LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II
Pembuatan Nata de Coco
Disusun Oleh :
Binti Uswatin
06121010021
Dosen Pengasuh :
Drs. Made Sukaryawan, M. Si.
Desi, S.Pd., M.T.
PROGRAM STUDI PENDIDIK KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
Praktikum ke : 1
Judul praktikum : Nata de Coco
Tujuan praktikum :
Mengetahui cara pembuatan nata de coco.
Mengetahui mekanisme reaksi yang terjadi pada proses fermentasinya.
Alat dan bahan :
Alat :
Panci - Nampan
Sendok sayur - Kompor
Koran - Saringan
Tali - Timbangan
Bahan :
Air kelapa
Urea
Asam Glasial (96%)
Gula pasir
Bakteri starter
Dasar teori
Nata de coco adalah sejenis jelly kenyal berwarna putih susu atau bening, yang berasal dari proses fermentasi air kelapa. Produk nata de coco ini pada awalnya diproduksi di Filipina. Secara etimologis, nata de coco berarti krim kelapa atau terapung. Proses fermentasi nata de coco dibantu oleh sejenis bakteri bernama Acetobacter xylinum. Enzim yang dihasilkan bakteri nata de coco mengubah gula yang terkandung dalam air kelapa menjadi lembaran-lembaran serat selulosa. Lembaran-lembaran selulosa itu kemudian menjadi padat dan berwarna putih bening yang dinamakan nata.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar , micron, dengan permukaan dinding yang berlendir.Bakteri ini bias membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negative. Bakteri ini tidka membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Factor lain yang dominant mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan pada medium fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan nutrien yang cukup pada medium tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk metabolismenya pun semakin banyak. Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.
Berat sellulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk metabolit sekunder. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan kompak.,berat sellulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya. Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar konsentrasi bekatul pada medium, semakin besar pula kadar serat yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan semakin besar pula kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan metabolit sekunder, yang berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk serat kasar. Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh terhadap kadar serat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O dan N yang berguna untuk menyusun protoplasma). Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk perbanyakan sel. Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium.. Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O. Menurut Mandel (2004) bakteri Acetobacter xylinum bersifat "overoxidizer" yaitu dapat mengubah asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O, apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir. Banyaknya mikroba yang tumbuh pada suatu media sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di medium.
Acetobacter xylinum yang difermentasi di dalam medium dengan suasana asam (pH 4) dan kadar gula yang tinggi akan membentuk nata. Terjadinya peningkatan kadar selulosa diindikasikan sebagai akibat penambahan bekatul yang meningkatkan kadar glukosa pada medium. Menurut Mandel (2004) bakteri Acetobacter xylinumyang ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula akan menggunakan sebagian glukosa untuk aktivitas metabolisme dan 19% gula menjadi selulosa. Selama fermentasi terjadi penurun pH dari 4 menjadi 3. Derajat keasaman medium yang tinggi ini merupakan syarat tumbuh bagi Acetobacter xylinum.Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Pada medium yang asam sampai kondisi tertentu akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme sel menjadi lebih baik, sehingga metabolitnya pun banyak. Penurunan pH medium ini salah satunya disebabkan karena terurainya gula menjadi etanol oleh Acetobacter xylinumyang kemudian berubah menjadi asam asetat seperti pada persamaan reaksi berikut:
Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian. Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pad afase terjadi aktivitas metabolismedan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter Xylinum dalam membentuk nata.
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolic yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fsae in pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak disbanding jumlah sel mati.
Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hamper habis. Setelah nutrisi harbi, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.
Prosedur percobaan
Air Kelapa sebanyak 2 liter dan gula sebanyak 250 gram dipanaskan hingga gula larut dan kemudian di tambahkan dengan urea sebanyak 10 gram, ambilah kotoran-kotoran atau gelembung-gelembungnya. Setelah dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit air kelapa dibiarkan dingin dan kemudian di tambahkan dengan asam asetat. Air kelapa yang telah siap di pindahkan ke dalam baki / kotak plastik steril, lalu ditambahkan stater kedalamnya secara pelan-pelan. Kemudian tutup dengan Koran yang sudah diopen hingga tidak ada lagi udara yang dapat masuk atau keluar, lalu didiamkan selama 2 minggu.
Simpan baki / kotak plastik ditempat yang baik dengan sirkulasi udara yang bagus, suhu ruang berkisar 28 - 30 derajat Celsius. Setelah 1 – 2 minggu, air kelapa yang semula cair sekarang sudah menjadi padat (nata de coco) berupa lembaran. Setelah pemeraman selesai, nata dipanen, dicuci, dihilangkan asamnya dengan perebusan atau perendaman dalam air selama tiga kali (air diganti tiap hari).
Nata kemudian dipotong-potong dan direbus kembali, ditiriskan. Perebusan selanjutnya dalam larutan gula 40% selama 30-45 menit. Dibiarkan semalam dalam larutan gula. Selanjutnya nata siap dikonsumsi.
Hasil pengamatan
Perlakuan
Hasil Pengamatan
Air Kelapa + CO(NH3)2 + Gula
2 L : 10 gr : 250 gr
Dipanaskan
Air Kelapa + Gula + CO(NH3)2 Larutan (I)
(Agak Keruh) : (Putih) : (Putih) (Bening Kekuningan)
Larutan Dingin (I) + Asam Cuka 25% (40 mL)
Larutan (I) + Asam Cuka Larutan bening kekuningan dengan rasa asam (II)
(Bening Kekuningan) (Bening)
Larutan (II) + Starter
200 mL
Larutan (II) + Starter Larutan (III)
(Bening Kekuningan) (Putih Keruh) (Bening Kekuningan)
Larutan (III) disimpan
Larutan (III)
(Setelah 7 Hari penyimpanan)
Terbentuk lapisan padat (Nata) berwarna putih kekuningan dengan ketebalan 0,7 cm.
Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi pembentukan selulosa pada Nata de Coco:
Sukrosa α-D-glukosa β-D-fruktosa
α-D-glukosa β-D-glukosa
β-D-glukosa β-D-glukosa
Ikatan 1,4-β-glikosida (selulosa)
Reaksi Polimerisasi terbentuknya selulosa :
Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu pembuatan Nata de coco. Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil yang lumayan memuaskan. Pada pembuatan nata, air kelapa yang digunakan harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam asetat. Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai suplemen pembuatan nata de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa karbohidrat sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata. Proses pembuatan nata oleh bakteri A. xylinum merupakan kegiatan sintesa selulosa yang dikatalis oleh enzim pensintesis selulosa yang terikat pada membran sel bakteri.
Untuk menghasilkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu menggunakan media yang dapat mendukung aktivitas Acetobacter xylinum untuk memproduksi selulosa ekstraseluler atau yang kemudian disebut nata de coco. Proses terbentuknya nata adalah sebagai berikut sel-sel Ace-tobacter Xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa. Bibit nata sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan nama Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum merupakan salah satu contoh bakteri yang menguntungkan bagi manusia seperti halnya bakteri asam laktat pembentuk yoghurt, asinan dan lainnya.
Aktivitas dari Acetobacter xylinum dalam memproduksi nata de coco. Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon dan Nitrogen, melalui proses yang terkontrol. Sehingga bakteri tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Nata yang dihasilkan tentunya bisa beragam kualitasnya. Nata de coco akan berkualitas baik apabila air kelapa yang digunakan memenuhi standar bahan nata, dan prosesnya dikendalikan dengan cara yang benar berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum yang digunakan. Penambahan asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organic dan anorganik lain bias digunakan.
Penambahan urea dan gula adalah sebagai sumber nutrisi pada proses pembuatan nata, karena nutrisi akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bias berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum yaitu pada suhu 28 – 31 0 C. bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi zat-zat yang tidak diinginkan sehingga akan membuat nata de coco gagal membentuk lapisan.
Dalam percobaan ini kami mengalami sekali kegagalan. Penyebabnya penambahan asam glasial yang kebanyakan, sehingga pH pada media tidak cocok untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum dan juga air kelapa yang digunakan adalah air kelapa muda (tidak memenuhi standar untuk pembuatan nata). Selain itu, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam memproduksi nata de coco yakni adanya kontaminasi dari zat ataupun unsur lain yang tidak seharusnya, media untuk nata de coco terlalu sering terkena goncangan, wadah yang digunakan untuk pembiakan kurang steril sehingga masih ada bakteri-bakteri lain, dan masih banyak lagi faktor lain yang dapat menyebabkan kegagalan.
Kesimpulan
Nata de coco ialah sejenis makanan fermentasi yang dibuat dengan bahan dasar air kelapa.
Nata de coco dihasilkan oleh aktivitas bakteri Acetobacter xylinum.
Penyaringan air kelapa untuk membebaskan air kelapa dari kotoran yang tidak diinginkan
Penambahan urea dan gula adalah sebagai sumber nutrisi pada proses pembuatan nata, karena nutrisi akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum
Daftar Pustaka
Anonim. 2014. Praktikum Biologi Terapan. (online). http://biologi-indonesia.blogspot.com/2014/10/praktikum-biologi-terapan-pembuatan_68.html. diakses 25 Februari 2015
Anonim . 2013. Laporan Praktikum Bioteknologi. (online). http://kyonktara.blogspot.com/2013/04/laporan-praktikum-bioteknologi_20.html . diakses 25 Februari 2015
Hastuti. 2010. Pembuatan Nata de Coco. (online). http://hastuti.wordpress.com/membuatnata.html. diakses 25 Februari 2015
Novrischa, Dinda. 2010. Pembuatan Nata de Coco. http://dindan.blogspot.com/nata/2010.html. diakses 25 Februari 2015