11
KASUS EMERGENSI
Topik :
Tanggal Kasus : 07 Juni 2017
Presenter : dr. Alfaa Fahmi Azizi
Tanggal Presentasi : 2017
Pendamping : dr. Muhammad Ridho, MARS
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Kota Kendari
Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi
Pasien laki-laki berusia 55 tahun mengalami nyeri pinggul setelah terjatuh. Susah untuk berjalan dan berdiri. TD 160/100 mmHg.
Tujuan
Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan fraktur femur
Bahan Bahasan
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
Email
Pos
Data Pasien
Nama : Tn. L
No. Registrasi : 05 22 57
Nama RS : RS Bhayangkara Kota Kendari
Telp :
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis :
Fraktur femur tertutup sinistra
Pasien laki-laki berusia 55 tahun datang ke rumah sakit dengan nyeri pinggul terutama sebelah kiri setelah terjatuh dengan posisi terduduk, bertambah nyeri jika tungkai digerakkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, status lokalis area pelvis tampak kemerahan pada pinggul kiri, tidak ada edema, tidak ada krepitasi.
Riwayat Pengobatan :
Pasien mengkonsumsi obat antihipertensi dan tidak berobat teratur.
Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak ± 5 tahun yang lalu dan Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 4 tahun yang lalu.
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan :
Pasien adalah seorang PNS
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama anak di rumah permanen.
Riwayat Imunisasi : Pasien lupa riwayat imunisasi sebelumnya
Daftar Pustaka :
Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. 3. Jakarta: EGC; 2011. Hal.
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 6th ed. United states: Saunders; 2011. P 476
Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Riset kesehatan dasar. 2013. Hal. 85 – 90
Snell RS. Clinical Anatomy by Region. 9th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. P. 455 – 84
Aukerman, Douglas F. Femur Injuries and Fractures. Retrieved October 20th, 2015, available at: http://emedicine.medscape.com/article/90779over-view#showall
Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Ed.7. Jakarta: Widya Medika; 1995. Hal.
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT Yarsif Watampone; 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364
Fractures of the femur. Retrieved October 20th, 2015, available at : http://orthoanswer.org/hip/femur-fractures/causes.html
Keany JE. Femur Fracture. Retrieved October 20th, 2015, available at : http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall
Karadsheh M, Tayler B. Femoral shaft fractures. Retrieved October 21st, 2015, available at : http://www.orthobullets.com/trauma/1040/femoral-shaft-fractures
American College of Surgeon Committee of Trauma (ACSCOT). 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctor. Chicago: ATLS Student Course Manual.
Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W. Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Ed. United states: Mosby Elsevier. 2007. Page 408-410
Hasil Pembelajaran :
Definisi fraktur femur
Etiologi
Faktor resiko
Patofisiologi
Diagnosis
Penatatalaksanaaan
Prognosis
Edukasi pasien dan keluarga
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN
Subjektif :
Pasien laki-laki datang dengan keluhan dengan nyeri pinggul terutama sebelah kiri setelah terjatuh dengan posisi terduduk, bertambah nyeri jika tungkai digerakkan.
BAB biasa dan BAK lancar
Riwayat trauma (+)
Riwayat Hipertensi (+) sejak ± 5 tahun yang lalu, pasien tidak berobat teratur
Riwayat DM (+) sejak ± 4 tahun yang lalu, pasien tidak berobat teratur.
Riwayat stroke (+) ejak 3 bulan yang lalu.
Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.
Objektif :
Vital Sign
Keadaan umum : sakit sedang, komposmentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Frekuensi nadi : 80x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu : 36,50C
Pemeriksaan Generalis
Kepala : Normocephal.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks :
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat.
P : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS ICS V.
P : Batas jantung normal.
A : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-).
Paru
I : Gerak dada simetris kiri dan kanan.
P : Fremitus dada kiri dan kanan sama.
P : Sonor.
A : Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
Abdomen : supel, peristaltik kesan normal, NT (-), timpani (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik.
Status Neurologis
Kesadaran : komposmentis; GCS : E4 V5 M6
Pemeriksaan Nervus cranialis : Pupil bulat isokor, ukuran 2,5mm/2,5mm, RCL +/+, RCTL +/+-, kesan parese N.XII dekstra tipe sentral.
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk (-)
Motorik :
Kekuatan 5555 4444 Pergerakan n Tonus n n
5555 4444 n n n
Refleks fisiologis + +
+ +
Refleks patologis Refleks babinski -/-
Sensorik : dalam batas normal
Status lokalis
Regio femoris sinistra
Look : tidak ada deformitas, ada edema, ada hematoma, tidak ada perdarahan
Feel : ada nyeri tekan, pulsasi arteri dorsalis pedis sinistra teraba, sensibilitas kesan normal, capillary refill time <2"
Move : gerakan aktif sulit dinilai karena nyeri, gerakan pasif tidak dilakukan.
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Leukosit : 16 x103/mm3
Eritrosit : 4.85x106/mm3
Hb : 14,1 gr/dl
Hematokrit : 41.5 %
Trombosit : 171.000/mm3
Kimia Darah
GDS : 220 mg/dl
Foto pelvis AP
Fraktur komplit collum femoris sinistra, bagian distal displace ke superior
Tidak tampak tanda-tanda osteomyelitis
Celah sendi tidak menyempit
Jarngan lunak swelling
Assessment :
Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki, usia 55 tahun. berdasarkan autoanamnesis, pasien mengeluh nyeri pinggul terutama sebelah kanan setelah terjatuh dengan posisi terduduk, bertambah nyeri jika tungkai digerakkan. Terdapat riwayat trauma, keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien, dari keluhan yang disampaikan pasien tersebut secara umum merupakan manifestasi klinik dari gangguan yang disebabkan oleh fraktur, yaitu fraktur femur. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan Diabetesmellitus tupe 2 sejak 4 tahun yang lalu tetapi tidak berobat dengan teratur. Dari pemeriksaan fisik pasien keadaan umum sakit sedang, dengan tekanan darah 160/100 mmHg yang menunjukkan adanya hipertensi, nadi 80x/menit, nafas 20x/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan status neurologis, ditemukan adanya parase N.cranialis XII, pemeriksaan ekstremitas motorik mengalami kelemahan pada ekstremitas kanan dan sensorik dalam batas normal, yang emnunjukkn adanya riwayat terkena stroke.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan hasil darah rutin abnormal, kimia darah erutama gula darah sewaktu meningkat dan foto pelvis AP tampak fraktur komplit collum femoris sinistra.
Diagnosis :
Fraktur femur komplit sinitra
Hipertensi grade 2
Diabetes mellitus tipe 2
Plan :
Tatalaksana :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1gr vial/12 jam/ iv
Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ iv
Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam/ iv
Amlodipin tab 10 mg 1 dd 1
Glimepirid 1mg 1 dd 1
Edukasi :
Kepada pasien dan keluarganya dijelaskan bahwa penyakit yang diderita pasien adalah Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma berat; kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Dijelaskan bahwa kondisi pasien saat ini harus dirawat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut agar tidak mendapatkan komplikasi lebih lanjut. Selama masa perawatan pasien harus istirahat total di tempat tidur, pasien dapat makan seperti makanan biasa yang sehat dan bergizi dengan mengurangi konsumsi garam, pasien juga harus menghindari stres dan diupayakan berada dalam kondisi yang nyaman.
Konsultasi :
Telah dilakukan konsultasi kepada dokter spesialis ortopedi dan penyakit dalam.
FOLLOW UP
(Tanggal 8/6/2017)
S : Nyeri pinggul, BAK lancar, belum BAB.
O : KU: sakit sedang
Kesadaran : komposmentis; GCS E4V5M6
TD : 160/100 mmHg FP : 20 x/m
FN : 80 x/m S : 36,70C
Pemeriksaan fisik
- Motorik :
Kekuatan 5555 4444 Pergerakan n Tonus n n
5555 4444 n n n
- Sensorik : dbn
Regio femoris sinistra
Inspeksi : tidak ada deformitas, ada edema, ada hematoma, tidak ada perdarahan
Palpasi : ada nyeri tekan, pulsasi arteri dorsalis pedis sinistra teraba, sensibilitas kesan normal, capillary refill time <2"
ROM : gerakan aktif sulit dinilai karena nyeri, gerakan pasif tidak dilakukan
A :
Fraktur femur komplit sinitra
Hipertensi grade 2
Diabetes mellitus tipe 2
P : - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr vial / 12 jam/ iv
- Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ iv
- Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam/ iv
- Amlodipin tab 10 mg 1 dd 1
- Glimepirid 1 mg 1 dd 1
(Tanggal 9/6/2017)
S : Nyeri pinggul, BAK lancar, BAB biasa.
O : KU: sakit sedang
Kesadaran : komposmentis; GCS E4V5M6
TD : 140/90 mmHg FP : 22 x/m
FN : 88 x/m S : 370C
Pemeriksaan fisik
- Motorik :
Kekuatan 5555 4444 Pergerakan n Tonus n n
5555 4444 n n n
- Sensorik : dbn
Regio femoris sinistra
Inspeksi : tidak ada deformitas, ada edema, ada hematoma, tidak ada perdarahan
Palpasi : ada nyeri tekan, pulsasi arteri dorsalis pedis sinistra teraba, sensibilitas kesan normal, capillary refill time <2"
ROM : gerakan aktif sulit dinilai karena nyeri, gerakan pasif tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin
Leukosit : 14,9 x103/mm3
Eritrosit : 4.07x106/mm3
Hb : 11,8 gr/dl
Hematokrit : 33,6 %
Trombosit : 134.000/mm3
Kimia Darah
GDS : 238 mg/dl
A :
Fraktur femur komplit sinitra
Hipertensi grade 2
Diabetes mellitus tipe 2
P : - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr vial/ 12 jam / iv
- Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ iv
- Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam/ iv
- Amlodipin tab 10 mg 1 dd 1
- Inj. Novorapid 1 x 4 unit /IM
- Direncanakan operasi
(Tanggal 10/6/2017)
S : Nyeri pinggul, BAK lancar, BAB biasa.
O : KU: sakit sedang
Kesadaran : komposmentis; GCS E4V5M6
TD : 140/80 mmHg FP : 20 x/m
FN : 88 x/m S : 370C
Pemeriksaan fisik
- Motorik :
Kekuatan 5555 4444 Pergerakan n Tonus n n
5555 4444 n n n
- Sensorik : dbn
Regio femoris sinistra
Inspeksi : tidak ada deformitas, ada edema, ada hematoma, tidak ada perdarahan
Palpasi : ada nyeri tekan, pulsasi arteri dorsalis pedis sinistra teraba, sensibilitas kesan normal, capillary refill time <2"
ROM : gerakan aktif sulit dinilai karena nyeri, gerakan pasif tidak dilakukan
A :
Fraktur femur komplit sinitra
Hipertensi grade 2
Diabetes mellitus tipe 2
P : - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr vial/ 12 jam / iv
- Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ iv
- Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam/ iv
- Amlodipin tab 10 mg 1 dd 1
- Inj. Novorapid 1 x 4 unit /IM
- pasien menolak operasi
(Tanggal 11/6/2017)
S : Nyeri pinggul berkurang, BAK lancar, BAB biasa.
O : KU: sakit sedang
Kesadaran : komposmentis; GCS E4V5M6
TD : 130/80 mmHg FP : 20 x/m
FN : 87 x/m S : 370C
Pemeriksaan fisik
- Motorik :
Kekuatan 5555 4444 Pergerakan n Tonus n n
5555 4444 n n n
- Sensorik : dbn
Regio femoris sinistra
Inspeksi : tidak ada deformitas, ada edema, ada hematoma, tidak ada perdarahan
Palpasi : ada nyeri tekan, pulsasi arteri dorsalis pedis sinistra teraba, sensibilitas kesan normal, capillary refill time <2"
ROM : gerakan aktif sulit dinilai karena nyeri, gerakan pasif tidak dilakukan
A :
Fraktur femur komplit sinitra
Hipertensi grade 2
Diabetes mellitus tipe 2
P : - Aff infus
- Ranitidine tab 150mg 2 dd 1
- Amlodipin tab 10 mg 1 dd 1
- Inj. Novorapid 1 x 4 unit /IM
- pasien dipulangkan
FRAKTUR FEMUR
A. ANATOMI REGIO FEMORALIS
Gambar 1. Anatomi femur2
Tulang femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat yang dimiliki tubuh yang berfungsi penting untuk mobilisasi atau berjalan. Tulang femur terdiri dari tiga bagian, yaitu corpus femoris atau diafisis, metafisis proksimal, dan distal metafisis. Corpus femoris berbentuk tubular dengan sedikit lengkungan ke arah anterior, yang membentang dari trochanter minor melebar ke arah condylus. Selama menahan berat tubuh, lengkung anterior menghasilkan gaya kompresi pada sisi medial dan gaya tarik pada sisi lateral. Struktur femur adalah struktur tulang untuk berdiri dan berjalan, dan femur menumpu berbagai gaya selama berjalan, termasuk beban aksial, membungkuk, dan gaya torsial. Selama kontraksi, otot-otot besar mengelilingi femur dan menyerap sebagian besar gaya.1
Kompartemen merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran dan fascia yang melibatkan jaringan otot, pembuluh darah, dan syaraf. Terdapat tiga kompartemen pada regio femoralis, yaitu anterior, medial, dan posterior. Pada kompartemen anterior terdiri dari m. rectus femoris, m. vastus intermedius, m. vastus medialis yang dibatasi oleh tulang femur, septum intermusculare lateral, medial dan fascia lata. Serta dipersarafi oleh nervus femoralis. Pada kompartemen medial terdiri dari m. gracilis, m. sartorius, m. adductor manus, m. adductor longus yang dibatasi oleh tulang femur, fascia lata dan dipersarafi oleh nervus ischiadicus serta diperdarahi oleh arteri perforans. Pada kompartemen posterior terdiri dari m. biceps femoris, semitendinosus, semimembranosus yang dibatasi oleh tulang femur, septum intermusculare lateral, medial dan fascia lata dan dipersarafi oleh nervus tibialis.4
Gambar 2. Kompartemen regio femoralis4
B. DEFINISI
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma berat; kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus dapat menimbulkan fraktur.1,6
C. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebab terjadinya, fraktur femur dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan besar energi penyebab trauma, yaitu:8
High energy trauma atau trauma karena energi yang cukup besar, jenis kecelakaan yang menyebabkan terjadinya fraktur jenis ini antara lain adalah trauma kecelakaan bermotor (kecelakaan sepeda motor, kecelakaan mobil, pesawat jatuh, dsb); olahraga—terutama yang olahraga yang berkaitan dengan kecepatan seperti misalnya: ski, sepeda balap, naik gunung; jatuh, jatuh dari tempat tinggi; serta luka tembak.8
Low energy trauma atau trauma karena energi yang lemah, karena struktur femur adalah sturktur yang cukup kuat, ada kecenderungan trauma karena energi yang lemah lebih disebabkan karena tulang kehilangan kekuatannya terutama pada orang-orang yang mengalami penurunan densitas tulang karena osteoporosis; penderita kanker metastasis tulang dan orang yang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang juga beresiko tinggi mengalami fraktur femur karena kekuatan tulang akan berkurang.8
Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari fraktur femur adalah tekanan atau trauma yang berulang. Trauma jenis ini mengakibatkan jenis fraktur yang berbeda karena biasanya terjadi secara bertahap. Trauma tekanan berulang mengakibatkan kerusakan internal dari struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini seringkali terjadi pada atlet atau pada militer yang menjalani pelatihan yang berat. Fraktur jenis ini biasanya mempengaruhi area corpus femoris.8
D. PATOFISIOLOGI
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami fraktur, kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah harus diketahui terlebih dahulu. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).11
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan akibat trauma yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan sedangkan trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan extensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.11
Tekanan pada tulang dapat berupa: (1) tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, (2) tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, (3) tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, (4) kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada vertebra, (5) trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z, (6) trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.6
E. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
Berdasarkan klasifikasi Winguist-Hansen yang didasarkan pada pola dasar fraktur dan derajat kestabilannya—meskipun sekarang lebih digunakan untuk menentukan derajat kominutif dari fraktur, fraktur corpus femoris dapat diklasifikasikan sebagai berikut:6,10
tipe 0—non kominutif—termasuk didalamnya fraktur transfersal, oblik, dan spiral,
tipe I—kominutif non signifikan atau fragmen kecil,
tipe II—fragmen besar dengan aposisi kortikal sampai dengan 50%,
tipe III—fragmen besar dengan aposisi kortikal kurang dari 50%,
tipe IV—fraktur segmental, tidak ada kontak antara fragmen distal dan fragmen proksimal.
A B C D E
Gambar 3.A tipe 0, B tipe I, C tipe II, D tipe III, E tipe IV6,10
F. DIAGNOSIS
Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma; pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan imaging menggunakan foto polos sinar-x.6
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda-tanda syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien terancam, lakukan resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien. Setelah kondisi pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi lain, misalnya pada fraktur patologis sebagai salah satu penyebab terjadinya fraktur.6
Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining awal dilakukan. Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:6
a. Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
b. Palpasi/Raba (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan palpasi adalah sebagai berikut:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
2. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.6
3. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya fraktur sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur, untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk melihat benda asing misalnya peluru, dan tentunya untuk menentukan teknik pengobatan atau terapi yang tepat.6
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two, yaitu: dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi.6
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum
Pengobatan bedah ortopedi secara umum mengikuti prinsip dasar pengobatan penyakit lainnya dan berpedoman kepada hukum penyembuhan (law of nature), sifat penyembuhan, serta sifat manusia pada umumya. Disamping pemahaman tentang prinsip dasar pengobatan yang rasional, metode pengobatan disesuaikan pula secara individu terhadap setiap penderita. Pengobatan yang diberikan juga harus berdasarkan alasan mengapa tindakan ini dilakukan serta kemungkinan prognosisnya.6
Secara umum prinsip pengobatan bedah ortopedi adalah6
Jangan mebuat keadaan lebih buruk bagi penderita iatrogenik
Pengobatan berdasarkan pada diagnosis dan prognosis yang tepat
Pilih jenis pengobatan yang sesuai dengan keadaan penyakit penderita
Ciptakan kerja sama yang baik tanpa melupakan hukum penyembuhan alami
Pengobatan yang praktis dan logis
Pilih pengobatan secara individu
Jangan melakukan pengobatan yang tidak perlu.
Metode pengobatan kelainan ortopedi
Pada umumnya penanganan pada bidang bedah ortopedi dapat dibagi dalam tiga cara, yaitu:6
1. Konservatif
Sekurang-kurangnya 50% penderita (tidak termasuk fraktur) tidak memerlukan tindakan pengobatan dan hanya diperlukan penjelasan serta nasihat-nasihat seperlunya dari dokter. Tapi tidak jarang penderita belum merasa puas bila hanya diberikan nasihat (terutama oleh dokter umum) sehingga perlu dirujuk kedokter ahli bedah tulang untuk penjelasan rinci tentang penyakit yang diderita dan prognosisnya.
2. Pengobatan non-operatif
a. Bed rest
Bed rest merupakan salah satu jenis metode pengobatan, baik secara umum ataupun hanya lokal dengan mengistirahatkan anggota gerakDtulang belakang dengan cara-cara tertentu.
b. Pemberian alat bantu
Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, aluminium atau gips, berupa bidai, gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat atau alat jalan lainnya. pemberian alat bantu bertujuan untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang mengalami gangguan, untuk mengurangi beban tubuh, membantu untuk berjalan, untuk stabilisasi sendi atau untuk mencegah deformitas yang ada bertambah berat.
Alat bantu ortopedi yang diberikan bisa bersifat sementara dengan menggunakan bidai, gips pada badan (gips korset), bisa juga untuk pemakaian jangka waktu lama/permanen misalnya pemberian ortosis, protesa, tongkat atau pemberian alat jalan lainnya untuk menyangga bagian-bagian dari anggota tubuh/ anggota gerak yang mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada penderita.
c. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan dalam bidang ortopedi meliputi
Obat-obat anti bakteri
Obat-obat anti inflamasi
Analgetik dan sedative
Obat-obat khusus
Obat0obat sitostatika
Vitamin
Injeksi local
3. Pengobatan operatif
a. Osteosintesis
Osteosintesis adalah operasi tulang untuk menyambung dua bagian tulang atau lebih dengan menggunakan alat-alat fiksasi dalam seperti plate, screw, nail plate, wire/k-wire. Teknik osteosintesis yang terkenal adalah metode AO-ASIF (Association for the Study of Internal Fixation) yang mengadakan kursus secara teratur di Darvos, Swistzerland. Prinsip dasar metode ini adalah fiksasi rigid dan mobilisasi dini pada anggota gerak.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur femur cukup beragam tergantung lokasi dan tingkat keparahan fraktur. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:12
1. Infeksi
Pada kasus fraktur terbuka, dimana tulang merobek jaringan kulit, ada kemungkinan resiko infeksi. Resiko infeksi ini dapat berkurang dengan pemberian antibiotik.
2. Permasalahan dalam penyembuhan tulang
Jika pada proses penyembuhan angulasi tulang tidak baik serta timbul iritasi pada bagian tulang yang patah akibat terjadinya infeksi, proses penyembuhan tulang dapat terhambat bahkan membutuhkan terapi operatif lebih lanjut.
3. Kerusakan saraf
Kerusakan saraf paska fraktur femur terbilang jarang, namun kerusakan saraf pada fraktur femur dapat menyebabkan mati rasa serta kelemahan yang persisten.
4. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen jarang terjadi pada fraktur femur, namun ini dapat terjadi sehingga resiko terjadinya sindrom kompartemen harus selalu diantisipasi. Sindrom kompartemen teradi akibat kompresi nervus, pembuluh darah, dan otot di dalam spatium tertutup atau kompartemen di dalam tubuh. Sindrom kompartemen terjadi pada tungkai yang mengalami inflamasi dan perdarahan selama trauma yang sering diasosiasikan dengan fraktur. Jika sindrom kompartemen terjadi, maka dibutuhkan tindakan bedah segera
Berikut adalah hal yang perlu diperhatikan untuk identifikasi dini terjadinya sindrom kompartemen:
Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat
Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan tanpa cedera luar atau fraktur yang jelas
Reevaluasi yang sering sangat penting
Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko terjadinya kejadian sindrom kompartemen
Nyeri merupakan tanda awal dimulainya iskemia kompartemen, terutama nyeri pada tarikan otot pasif f.
Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut, setelah kerusakan yang menetap terjadi.
5. Komplikasi operatif
Komplikasi operatif biasanya terjadi karena kegagalan plate atau piranti keras untuk menstabilisasi tulang, atau bagian piranti keras yang menonjol mengakibatkan iritasi dan nyeri.
I. PROGNOSIS
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuhtanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulangmengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadaisampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.7