LAPORAN ILMU PENGETAHUAN BAHAN 2017 ACARA III EMULSI
DISUSUN OLEH: Kelompok 1 Agung Budi Prakoso
H0915003
Fransisca Dwi Jayanti
H0915026
Rika Alif Firda
H0915068
Ririsia Febri Zahrotul H
H0915069
Tiana Ayu Prima
H0915082
Dinta Selma Petriani
H1916006
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET SURAKARTA 2017
ACARA III EMULSI
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari Praktikum Ilmu Pengetahuan Bahan Acara III Emulsi adalah sebagai berikut: 1. Menentukan tipe emulsi suatu bahan menggunakan sampel mentega, margarin, whipped cream, cream, santan instan, susu murni, susu UHT, mentega shortening , dan mayonnaise. mayonnaise. 2. Mempelajari pengaruh pemanasan dan tanpa pemanasan terhadap kestabilan emulsi bahan menggunakan berbagai sampel susu dan santan. B. Tinjauan Pustaka
Definisi emulsi terus berkembang sejak tahun 1930an. Emulsi adalah sistem heterogen, yang terdiri dari setidaknya satu cairan tak bercampur yang terdispersi dengan baik di tempat lain dalam bentuk tetesan, yang diameternya, umumnya melebihi 0,1 pm. Sistem semacam itu memiliki stabilitas minimal, yang dapat ditekankan oleh aditif semacam itu sebagai zat aktif permukaan, padatan terbagi halus, dan lain-lain. Fase kristal cair penting pada stabilitas emulsi. Dalam emulsi, tetesan cairan dan atau kristal krist al cair tersebar dalam cairan. cair an. Makroemulsi didefinisikan sebagai campuran dari dua cairan yang tidak bercampur, salah satunya terdispersi dalam bentuk tetesan halus dengan diameter (a) lebih besar dari 0,1 μm pada cairan lainnya. Sistem semacam itu bersifat keruh, berwarna susu dan tidak stabil secara termodinamika. Mikroemulsi didefinisikan sebagai dispersi yang jelas secara termodinamika stabil dari dua cairan yang tidak bercampur. Kisaran tersebar terdiri dari t etesan kecil di kisaran 100-1000 100-1000 A˚. Mikroemulsi pangan adalah sistem yang tidak stabil, bahkan dengan penambahan pengemulsi. Emulsifier ditambahkan untuk meningkatkan stabilitas produk dan mencapai umur simpan yang dapat diter ima (Usaid, 2014). Fungsi pengemulsi adalah bergabung bersama fase berminyak dan berair dari emulsi dalam preparasi yang homogen dan stabil. Karakteristik
utama pengemulsi adalah yang terkandung dalam molekulnya terdapat dua bagian. Bagian pertama memiliki afinitas hidrofilik, sedangkan yang kedua memiliki afinitas lipofilik. Pemilihan emulsi didasarkan pada karakteristik produk akhir, metodologi preparasi emulsi, jumlah pengemulsi yang ditambahkan, karakteristik kimia dan fisika masing-masing fasa, dan adanya komponen fungsional lainnya dalam emulsi. Pengemulsi makanan memiliki berbagai fungsi. Yang paling jelas adalah untuk membantu stabilisasi dan pembentukan emulsi dengan mengurangi tegangan permukaan pada antarmuka air-minyak, untuk mengubah sifat fungsional komponen makanan lainnya dan fungsi ketiga adalah memodifikasi kristalisasi lemak (Usaid, 2014). Sistem pembawa (delivery system) diperlukan untuk memfasilitasi dispersi komponen bioaktif lipofilik dalam sistem hidrofilik. Sistem pembawa berbasis emulsi minyak dalam air (oil in water, o/w) merupakan cara yang sangat cocok untuk enkapsulasi, perlindungan dan membawa komponen bioaktif (nutraceutical ) yang tidak larut air dalam rangka aplikasi pangan fungsional maupun farmasi sehingga meningkatkan solubilitas, stabilitas, bioaksesibilitas, dan bioaktivitasnya. Emulsi o/w terdiri atas droplet minyak yang dikelilingi oleh lapisan antar muka tipis yang terdiri dari molekul-molekul emulsifier, terdispersi dalam fase kontinyu yang aqueous, nanoemulsi dan mikroemulsi o/w merupakan dua jenis sistem emulsi yang cocok untuk enkapsulasi dan pembawa komponen lipofilik pada industri minuman (Arviani, 2015). Emulsi dapat dibedakan menjadai emulsi konvensional, mikroemulsi dan nanoemulsi berdasarkan ukuran partikel fase terdispersi, stabilitas dan kenampakannya. Emulsi konvensional memiliki ukuran partikel yang lebih besar, yaitu ≥ 100 nm, mikroemulsi dan nanoemulsi yang memiliki ukuran partikel sangat halus, yaitu < 25 nm untuk mikroemulsi dan < 100 nm untuk nanoemulsi. Emulsi konvensional dan nanoemulsi stabil secara kinetika mikroemulsi stabil secara termodinamika. Emulsi konvensional memiliki kenampakan keruh
atau tidak tembus cahaya (buram), mikroemulsi
kenampakannya jernih (transparan), sedangkan nanoemulsi kenampakannya cenderung transparan atau sedikit keruh (Arviani, 2015). Dalam industri pangan, emulsi dan nanoemulsi biasanya diproduksi menggunakan metode energi tinggi, seperti homogenisasi tekanan tinggi, mikrofluidisasi dan sonikasi. Ada beberapa keterbatasan penggunaan metode energi tinggi, yaitu tingginya biaya peralatan dan operasional, kebutuhan daya tinggi, potensi kerusakan peralatan, dan sulitnya menghasilkan droplet dengan ukuran sangat kecil dari bahan yang “ food grade”.Stabilitas mikroemulsi dapat ditentukan berdasarkan turbiditasnya yang rendah (kurang dari 1%) setelah sentrifugasi, pemanasan maupun penyimpanan suhu ruang (Arviani, 2015). Proses dimana suatu emulsi benar-benar pecah (koalesensi), yaitu sistem memisahkan ke dalam fase minyak dan air, umumnya diatur oleh empat mekanisme kehilangan tetesan yang berbeda, yaitu flokulasi brown, creaming, flokulasi sedimentasi dan disproporsi. Proses creaming, flokulasi dan koalesensi ditunjukkan dengan baik dengan mengambil emulsi kestabilan terbatas dan menyentrifugasikannya pada kecepatan rendah pada berbagai jangka waktu. Awalnya, untuk minyak dengan kepadatan kurang dari air, kenaikan krim diamati. Kemudian, saat tetesan besar naik dan berkonsentrasi, mereka mulai muncul di puncak. Akhirnya, tetes menyatu membentuk lapisan minyak terpisah di atasnya (Tadros, 2005). Margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi (w/o), baik semi padat maupun cair. Margarin dibuat dari lemak makan dan atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi, interesterifikasi, dan telah melalui proses pemurnian, sebagai bahan utama s erta mengandung air dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Proses pembuatan margarin dari minyak ikan memerlukan penambahan antioksidan karena margarin merupakan produk emulsi air dalam minyak (w/o) dimana minyak ikan akan berada pada fase pendispersi, oleh sebab itu minyak ikan tidak terlindungi seperti oleh pengemulsi (Ramadhana, 2016). Margarin terbuat dari lemak tumbuh-tumbuhanyang mengandung kurang lebih 80 % lemak. Sifat margarin adalah lunak dan biasanya
mengandung emulsifier untuk sifat creaming nya. Margarin merupakan bahan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsitensi, rasa, dan nilai gizi yang hamper sama dengan mentega. Emulsi dengan tipe emulsi water in oil (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Margarin berasal dari bahan yang berasal dari minyak inti sawit (lemak nabati) yang mengandung asam lemak tidak jenuh, seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat yang sebelum dijadikan margarin dihidrogenasi dahulu. Fungsi margarin adalah sebagai pelumasyang akan memperbaiki tekstur, mempermudah pemotongan, memberi kelembutan dan keempukan pada serat roti, serta memperpanjang umur simpan (Paran, 2009). Margarin adalah salah satu produk makanan berupa lemak setengah padat untuk dioleskan pada makanan, terutama roti, atau jugauntuk menggoreng. Margarin merupakan emulsi air di dalam lemak, yangterdiri atas 85% lemak dan 15% air. Ke dalam emulsi ini ditambahkan zat-zat tambahan makanan seperti pengemulsi lesitin, pemberi cita rasa, aroma, garam, zat warna, vitamin, dan lain-lain (Filip et al., 2009). Mentega dan konsentrat mentega adalah produk lemak berbentuk emulsi air dalam minyak. Mentega adalah produk emulsi lemak berbentuk padat atau semi padat yang dibuat dari susu atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain seperti garam. Karakteristik dasar mentega adalah kadar lemak susu tidak kurang dari 80% dan kadar air tidak lebih dari 16%. Mentega rekombinasi adalah produk emulsi lemak yang dibuat dari lemak susu anhidrat (AMF), air dan padatan susu atau susu skim, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain seperti garam. Mentega mempunyai emulsi lemak tipe emulsi air dalam minyak. Mentega putih ( shortening ) adalah lemak nabati yang berasal dari minyak kelapa sawit yang memiliki kadar lemak 100%. Mentega putih mempunyai tipe emulsi air dalam minyak. Shortening cukup di simpan dalam suhu ruangan dan ditutup dengan plastik untuk menghindari kontaminasi bau bauan lain. Penggunaan shortening pada kue kering memberikan pengaruh yaitu adonan tidak meluber ketika dipanggang, hasil jadi kue kering menjadi kering,
renyah, dan tidak mudah hancur, serta tidak menimbulkan aroma (Indriani, 2005). Whipped cream adalah produk susu yang diperoleh dengan proses whipping terhadap krim standar. Produk berisi lemak susu tidak kurang dari 35%. Nama whipped cream tidak boleh digunakan untuk produk selain yang dibuat dengan proses whipping terhadap krim. Dapat ditambahkan gula. Non Dairy Whipped Creme adalah produk emulsi lemak berbentuk semi padat yang dapat dikocok hingga mengembang dan dibuat dari lemak atau minyak yang bukan berasal dari susu. Karakteristik dasar whipped cream yaitu kadar lemak tidak kurang dari 35% dan tidak lebih dari 40%. Whipped cream mempunyai emulsi lemak tipe emulsi minyak dalam air (Badan POM, 2006). Santan merupakan emulsi minyak dalam air yang diperoleh dengan cara memeras daging buah kelapa segar yang telah dihaluskan. Santan kelapa berupa cairan putih yang dihasilkan dari daging kelapa yang diparut dan kemudian diperas setelah ditambahkan air. Komposisi santan kelapa bervariasi tergantung berbagai hal seperti varietas, umur, lingkungan tumbuh kelapa serta metode ekstraksi. Santan dikategorikan sebagai emulsi minyak dalam air, santan merupakan bahan makanan yang cepat rusak dan berbau tengik dalam beber apa jam, hal ini dikarenakan santan mempunyai kandungan air, lemak dan protein yang cukup tinggi (Sidik, 2013). Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia betina. Susu mempunyai nilai gizi tinggi karena mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap antara lain lemak, protein, laktosa, vitamin, mineral, dan enzim. Sebagai produk pangan yang kaya nutrisi, pH mendekati netral dan kandungan airnya tinggi. Susu memiliki tipe emulsi lemak yaitu emulsi air dalam minyak. susu segar adalah susu murni, tidak mengalami pemanasan, dan tidak ada penambahan bahan pengawet. Susu sapi segar mengandung air (87,25%), laktosa (4,8%), lemak (3,8%), kasein (2,8%), albumin (0,7%), dan garam-garaman (0,65%) (Wardiyati, 1995).
Susu merupakan suatu emulsi butiran lemak dalam air, dengankasein, suatu protein, bertindak sebagai bahan penstabil. Mayones adalah suatu emulsi, suatu lemak cair (seperti minyak zaitun atau minyak jagung) dalam air, dengan kuning telur bertindak sebagai bahan penstabil. Gelati n digunakan sebagai suatu koloid protektif dalam membuat es krim untuk mencegah pembentukan partikel besar gula ataupun es (Guetouache et al., 2014). Mayonnaise merupakan emulsi minyak dalam air dengan kuning telur
yang berfungsi sebagai pengemulsi serta untuk memberikan warna pada mayonnaise. Kuning telur merupakan pengemulsi yang lebih baik daripada putih telur karena kandungan lesitin pada kuning telur terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein. Lesitin merupakan campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang meliputi fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inosil dan lain sebagainya (Amertaningtyas, 2011). Tipe emulsi ada dua yaitu tipe emulsi air dalam minyak dan tipe emulsi minyak dalam air. Tipe emulsi air dalam minyak, mengandung lemak kurang dari 80%. Contoh produknya adalah mentega dan margarin dan produk turunannya yang kandungan lemaknya dikurangi, seperti minarin, margarin krim , fat spread , margarin compound, bread compound dan bakery compound . Minarin (Minarine), Margarin krim , Margarin Oles (Fat Spread), Margarine Compound, Bread Compound dan Bakery Compound . Sedangkan tipe emulsi lemak tipe emulsi minyak dalam air, mempunyai ciri-ciri produk emulsi lemak berbentuk semi padat dibuat dari air , dan tanpa bahan makanan lainnya seperti garam. Contoh produknya adalah pengganti lemak susu yang dihasilkan dari padatan susu tanpa lemak dengan penambahan lemak nabati, seperti minyak atau lemak (sawit, kelapa, jagung, saffflower, bunga matahari); Non-Dairy Whipped Cream, Non-Dairy Toppings, dan lemak krim (Badan POM, 2005). Emulsi air dalam minyak terkadang terbentuk setelah minyak. Produk emulsi ini, sering disebut "chocolate mousse" atau "mousse". Bila emulsi air dalam minyak terbentuk, secara fisik, sifat minyak berubah drastis. Sebagai contoh, emulsi stabil mengandung 60 sampai 80% air. Viskositas minyak biasanya berubah dari beberapa ratus mPa.s menjadi Sekitar 100.000 mPa.s,
meningkat dengan faktor 500 sampai 1000. Produk cair berubah menjadi berat, bahan berwujud semipadat. Emulsi ini sulit dipulihkan dengan peralatan pemulihan tumpahan biasa (Fingas, 2014). Emulsi yang ditambahkan larutan metilen blue dapat memberi warna biru pada emulsi tipe o/w karena metilen blue larut dalam air. Penentuan tipe emulsi dilakukan terhadap sediaan emulsi dengan menggunakan metode pengenceran dan metode zat warna. Hasil pengamatan dengan metode pengenceran menunjukkan bahwa semua formula larut dalam air namun tidak larut dalam minyak, serta emulsi berwarna biru saat dilakukan pengujian dengan metode metilen blue (Hadning, 2011). Emulsi yang telah dibuat dibuktikan tipe emulsinya dengan menggunakan metode pewarnaan, yaitu dengan menetesi emulsi dengan beberapa tetes methylen blue kemudian diaduk perlahan-lahan. Pewarnaan dengan methylen blue pada emulsi tipe o/w terjadi warna biru yang rata (Prasojo, 2012). Faktor yang mempengaruhi pembentukan emulsi adalah suhu, waktu pengadukan, dan kecepatan pengadukan. Peningkatan suhu reaksi dapat menurunkan viskositas minyak sehingga mengakibatkan meningkatnya laju reaksi yang memiliki dampak meningkatnya jumlah tumbukkan antar droplet dan perbedaan densitas antara fase air dan minyak juga meningkat. Semakin lama waktu pengadukan dan meningkatnya kecepatan pengadukan dapat menurunkan viskositas dari emulsi dan memperlama waktu pemisahan dari emulsi minyak dalam air. Pengadukan dapat memperluas bidang kontak dengan meningkatnya kecepatan pengadukan sehingga meningkatkan homogenitas dari suatu campuran (Sari, 2015). C. Metodologi
1. Alat a. Centrifuge b. Gelas preparat dan penutup c. Gelas ukur 100 ml d. Gelas ukur 25 ml e. Hot plate
f.
Mikroskop
g. Petridish h. Pipet tetes i.
Tabung reaksi
j.
Tabung kuvet
2. Bahan a. Larutan Methylen Blue b. Susu UHT c. Mentega d. Margarin e. Mentega putih ( shortening ) f. Mayonnaise g. Whipped cream h. Santan murni i.
Santan kemasan
j.
Susu murni
k. Susu UHT
3. Cara Kerja a. Penentuan Tipe Emulsi Bahan
Penetesan atau Pengoesan
1 tetes
Penambahan
Methylen Blue
Pengamatan menggunkana mikroskop Gambar 3.1 Diagram Alir Cara Kerja Penentuan Tipe Emulsi
b. Penentuan Kestabilan Emulsi Bahan
Pengambilan 10 ml
Pemanasan atau Tanpa Pemanasan
Pengamatan kestabilan emulsi setiap 15 menit sekali selama 90 menit Gambar 3.2 Diagram Alir Cara Kerja Penentuan Kestabilan Emulsi
D. Hasil dan Pembahasan
Emulsi (emulsion) adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersi dan medium pendispersinya berupa cairan yang tidak dapat bercampur. Misalnya benzena dalam air, minyak dalam air, dan air susu. Mengingat kedua fase tidak dapat bercampur, keduanya akan segera memisah. Untuk menjaga agar emulsi tersebut mantap atau stabil, perlu ditambahkan zat ketiga yang disebut emulgator atau zat pengemulsi (emulsifying agent). Beberapa bahan kimia alami dapat digunakan sebagai emulgator, seperti gelatin, pectin, kuning telur, pasta kanji, kasein, albumin, gom arab, dan madu alam. Bahan kimia sintesis, seperti sabun, deterjem, kalsium butirat, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), metil selulosa, dan etanolamin juga dapat dipakai untuk maksud yang sama (Sumardjo, 2009). Tipe emulsi ada dua yaitu tipe emulsi air dalam minyak dan tipe emulsi minyak dalam air. Tipe emulsi air dalam minyak, mengandung lemak kurang dari 80%. Contoh produknya adalah mentega dan margarin dan produk turunannya yang kandungan lemaknya dikurangi, seperti minarin, margarin krim , fat spread , margarin compound, bread compound dan bakery compound . Minarin (Minarine), Margarin krim , Margarin Oles (Fat Spread), Margarine Compound, Bread Compound dan Bakery Compound . Sedangkan tipe emulsi lemak tipe emulsi minyak dalam air, mempunyai ciri-ciri produk emulsi lemak berbentuk semi padat dibuat dari air, dan tanpa bahan makanan lainnya seperti garam. Contoh produknya adalah pengganti lemak susu yang dihasilkan dari padatan susu tanpa lemak dengan penambahan lemak nabati, seperti minyak atau lemak (sawit, kelapa, jagung, saffflower, bunga matahari); Non-Dairy Whipped Cream, Non-Dairy Toppings, dan lemak krim (Badan POM, 2005). Dalam menentukan tipe emulsi, digunakan pewarnaan menggunakan methylen blue. Emulsi yang ditambahkan larutan methylen blue dapat memberi warna biru pada emulsi tipe o/w karena metilen blue larut dalam air. Penentuan tipe emulsi dilakukan terhadap sediaan emulsi dengan menggunakan metode pengenceran dan metode zat warna. Hasil pengamatan dengan metode pengenceran menunjukkan bahwa semua formula larut dalam air namun tidak
larut dalam minyak, serta emulsi berwarna biru saat dilakukan pengujian dengan metode metilen blue (Hadning, 2011). Emulsi yang telah dibuat dibuktikan
tipe
emulsinya
dengan
menggunakan
metode
pewarnaan,
mekanismenya yaitu dengan menetesi emulsi dengan beberapa tetes methylen blue kemudian diaduk perlahan-lahan. Pewarnaan dengan Methylen blue pada emulsi tipe o/w terjadi warna biru yang rata (Prasojo, 2012). Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Tipe Emulsi Berbagai Bahan Pangan Kelompok Sampel Gambar Tipe Emulsi
Keterangan
b 1 dan 9
Mentega
a
Water in oil
a. Water b. Oil
Water in Oil
a. Water b. Oil
Water in Oil
a. Water b. Oil
Oil in Water
a. Oil b. Water
M: 40 x 10 b 2
a
Margarin
M: 40 X 10 a 10
b
Margarin
M: 40 x 10
11
b
Whipped cream
a M: 40 X 10
Kelompok
Sampel
Gambar
Tipe Emulsi
Keterangan
Water in Oil
a. Water b. Oil
Water in Oil
a. Water b. Oil
Oil in Water
a. Oil b. Water
Oil in Water
a. Oil b. Water
Oil in Water
a. Oil b. Water
a 4
Santan instan
b
M: 40 X 10 a 12
Santan instan
b
M: 40 X 10 b a 5
Susu murni
M: 40 X 10 a 13
b
Susu murni
M: 40 X 10
a 14
b
Susu UHT
M: 40 X 10
Kelompok
Sampel
Gambar
Tipe Emulsi
Keterangan
Water in Oil
a. Water b. Oil
Water in Oil
a. Water b. Oil
Oil in Water
a. Oil b. Water
a Mentega shortening
7
b
M: 40 X 10 a 15
Mentega shortening b M: 40 x 10
b 8
a
Mayonnaise
M: 40 x 10 Sumber: Laporan Sementara
Pada praktikum acara III ini menggunakan sampel mentega, margarin, whipped cream, santan instan, susu murni, susu UHT, mentega shortening, dan mayonnaise. Dalam menentukan tipe emulsi, langkah pertama yang dilakukan adalah pengolesan atau pentetesan sampel pada kaca preparat, lalu menetesi sampel dengan methylen blue sebanyak satu tetes. Kemudian, mengamati sampel tersebut dengan mikroskop. Hasil yang didapatkan dari pengamatan yaitu pada sampel mentega, margarin, santan instan, dan mentega shortening mempunyai emulsi tipe water in oil , sedangkan pada sampel whipped cream, susu murni, susu UHT, dan mayonnaise mempunyai emulsi tipe oil in water . Hasil percobaan sudah sesuai dengan teori dimana mentega, margarin, dan santan merupakan tipe emulsi air dalam minyak (w/o) sedangkan whipped
cream, susu, dan mayonnaise merupakan tipe emulsi minyak dalam air (o/w) (Badan POM, 2005). Kestabilan emulsi adalah kondisi keseimbangan antara gaya tarik dan gaya tolak partikel dalam suatu campuran. Gaya tolak elektrostatik bersifat menstabilkan karena gaya ini cenderung mempertahankan butiran-butiran yang terpisah. Gaya tarik menurunkan sifat kestabilan emulsi, tetapi apabila agregat terbentuk maka sifat fisik dan mekanik lainnya akan tetap mencegah terjadinya tahap lanjut kerusakan kestabilan partikel-partikel yang bergabung. Sedangkan, stabilitas emulsi adalah sifat emulsi tanpa adanya koalesen dari fase internal, kriming, dan terjaganya rupa yang baik, bau, warna, dan sifat-sifat fisik yang lainnya. Ketidakstabilan emulsi didefinisikan sebagai adanya agglomerasi dari fase intern dan terjadinya pemisahan produk (Rozaq, 2011). Pemanasan menyebabkan sebagian protein yang terabsorpsi dalam minyak pada suhu semakin tinggi dapat menyebabkan perubahan fisik maupun kimia yangmengakibatkan kerusakan emulsi. Denaturasi protein dapat menjadi penyebabrusaknya sistem emulsi. Protein merupakan agen pengemulsi karena memiliki gugus hidrofilik maupun hidrofobik. Ketika protein terdenaturasi, kelarutan protein menjadi berkurang karena lapisan protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar sedangkan bagian hidrofilik yang tadinya di bagian luarterlipat ke dalam (Winarno, 2008). Meningkatnya suhu pemanasan menyebabkan peningkatan nilai tegangan antar muka antara minyak dan air. Pada suatu emulsi, globula minyak dibungkus oleh sulfaktan sehingga ikatan antara gelembung minyak semakin besar dan ikatan antara minyak dengan air menjadi semakin kecil sehingga tegangan antar muka minyak-air menjadi berkurang sehingga emulsi menjadi stabil. Semakin tinggi suhu pemanasan maka nilai tegangan antar muka minyakair semakin besar sehingga kemampuan sulfaktan menjadi semakin menurun. Pengaruh suhu pemanasan terhadap peningkatan nilai tegangan antar muka disebabkan karena suhu akan mempengaruhi kecepatan reaksi degredasi sulfaktan. Suhu dapat mempercepat terjadinya reaksi dengan cara memperluas distribusi energi dan memperbanyak jumlah molekul-molekul yang memiliki
energi kinetik lebih tinggi dari pada energi aktivasinya. Pada suhu yang lebih tinggi, energi terdistribusi lebih luas sehingga semakin banyak molekulmolekul yang memiliki energi kinetik melebihi dari energi aktivasinya. Pada kondisi ini memungkinkan semakin besarnya peluang untuk terjadinya tumbukan dan mempercepat terjadinya reaksi penguraian sulfaktan atau emulsifier (Lestari, 2006). Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi dari tipe M/A menjadi A/M atau sebliknya. Inversi dapat dipengaruhi oleh suhu, atau inversi merupakan fungsi suhu. Faktor-faktor yang dapat memecah emulsi digolongkan dalam pemecahan emulsi secara kimia, contohnya penambahan zat yang dapat menarik air seperti CaCl, eksikatus dan CaO2. Sedangkan pecahnya emulsi secara fisika, yaitu kenaikan suhu, dapat menyebabkan perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator dan menaikkan benturan butir-butir tetesan. Pendingin juga menyebabkan terpisahnya air dari sistem emulsi, penambahan ganul kasar dan pengenceran emulsi yang berlebihan (Meybodi, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi dibagi menjadi lima, yaitu ukuran partikel, jenis dan jumlah pengemulsi, perbedaan densitas antara kedua fase, pergerakan partikel, dan viskositas fase eksternal. Penggabungan antar partikel dapat dihampat dengan cara menambahkan bahan pengemulsi yang mempunyai aksi pelindung koloid dan meningkatkan viskositas fase eksternal (Rozaq., 2011). Faktor yang mempengaruhi pembentukan emulsi adalah suhu, waktu pengadukan, dan kecepatan pengadukan. Peningkatan suhu reaksi dapat menurunkan viskositas minyak sehingga mengakibatkan meningkatnya laju reaksi yang memiliki dampak meningkatnya jumlah tumbukkan antar droplet dan perbedaan densitas antara fase air dan minyak juga meningkat. Semakin lama waktu pengadukan dan meningkatnya kecepatan pengadukan dapat menurunkan viskositas dari emulsi dan memperlama waktu pemisahan dari emulsi minyak dalam air. Pengadukan dapat memperluas bidang kontak dengan meningkatnya kecepat an pengadukan sehingga meningkatkan homogenitas dari suatu campuran (Sari, 2015).
Tabel 3.2 Pengamatan Kestabilan Emulsi
Kel.
Sampel
Perlakuan
1 2 3 4
Susu murni Susu UHT Santan instan Santan encer
5
Santan murni
6
Susu UHT
7
Santan instan
8
Santan encer
9 10 11 12
Susu murni Susu UHT Santan instan Santan encer
13
Susu murni
14
Susu UHT
15
Santan instan
15
Santan encer
Pemanasan Pemanasan Pemanasan Pemanasan Tanpa pemanasan Tanpa pemanasan Tanpa pemanasan Tanpa pemanasan Pemanasan Pemanasan Pemanasan Pemanasan Tanpa pemanasan Tanpa pemanasan Tanpa pemanasan Tanpa pemanasan
Menit ke45 60 ++ +++ + -
0 -
15 -
30 + -
75 +++ -
90 +++ + + +
-
-
+
++
++
++
++
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
-
-
-
-
+
+
+
-
-
++ +
++ +
+++ ++
+++ + +++
++++ + + ++++
-
-
+
++
++
++
++
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
++
Keterangan: -
: belum terjadi pemisahan
+
: mulai terjadi pemisahan
++
: intensitas pemisahan kecil
+++
: intensitas pemisahan sedang
++++
: intensitas pemisahan besar Berdasarkan hasil praktikum dan pengamatan kelompok 1, pada sampel
susu murni dapat diketahui bahwa terjadi pemisahan pada menit ke 30 untuk yang diberi perlakuan pemanasan. Sedangkan pada sampel yang tidak diberi perlakuan pemanasan juga terjadi pemisahan pada menit ke 30. Berdasarkan
data hasil pengamatan kelompok 2 pada sampel susu UHT yang diberi perlakuan panas terjadi pemisahan sejak menit ke 60 dengan intensitas pemisahan sama ke menit-menit berikutnya. Sedangkan pada sampel yang tidak diberi perlakuan pemanasan tidak terjadi pemisahan hingga menit ke 90. Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 3 dengan sampel santan instan diketahui bahwa pada sampel yang diberi perlakuan pemanasan terjadi pemisahan pada menit ke 90. Sedangkan pada sampel yang tidak diberi perlakuan pemanasan terjadi pemisahan lebih cepat yakni sejak menit ke 60. Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 4 pada sampel santan encer yang diberi perlakuan pemanasan terjadi pemisahan pada menit ke 90. Sedangkan pada sampel yang tidak diberi perlakuan pemanasan terjadi pemisahan pada menit ke 60 dengan intensitas pemisahan sama sampai menit ke 90. Pada shift kedua juga dilakukan pengamatan dengan sampel yang sama, pada
hasil pengamatan kelompok 9 pada sampel susu
murni
yang diberi
perlakuan pemanasan baru terjadi pemisahan pada menit ke 30 dengan intensitas pemisahan yang terus menerus meningkat dari menit ke menitnya. Sedangkan pada sampel yang tidak diberi perlakuan pemanasan juga terjadi pemisahan pada menit ke 30 lalu intensitas pemisahan kecil sampai menit ke 90. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan kelompok 10 dengan menggunakan sampel susu UHT diketahui bahwa pada sampel yang diberi perlakuan pemanasan baru terjadi pemisahan pada menit ke 90 sedangkan pada sampel yang tidak diberi perlakuan pemanasan sama sekali tidak terjadi pemisahan. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan kelompok 11 dengan sampel
santan
instan
dapat
diketahui
bahwa
pada
sampel
yang
diberi perlakuan pemanasan baru terjadi pemisahan pada menit ke 90. Sedangkan pada sampel yang tidak diberi perlakuan pemanasan sama sekali tidak terjadi pemisahan. Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 12 dengan sampel santan encer diketahui bahwa pada sampel yang diberi perlakuan pemanasan terjadi pemisahan sejak menit ke 30, dengan intensitas pemisahan yang semakin banyak hingga menit ke 90. Sedangkan pada sampel yang tidak diberi perlakuan panas baru terjadi pemisahan intensitas kecil pada menit ke 90.
Berdasarkan hasil praktikum, sampel yang memiliki stabilitas emulsi tertinggi yaitu pada sampel susu UHT dan santan instan tanpa pemanasan. Sedangkan sampel yang memiliki stabilitas emulsi paling rendah adalah pada bahan susu murni dan santan encer dengan pemanasan dan santan murni tanpa pemanasan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa salah satu faktor kerusakan kestabilan emulsi adalah adanya pemanasan. Namun pada santan murni tanpa pemanasan terjadi proses kerusakan emulsi yang lebih cepat dikarenakan kandungan protein murni dalam santan tidak cukup untuk menstabilkan globula lemak. Oleh karena itu, santan instan yang sudah diberi perlakuan dalam proses pembuatannya lebih stabil dibandingkan dengan santan murni (Rozaq, 2011). E. Kesimpulan
Praktikum Analisis Pangan Acara III Emulsi mempunyai beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada sampel mentega, margarin, santan instan, dan mentega shortening mempunyai emulsi tipe water in oil , sedangkan pada sampel whipped cream, susu murni, susu UHT, dan mayonnaise mempunyai emulsi tipe oil in water . 2. Sampel yang memiliki stabilitas emulsi tertinggi yaitu pada sampel susu UHT dan santan instan tanpa pemanasan. Sedangkan sampel yang memiliki stabilitas emulsi paling rendah adalah pada bahan susu murni dan santan encer dengan pemanasan dan santan murni tanpa pemanasan. Artinya, pemanasan marupakan salah satu faktor perusak stabilitas emulsi.
DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas, Dedes dan Firman Jaya. 2011. Sifat Fisiko-Kimia Mayonnaise dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Minyak Nabati dan Kuning Telur Ayam Buras. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 21 (1): 1 - 6 ISSN: 0852-3581. Ariviani, Setyaningrum, Sri Raharjo, Sri Anggrahini, dan Sri Naruki. 2015. Formulasi dan Stabilitas Mikroemulsi o/w dengan Metode Emulsifikasi Spontan Menggunakan VCO dan Minyak Sawit Sebagai Fase Minyak: Pengaruh Rasio Surfaktan-Minyak. Jurnal Agritech, Vol. 35, No. 1. Badan POM RI. 2006. Kategori Pangan. Surat Keputusan No. 00.05.52.4040 . Filip, V. I. Hradkova, and J. Smidrkal. 2009. Antioxodants in Margarine Emulsions. Czech Journal Food Science, Vol. 27. Fingas, Merv F. 2014. Water ‐in‐Oil Emulsions: Formation and Prediction. Journal of Petroleum Science Research (JPSR) Volume 3 Issue 1. Guetouache, Mourad., Bettache Guessas., and Samir Medjekal. 2014. Composition and Nutritional Value of Raw Milk. Biological DSciences and Pharmaceutical Research, Vol. 2, No. 10, pp. 115-122. Hadning, Ingenida. 2011. Formulasi dan Uji Stabilita Fisik Sediaan Oral Emulsi Virgin Coconut Oil. Artikel Penelitian Mutiara Medika Vol. 11 No. 2: 88100. Indriani. 2005. Kue Kering Untuk Jamuan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lestari, Asti. 2006. Kajian Pengaruh Suhu, Lama Pemanasan dan Konsentrasi Asam (HCl) Terhadap Kemampuan Sulfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) sebagai Oil Well Stimulation Agent. Skripsi Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor, Hal:44 -46. Meybodi, N. Mollakhalili, M.A. Mohammadifar, A.R. Naseri. 2014. Effective Factors on the Stability of Oil-in-Water Emulsion Based Beverage: A Review. Journal of Food Quality and Hazards Control 1, 67-71. Paran, Sangkan. 2009. 100+ Tips Antigagal Bikin Roti, Cake, Pastry, dan Kue Kering . PT. Kawan Pustaka. Jakarta. Prasojo, Annas Putro Senu, Sri Mulyani, Mufrod. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Stabilitas Fisik dan Kimia Lotion Penumbuh Rambut Ekstrak Biji Kemiri ( Aleurites moluccana L. Willd.). Majalah Obat Tradisional, 17(1), 1 – 7. Ramadhana, Muhammad Reza, Joni Kusnadi. 2016. Formulasi Pengembangan Produk Margarin Berbahan Minyak Ikan Tuna ( Thunnus Sp) dan Stearin Kelapa Sawit. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 2 : 525-535. Rozaq, M.A. 2011. Pengaruh Konsentrasi Lilin dan Lama Pemberian Tekanan Terhadap Sifat Fisik Emulsi Lilin Sarang Lebah. Skripsi Departemen
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Hal:7. Sari, D.K., dan Retno S.D.L. 2015. Pengaruh Waktu dan Kecepatan Pengadukan Terhadap Emulsi Minyak Biji Matahari (Heianthus annuus L.) dan Air. Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 3, Hal:155-157. Sidik, Suci L., Feti Fatimah, Meiske S. Sangi. 2013. Pengaruh Penambahan Emulsifier dan Stabilizer Terhadap Kualitas Santan Kelapa. Jurnal Mipa Unsrat Online 2 (2) 79-83. Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Kedokteran. EGC. Jakarta. Tadros, Tharwat F. 2005. E-book: Emulsion Formation, Stability, and Rheology. Weinheim: Wiley-VCH Verlag, 285-286. Usaid, Adheeb A.S et al. 2014. Emulsion and it’s Applications in Food Processing – A Review. International Journal of Engineering Research and Applications ISSN : 2248-9622, Vol. 4, Issue 4( Version 1) Wardiyati, Siti. 1995. Studi Percobaan Pembuatan dan Pemecahan Emulsi Air Dalam Minyak. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah PPNY-BATAN ISSN 0216-3128. Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. M-Brio.Bogor
DOKUMENTASI
Gambar 1.1 Penempatan Sampel ke Dalam Tabung Reaksi
Gambar 1.2 Sampel yang Digunakan
Gambar 1.3 Sampel Tanpa Pemanasan