iii
47
i
KEPERAWATAN MUSKULOSKELETAL
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR
Oleh :
Kelompok 8
Rizki Dwi Cahyono 131211131032
Wahyu Hanung Prasetyo 131211131100
Lintang Kusuma Ananta 131211132059
Itsnaini Indah F arisa 131211133030
Indah Agustina 131211133032
Arista Sulistyowati 131211133036
Mariana Puspitasari 131211133040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA, 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Muskuloskeletal yaitu makalah yang berjudul "Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Fraktur Femur".
Penulis menyampaikan terimakasih kepada:
Ira Suarilah, S.Kp., MSc sebagai dosen pengajar mata kuliah Keperawatan Mukuloskeletal yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam memberikan materi dan penyelesaian makalah ini;
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga sebagai fasilitator; dan
Teman-teman serta semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya, 21 Maret 2015 Kelompok VIII
Surabaya, 21 Maret 2015
Kelompok VIII
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Anatomi dan Fisiologi 3
Anatomi 3
Fisiologi 5
Definisi 9
Etiologi 9
Klasifikasi 10
Patofisiologi 12
Manifestasi Klinis 13
Pemeriksaan Diagnostik 14
Penataksanaan 16
Komplikasi 16
Web of Caution 17
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 18
Asuhan Keperawatan Umum 18
Asuhan Keperawatan Kasus 29
BAB 4 KESIMPULAN 47
LAMPIRAN 48
DAFTAR PUSTAKA 50
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse.
Fraktur merupakan salah satu cedera yang paling sering terjadi di Indonesia, disebabkan karena kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian, yang paling banyak menyumbang terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas merupakan pembunuh nomer 3 di Indonesia, hal ini dapat dibuktikan dari data Menurut National Consultant for Injury dari WHO Indonesia ( dikutip dari data kepolisian RI) terdapat kecelakaan selama tahun 2007 memakan korban sekitar 16.000 jiwa dan di tahun 2010 meningkat menjadi 31.234 jiwa di Indonesia. Dampak fraktur yang akan ditimbulkan selain kematian karna kecelakaan dapat juga menimbulkan dampak lain yaitu terjadinya trauma kepala, dan kecacatan. Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian atau fraktur tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering adalah fraktur femur, yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi( kuat) seperti kecelakaan sepada motor atau mobil (Oktavia, 2010).
Menurut Jitowiyono (2010) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Penatalaksanaan fraktur femur ini adalah reduksi fraktur yakni mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi femur terbagi menjadi reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka. Tindakan imobilisasi dilakukan setelah reduksi dengan tujuan mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Rehabilitasi dimaksudkan untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan imobilisasi.
Tujuan
Tujuan Umum
Makalah ini menjelaskan secara rinci tentang teori konseptual mengenai Fraktur Femur dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat dan tepat, serta pembaca diharapkan memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus Fraktur Femur secara komprehensif.
Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
Menjelaskan anatomi dan fisiologi Femur
Menjelaskan definisi dari fraktur femur.
Menjelaskan etiologi dari fraktur femur.
Menjelaskan klasifikasi fraktur femur.
Menjelaskan patofisiologi dari fraktur femur.
Menjelaskan manifestasi klinis dari fraktur femur
Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari fraktur femur
Menjelaskan penatalaksanaan dari fraktur femur
Menjelaskan komplikasi fraktur femur
Menjelaskan web of cautation dari fraktur femur
Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui tentang asuhan keperawatan Fraktur Femur sehingga perawat akan lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga Fraktur Femur tidak semakin berat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi
Anatomi
Femur dalam bahasa latin berarti paha, adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur menyerupai bentuk silinser yang memanjang. Femur terbagi atas tiga bagian yaitu bagian proximal, medial, dan distal (Sloane 2003).
Proximal Femur
Merupakan bagian tulang femur yang berdekatan dengan pelvis. Terdiri atas kepala (caput), leher (collum), trochanter mayor, dan minor.
Kepala (Caput)
Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum untuk menyangga caput agar tetap di tempatnya. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Leher (Collum)
Collum femur menyerupai bentuk trapezoidal atau piramida memanjang, merupakan penghubung antara caput femur dengan trochanter. Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat berubah karna penyakit.
Trochanter Mayor dan Minor
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Trochanter mayor adalah prominance besar yang berlokasi di bagian superior dan lateral tulang femur. Trochanter minor merupakan prominence kecil yang berlokasi di bagian medial dan posterior dari leher dan corpus tulang femur. Antara trochanter major dan minor terdapat linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, serta terdapat tuberculum quadratum. Trochanter mayor dan minor berfungsi sebagai tempat perlekatan otot untuk menggerakan persendian panggul.
Medial Femur
Medial femur adalah bagian tulang femur yang membentuk corpus dari femur menyerupai bentuk silinder yang memanjang. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja, linea aspera yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa otot.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan, licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Distal Femur
Bagian anterior dari distal femur merupakan lokasi tempat melekat tulang patella, terletak 1,25cm di atas knee joint. Bagian posterior dari distal femur terdapat dua buah condilus, yaitu condilus lateral dan condilus medial. Kedua condilus ini dipisahkan oleh forsa intercondilus. Condilus femoral ini membentuk sendi dengan condilus tibia dan disebut Srticulation genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
Gambar Anatomi Anterior dan Posterior Femur
Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya (Sloane 2003). Struktur os femur memiliki bagain yang penting yaitu epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis dan Metafisis adalah tulang yang tumbuh. Metafisis adalah daerah yang sangat penting karena merupakan daerah metabolik aktif dan banyak pembuluh darah. Diafisis terdiri dari tulang kompakta dengan rongga sumsum tulang yang merupakan batang os femur.
Fisiologi
Isi ruang fascial medial
Otot paha yaitu musculo gracilis, musculo adductor longus, musculo addoctor brevis, musculo adductor magnus, dan musculo obturatorius externus.
Arteri femoralis, terletak di ruang lateral vagina femoralis.
Vena femoralis, terletak di ruang medial vagina femoralis.
Pembuluh darah ruptur, darah keluar dari pembuluh darah.
Perdarahan luar: pembuluh darah pecah, darah keluar dari tubuh. Dibagi 3: perdarahan kapiler, vena, arteri. Apabila terjadi perdarahan kapiler, darah merembes perlahan, dan biasanya berhenti dengan sendirinya. Perdarahan vena darah berwarna merah tua (miskin O2) dan tidak memancar hebat seperti perdarahan arteri, mudah dihentikan dengan menekan/meninggikan lokasi yg perdarahan lebih tinggi dari jantung. Perdarahan arteri berwarna darah merah muda dan memancar keluar sesuai dengan denyut nadi, biasanya sukar dihentikan.
Perdarahan dalam: darah tidak mengalir keluar Regio Femoralis Medialis Sinister
Arteri femoralis terletak di ruang lateral vagina femoralis. Bercabangmenjadi a. circumflexailium superficialis, a. epigastrica superficialis, a. pudenda externa superficialis, a. pudenda externa profunda, a. profunda femoris, a. genicularis descendens. Vena Femoralis.
Terletak di ruang medial vagina femoralis. Bercabang menjadi vena circumflexailium superficialis, vena epigastrica superficialis, vena pudendae externa yang bermuara ke vena saphena magna
Perdarahan ruang facia anterior paha
Arteri Femoralis
Arteri femoralis sampai di tungkai atas dengan berjalan dibelakang ligamentum ingunale, sebagai lanjutan dari arteri iliaca externa. Disini arteri terletak dipertengahan antara spina iliaca anterior superior dansymphysis pubis. Arteri femoralis merupakan pembuluh nadi utama untuk membruminferius. Arteri ini berjalan ke bawah hampir vertikal ke arah tuberculum adductorium femoris dan berakhir di lubang pada musculo adductor magnus (hiatus adductorius) dengan memasuki spatium poplitea sebagai arteri poplitea.
Batas-batas arteri femoralis yaitu:
Anterior
Pada bagian atas perjalannya, arteri femoralis terletak superficial dan ditutupi oleh kulit dan fascia. Pada bagian bawah perjalannya, arteri femoralis berjalan dibelakang musculo sartorius.
Posterior
Arteri femoralis terletak di atas musculo psoas yang memisahkannya dari articulatiocoxae, musculopectineus, dan musculo adductor longus. Vena femoralis terletak diantara arteri femoralis dan musculo adductor longus.
Medial
Berbatasan dengan vena femoralis dan pada bagian atas perjalanannya.
Lateral : N.femoralis dan cabang-cabangnya.
Cabang-cabang arteri femoralis yaitu:
Circumflexa ilium superficiales adalah sebuah cabang kecil yang berjalan ke atasregio spina iliaca anterior superior 2.
Epigastrica superficiales adalah sebuah cabang kecil yang menyilang ligamentuminguinale dan berjalan ke regio umbilicus 3.
Arteri pudenda externa superficialis adalah sebuah cabang kecil yang berjalan ke medial untuk mempersarafi kulit scrotum 4.
Arteri pudenda externa profunda adalah berjalan ke medial dan mempersarafi kulit scrotum 5.
Arteri profunda femoris adalah sebuah cabang besar dan penting yang muncul dari sisilateral arteri femoralis kira2 1½ inci (4cm) dibawah ligamentum ingunale arteri ini berjalan ke medial di belakang arteri femoralis dan masuk ke dalam ruang medial fascia tungkai bawah arteri ini berakhir sebagai arteri perforans IV. Pada pangkalnya, arteria ini mempercabangkan arteri circumflexa femoris medialis dan arteri circumflexa femoris lateris dan dalam perjalannya mempercabangkan 3 buah a.perforantes 6.
Arteri genicularis descendens adalah cabang kecil yang dipercabangkan dari arteri femoralis dekat ujung akhirnya. Arteri ini membantu menperdarahi articulatio genus.
Vena Femoralis
Vena femoralis memasuki tungkai atas dengan berjalan melalui hiatus m. Di adducator magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea. Vena ini berjalan ke atas melalui tungkai atas, awalnya di sisi lateral arteri femoralis, kemudian di sebelah posterior, dan akhirnya di sisi medialnya. Pembuluh ini meninggalkan tungkai atas pada ruang intermedia dari vagina femoralis dan berjalan dibelakang ligamentum ingunale untuk berlanjut sbg vena iliaca externa. Cabang-cabang vena femoralis adalah vena saphena magna dan vena yg bersesuaian dengan cabang-cabang arteri femoralis, vena circumflexa ilium superficialis, vena epigastrica superficialis, dan vena pudendae externae bermuara ke vena saphena magna.
Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang sendi, tulang rawan epifisis, yang bersifat total maupun parsial. Fraktur adalah patah tulang yang disebakan oleh trauma atau tenaga fisik ( Helmi, Zairin Noor, 2012 ). Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan pleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.
Menurut Jitowiyono (2010) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Etiologi
Secara umum penyebab fraktur dapat dibagi manjadi dua macam:
Penyebab Ekstrinsik
Gangguan langsung: trauma yang merupakan penyebab utama terjadinya fraktur misalnya tertabrak, jatuh dari ketinggian. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Gangguan tidak langsung: bending, perputaran, kompresi.
Penyebab Intrinsik
Kontraksi dari otot yang menyebabkan avulsion fraktur.
Fraktur patologis: penyakit iskemik seperti neoplasia, cyste tulang, rickettsia, osteoporosis, hiperparatiroid, osteomalacia.
Tekanan berulang yang dapat menyebabkan fraktur.
Sedangkan menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
Cedera langsung yaitu pukulan langsung pada tulang yang menyebabkan tulang patah secara spontan, biasanya dengan karakteristik fraktur melintang dan terjadi kerusakan kulit yang melapisinya.
Cedera tidak langsung yaitu pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras secara mendadak dari otot yang kuat.
Fraktur Patologik
Kerusakan tulang disebabkan oleh proses penyakit dimana trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut:
Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
Secara spontan
Fraktur tulang disebabkan oleh stress tulang yang terjadi secara terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
Klasifikasi Fraktur Femur
Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
Fraktur Subtrochanter Femur
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
Fraktur Batang Femur (Dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalulintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
Tertutup
Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dariluar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnyaterjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya frakturnya itu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah, dan kekuatan), sedangkan intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang-tulang yang dapat menyebabkan terjadinya patah tulang bermacam-macam, misalnya trauma langsung dan tidak langsung, akibat keadaan patologi secara spontan (Sylvia, et al., 2005).
Apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).
Manifestasi Klinis
Menurut Black (1993) manifestasi klinis dari fraktur femur yaitu:
Deformitas: daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
Rotasi pemendekan tulang
Penekanan tulang
Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
Tenderness/keempukan.
Nyeri: kemungkinan disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
Kehilangan sensasi (matirasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan).
Pergerakan abnormal.
Dari hilangnya darah.
Krepitasi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna.
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta fragmendistal dalam posisi eksorotasi dan aduksi.
Krepitasi (derik tulang) yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Nyeri hebat di tempat fraktur.
Rotasi luar dari kaki lebih pendek.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah "pencitraan" menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scannin
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
Penatalaksanaan
Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Imobilisasi fraktur, mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna. Sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implant logam yang dapat berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan imobilisasi.
Komplikasi
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,khususnya pada fraktur femur pelvis.
Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi pasien dari cedera lebih lanjut.
Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,fraktur multiple,atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada dewasa muda 20-30th pria pada saat terjadi fraktur globula lemat dapat termasuk ke dalam darah karma tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karma katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi setres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain awitan dan gejalanya, yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran khansya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.
Web Of Caution (TERLAMPIR)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Secara Umum
Pengkajian
Anamnesa
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakahbertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain .
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget's yang menyebabkan raktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat .
Pemeriksaan Fisik
Gambaran Umum
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
Sistem Integumen: Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
Kepala: Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
Leher: Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
Muka: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
Mata: Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
Hidung: Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan Faring: Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
Thoraks: Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
Paru
Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
Jantung
Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi: Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
Abdomen
Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi: Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus: Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler _ 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
Look (inspeksi); Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
Cape au lait spot (birth mark).
Fistulae.
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.Yang perlu dicatat adalah:
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal 3– 5 "
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Move (pergerakan terutama lingkup gerak. Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
Risiko Syok b.d hipovolemik
Intervensi Keperawatan
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN dan KRITERIA HASIL
INTERVENSI
1.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
NOC:
Pain Level
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi, dengan kriteria hasil:
Pain Level
Melaporkan nyeri
Panjang episode nyeri
Ekspresi wajah nyeri
Kegelisahan
Agitasi
Meringis
NIC
Pain Management
Kaji rasa nyeri secara komprehensif untuk menentukan lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor pencetus.
Observasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan, terutama pada klien yang mengalami kesulitan berkomunikasi.
Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (misalnya tidur, nafsu makan, aktivitas, kognitif, suasana hati, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung jawab peran).
Kontrol faktor lingkungan yang mungkin menyebabkan respon ketidaknyamanan klien (misalnya temperature ruangan, pencahayaan, suara).
Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal) untuk meringankan nyeri.
2.
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
NOC:
Respiratory status : gas exchange (0402)
Setelah dilakukan perawatan selama 2 X 24 jam gangguan pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil :
Kadar PaO2
Kadar PaCO2
Saturasi oksigen
Sianosis teratasi
NIC:
Respiratory Monitoring (3350) 326
Monitor RR, irama, kedalaman, dari pernapasan
Pantau apakah ada retraksi dada
Pantau pola naps
Monitor saturasi oksigen
Pantau adanya kelelahan pada diafragma ditandai dengan pergerakan paradox
Memantau nilai PFT, khususnya kapasitas vital, kekuatan pernapasan maksimal, volume ekspirasi paksa dalam satu detik
Monitoring adanya dyspnea dan kejadian yang meningkatkan dan memperburuk keadaan klien
3.
Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
NOC:
Mobilitas
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil:
Koordinasi
Gaya berjalan
Gerakan otot
Pergerakan sendi
Bergerak dengan mudah
NIC:
Terapi latihan:
Mobilitas sendi
Menentukan keterbatasan gerakan sendi dan berpengaruh pada fungsinya.
Berkolaborasi dengan terapi fisik dalam mengembangkan dan melaksanakan dan program latihan
Menentukan tingkat motivasi pasien untuk menjaga atau mengembalikan gerakan sendi.
Menjelaskan kepada pasien / keluarga tujuan dan rencana latihan bersama.
Memantau lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau nyeri selama gerakan / aktivitas
4.
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
NOC:
Tissue Integrity : skin and muccouse membrane (1101)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam integritas kulit teratasi, dengan kriteria hasil:
elastisitas
integritas kulit
lesi kulit
NIC:
Skin and wound management
Wound care (3660)
Memantau karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan bau
Mengukur tempat luka, yang sesuai
Membersihkan dengan normal saline atau pembersih tidak beracun, yang sesuai
Menempatkan daerah yang terkena dalam pusaran air mandi, yang sesuai
Memberikan insisi perawatan situs, sesuai kebutuhan
Mengelola perawatan ulkus kulit, sesuai kebutuhan
Menerapkan salep yang sesuai dengan kulit / lesi, yang sesuai
Memeriksa luka dengan setiap perubahan balutan
Teratur membandingkan dan mencatat setiap perubahan luka
Anjurkan pasien atau anggota keluarga tentang prosedur perawatan luka.
5.
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
NOC:
Risk control : infectious process (1924)
Selama dilakukan perawatan klien terhindar dari infeksi dengan kriteria hasil
Menyatakan resiko infeksi personal
Identifikasi resiko infeksi setiap hari
Identifikasi tanda dan gejala pada indikasi resiko potensial
Monitor tingkah laku personal
Monitor lingkungan
NIC
Infection protection (6550)
Pantau tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Lakukan tindakan pencegahan neutropenia
Isolasi semua pengunjung untuk penyakit menular
Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko
Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
Pantau perubahan tingkat energi atau malaise
6.
Risiko Syok b.d hipovolemik
NOC:
Tingkat keparahan syok: hipovolemik
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam risiko syok teratasi, dengan kriteria hasil:
Tekanan nadi menurun
Tekanan arteri menurun
Penurunan tekanan darah sistolik
Penurunan tekanan darah diastolic
Pengisian kapiler tertunda
Peningkatan denyut jantung
Oksigen arteri menurun
Peningkatan karbon dioksida arteri
Dingin, kulit lembab dan dingin
NIC
Resusitasi
Mengevaluasi tidak responsif untuk menentukan tindakan telah sesuai
Meminta bantuan jika tidak ada pernapasan atau tidak ada pernapasan normal dan tidak ada respon
Memanggil kode sesuai dengan standar lembaga
Yakinkan defibrilasi cepat, yang sesuai
Napas yakinkan pasien terbuka
Menyediakan peralatan siaga
Menyediakan obat-obatan yang tepat
Menerapkan memantau jantung atau apnea.
Asuhan Keperawatan Kasus
Kasus
Sdr. E berusia 17 tahun dibawa ke RSUA tanggal 1 Maret 2015 pada jam 14.23 WIB oleh keluarganya. Pasien mengatakan pada tanggal 17 Juli 2014 yang lalu pernah jatuh dari sepeda motor, kemudian pasien dibawa ke dukun pijat oleh keluarganya. Setelah dibawa ke dukun pijat pasien tidak kunjung sembuh tetapi tambah parah dan kaki membengkak. Pasien telah menjalani operasi pada tanggal 2 Maret 2015. Pada tanggal 11 Maret 2013 pasien mengatakan nyeri, skala nyeri 7, ekspresi wajah tampak meringis kesakitan, ekspresi wajah tegang, bingung saat ditanya perawatan luka post operasi. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD: 110/70 mmHg, N:88 x/menit, S:36OC. Luka operasi pasien sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20, luka tampak basah tidak ada PUS, leukosit 8000H/mm3. Pasien mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain, personal hygiene kurang, aktifitas pasien di bantu keluarga.
Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Sdr. E
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Tanggal MRS : 1 Maret 2015
Diagnosa Medis : Mal union fraktur femur sinistra post op ke -8
Keluhan Utama : Pasien mengatakan kaki sebelah kirinya yang patah nyeri saat di gerakkan.
Riwayat Perawatan Sekarang : Pasien mengatakan pada tanggal 17 Juli 2014, pasien pernah jatuh dari sepeda motor, kemudian pasien dibawa ke dukun pijat oleh keluarganya. Setelah dibawa ke dukun pijat kaki pasien tidak kunjung sembuh tetapi tambah parah, kaki membengkak, maka pada tanggal 1 Maret 2015 baru pasien dibawa ke RSUA pada jam 14.23 WIB oleh keluarganya. Kemudian dilakukan operasi pada tanggal 2 Maret 2015. Pada tanggal 11 Maret 2015 pasien mengatakan nyeri, skala nyeri 7, ekspresi wajah tampak meringis kesakitan,ekspresi wajah tegang,bingung saat di tanya perawatan luka post operasi, TD: 110/70 mmHg, N:88 x/menit, S:36OC. Luka operasi sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20, luka tampak basah tidak ada PUS, leukosit 8000H/mm3, pasien dalam mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain dan alat. Dalam berjalan pasien masih menggunakan tongkat, personal hygiene kurang, aktifitas pasien di bantu keluarga.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sebelumnya tidak pernah mempunyai riwayat penyakit patah tulang seperti ini dan pasien juga belum pernah dirawat di Rumah Sakit, tidak mempunyai riwayat penyakit menular dan keturunan seperti DM, Hipertensi, TBC, hepatitis, dll.
Riwayat Keperawatan Keluarga : Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit seperti pasien dan keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menular seperti TBC dan hepatitis, penyakit keturunan seperti hipertensi dan DM serta tidak ada yang mempunyai penyakit tulang seperti osteoporosis.
Pola Kebiasaan
Pola Persepsi dan Manajemen
Keluarga pasien sangat mementingkan kesehatannya sehingga apabila sakit segera memeriksakan diri ke Puskesmas/dokter bahkan ke dukun terdekat.
Sebelum dirawat : Pasien menggosok gigi sehari (2x setelah mandi dan 1x sebelum tidur). Mandi 2x dengan sabun dan ganti baju 2x.
Saat dirawat : klien jarang mandi, mandi hanya jika ada keluarga yang membantu
Pola Nutrisi
Sebelum dirawat :
A = BB : 63 kg
B = Albumin 3,5 dl
C = Rambut bersih, tidak rontok, tidak mudah dicabut
D = Pasien makan 3x sehari dengan porsi 1n piring habis (lauk, nasi, sayur) dan minum air putih + 8 gelas/hari.
Saat dirawat:
A = BB : 60 kg
B = Hb : 14,4 gr/dl
C = Rambut agak kotor, tidak rontok, tidak mudah dicabut
D = Nutrisi TKTP, Pasien makan 3x sehari dengan porsi ½ piring habis (lauk, nasi, sayur) dan minum air putih + 8 gelas/hari.
Pola Eliminasi
Sebelum dirawat : Pasien BAB 1-2x sehari dengan konsistensi lembek warna kuning, bau khas, BAK 4-5x sehari, warna kuning jernih bau khas.
Saat dirawat : Pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek warna kuning, bau khas, BAK 4-5x sehari, warna kuning jernih bau khas. Terakhir BAB tanggal 10 April 2008 hari Kamis.
Pola Istirahat Tidur
Sebelum dirawat : Pasien tidur 7-8 jam sehari kadang-kadang tirud siang ½ - 1 jam sehari.
Saat dirawat : Pasien tidur selama 5-6 jam karena nyeri pada kaki sebelah kiri dan tidak pernah tidur siang.
Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum dirawat :
Aktivitas
0
1
2
3
4
Makan
Minum
Berpakaian
Toileting
Ambulasi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Saat dirawat :
Aktivitas
0
1
2
3
4
Makan
Minum
Berpakaian
Toileting
Ambulasi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan :
0 : Mandiri 3 : Bantuan orang lain + alat
1 : Alat Bantu 4 : Bantu dengan bantuan
2 : Bantuan orang lain
Pasien mengatakan bila berubah posisi/beraktivitas kakinya terasa nyeri dan sakit.
Pola Persepsi dan Kognitif
Sebelum dirawat : Penglihatan baik
Saat dirawat :Antara telinga kanan dan kiri terdengar suara yang sama
Pembau : Normal, dapat membedakan antara bau busuk dan harum
Perasa : Normal, dapat membedakan rasa manis, asam, asin, pahit
Peraba : Normal, dapat membedakan pemukaan kasar dan halus
Kognitif : Pasien dan keluarga beranggapan bahwa kesehatannya akan membaik setelah mendapatkan perawatan dari RS. Pasien mengatakan kurang tahu cara perawatan luka operasi dirumah.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Tingkat Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
TD : 110/70 mmHg
RR : 20x /menit
N : 88x /menit
S : 369 C
Kepala : Mesochepal
Rambut : Kurang bersih, hitam tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak mengalami gangguan penglihatan
Hidung : Simetris, tidak ada polip
Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran
Muka : Ekspresi wajah tampak meringis kesakitan, ekspresi wajah tampak tegang, ekspresi wajah tampak bingung
Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada peningkatan JVP
Paru-paru :
I : Ictus simetris ka/ki
P : Vocal fremitus ka/ki sama
P : Sonor ka/ki
A : Tidak ada wheezing, tidak ada ronchi
Jantung :
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada iga 4 dan 5
P : Pekak
A : Teratur, tidak ada murmur (53)
Perut :
I : Perut datar
A : Bunyi peristaltik 14 x/menit
P : Tidak terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen
P : Tympani
Genetalia : Tidak terpasang DC, bersih
Anus : Tidak ada hemoroid
Ekstremitas :
Atas : Tidak ada oedema, terpasang infus RL 120 tetes/menit pada tangan kiri, tidak ada lesi, CRT 2 detik.
Bawah : Tidak ada oedema, akral tidak dingin, CRT 2 detik, terdapat luka post operasi, panjang luka operasi 20 cm, terdapat 20 jahitan, keadaan lukanya basah, tidak ada PUS, kesemutan
Kulit : Turgor Baik
Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan tanggal 2 Maret 2015
KIBC : 8.000 H/mm3 (3.500-10.000)
HGM : 14,4 g/dl (11,0-16,5)
PLT : 228.000 H/mm3 (150.000-390.000)
Pemeriksaan post op tanggal 3 Maret 2015
Hb : 11,3 g/dl
Hasil rongent sebelum operasi : mal union fraktur femur sinistra
Therapy tanggal 11 April 2013
Cipro 2 x 500 mg diberikan secara oral
Asam mefenamat 2 x 50 mg secara oral
Dignosa Keperawatan
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
Risiko Syok b.d hipovolemik
Intervensi Keperawatan
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN dan KRITERIA HASIL
INTERVENSI
1.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
NOC:
Pain Level
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi, dengan kriteria hasil:
Pain Level
Melaporkan nyeri
Panjang episode nyeri
Ekspresi wajah nyeri
Kegelisahan
Agitasi
Meringis
NIC
Pain Management
Kaji rasa nyeri secara komprehensif untuk menentukan lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor pencetus.
Observasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan, terutama pada klien yang mengalami kesulitan berkomunikasi.
Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (misalnya tidur, nafsu makan, aktivitas, kognitif, suasana hati, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung jawab peran).
Kontrol faktor lingkungan yang mungkin menyebabkan respon ketidaknyamanan klien (misalnya temperature ruangan, pencahayaan, suara).
Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal) untuk meringankan nyeri.
2.
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
NOC:
Respiratory status : gas exchange (0402)
Setelah dilakukan perawatan selama 2 X 24 jam gangguan pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil :
Kadar PaO2
Kadar PaCO2
Saturasi oksigen
Sianosis teratasi
NIC:
Respiratory Monitoring (3350) 326
Monitor RR, irama, kedalaman, dari pernapasan
Pantau apakah ada retraksi dada
Pantau pola naps
Monitor saturasi oksigen
Pantau adanya kelelahan pada diafragma ditandai dengan pergerakan paradox
Memantau nilai PFT, khususnya kapasitas vital, kekuatan pernapasan maksimal, volume ekspirasi paksa dalam satu detik
Monitoring adanya dyspnea dan kejadian yang meningkatkan dan memperburuk keadaan klien
3.
Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
NOC:
Mobilitas
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil:
1. Koordinasi
2. Gaya berjalan
3. Gerakan otot
4.Pergerakan sendi
5. Bergerak dengan mudah
NIC:
Terapi latihan:
Mobilitas sendi
Menentukan keterbatasan gerakan sendi dan berpengaruh pada fungsinya.
Berkolaborasi dengan terapi fisik dalam mengembangkan dan melaksanakan dan program latihan
Menentukan tingkat motivasi pasien untuk menjaga atau mengembalikan gerakan sendi.
Menjelaskan kepada pasien / keluarga tujuan dan rencana latihan bersama.
Memantau lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau nyeri selama gerakan / aktivitas
4.
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
NOC:
Tissue Integrity : skin and muccouse membrane (1101)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam integritas kulit teratasi, dengan kriteria hasil:
elastisitas
integritas kulit
lesi kulit
NIC:
Skin and wound management
Wound care (3660)
Memantau karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan bau
Mengukur tempat luka, yang sesuai
Membersihkan dengan normal saline atau pembersih tidak beracun, yang sesuai
Menempatkan daerah yang terkena dalam pusaran air mandi, yang sesuai
Memberikan insisi perawatan situs, sesuai kebutuhan
Mengelola perawatan ulkus kulit, sesuai kebutuhan
Menerapkan salep yang sesuai dengan kulit / lesi, yang sesuai
Memeriksa luka dengan setiap perubahan balutan
Teratur membandingkan dan mencatat setiap perubahan luka
Anjurkan pasien atau anggota keluarga tentang prosedur perawatan luka.
5.
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
NOC:
Risk control : infectious process (1924)
Selama dilakukan perawatan klien terhindar dari infeksi dengan kriteria hasil
Menyatakan resiko infeksi personal
Identifikasi resiko infeksi setiap hari
Identifikasi tanda dan gejala pada indikasi resiko potensial
Monitor tingkah laku personal
Monitor lingkungan
NIC
Infection protection (6550)
Pantau tanda tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Lakukan tindakan pencegahan neutropenia
Isolasi semua pengunjung untuk penyakit menular
Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko
Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
Pantau perubahan tingkat energi atau malaise
6.
Risiko Syok b.d hipovolemik
NOC:
Tingkat keparahan syok: hipovolemik
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam risiko syok teratasi, dengan kriteria hasil:
Tekanan nadi menurun
Tekanan arteri menurun
Penurunan tekanan darah sistolik
Penurunan tekanan darah diastolic
Pengisian kapiler tertunda
Peningkatan denyut jantung
Oksigen arteri menurun
Peningkatan karbon dioksida arteri
Dingin, kulit lembab dan dingin
NIC
Resusitasi
Mengevaluasi tidak responsif untuk menentukan tindakan telah sesuai
Meminta bantuan jika tidak ada pernapasan atau tidak ada pernapasan normal dan tidak ada respon
Memanggil kode sesuai dengan standar lembaga
Yakinkan defibrilasi cepat, yang sesuai
Napas yakinkan pasien terbuka
Menyediakan peralatan siaga
Menyediakan obat-obatan yang tepat
Menerapkan memantau jantung atau apnea.
Evaluasi
Indikator
Severe
Substantial
Moderate
Mild
None
Nyeri akut
Kontrol nyeri:
Melaporkan nyeri
Panjang episode nyeri
Ekspresi wajah nyeri
Kegelisahan
Agitasi
Meringis
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
NA
NA
NA
NA
NA
NA
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Kadar PaO2
Kadar PaCO2
Saturasi oksigen
Sianosis teratasi
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
33
3
3
4
4
4
4
5
5
5
5
NA
NA
NA
NA
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Perfusi jaringan: Perifer :
Koordinasi
Gaya berjalan
Gerakan otot
Pergerakan sendi
Bergerak dengan mudah
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4444
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
NA
NA
NA
NA
NA
NA
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Elastisitas
integritas kulit
lesi kulit
1
1
1
2
2
2
3
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
NA
NA
NA
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Menyatakan resiko infeksi personal
Identifikasi resiko infeksi setiap hari
Identifikasi tanda dan gejala pada indikasi resiko potensial
Monitor tingkah laku personal
Monitor lingkungan
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
33
3
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
4
NA
NA
NA
NA
NA
Hambatan mobilitas fisik.
Mobilitas:
Koordinasi
gaya berjalan
gerakan otot
pergerakan sendi
bergerak dengan mudah
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
NA
NA
NA
NA
NA
Risiko Syok b.d hipovolemik
Tekanan nadi menurun
Tekanan arteri menurun
Penurunan tekanan darah sistolik
Penurunan tekanan darah diastolic
Pengisian kapiler tertunda
Peningkatan denyut jantung
Oksigen arteri menurun
Peningkatan karbon dioksida arteri
Dingin, kulit lembab dan dingin
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
43
4
4
4
4
4
44444
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Jitowiyono (2010) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu yang pertama cedera traumatic pada tulang yang dibedakan menjadi cedera langsung dan tidak langsung serta kontraksi keras secara mendadak dari otot yang kuat. Kedua disebabkan karena fraktur patologik yakni kerusakan tulang disebabkan oleh proses penyakit dimana trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dan yang ke tiga secara spontan oleh stress tulang yang terjadi secara terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
Penatalaksanaan fraktur femur ini adalah reduksi fraktur yakni mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi femur terbagi menjadi reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka. Tindakan imobilisasi dilakukan setelah reduksi dengan tujuan mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Rehabilitasi dimaksudkan untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan imobilisasi.
LAMPIRAN
WEB OF CAUTION
Perdarahan lokalHematoma pada daerah frakturFragmen tulang yang patah menusuk organ sekitarLukaMK: Gangguan Integritas KulitMK: Resiko InfeksiKuman mudah masukTrauma (langsung atau tidak langsung), patologiEtiologiFraktur (terbuka atau tertutup)Peubahan fragmen tulang, kerusakan pada jaringan, dan pembulu darahKehilangan integritas tulangFraktur terbuka ujung tulang menembus otot dan kulitKetidakstabilan posisi fraktur, apabila organ fraktur digerakkanMK: Resiko Syok HipovolemikMK: Nyeri AkutAliran darah ke distal berkurang atau terhambatKerusakan neuromuskulerGangguan fungsi organ distalWarna jaringan pucat, nadi lemah, sianosis, kesemutanMK: Gangguan Mobilitas Fisik
Perdarahan lokal
Hematoma pada daerah fraktur
Fragmen tulang yang patah menusuk organ sekitar
Luka
MK: Gangguan Integritas Kulit
MK: Resiko Infeksi
Kuman mudah masuk
Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi
Etiologi
Fraktur (terbuka atau tertutup)
Peubahan fragmen tulang, kerusakan pada jaringan, dan pembulu darah
Kehilangan integritas tulang
Fraktur terbuka ujung tulang menembus otot dan kulit
Ketidakstabilan posisi fraktur, apabila organ fraktur digerakkan
MK: Resiko Syok Hipovolemik
MK: Nyeri Akut
Aliran darah ke distal berkurang atau terhambat
Kerusakan neuromuskuler
Gangguan fungsi organ distal
Warna jaringan pucat, nadi lemah, sianosis, kesemutan
MK: Gangguan Mobilitas Fisik
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC
Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Volume 2. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - proses penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC