optimal pada derajat keasaman 4,3 pH (Iguchi et al , 2000). 0
Idealnya bakteri A. xylinum hidup pada suhu 28 –31 C. selain itu, bakteri ini sangat membutuhkan pasokan oksigen. Bakteri A. xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa atau nanas yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propel alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO 2 dan H2O. sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Faktor lain yang dominan mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperatur, dan ketersediaan oksigen (Lapuz et al, 1967). Bakteri A. xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri A .
xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan
awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, dan fase kematian. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimerglukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata (Geyer et al, 1994). Pembuatan nata menurut Warisno (2004) ada tiga tahapan yaitu persiapan media, proses fermentasi, pemanenan nata. Persiapan media kedalam nanas yang telah diblander dalam air disaring menggunakan kain kasa. Sari nanas direbus sampai mendidih, ditambahkan urea, gula pasir dan asam cuka, kemudian sampai larutan memikiki ± pH 4-5. Larutan yang masih panas dituang ke dalam wadah yang sudah disterilkan sebanyak dua pertiga bagian botol. Botol ditutup dengan kertas koran dan diikat kuat, Proses fermentasi menggunakan penambahan stater A. xylinum sebanyak 10% dari sari nanas ke dalam loyang, kemudian fermentasi selama satu minggu. Pemanenan nata, nata siap dipanen setelah diinkubasi selama 8-14 hari. Kertas koran penutup dibuka, nata diambil dan dikumpulkan dalam satu wadah. Saat memanen nata, ada bagian yang tidak bisa dipanen yaitu berupa cairan. Cairan merupakan sisa media nata. Nata yang telah disortir selanjutnya dicuci bersih dan dipotong-potong sesuai selera. Aroma masam dihilangkan dengan cara mencuci dan merendam nata dengan air bersih minimal dua kali setelah itu direbus atau dibilas air hangat selama 5 menit. Mekanisme singkat pembentukan nata A. xylinum akan mengubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam media itu berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas nata antara lain pemilihan bahan, bahan pembantu, ph/keasaman, suhu, oksigen, penutup untuk pembuatan nata, sumber cahaya, lama fermentasi dan sanitasi. Pemilihan bahan yang digunakan dalam pembuatan nata harus memenuhi kualitas baik, hal ini bertujuan agar nata yang dihasilkan kualitasnya baik. Apabila bahan-bahan yang digunakan kualitasnya kurang baik, maka akan mempengaruhi kualitas nata secara keseluruhan, baik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang kurang disukai (Susanto, 2000). Bahan pembantu yaitu gula, amonium sulfat dan asam asetat glasial. Gula berfungsi sebagai sumber karbon (sumber
energi). Sumber karbon bisa menggunakan glukosa, sukrosa maupun maltosa. Produsen nata biasanya menggunakan sukrosa (gula pasir) karena mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Amonium sulfat juga disebut urea berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri A. xylinum. Selain senyawa ini, bisa juga menggunakan ekstrak khamir, pepton, kalium nitrat dan amonium fosfat. Produsen nata menggunakan amonium sulfat karena harganya lebih murah dan mudah diperoleh. Kandungan nitrogen urea antara 20,5 –21 persen, sedang wujudnya berupa kristal atau umumnya berwarna putih (Agung dan R. Pamungkas, 2003). Asam asetat glasial atau cuka biang berfungsi untuk mengatur derajat keasaman (pH) media fermentasi. Keasaman/pH media sangat mempengaruhi A. xylinum selama fermentasi Hal ini disebabkan membran sel bakteri bersifat permeabel terhadap ion hidrogen maupun ion hidroksil, sehingga perubahan keasaman media fermentasi akan mempengaruhi sitoplasma sel bakteri. PH optimum pembuatan nata berkisar antara 4-5. Penambahan asam asetat berfungsi untuk menurunkan pH media fermentasi dan digunakan oleh bakteri untuk membentuk asam glukonat. Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah suhu kamar (28°C - 31°C). Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menghasilkan nata yang kurang berkualitas atau aktifitas A. xylinum terhambat (Pambayun, 2002). Kebutuhan Oksigen, bakteri nata A. xylinum merupakan mikroba aerobik. Bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Wadah yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh ditutup rapat untuk mencukupi kebutuhan oksigen. Udara yang secara langsung mengenai produk nata, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan nata (Pambayun, 2002). Penutup untuk pembuatan nata menggunakan media kertas bersih untuk menghindari kontaminasi dan mendapatkan pertukaran oksigen (Rony Palungkun, 1993). Selama proses fermentasi wadah harus tertutup rapat agar kotoran yang terbawa udara luar tidak dapat mencemari proses fermentasi. Sumber cahaya, menurut Luwiyanti (2001), pembuatan nata pada ruang gelap akan mempercepat pembentukan struktur nata dan lapisan nata yang dihasilkan akan tebal. Ruang gelap yang dimaksud adalah ruang gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung atau pun cahaya lampu. Lama Fermentasi, pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan media akan terlihat pada hari ketiga sampai keempat pemeraman. Secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 8-14 hari lapisan tersebut semakin menebal. Pemanenan nata dilakukan setelah
lebih dari 8 hari pemeraman. Jika setelah 14 hari tidak dilakukan pemanenan, maka akan terdapat lapisan tipis yang terpisah di bawah lapisan nata yang akan menjadi kurang asam sehingga nata menjadi busuk, akhirnya nata menjadi turun. Selama fermentasi berlangsung media nata tidak boleh digoyang-goyangkan ataupun digerakkan karena akan mengakibatkan pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga didapat lapisan nata yang tipis dan terpisah satu sama lainnya. Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat sanitasi yang tinggi. Sanitasi meliputi : sanitasi perorangan, lingkungan dan peralatan, harus dikontrol dan dijaga agar bakteri tidak terkontaminasi. Sistem keamanan pangan berdasarkan (Hazard Analysis Critical Control Point) HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika dalam mengidentifikasi bahaya serta tindakan pengendaliannya. HACCP adalah suatu piranti untuk menilai suatu bahaya spesifik dan menetapkan sistem
pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan
daripada mengandalkan pengujian prosuk akhir. Prinsip HACCP diantaranya yaitu : 1. Identifikasi Bahaya 2. Aktivitas penentuan titik pengendalian kritis (ccp) 3. Spesifikasi batas control 4. Aktivitas penyusunan sistem pemantauan 5. Pelaksanaan tindakan perbaikan 6. Aktivitas sistem verifikasi 7. Penyimpanan data atau dokumentasi Menurut Yoshinaga et al ,(1997), penggunaan kultur siap pakai untuk pembuatan bibit nata (starter) syarat pertama yang hasrus diperhatikan adalah botol yang digunakan harus benar-benar bersih dan transparan sehingga kondisi starter dapat diamati dari luar. Pembuatan starter dilakukan dengan cara mencampurkan bahan antara lain media sari nanas, gula, asam cuka, dan urea kemudian dilakukan perebusan. Media yang sudah dingin dimasukkan dalam botol kaca dengan ditambah starter. Setelah 6 hari media dalam botol siap digunakan sebagai starter dan dapat diperbanyak untuk inokulasi berikutnya. Indikator starter yang baik adalah kekeruhan yang timbul secara merata, terbentuknya lapisan nata pada permukaan cairan dan tidak berbuih. Karakter urea, asam cuka, dan gula pasir yang baik ialah berwarna putih, berbau khas, dan bebas dari kotoran. Apabila telah memenuhi syarat tersebut maka dapat digunakan untuk semua tahapan proses pembuatan nata. Namun apabila tidak sesuai perlu dilakukan perlakuan umtuk memperbaiki sortasi.
Pengendalian proses bertujuan untuk menekan keragaman suatu nilai yang dapat diterima baik secara teknis maupun ekonomis. Pengendalian mutu proses penyaringan dilakukan dengan cara menggunakan penyaring plastic atau kain penyaring yang bersih. Tujuannya adalah untuk memisahkan kotoran atau benda asing yang tercampur pada media sari nanas. Saat penyaringan dan penuangan cairan, cairan diusahakan supaya tidak terlalu sering kontak dengan tangan karena cairan akan cepat rusak karena terkontaminasi. Prose perebusan dilakukan pengendalian mutu dengan cara perebusan dilakukan hingga media sari nanas mendidih selama 3 menit dengan ditambahkan gula pasir, setelah mendidih (100oC) dipertahankan selama 5-10 menit untuk menyempurnakan kelarutan gula pasir dan urea. Pengadukan tidak merata akan menyebabkan nata yang terbentuk memiliki permukaan yang bergelombang, karena gula dan urea tidak tercampur merata. Proses pendinginan pengendalian mutu dilakukan dengan cara membiarkan media dalam o
baskom suhunya turun hingga mencapai suhu 30 C, selanjutnya ditambahkan asam cuka. Pendinginan dilakukan pada baskom yang diberi penutup kertas berpori-pori dan bagian pinggiran baskom diikat dengan karet supaya media tidak terkontaminasi. Pengendalian mutu proses inokulasi dilakukan setelah media benar-benar dingin supaya starter tidak mengalami kematian. Inokulasi dilakukan secara aseptis dan cepat. Proses inokulasi dilakukan disalah satu sudut baskom dan tanpa diaduk. Proses pengadukan dengan menggunakan pengaduk justru akan menyebabkan terjadinya kontaminasi. Pada proses fermentasi pengendalian mutu yang dilakukan dengan mengatur suhu penyimpanan fermentasi dalam suhu ruang, karena suhu dan kelembaban akan mempengaruhi faktor keberhasilan fermentasi. Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri A. xylinum adalah 28o
31 C (Pambayun, 2002). Pengendalian mutu pada proses pencucian dilakukan dengan mencuci nata menggunakan air bersih mengalir. Air yang digunakan adalah air pam, atau air bersih lainnya. Selanjutnya untuk memastikan nata benar-benar bersih maka dilakukan pula pencucian dengan air hangat sebanyak 2 kali. Tujuan pencucian untuk menghilangkan lender yang terdapat dalam nata. Lender yang terdapat dalam nata harus dihilangkan karena dapat mempengaruhi kualitas nata yang dihasilkan. Bila lender tidak dihilangkan kenampakan nata terlihat tidak bagus pada produk jadinya. Standar mutu pengendalian proses yang digunakan untuk mengawasi mutu supaya memenuhi syarat menurut Susanto (1994), dalam Standar Operating Process (SOP) memproduksi lembaran nata adalah melaksanakan SOP personalia, melaksanakan sanitasi
alat dan ruangan, peralatan proses dicek dan disiapkan, formula telah dihitung sesuai kebutuhan, bahan baku dan bahan tambahan memenuhi syarat mutu, masing-masing jenis bahan tambahan ditimbang secara tepat, media sari nanas disaring dari kotoran dan diukur secara tepat, perebusan dilakukan hingga mendidih dan busa dibuang, pemasukan cairan ke dalam baskom sesuai dengan volume yang telah ditentukan, pendinginan sampai dengan suhu kamar dalam kondisi baskom tertutup kertas koran, pemberian A. xylinum dalam keadaan aseptis, baskom segera ditutup dengan Koran dan diikat dengan karet gelang, fermentasi dilakukan selam 11-15 hari dalam ruangan sesuai kondisi optimal bakteri A. xylinum dan melakukan seleksi lembaran hasil panen sesuai kriteria mutu. standar
pengawasan mutu pada proses pembuatan nata ini merupaka batasan bahwa mutu yang dihasilkan pada produk akhir telah diawasi dan memenuhi syarat. Hasil yang didapatkan pada praktikum ini nata yang didapatkan memiliki karakteristik berwarna putih, bau asam kurang, dan ketebalan yang dihasilkan tidak merata. Ketebalan ini bisa disebabkan karena media sari nanas yang digunakan kurang bagus, ataupun penambahan konsentrasi urea, asam cuka, dan gula pasir yang ditambahkan kurang tepat. jumlah tersebut bertujuan untuk mencap[ai rasio karbon dan nitrogen dalam cairan hingga mencapai rasio 20. Apabila tekstur menyimpang maka produk nata akan sulit untuk digigit. Pengujian organoleptik terhadap koresponden berdasarkan tingkat kesukaan mendapatkan hasil semua koresponden menyatakan tidak suka dengan skala 2, hal ini disebabkan hasil nata de pina yang didapatkan kurang begitu enak dikonsumsi, dengan rasanya yang tidak terlalu asam dan aroma asam yang tidak terlalu kuat. Pengujian keadaan nata menurut SNI (1996), Pproduk lembaran nata mentah mempunyai bau asam yang dihasilkan A. xylinum sehingga mempunyai warna putih, bertekstur kenyal, dan tidak terdapat bahan asing. Kandungan serat pangan yang terdapat pada nata hasil kelompok 4 rombongan 1 adalah sebesar 0,95%. Nata dalm kemasan (SNI 1996) mempunyai kandungan serat pangan maksimal 4,5%. Secara umum nata merupakan makanan berserat harus mengandung kadar serat tinggi, namun kadarnya tidak boleh terlalu tinggi karena akan mengakibatkan nata menjadi keras dan sulit digigit. Menurut penelitian sulistyawati (2008), menyimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sukrosa kadar serat yang dihasilkan akan semakin tinggi. Menurut susianto (1994) tujuan analisis bahaya adalah melakukan identifikasi potensi bahaya, penentuan signifikasi bahaya dan tingkat resiko dalam menimbulkan penyakit atau kematian konsumen yang disebabkan oleh pencemaran biologis, kimia,
ataupun fisika serta penetapan tindakan pengendaliannya. Peluang bahaya yang ada pada semua bahan dapat memicu bahaya produk lembaran nata de pina. Namun bahaya tersebut tidak dikategorikan CCP karena penggunaanya masih dapat dikendalikan seminimilisir mungkin. Peluang bahaya biologi pada sarter dan media sari nanas yang digunakan yaitu kontaminasi jamur dan bakteri. Bahaya tersebut dapat dikendalikan pada saat penerimaan bahan baku, karena perubahan bahan baku tersebut dapat dikenali secara visual.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Nata de pina adalah produk fermentasi sari nanas oleh Acetobacter xylinum secara aerob. 2. Proses pembuatan nata de pina terdiri dari beberapa tahapan proses diantaranya penyaringan, penambahan gula, urea, dan asam cuka, perebusan, pewadahan dan pendinginan, pemberian starter, fermentasi , dan pemanenan. 3. Pengendalian mutu yang dilakukan mulai dari pengendalian bahan baku, pengendalian proses produksi hingga pengendalian mutu produk akhir.
B. Saran Seharusnya asisten dan praktikan harus lebih berhati-hati dalam praktikum sehingga dapat meminimalisir kontaminasi yang terjadi, sehingga praktikum dapat teraksana tepat waktu dengan jadwal yang direncanakan.
DAFTAR REFERENSI Agung dan R. Pamungkas. 2003. Pembuatan Nata de Pina dari Filtrat Kulit dan Bonggol Nanas. UNDIP Semarang. Badan Standarisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-01-3751-2006. Buah Nanas sebagai Bahan Makanan. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta. Biro Pusat Statistik. 2007. Production of Fruits per Province(Ton) 2007. Geyer U, Heinze T, Stein A, Klemm D, Marsch S, Schumann D, Schumauder HP. 1994. Fermentation, derivatization, and applications of bacterial cellulose. Int J Biol Macromol 16:343-347 .
Iguchi M, Yamanaka S, Budhiono A. 2000. Review Bacterial Cellulose-A Masterpiece of Nature’s arts,. J Mater Sci 35: 261-270.
Lapuz MM, Gallerdo EG, Palo MA. 1967. The Nata Organism-Cultural Requirements, Characteristic and Identify. Philipines J Sci96 : 91-102. Pambayun, Rindit. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Rizal, H. M., D. M. Pandiangan., A. Saleh. 2013. Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat, dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19. Rulianah S. 2002. Studi Pemanfaatan Kulit Buah Nanas Sebagai Nata de Pina. Jurnal Bisnis dan Teknologi10 (1) : 20-25. Sudarmaji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti, Yogyakata. Sulistyawati S. 2008. Modifikasi Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Berat Pb(II) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika
dan
Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut
Pertanian Bogor. Susanto, T. dan D. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian.Surabaya: Bina Ilmu. Susanto T, Adhitia R, Yunianta. 2000. Pembuatan Nata de Pina dari Kulit Nanas, Kajian dari Sumber Karbon dan Pengenceran Medium Fermentasi. Jurnal Teknologi Pertanian1(2):58-66. Yoshinaga F, Tonouchi N,Watanabe K. 1997. Research progress in production of bacterial cellulose
by aeration and agitation culture and its application as a new
industrial material. Biosci Biotechnol Biochem 61:219-224.