Trochanteric fraktur
Diklasifikasikan menjadi 4 tipe (1) Tipe 1: fraktur melewati trokanter ma yor dan minor tanpa pergeseran; (2) Tipe 2: fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor; (3) Tipe 3: fraktur disertai fraktur komunitif; (4) Tipe 4: fraktur disertai fraktur spiral Femoral Shaft fraktur
Klasifikasi OTA: (1) Tipe A: Simple fraktur, antara lain fraktur spiral, oblik, transversal; (2) Tipe B: wedge/butterfly comminution fraktur; (3) Tipe C: Segmental com munition Klasifikasi Winquist-Hansen: (1) Type 0: no communition; (2) Tipe 1: 25% b utterfly; (3) Tipe 2: 25-50% butterfly; (4) Tipe 3: >50% communition; (5) tipe segmental ; (6) T ipe 5 : segmental dengan bone loss Supracondylar/Intercondylar Femoral fraktur (Distal Femoral fraktur)
Klasifikasi Neer, Grantham, Shelton (1) Tipe 1: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk 1; (2) Tipe II A : fraktur suprakondiler dan kondiler den gan sebagian metafise (bentuk Y); Tipe II B : bagian metafise lebih kecil; (3) fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler tidak total Untuk penegakkan diagnosis diperlukan diperlukan pemeriksaan fisik. Pada fraktur tipe femoral neck dan trochanteric, ditemukan pemendekkan dan rotasi eksternal. Selain itu ditemukan nyeri dan bengkak. Juga dinilai gangguan sensoris daerah jari I dan II, juga pulsasi arteri distal. Untuk pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen posisi anteroposterior dan lateral. Sedangkan pemeriksaan laboratorium antara lain hemoglobin, leukosit, trombosit, CT, BT. c. Indikasi Operasi Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica. Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails atau plate dan screw. Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, p rinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6 minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum. Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa pemasangan skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan pin, plate dan screw atau
1. Tanpa stabilitas longitudinal femur,otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak. 2.
Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis.
3. Beban beratkaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna 4.
Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah sehingga terjadi pembengkakan.
E. KOMPLIKASI
1. Peradarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. 2. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dandebridement tidak memadai 3. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak diantara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna. 4.
Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas harus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.
5. Trauma arteri dan saraf jarang tetapi mungkin terjadi
F. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Fraktur femur
Penatalaksanaan fraktur femur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spicacasting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dari cara-cara berikut: a.
Traksi
1. Tanpa stabilitas longitudinal femur,otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak. 2.
Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis.
3. Beban beratkaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna 4.
Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah sehingga terjadi pembengkakan.
E. KOMPLIKASI
1. Peradarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. 2. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dandebridement tidak memadai 3. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak diantara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna. 4.
Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas harus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.
5. Trauma arteri dan saraf jarang tetapi mungkin terjadi
F. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Fraktur femur
Penatalaksanaan fraktur femur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spicacasting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dari cara-cara berikut: a.
Traksi
Comminuted fracture dan fraktur yang baik tidak sesuai untuk intramedullary nailing paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang dipasang melaluitibial pin. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spame otot dan mencegah pemendekan dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. b. Fiksasi Interna Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologis memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi diantara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderitadapat diimobilisasikan cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliputi anestesi, trauma bedah tambahan danrisiko infeksi. Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengantrauma yang minimal, tetapi paling sesuai untul fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankanpanjang dan rotasi. c.
Fiksasi Eksterna Bila fraktur yang dirawat dengantraksi stabildan massa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga co cok untuktindakan ini.
2. Perawatan Klien Fraktur
a.
Perawatan klien dengan fraktur tertutup Klien dengan fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Klien diajari bagaimana mengontrol. Pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Mereka didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin. Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat, dan untuk meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan, menggunakan alat bantu (misalnya: tongkat, walker).
Klien diajari mengenai bagaimana menggunakan alat tersebut dengan aman. Perencanaan dilakukan untuk membantu klien menyesuaikan lingkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan keamanan pribadi, bila perlu. p erlu. Pengajaran klien meliputi perawatan diri, informasi obatobatan. b. Perawatan klien fraktur terbuka Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka memanjang sampai permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi seperti: osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Luka dibersihkan, didebridemen (benda asing dan jaringan mati diangkat), dan diirigasi. Dilakukan usapan luka untuk biakan dan kepekaan. Mungkin perlu dilakukan grapt tulang untuk menjembatani defek, namun harus yakin bahwa jaringan resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi penyatuan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doegoes,dkk (1999) pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur 1. Scan tulang, tomogram, magnetic resonance imaging (MRI) memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak. 2. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler 3. Profil koagulasi 4. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranafusi multiple atau cairan hati.
DAFTAR PUSTAKA Apley, A.C & Solomon, L. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, ed 7. Jakarta: Widya Medika. Capernito, Linda Juall. 1993. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, ed 6. Jakarta: EGC. Doengoes, M.E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed 3. Jakarta: EGC. Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 2. Jakarta: EGC.
Harnowo, S. 2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Widya Medika. Hidayat, Aziz.A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Long, B.C. 1988. Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung: Yayasan IAPK Padjajaran. Price, S A & Wilson, L M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, jilid 2. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedok teran, ed 3, jilid 2. Jakarta: Aesculapius. Labels:Muskuloskeletal Asuhan keperawatan Fraktur Femur atau patah tulang berikut kami hadirkan secara lengkap sebagai referensi Anda dalam menyusun Askep Fraktur Femur. Askep Fraktur berikut kami dapatkan dari Ners Raiz seorang perawat profesional. Untuk lebih jelasnya silahkan untuk simak kelanjutan dari informasi berikut dibawah ini : Asuhan Keperawatan (ASKEP) Fraktur Femur
A. Konsep dasar i. Definisi Fraktur adalah diskonmtunuitas struktur pada tulang (sylvia anderson, 199 5 : 261). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (marilynn e. Doenges, 2000 : 761). Faraktur femur 1/3 distal adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas tulang femur pada bagian ujung.
Sinistra adalah bagian badan tubuh sebelah kiri sedangkan dextra adalah bagian tubuh sebelah kanan. Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentuk an sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih be sar dari yang dapat diabsorbsinya. (brunner & suddart, 2000), dari beberapa pengertian diatas, disimpulkan bahwa pengertian fraktur femur 1/3 distal sinistra adalah terputusnya kontinuitas struktur tulnag femur kiri pada 1/3 bagian ujung. ii. Etiologi Etiologi patah tulang menurut barbara c. Long adalah
Fraktur akibat peristiwa trauma -jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan - tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya. Fraktur patologis - adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau ostepororsis.
iii. Patofisiologi Barbara c. Long menguraikan bahwa ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila ditekan atau digerakkan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan syok neurogenik. Sedangkan kerusakan pada system persarafan, akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah yang cidera. Kerusakan pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh karena trauma atau mecuatnya fragmen tulang yang patah. Apabila kulit robek an luka memiliki hubungan dengan tulang yang patah maka dapat mengakibatkan kontaminasi sehingga resiko infeksi akan sangat besar. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan b erfungsi sebagai jala jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk me mbentuk tulang sejati. (corwin, 2000 : 299).
iv. Penatalaksanaan
Reposisi, mengembalikan allgment dapat dicapai dengan manipulasi tertutup atau operasi terbuka. Immobilisasi, mempertahankan posisi Fiksasi eksterna (gips dan traksi) Fiksasi interna (orif), dengan lempeng logam (plate) dan nail yang melintang pada cavum medularis tulang. Rehabilitasi mengembalikan fungsi normal bagian yang cidera.
v. Komplikasi
Deformitas ekstremitas Perbedaan panjang ekstremitas Keganjilan pada sendi Keterbatasan gerak Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa Perburukan sirkulasi Ganggren Kontraksi iskemik volkmann Sindrom kompartemen
vi. Tanda dan gejala 1. Deformitas - daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
Rotasi pemendekan tulang Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur 3. Echumosis dari perdarahan subculaneous 4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur 5. Tenderness/keempukan 6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan. 7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusakn ya saraf/perdarahan) 8. Pergerakan abnormal 9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah 10. Krepitasi (black, 1993 : 199). Vii. Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis frak tur secara - mengetahui tempat dan type fraktur biasanya diambil sebelum langsung dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik. Skor tulang tomography, skor c1, mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
Hitung darah lengkap ht mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) peningkatan jumlah sdp adalah respon stres normal setelah trauma Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (doenges, 1999 : 76 ).
B. Asuhan keperawatan fraktur i. Pengkajian pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, verifikasi / pembuktian dan komunikasi data tentang pasien (patricia a. Potter). Pengkajian ini meliputi data-data tentang :
Informasi biografikal / biodata adalah data factual demografik pasien, meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nama dan alamt anggota keluarga, status perkawinan, agama dan ketaatan pelaksanaannya, pekerjaan, sumber perawatan kesehatan dan tipe asuransi yang dimiliki. Alasan membutuhkan perawatan kesehatan / keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit yang lalu, riwayat keluarga, riwayat lingkungan dan riwayat psikososial.
C. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgen = menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma. Scan tulang = tomogram, scan ct / mri, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram = dilakukan bila kerusakan vaskul er dicurigai. Hitung darah lengkap = hitung mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh trauma multiple), peningkatan jmlah leukosit adalah respon stress normal setelah trauma. Kreatinin = trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk k lirens ginjal. Profil koagulasi = perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi mutiple atau cedera hati.
D. Pola-pola kesehatan fungsional Pengkajian komponen ini dnegan menggunakan konsep model gordon (1991-1992) dikutip oleh long 1996 meliputi :
Persepsi kesehatan – pemeliharanaan kesehatan : persepsi kesehatan pasien tentang kesehatan umum dan bagaimana mengatur kesehatan (menurut klien) Pola nutrisi - pola masukan makanan dan cairan, pada pasien paska pembedahan ada kemungkinan dijumpai penurunan masukan karena mual, muntah akibat efek anestesi dan penambahan masukan melalui jalur parenteral. Pola eliminasi - pola dan fungsi eksresi (usu, kandung kemih dan kulit), pada bagian paska pembedahan dapat dijumpai penggunaan kateter dan penurunan frekuensi bab akibat penurunan motilitas usus sebagai efek anestesi. Pola kognitif dan persepsi - keadekuatan alat sensori dan kemampuan fungsional kognitif, penurunan fungsi mungkin dijumpai karena efek anestesi dan kurangnya pemahaman dn pemberian informasi atau sumber-sumber informasi. Pola kognitif dan persepsi - pola latihan, aktivitas, memanfaatkan waktu luang dan rekreasi. Pada pasien paska pembedahan orif femur 1/3 distal sinistra didapatkan data penurunan fungsi ini akibat nyeri luka operasi dan pembatasan aktivitas sebagai terapi imonilisasi. Istirahat dan tidur - pola tidur dan periode, relaksasi selama 24 jam dan juga kualitas dan kuantitas serta bantuan tidur.
Pola peran dan hubungan - persepsi pasien tentang peran yang utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan sekarang. Pola konsep diri – persepsi diri - sikap individu mengenai dirinya, persepsi diri mengenai citra tubuh. Pola koping-penanganan masalah - pola koping umum dan efektif pada toleransi terhada[ stress sistem pendukung dan kemampuan yang dirasakan untuk mengendalikan dan mengubah situasi. Pola seksualitas – reproduksi - kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan pasien dalam hal seksualitas. Pola nilai dan keyakinan
ii. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawaan yang ditegakkan pada pasien fraktur (marilyn e. Doenges)
Nyeri berhubungan dnegan spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, cidera pada jaringan lunak, alat traksi / immobilisasi, stress dan anestessi. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dnegan penurunan / interupsi thrombus. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan degan tak adekuatnya pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringa, terpapar pada lingkungan) prosedur invasive, trak si tulang. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler (nyeri/ketidaknyamanan). Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan kehialngan integritas tulang. Aktual / resiko tinggi terhadap k erusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cidera tusuk (fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen/ kawat / sekrup) eprubahan sensasi, perubahan sirkulasi, akumulasi ekskresi / sekret, immobilitas fisik.
iii. Intervensi keperawatan A. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, cidera pada jaringan lunak, alat traksi / immobilisasi, stress dan anestesi. Tujuan : menyatakan nyeri tulang Kriteria hasil : menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas dnegan tepat dan emnunjukkan penggunaan ketrampilan. Relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual. Intervensi :
Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi. Dukung an tinggikan ekstremitas yang terkena. Evaluasi keluhan nyeri Dorong menggunakan teknik menejemen stress contoh : relaksasi progresif, latihan na fas dalam. Berikan obat sebelum perawatan aktivits.
B. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan d engan penurunan / interupsi aliran drah, cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus. Tujuan : memeprtahankan perfusi jaringan
kriteria hasil : perfusi jaringan dapat dieprtahankan, dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit kering / hangat, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil dan keluaran urine adekuat untuk situasi. Intervensi :
Lakukan pengajian neuromuskuler Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali indikasi. Kaji keseluruhan panjang eekstremitas yang cedera untuk pembengkakan / pembentukan edema. Selidiki tanda eskemia ekstremitas tiba-tiba. Dorong pasien untuk latihan jari /sendi distal cedera secara rutin.
C. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer (keruskan kulit, trauma, jaringa, terpapar pada lingkungan / prosedur invasif, traksi tulang. Tujuan : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu. Kriteria hasil : bebas drainase parulen atau eritem dan demam. Intervensi :
Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Instruksikan pasien untuk tidak menyentuh isis insersi. Kaji tonus otot, refleks endon dalam dan kemampuan berbicara. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema lokal / eritema k eekstremitas cedera. Awasi pemeriksaan laboratorium : hitung darah lengkap, led, kultur dan sensivitas luka /seram / tulang.
D. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengahn kerusakan neuromuskler ( nyeri / ketidaknyamanan, terapi restriktif / immonilsasi tungkai). Tujuan : meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin. Kriteria hasil : memprtahankan posisi fungsional, meningkatnya kekuatan / fungsi yang sakit dan menunjukkan teknis yang memampukan melakukan aktivitas. Intervensi :
Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan cedera / pengobatan. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik / rekreasi. Tinggikan eketremitas yang sakit. Jelaskan pantangan dan keterbatasan dalam aktivitas. Bantu / dorong perawatan diri / k ebersihan.
E. Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan kehilangan integritas tulang. Tujuan : memeprtahankan stabilitas dan posisi fraktur.
Kriteria hasil : menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilisasi pada sisi fraktur dan menunjukkan pembentukan kalus / mulai penyatuan fraktur dengan tepat. Intervensi :
Pertahankan tirah baring . Ekstremitas sesuai indikasi. Letakkan papan dibawah tempat tidur. Sokong fraktur dengan bantal. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema. Kaji ulang foto rontgen.
F. Aktual / resiko tinggi terhadap kerusakan integrutas kulit / jaringan berhubungan dengan cedera tusuk (fraktur terbuka, bedah perbaikan, permasalahan, pemasangan traksi pen / kawat / sekrup) perubahan sensasi, perubahan sirkulasi, akumulasi ekskresi, immobilisasi fisik. Tujuan : ketidaknyamanan hilang kriteria hasil : menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan perilaku / teknik untuk mencegah keruakan kulit / memudahkan penyembuhan luka dan mencapai penyembuhan luka sesuai waktu / penyembuhan lesi terjadi. Intervensi :
Masae kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan b
PEMERIKSAAN ORTHOPEDI PENDAHULUAN
Tugas seorang dokter adalah seperti detektif yaitu untuk menemukan penyakit seseorang. Untuk dapat membuat diagnosis, maka seorang harus dapat melaksanakan pemeriksaan dengan baik. Dalam pembuatan status (catatan medik) parlu dicatat den gan baik hasil pemeriksaan dan kemudian menyimpulkan hasil pemeriksaan tersebut untuk menegakan diagnosis. Pemeriksaan terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Anamnesa Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Diagnosis Diagnosis banding Rencana terapi Prognosis
Hal ini penting agar catatan medik memiliki nilai, apabila diperlukan evaluasi dari hasil terapi serta melihat sejauh mana persoalan yang dihadapi dapat dilaksanakan penyelesaiannya.
1. A. ANAMNESIS Anamnesis terdiri dari Autoanamnesa dan Alloanamnesa. 1. Autoanamnesa Merupakan anamnesa yang diambil langsung dari pasien yang memiliki keluhan. Dicatat tanggal pengambilan anamnesa dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan mengapa datang, untuk ap a dan kapan dikeluhkan. Biarkan penderita bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan, bagian apa dari anggota tubuhnya / lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian berbeda, misalnya “sakit di kaki”, yang dimaksud kaki oleh orang awam adalah anggota gearak bawah dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lututnya. Kemudian tanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis yan demikian diperlukan pengetahuan yang luas tentang penyakit. Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk meminta pertolongan, 1. Sakit / nyeri 2. Kekakuan / kelemahan. 3. Kelainan bentuk / pembengkokan. 1. Sakit / nyeri Sifat dari sakit / nyeri
Lokasi setempat / meluas / menjalar. Apa ada penyebabnya. Misalnya Trauma. Sejak kapan dan apakah sudah pernah mendapat pertolongan. Bagaimana sifatnya ; pegel / seperti ditusuk – tusuk / rasa panas / ditarik – tarik. Intensitasnya ; terus – menerus / hanya waktu bergerak / waktu istirahat, dst. Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
1. Kekakuan / kelemahan. Kekakuan ; Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku atau disertai nyeri sehingga pergerakan terganggu. Kelemahan ; Apakah yang dimaksud dengan Instability atau kekuatan otot menurun / melemah / kelumpuhan. 1. Kelainan bentuk / pembengkokan
Angulasi / rotasi / discrepancy (pemendekan / selisih panjang).
Benjolan atau karena ada pembengkakan.
Dari hasil anamnesa yang baik secara aktif oleh penderita maupun aktif (ditanya oleh pemeriksa) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat dari anamnesis dapat dicocokan pada pemeriksaan fisik kemudian. 1. Alloanamnesa Pada dasarnya sama dengan autoanamnesa, tetapi alloanamnesa didapat dari orang lain selain penderita. Hal ini penting bila berhubungan dengan anak kecil / bayi, orang tua ya ng sudah mulai demensia (pikun) atau penderita yang tidak sadar / sakit jiwa. 1. B. PEMERIKSAAN FISIK Dibagi menjadi dua, yaitu ; 1. Pemeriksaan umum (Status Generalisata). 2. Pemeriksaan setempat (Status Lokalis). 1. Pemeriksaan Umum (Status Generalisata) Perlu menyebutkan ; 1. Keadaan umum (KU) ; baik / buruk Yang dicatat adalah tanda – tanda vital, yaitu :
Kesadaran penderita ; compos mentis / delirium / soporus / coma . Kesakitan Tanda vital ; tensi, nadi, pernafasan dan suhu.
1. Periksa dari mulai kepala, leher, dada (thorax), perut (abdomen ; hati, lien), kelenjar getah bening serta kelamin. 2. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakan g). 1. Pemeriksaan Setempat (Status Lokalis) Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari an ggota tubuh terutama mengenai status neurovaskuler. Pada pemeriksaan orthopedi / musculoskeletal yang penting adalah (appley) : 1. Look (Inspeksi) 2. Feel (Palpasi) 3. Move ( pergerakan, terutama mengenai lingkup gerak)
Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat kesimpulan kelainan, apakah suatu pembengkakan atau atrofi, serta melihat adanya selisih panjang (discrepancy). 1. Look (Inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat, antara lain :
Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun yang buatan (bekas pembedahan)) Café au lait spot (birth mark) Fistulae Warna (kemerahan / kebiruan (livide) / hiperpigmentasi) Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal – hal yang tidak biasa, misalnya adanya rambut diatasnya, dst. Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas). Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa)
1. Feel ( Palpasi) Pada waktu ingin palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi netral / posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik bagi pemeriksa maupun bagi penderita. Karena itu perlu selalu diperhatikan wajah penderita atau menanyakan perasaan penderita. Yang dicatat adalah :
Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedema, terutama daerah persendian. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya (1/3 proksimal / medial / distal) Otot, tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi. Benjolan yang terdapat dipermukaan tulang atau melekat pada tulang. Sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya.
1. Move / Gerak Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan Move, periksalah bagian tubuh yang normal terlebih dahulu, selain untuk mendapatkan kooperasi dari penderita, juga untuk mengetahui gerakan normal penderita.
Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal didaerah fraktur (kecuali fraktur incomplete).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. P encatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor intraarticuler atau ekstraarticuler. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri yang menggerakan karena disuruh oleh pemeriksa) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang menggerakan).
Selain pencatatan pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat kemajuan / kemunduran pengobatan. Dibedakan istilah Contraction dan Contracture. Contraction adalah apabila perubahan fisiologis dan contracture adalah apabila sudah ada perubahan anatomis. Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga perlu dilihat waktu berdiri dan berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui apakah adanya pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity. v
Anggota Gerak Atas 1. Sendi Bahu
Merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (Global Joint). Ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu, yaitu :
Gerak tulang belakang Gerak sendi stenoclavicula Gerak sendi acromioclavicula Gerak sendi gleno humeral Gerak sendi scapulo thoracal (floating joint)
Karena gerakan tersebut sukar untuk di isolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri. Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada disamping pasien. 1. Sendi Siku
Gerak flexi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dengan sumbu ulna. Hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
1. Sendi Pergelangan Tangan
Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakukan fixasi dan gerakan bagian lain kaki dengan memegang tumit dan dilakukan flexi (plantar flexi) dan extensi (dorso flexi).
Abduksi dan adduksi merupakan sebagian gerakan subtalar (Talo calcaneal).
Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti supinasi dan pronasi dan merupakan gerakan dari kaki / tarsalia, sedangkan jari – jari kaki seperti juga gerakan jari tangan (MTP, PIP, DIP)
1. Tulang Belakang Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan pinggang. Pencatatan rotasi mungkin masih mudah dicatat dengan derajat, tetapi flexi extensi biasanya selain dengan derajat, dicatat dengan metric jarak dari dua titik tertentu. Pertambahan panjang ukuran metric pada waktu bergerak flexi atau extensi dari dua titik yang prominen, atau garis yang menghubungkan kanan dan kiri yang memotong garis tegak pada ketinggian tertentu. Ukuran panjang dengan lingkaran (diameter) ekstremitas perlu diukur. 1. PEMERIKSAAN PENUNJANG Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar roentgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang sulit, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi tambahan (khusus) atas indikasi khusus untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang tersebut dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan, misalnya : 1. o
Untuk fraktur baru, indikasi X-ray adalah untuk m elihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian) karena kemungkinan terjadinya fraktur dan dislokasi pada jenis fraktur tertentu, seperti :
ü
Monteggeia
ü
Galeazzi
ü Fraktur segmental femur dengan atau tanpa dislokasi sendi panggul yan sering meleset diagnosisnya karena discrepancy yang terjadi bukan saja oleh frakturnya melainkan juga karena adanya dislokasi. Kelainan tulang belakang, karena adanya super imposed dari iga dan sendi bahu seperti darah cervico-thoracal atau pada fraktur acetabulum diperlukan proyeksi oblique. Hal yang perlu dibaca pada X-ray adalah : 1. o
Bayangan jaringan lunak
o
o o
Tipis tebalnya cortex sebagai akibat reaksi periost atau karena akibat biomekanik (Wolff’s Law) atau rotasi. Trabukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta bentuk arsitektur sendi.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khusus :
Tomografi
Tomografi telah berkembang lebih maju dengan adanya CT (Computerised Tomografy) yang dapat membuat selain potongan longitudinal juga potongan tranversal / axial.
Atau dengan contrast, seperti : Myelografy o Arthrografy o Fistulografy o Scintigrafy menggunakan radioisotope untuk mengetahui penyebaran o (metastasis). MRI / NMR (Magnectic Resonance Imaging atau Nu clear Magnectic Resonance) o
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah untuk mengetahui tempat berapa jauh dari patologi musculo skeletal diakibatkan / mengakibatkan gangguan saraf, yaitu pemeriksaan :
EEG EMG MMT
Untuk membedakan kekuatan otot (0 – 5) dan sensoris / sensible deficit dengan pemeriksaan neurologist yang baik. Biofeedback terhadap response stimulasi walaupun klinis secara kasar dapa t dibedakan antara kelainan :
UMN LMN
Pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya adalah :
Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui keadaan umum, infeksi akut / menahun. Atas indikasi tertentu, diperlukan pemeriksaan :
ü
Kimia darah
ü
Reaksi imunologi
ü
Fungsi hati / ginjal
Bahkan kalau perlu dilakukan pemeriksaan Bone Marrow
Pemeriksaan urin rutin (+Esbach, Bence jones) Pemeriksaan micro organism kultur dan sensitivity test.
Introduksi
a. Definisi
Fraktur yang terjadi pada tulang femur. Mekanisme trauma yang berkaitan dengan terjadinya fraktur pada femur antara lain:
(I) pada jenis Femoral Neck fraktur karena kecelakaan lalu lintas, jatuh pada tempat yang tidak tinggi, terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Sering terjadi pada usia 60 tahun ke atas, biasanya tulang bersifat osteoporotik, pada pasien awal menopause, alkoholism, merokok, berat badan rendah, terapi steroid, phenytoin, dan jarang berolahraga, merupakan trauma high energy; (2) Femoral Trochanteric fraktur karena trauma langsung atau trauma yang bersifat memuntir; (3) Femoral Shaft fraktur terjadi apabila pasien jatuh dalam posisi kaki melekat pada dasar disertai putaran yang diteruskan ke femur. Fraktur b isa bersifat transversal atau oblik karena trauma langsung atau angulasi. Fraktur patologis biasanya terjadi akibat metastasis tumor ganas. Bisa disertai perdarahan masif sehingga berakibat syok b. Ruang lingkup Fraktur tulang femur terdiri atas: Femoral Head fracture, Femoral Neck fracture, Intertrochanteric fracture, Subtrochanteric fracture, Femoral Shaft fracture, Supracondylar/Intercondylar Femoral fracture (Distal Femoral fracture) Femoral Head fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pipkin: (1) Tipe 1: fraktur dibawah fovea; (2) Tipe 2: fraktur diatas fovea; (3) Tipe 3: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur femoral neck; (4) Tipe 4: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur acetabulum Femoral Neck fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pauwel: (1) Tipe 1: sudut inklinasi garis fraktur <30°; (2) Tipe 2: sudu t inklinasi garis fraktur 30-50°; (3) Tipe 3 : sudut inklinasi garis fraktur > 70° Berdasarkan klasifikasi Garden: (1) Garden 1: Fraktur inkomplet atau tipe abduksi/valgus atau impaksi; (2) Garden 2: fraktur lengkap, tidak ada pergeseran; (3) Garden 3: fraktur lengkap, disertai pergeseran tapi masih ada perlekatan atau inkomplet disertai pergeseran tipe varus; (4) Garden 4: Fraktur lengkap disertai pergeseran penuh