LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PENGOLAHAN PANGAN NATA DE CITRULLUS
KELOMPOK 4
Disusun Oleh :
Fyea Anggra Pangesti
(2016340020)
Muhammad Biyan
(2016340013)
Thifani Haniza
(2016340023)
Tri Lediana Tressa
(2016340049)
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS SAHID 2018
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Inovasi-inovasi makanan dan minuman terus berkembang, dimana terkadang satu bahan pokok makanan dapat membut puluhan menu makanan. Salah satunya adalah produk bioteknologi konvensional yang mengandalkan proses-proses fermentasi. Produk-produk makanan dari hasil fermentasi beraneka ragam, missal dari makanan yang menjadi lauk pauk orang Indonesia yaitu tempe atau produk lainnya yaitu tapai. Kedua produk tersebut menggunakan teknik pembuatan bioteknologi konvensional. Salah
satu
produk
adalah Nata. Nata meupakan
bioteknologi
produk
konvensional
fermentasi
yang
menggunakan
akan
dipelajari
bakteri Acetobacter
xylinum. Acetobacter xylinum dapat melakukan fermentasi pada substrak yng mengandung glukosa. Selain itu, Acetobacter xylinum menyukai kondisi asam dan memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktifitasnya. Nata sebenarnya merupakan suatu polisakarida yang lebih dikenal dengan extracelluler selulose berbentuk gel.Pembuatan olahan Nata dapat dibuat meggunakan berbagai bahan yang ada di alam dengan syarat seperti yang dijelaska di atas, mengandung glukosa untuk aktivitas metabolisme bakteri. Salah satu produk Nata yang akan dipelajari pada praktikum kali ini adalah Nata de citrullus. Buah semangka (Citrullus vulgaris Schard.) adalah buah tropis yang banyak dikenal orang, karena kandungan airnya dapat mengurangi rasa haus. Pada umumnya buah semangka sering dikonsumsi dalam bentuk buah langsung tanpa kulit ataupun dijus terlebih dahulu. Hampir tidak ada yang tidak suka buah semangka, karena selain memiliki rasa yang manis, buah semangka juga terasa menyegarkan. Selain itu buah semangka juga mengandung berbagai macam vitamin, mineral dan zat-zat berkhasiat lainnya sehingga banyak orang memanfaatkannya menjadi alternatif pengobatan seperti demam, susah buang air besar, sakit tenggorokan, sariawan, hepatitis, tekanan darah tinggi, impotensi, asam urat tinggi, sebagai antikanker dan untuk menghilangkan kerutan di wajah (Anonimous, 2010). Sebagian besar konsumen buah semangka hanya memakan bagian daging buah yang berwarna merahnya saja, sedangkan daging buah berwarna putih (mesocarpium) yang mendekati kulitnya dibuang begitu saja dan menjadi limbah yang tidak berguna. Padahal kulit semangka memiliki kandungan nutrisi yang tak kalah hebatnya. Daging buah semangka rendah kalori dan mengandung air sebanyak 93,4 %, protein 0,5 %, karbohidrat 5,3 %, lemak 0,1 %, serat 0,2 %, abu0,5 %, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. (Sutomo, 2007). Kulit buah semangka memiliki kandungan senyawa yang dapat menyembuhkan lima penyakit, yaitu darah tinggi kronis, radang ginjal, sulit buang air kecil, penyakit dropsy (sakit gemburgembur) dan sulit buang air besar (Anonimous, 2009). B. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya kegiatan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan Nata de citrullus yang baik dan benar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Semangka
Semangka merupakan tanaman buah berupa herba yang tumbuh merambat. Tanaman semangka berasal dari Afrika, kemudian berkembang dengan pesat ke berbagai negara baik di daerah tropis maupun subtropis, seperti: Afrika Selatan, Cina, Jepang, dan Indonesia. Tanaman semangka bersifat semusim, tergolong cepat berproduksi karena umurnya hanya sampai 6 bulan. Semangka merupakan tanaman yang sifatnya menjalar, batangnya kecil, dan panjangnya dapat mencapai 5 m (Syukur, 2009). Batang tanaman ditumbuhi bulu-bulu halus yang panjang, tajam dan berwarna putih, mempunyai sulur yang bercabang 2-3 buah. Tanaman semangka mempunyai bunga jantan, bunga betina, dan hermaprodit yang letaknya terpisah, namun masih dalam satu pohon. Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur (oval). Kulit buahnya berwarna hijau atau kuning, blurik putih atau hijau. Daging buahnya lunak, berair, dan rasanya manis, dengan warna daging buah merah atau kuning (Syukur, 2009). Menurut Rukmana (1994), kedudukan semangka dalam taksonomi tumbuhan secara lengkap adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Cucurbitales Suku : Cucurbitaceae Marga : Citrullus Spesies : Citrullus vulgaris Schard . Buah semangka memiliki daya tarik khusus, daging buah semangka rendah kalori dan mengandung air sebanyak 93,4%, protein 0,5%, karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%, serat 0,2%, abu 0,5%, dan vitamin (A, B, dan C) dengan kandungan vitamin C sebesar 6 mg per 100 g bahan. Selain itu juga mengandung asam amino sitrulin (C6H13N3O3), asam aminoasetat, asam malat, asam fosfat, arginin, betain, likopen (C4OH56), karoten, bromin, natrium, kalium, silvit, lisin, fruktosa, dekstrosa, dan sukrosa. Sitrulin dan arginin berperan dalam pembentukan urea di hati dari amonia dan CO2 sehingga keluarnya urin meningkat dan kandungan kalium dapat membantu kerja jantung serta menormalkan tekanan darah (Faizal, 2010).
Albedo dapat disebut sebagai lapisan tengah (mesokarp) buah semangka yang terletak di antara epidermis luar (eksokarp) dan epidermis dalam (endokarp). Albedo merupakan bagian kulit buah yang paling tebal dan berwarna putih. Sebagaimana jaringan tanaman lunak yang lain, albedo semangka juga tersusun atas pektin (Kalie, 1999). Gambar albedo buah semangka dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Albedo buah semangka (Citrullus vulgaris Schard.)
Menurut Guoyao dkk. (2007), pada daging dan kulit buah semangka ditemukan zat citrulline. Citrulline lebih banyak ditemukan pada kulit semangka yakni sekitar 60% dibanding dagingnya. Zat citrulline akan bereaksi dengan enzim tubuh ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup lalu diubah menjadi arginin, asam amino non essensial yang berkhasiat bagi jantung, sistem peredaran darah, dan kekebalan tubuh. Menurut We Leung dkk. (1970), komposisi kimia kulit semangka dapat dilihat pada Tabel 1.
Penelitian lain dilakukan oleh Lembang (2012) mengenai variasi suhu dan waktu ekstraksi pektin albedo semangka dalam pembuatan permen jeli. Hasil uji proksimat terhadap
albedo semangka yang meliputi kadar air, kadar pektin hasil ekstraksi, kadar abu, kadar zat padatan terlarut, kadar gula reduksi, vitamin C, dan pH diperoleh sebagai berikut yaitu kadar air sebesar 20,42%, kadar pektin 27,60%, kadar abu 0,81%, kadar zat padat terlarut 52,2%, kadar gula reduksi 0,37 mg/100 g bahan, vitamin C sebesar 17,60 mg, dan pH 5,6.
2.2 Nata 1. Pengertian Nata
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa latin menjadi “natare” yang berarti terapung-apung (Susanti, 2005). Nata termasuk produk fermentasi, seperti halnya yoghurt. Starter yang digunakan adalah bakteri Acetobacter xylinum, jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula, bakteri ini akan menghasilkan asam asetat dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata (Sumi yati, 2009). Nata dikembangkan pertama kali di negara Filipina. Percobaan pengembangan di Indonesia dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian Bogor tahun 1975 (Warisno, 2004). Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Susanti, 2005). Nata sangat baik dikonsumsi terutama oleh mereka yang diet rendah kalori atau diet tinggi serat, kandungan air yang tinggi berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme tubuh. Serat nata di dalam tubuh manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil pembakaran yang tidak diserap oleh tubuh, kemudian dibuang melalui anus berupa tinja atau bolus (Kusharto, 2006). 2. Karakteristik Nata
Kenampakan nata adalah seperti sel, warna putih hingga abu-abu muda, aroma asam, rasa tawar atau agak manis, tembus pandang dan teksturnya kenyal seperti kolang-kaling (daging buah enau muda). Dalam keadaan dingin, nata agak berserat dan agak rapuh pada saat panas (eBookPangan, 2006). Nata siap santap biasanya disajikan dalam bentuk potonganpotongan kecil berupa dadu dan bervariasi ukuran, seperti 1,5 x 1,5 cm. Karena rasanya tawar, nata biasanya ditambahkan air sirup/air gula sebagai pemanis. Agar nata awet, biasanya ditambahkan
natrium benzoat. Nata dapat digunakan sebagai makanan penyegar (pencuci mulut), yaitu dihidangkan dalam bentuk campuran dengan buah-buahan (cocktail). Produk ini juga dapat dihidangkan secara dingin, dicampur dengan es, campuran kue, atau sebagai pengisi es krim, pengisi jelly dan sebagainya sesuai selera (Suratiningsih, 1997). 3. Pembuatan Nata
Pembuatan nata menurut Warisno (2004) adalah sebagai berikut : a.
Persiapan starter Air kelapa disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa direbus sampai
mendidih, ditambahkan urea, gula pasir dan asam cuka, kemudian sampai larutan memikiki pH 4. Larutan yang masih panas dituang ke dalam botol yang sudah disterilkan sebanyak dua pertiga bagian botol. Botol ditutup dengan kertas koran dan diikat kuat, disimpan diruang inkubasi selama satu minggu. Setelah satu minggu, terbentuk lapisan berwarna putih, starter siap digunakan. b.
Proses Fermentasi
Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya mengendap, disaring dengan kain kasa, kemudian direbus sampai mendidih selama 15 menit. Pupuk ZA, gula pasir, dan asam cuka dimasukan, diaduk sampai tercampur rata. 1 liter larutan yang masih panas tersebut dimasukan ke dalam loyang plastik atau baki. Loyang ditutup kertas koran dan diikat kuat, kemudian dibiarkan dingin. 100 ml starter dimasukan ke dalam loyang, kemudian fermentasi selama satu minggu. c.
Pemanenan nata
Nata siap dipanen setelah diinkubasi selama 8-14 hari. Kertas koran penutup dibuka, nata diambil dan dikumpulkan dalam satu wadah. Saat memanen nata, ada bagian yang tidak bisa dipanen yaitu cairan atau padatan. Cairan merupakan sisa media nata, sedangkan padatan berupa nata yang busuk, rusak, berjamur, atau nata yang bentuknya tidak teratur. Nata yang telah disortir selanjutnya dicuci bersih dan dipotong-potong sesuai selera. Aroma masam dihilangkan dengan cara mencuci dan merendam nata dengan air bersih minimal dua kali setelah itu direbus selama 5 menit.
4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas nata antara lain: 1) Pemilihan Bahan
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata harus memenuhi kualitas baik, hal ini bertujuan agar nata yang dihasilkan kualitasnya baik. Apabila bahan-bahan yang digunakan kualitasnya kurang baik, maka akan mempengaruhi kualitas nata secara keseluruhan, baik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang kurang disukai. Kriteria singkong yang baik dalam pembuatan nata adalah singkong dalam keadaan segar, utuh, tidak cacat, dan singkong berumur 8-11 bulan karena penundaan panen singkong sampai umur lebih dari 12 bulan dapat menurunkan kualitas singkong (Rukmana, 1997). 2) Bahan Pembantu Kandungan nutrisi sari singkong yang dibuat nata de cassava masih perlu diperkaya agar bakteri nata produktif dalam menghasilkan nata. pH diatur sesuai dengan persyaratan tumbuh optimal bakteri tersebut. Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nata adalah : a) Gula Pasir Gula berfungsi sebagai sumber karbon (sumber energi). Sumber karbon bisa menggunakan glukosa, sukrosa maupun maltosa. Produsen nata biasanya menggunakan sukrosa (gula pasir) karena mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Dosis pemakaian 30 gr per liter air sari cassava. b) Amonium sulfat Amonium sulfat juga disebut urea berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Selain senyawa ini, bisa juga menggunakan ekstrak khamir, pepton, kalium nitrat dan amonium fosfat. Produsen nata menggunakan amonium sulfat karena harganya lebih murah dan mudah diperoleh. Kandungan nitrogen urea antara 20,5 – 21 persen, sedang wujudnya berupa kristal atau umumnya berwarna putih. Dosis penggunaan urea (ZA) sebanyak 5 gram per liter air sari cassava.
c) Asam asetat glasial Asam asetat glasial atau cuka biang berfungsi untuk mengatur derajat keasaman (pH) media fermentasi. 3) pH / Keasaman Metabolisme Acetobakter xylinum selama fermentasi dipengaruhi oleh keasaman media. Hal ini disebabkan membran sel bakteri bersifat permeabel terhadap ion hidrogen maupun ion hidroksil, sehingga perubahan keasaman media fermentasi akan mempengaruhi sitoplasma sel bakteri. pH optimum pembuatan nata berkisar antara 4- 5. Penambahan asam asetat berfungsi untuk menurunkan pH media fermentasi dan digunakan oleh bakteri untuk membentuk asam glukonat. Penambahan asam asetat 25% persen sebanyak 5 ml merupakan kondisi optimum untuk pembentukan nata. 4) Suhu Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah suhu kamar (28°C - 31°C). Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menghasilkan nata yang kurang berkualitas atau aktifitas Acetobacter xylinum terhambat (Pambayun, 2002) 5) Kebutuhan Oksigen Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Wadah yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh ditutup rapat untuk mencukupi kebutuhan oksigen. Udara yang secara langsung mengenai produk nata, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan nata (Pambayun, 2002). 6) Penutup untuk pembuatan nata Penutupan dilakukan menggunakan media kertas bersih untuk menghindari kontaminasi dan mendapatkan pertukaran oksigen (Rony Palungkun, 1993). Selama proses fermentasi wadah harus tertutup rapat agar kotoran yang terbawa udara luar tidak dapat mencemari proses fermentasi. 7) Sumber Cahaya
Menurut Luwiyanti (2001), pembuatan nata pada ruang gelap akan mempercepat pembentukan struktur nata dan lapisan nata yang dihasilkan akan tebal. Ruang gelap yang dimaksud adalah ruang gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung ataupun cahaya lampu. 8) Lama Fermentasi Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan media akan terlihat pada hari ketiga sampai keempat pemeraman. Secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 8-14 hari lapisan tersebut semakin menebal. Pemanenan nata dilakukan setelah lebih dari 8 hari pemeraman. Jika setelah 14 hari tidak dilakukan pemanenan, maka akan terdapat lapisan tipis yang terpisah di bawah lapisan nata yang akan menjadi kurang asam sehingga nata menjadi busuk, akhirnya nata menjadi turun. Selama fermentasi berlangsung media nata tidak boleh digoyang-goyangkan ataupun digerakkan karena akan mengakibatkan pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga didapat lapisan nata yang tipis dan terpisah satu sama lainnya. 9) Sanitasi Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat sanitasi yang tinggi. Sanitasi meliputi : sanitasi perorangan, lingkungan dan peralatan, harus dikontrol dan dijaga agar bakteri tidak terkontaminasi.
2.3 Starter Nata
Starter nata atau disebut biang adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan starter merupakan syarat yang sangat penting, yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter xylinum yang menghasilkan enzim pembentuk nata, disamping itu starter juga berguna sebagai media adaptasi bakteri dari media padat (agar) ke media cair (Lazuardi, 1994). Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah yang memadai dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Media starter biasanya identik dengan media dalam fermentasi nata (Anonymous, 2004).
Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai starter mikroba (Saragih, 2004). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri dapat mencapai pertumbuhan secara optimum. Umur kultur Acetobacter xylinum yang digunakan dalam fermentasi berpengaruh terhadap pembentukan nata. Bakteri asam asetat termasuk mikroorganisme penghasil nata yang dapat membentuk asam asetat melalui proses oksidasi metil alkohol menjadi asam asetat dan mampu mengoksidasi komponenkomponen organik lain, termasuk asam asetat sendiri. Sutarminingsih (2004), menyebutkan bahwa bakteri Acetobacter xylinum dapat diklasiflkasikan dalam golongan: Divisio : Protophyta Kelas : Schizornycetes Ordo : Pseudomonnales Famili : Paseudomonas Genus : Acetobacter Spesies : Acetobacter xylinum Sifat-sifat bakteri Acetobacter xylinum dapat diketahui dari sifat morfologi, sifat fisiologi dan pertumbuhan selnya. 1.Sifat morfologi Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek yang mempunyai panjang 2 µ dan lebar 0,2 µ, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6- 8 sel. Bersifat nonmotil dan dengan pewarnaan Grain menunjukkan gram negatif. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan yang menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose. 2. Sifat fisiologi
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil dan propil alkohol, tidak membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil peruraian protein (indol) dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. 3. Pertumbuhan sel Pertumbuhan sel bakteri didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen didalam sel hidup. Umur sel ditentukan segera setelah proses pembelahan sel selesai, sedangkan umur kultur ditentukan dari lamanya inkubasi. Dalam satu waktu generasi, bakteri akan melewati beberapa fase pertumbuhan sebagai berikut a. Fase Adaptasi Bakteri Acetobacter xylinum tidak akan langsung tumbuh dan berkembang saat dipindahkan ke media baru. Bakteri akan menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya atau disebut dengan fase adaptasi. Meskipun tidak mengalami perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel. Lama fase ni ditentukan oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Fase adaptasi bagi Acetobacter xylinum dicapai antara 0-24 jam atau 1 hari sejak inokulasi. Makin cepat fase ini dilalui, makin efisien proses pembentukan nata yang terjadi. b. Fase Pertumbuhan awal Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Fase ini dilalui dalam beberapa jam. c. Fase pertumbuhan eksponensial Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Untuk bakteri Acetobacter xylinum fase ini dicapai dalam waktu antara 1-5 hari tergantung pada kondisi lingkungan. Bakteri Acetobacter xylinum mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. fase ini sangat menentukan tingkat kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.
d.Fase pertumbuhan Lambat Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang diperlambat karena ketersediaan nutrisi telah berkurang, terdapatnya metabolik yang bersifat toksit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel telah tua. Pada fase ini, pertumbuhan tidak lagi stabil tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak diproduksi pada fase ini. e. Fase Pertumbuhan Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati. Penyebabnya adalah di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit toksit lebih besar dan umur sel semakin tua. Namun, pada fase ini, sel akan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. f. Fase menuju kematian Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya. g. Fase kematian Pada fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, dan hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat didalamnya. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan dan jenis bakteri. Untuk A xylinum, fase ini dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas. Pada fase ini, A xylinum tidak baik apabila digunakan sebagai bibit nata. 2.4 Fermentasi
`
Fermentasi merupakan pengolahan subtrat menggunakan peranan mikroba (jasad renik)
sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki (Muhidin, 2001). Bakteri Acetobacter xylinum akan beradaptasi dengan lingkungan (media) selama 3 hari. Tanda awal tumbuhnya bakteri Acetobacter xylinum dapat dilihat dari keruhnya media cair tadi setelah difermentasi selama 24 jam pada suhu kamar. Lapisan tipis yang tembus cahaya mulai terbentuk di permukaan media dan cairan di bawahnya menjadi semakin jernih setelah difermentasi selama 36-48 jam (Saragih, 2004). Sintesa polisakarida oleh bakteri sangat dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi dan ion-ion tertentu yang dapat mengkatalisasi aktivitas bakteri. Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam
substrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion bivalen seperti Mg2+ dan Ca2+ diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ekstraselluler dan membentuk ikatan dengan polisakarida tersebut. Pada fermentasi nata terjadi hubungan saling membutuhkan antara khamir S.Cerreviceae dengan bakteri Accetobacter xylinum dengan Gluconobacer. Mekanisme dalam fermentasi nata adalah Adanya kandungan karbon dan nitrogen dalam media menstimulasi khamir S.Cerreviceae untuk merombak sukrosa menjadi glukosa dan kemudian difermentasi menjadi alkohol, selanjutnya Accetobacter xylinum dan Gluconobacter mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat sebagai metabolit utama. Bakteri Accetobacter xylinum menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (glukosa) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam media, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata. Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5 dengan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar, dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum maka komponen gula yang terdapat di dalamnya dapat dirubah menjadi suatu subtansi yang menyerupai gel yang tumbuh di permukaan media (Nadiyah, 2005). Efek dari fermentasi akan menghasilkan mikroorganisme pencemar seperti jamur karena sanitasi yang kurang. 2.5 Mutu Nata
Nata yang berkualitas baik dapat dilihat dari dua aspek yaitu, kualitas nata ditinjau dari sifat fisik dan sifat tersembunyi. Sifat fisik yang diukur meliputi indikator, warna, rasa, tekstur, dan aroma. Sedangkan kualitas tersembuyi meliputi nilai gizi, keamanan mikroba, cemaran logam. Berdasarkan sifat fisik ciri-ciri nata dalam kemasan yang berkualitas baik dan berkulitas rendah adalah sebagai berikut : a. Kualitas baik : Tekstur kenyal ( tidak tembus jika ditekan dengan jari), warna putih bersih, permukaan rata, tampak licin dan agak mengkilap, aromanya segar khas nata
b. Kualitas rendah : tekstur lembek, tipis dan berlubang-lubang, warna agak kusam dan berjamur, aroma sangat asam. Berdasarkan sifat tersembunyi karakteristik nata yang berkualitas baik diketahui dari SNI (Standar Nasional Indonesia), adapun syarat-syarat mutu nata menurut SNI no. 01-43171996 yaitu tentang nata dalam kemasan.
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
600 g daging putih semangka 1200 mL air 180 mL starter Acetobacter xylinum ZA (kel 4: 6 g, kel 5: 8 g) 120 g gula pasir Asam asetat glasial
Wadah plastik 20x30x5 cm pH meter Kain saring Kompor Panci
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Cuci daging putih semangka Tambahkan air kemudian haluskan dengan blender Saring dengan kain saring Tambahkan ZA dan gula pasir Panaskan sambil diaduk hingga mendidih Masukkan ke dalam wadah plastik steril Tambahkan asam asetat glasial hingga pH mencapai 4,5 (±10 mL) Tutup dengan kertas koran yang bersih Setelah dingin, inokulasikan dengan starter nata dan homogenkan dengan menggoyangkan wadah secara perlahan (masukkan starter dari ujung wadah) 10. Inkubasi selama 14 hari 11. Nata yang terbentuk dicuci hingga aroma asam hilang/berkurang 12. Uji organoleptik (warna, rasa, aroma, tekstur) dan ukur ketebalan nata 13. Hitung yield =
ℎ () ℎ ()
DAFTAR PUSTAKA