METODE INVERSI DENGAN PENDEKATAN LINIER UNTUK PENENTUAN P ENENTUAN
“PEMODELAN INVERSI NON LINEAR
EPISENTER GEMPA”
Disusun Oleh : Achmad Mudhofar Benzamin Ikkian Silitonga Bidara Kaliandra Vinca R. Y Adrian Sayoga
3714100001 3714100021 3714100025 3714100044 3714100067
DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba, yang disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Gemp a mema nc ar ka n en er gi seismik berupa gelombang tubuh dan gelombang permukaan, dimana getaran gempa yang terasa dan terekam disebabkan oleh magnitudo dan jarak anta ra pusa t gemp a d an st as iu n. Kekuatan gempa bumi dapat diukur dengan Seismograf dengan satuan yang biasanya digunakan adalah skala Richter. Seimogram adalah alat yang mencatat gelombang seismic dimana mengandung beberapa informasi penting antara struktur interior bumi. Seismogram akan mencatat penjalaran gelombang gempa bumi dan noise yang tercatat pada komponen vertical dan horizontal dari pusat gempa. Episenter adalah titik di permukaan bumi yang berada tepat di atas atau di bawah kejadian lokal yang memengaruhi permukaan bumi. Episenter terletak di atas permukaan bumi, di atas lokasi gempa. Berlawanan dengan hiposenter (hiposentrum) yang menjadi pusat gempa dan yang terjadi di dalam bumi. Penentuan letak episentrum sangat penting untuk diketahui setelah terjadi gempa bumi. Cara untuk menentukan letak episentrum dapat ditentukan dengan menggunakan metode inversi. Di pusat gempa bumi terdapat banyak tempat yang menjadi wadah terakumulasinya energi pada suatu titik. Untuk menentukan posisi episenter gempa bumi digunakan data sintetik. Data yang digunakan berasal dari Metode Grid Search dan Random Search. Data tersebut akan dilakukan pengolahan dengan menggunakan matlab. Setelah diolah, data yang dihasilkan akan memberikan solusi inversi non linear 1.2 Permasalahan Permasalahan yang diangkat yaitu bagaimana cara menentukan titik episenter gempa dengan pemodelan inversi non linear (grid search methods dan random search methods). 1.3 Tujuan Tujuannya yaitu untuk mengetahui titik episenter gempa dengan pemodelan inversi non linear (grid search methods dan random search methods)
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Episentrum 2.1.1 Pengertian Episentrum adalah titik pada permukaan bumi yang terletak tegak lurus di atas pusat gempa yang ada di dalam bumi. Episenter terletak di atas permukaan bumi, di atas lokasi gempa. Berlawanan dengan hiposentrum yang menjadi pusat gempa dan yang terjadi di dalam bumi.
Gambar 2.1 Perbedaan Episentrum dan Hiposentrum Gelombang seismik dirambatkan dari hiposentrum ke permukaan bumi berupa gelombang P (primer) dan gelombang S (sekunder). Gelombang P merupakan getaran yang lebih dahulu dirasakan dipermukan oleh seismograf, sementara getaran-getaran berikutnya yang masih terjadi dinamakan gelombang sekunder. Setelah sampai ke permukaan bumi, getaran gempa tersebut kemudian dirambatkan ke segala arah dalam bentuk gelombang permukaan dengan cepat rambat antara 3,5 – 3,9 km/detik. Gelombang permukaan inilah yang sering kali menghancurkan wilayah yang dilaluinya. Berdasarkan letak episentrumnya, gempa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
Gempa episentrum darat
Gempa episentrum dasar laut.
Ada kalanya gempa di dasar laut dapat mengakibatkan gelombang pasang air l aut secara tiba-tiba. Gelombang pasang semacam ini dinamakan Tsunami. Tinggi gelombang laut saat terjadi tsunami dapat mencapai puluhan meter, sehingga dalam waktu sesaat gelombang pasang ini dapat menghancurkan segala sesuatu yang ada di wilayah pantai dan sekitarnya bahkan merenggut jiwa manusia. Sebagai contoh, tsunami yang menimpa kawasan Nanggroe Aceh Darussalam dan Pulau Nias tahun 2004. 3
2.1.2 Metode Penentuan Episentrum Gempa
Dalam menentukan lokasi episentrum atau sumber gempa dapat melalui dua metode sebagai berikut:
Metode Episentral
Episentral adalah jarak antara sumber gempa atau episentrum dan stasiun pengamat gempa. Untuk menentukan posisi sumber gempa dengan metode ini, diperlukan data waktu kejadian gempa minimal dari tiga stasiun pengamatan, sehingga kita dapat menghitung jarak episentral dari setiap stasiun. Salah satu data yang diperoleh bila kita melakukan pengamatan seismik adalah waktu tiba gelombang (tobs) di stasiun seismik. Bila gelombang seismik menjalar pada medium yang homogen dari posisi sumber ( x0 , y0 , z0 ), maka waktu tiba gelombangnya, misalnya gelombang P dapat dihitung di stasiun seismik (Gambar 1), dengan persamaan sebagai berikut
Gambar 1. Sumber gempa dan Stasiun seismik
(2.1) dimana : t cal pi = waktu tiba gelombang P di stasiun seimik ke i t 0 = waktu terjadi gempa v p = kecepatan gelombang P
Dalam menentukan hiposenter memakai metoda di atas, maka langkah yang harus dilakukan adalah menyusun matriks sesuai dengan persamaan (2.5). Matriks tersebut adalah matriks berelemen parameter model (mn), matriks Jacobi (Jn), dan matriks berelemen selisih data waktu tiba dengan waktu tiba perhitungan (T obs – Tcal). Dalam studi ini diasumsikan kecepatan 4
gelombang P ( v p ) konstan dan waktu terjadi gempa t 0 diketahui dari hubungan data waktu tiba gelombang P dengan selisih waktu tiba gelombang S dengan P. Parameter model di dalam penentuan hiposenter adalah x0 , y0 , z0 , ditulis dalam bentuk matriks untuk n = 0 adalah
(2.2) Matrik Jacobi J n diperoleh dengan menurunkan persamaan (5) terhadap parameter model x0 , y0 , z0 , dan disusun dalam bentuk matriks sesuai persamaan (4) unuk n = 0, yaitu :
(2.3) dengan
(2.4) Dalam matriks Jacobi tersebut, jumlah baris sama dengan jumlah stasiun dan jumlah kolom sama dengan jumlah parameter model. Nilai (d - g(m0)) adalah selisih data waktu tiba pengamatan dengan waktu tiba perhitungan di masing – masing stasiun seismik, dan ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut :
5
(2.5) Solusi diperoleh bilamana parameter model memiliki kesalahan terkecil atau kesalahan dengan kreteria yang diinginkan. Nilai kesalahan (E) dapat dihitung dari jumlah kesalahan kuadrat : E = ∑(t cal pi − t obs pi )
(2.6)
Metode Homoseista
Homoseista merupakan garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat di permukaan Bumi yang mencatat getaran gempa yang pertama pada waktu yang sama. Sebagai contoh pada sebuah seismograf yang terdapat di stasiun D, E, dan F mencatat getaran gempa pada pukul 20:35.15 WIB. Pada peta ketiga stasiun tersebut terletak pada satu garis homoseista. Untuk menentukan lokasi episentrum, buatlah garis DE, dan EF kemudian tariklah sumbu dari kedua garis tersebut. Pertemuan kedua sumbu garis merupakan lokasi episentrum. Berdasarkan data seismometer, para ahli gempa bumi telah mengembangkan berbagai ukuran untuk mengukur kekuatan sebuah gempa. Skala yang terkenal dan banyak digunakan adalah skala yang disusun oleh Charles F. Richter dan Beno Gutenberg berdasarkan gempa yang terjadi di California pada 1906. Skala ini kemudian terkenal dengan nama skala richter. 2.2 Solusi Inversi non Linier dengan Pendekatan Linier
Secara umum, hubungan antara data dengan parameter model yang tidak linier dapat dinyatakan dengan persamaan eksplisit yaitu : d
= g(m)
(2.7)
dimana : d adalah data g merupakan fungsi pemodelan ke depan m adalah model yang terdiri atas sejumlah parameter model.
d dan m menyatakan besaran vector. Parameter model yang tidak linier dapat didekati secara linier dengan memakai ekspansi Taylor orde pertama g( m) di sekitar model awal m0, maka persamaan (2.7) menjadi 6
d = g(m0) + J0
m0
(2.8)
∂g
i dengan J0
=
adalah matriks Jacobi m
j
dengan komponen berupa turunan parsial fungsi g(m) terhadap setiap elemen parameter model m yang dievaluasi pada m = m0 dan m0 = [ m - m0]. Persamaan (2.8) tersebut dapat diselesaikan memakai metoda kuadrat terkecil, yaitu mencari solusi m0 yang menghasilkan (d – (g( m0) + J0 m0) minimum. Artinya kuantitas yang diminimumkan adalah selisih data pengamatan dengan data perhitungan dengan menggunakan pendekatan orde pertama ekspansi Taylor. Solusi persamaan (2.8) tersebut adalah m0= [J 0T J0 ]-1J0T (d - g(m0))
(2.9)
Notasi superposisi T dalam persamaan di atas menyatakan transpos. Dengan memperhatikan m0 = [ m - m0], maka solusi tersebut dapat diartikan sebagai suatu pertubasi terhadap model awal m0 untuk memperoleh model m yang lebih baik, sehingga m = m0 + m 0. Model yang optimum diperoleh melalui proses modifikasi terhadap model awal m0 secara iteratif menggunakan persamaan (2.9). Hubungan antara pertubasi model dengan model pada dua iterasi yang berurutan, maka model pada iterasi ke n+1, dapat ditulis: mn+1= mn + [JnT Jn ]-1JnT(d - g(mn))
(2.10)
2.3 Least Square Method
Suatu permasalahan inversi dapat dikatakan linear apabila dapat direpresentasikan ke dalam persamaan d = Gm. Nilai m dapat diperoleh dari data observasi. Apabila dilakukan fitting terhadap semua titik data observasi kepada satu garis, maka garis yang didapat disebut garis regresi. Misalnya ada satu set data observasi yang ditulis sebagai (x1 , y1), (x2 ,y 2),.....,(xn ,y n) garis regresinya dinyatakan sebagai : = 0 + 1
(2.11)
Dan setiap data memenuhi relasi; = 0 + 1 1 +
(2.12)
Dimana disebut error , residual, atau sering juga disebut Misfit atau kesalahan prediksi (prediction error). Garis regresi tidak akan berhimpit dengan setiap data observasi dan bias anya untuk kasus inversi seperti ini selalu overdetermined. Secara umum, tipe mas alah inversi seperti 7
ini diselesaikan dengan metode least squares. Dengan metode least squares, kita mencoba meminimalkan error,ei, dengan cara menentukan nilai a0 dan a1sedemikian rupa sehingga diperoleh jumlah kuadrat error, (S), yang minimal. Maka sebagai contoh dilakukan sebagai berikut. dengan persamaan sebelumnya artinya akan dilakukan pendekatan secara linear dimana fungsi pendekatannya adalah sebagai berikut:
(2.13) Berikut ini merupakan contoh data observasi yang coba digunakan sebagai contoh:
Maka dari data tersebut dapat dilakukan plotting terhadap sumbu x dan sumbu y sebagai berikut:
Gambar 2.3 Hasil plotting data observasi terhadap sumbu x dan sumbu y Yang menjadi masalah adalah nilai konstanta a1 dan a0 yang mengakibatkan posisi garis paling mendekati atau bahkan melalui titik data yang telah diplot. Sehingga nilai yi pada persamaan sebelumnya sama dengan P(xi) sehingga dapat dibentuk persamaan baru sebagai berikut:
(2.14) 8
Dimana jumlah data (m) = 10. Suku pada sebelah kiri disebut fungsi error, yaitu
(2.15) Fungsi error tidak pernah bernilai nol berdasarkan data yang diperoleh dari eksperimen. Sehingga tidak pernah ditemui garis yang berhimpit. Akan tetapi fungsi error tetap memiliki nilai paling kecil atau mendekati nol. Itulah yang akan dicari dengan metode least square ini dengan sedikit perubahan pada fungsi error sebagai berikut:
(2.16) Syarat yang harus dipenuhi agar fungsi error minimum adalah
(2.17) Dimana i = 0 dan 1 , karena hanya ada a0 dan a1 maka han ya ada dua penurunan yaitu
(2.18)
dan
(2.19) Dari penurunan tersebut maka diperoleh solusi sebagai berikut 9
(2.20) dan
(2.21) Sehingga apabila dimasukkan data eksperimen yang dibuat sebelumnya maka diperoleh nilai
(2.22) dan
(2.23) Oleh karena itu fungsi pendekatannya P(x i) adalah (2.24) Jadi yang merupakan koefisien regresi adalah nilai a0 (intercept) dan a1 (gradient/slope). Berikut ini merupakan gambar solusi regresi linear pada semua titik datanya.
Gambar 2.4 Contoh solusi regresi linear 10
BAB III METODOLOGI Berikut ini merupakan diagram alir hingga didapatkan hasil perhitungan obyektif dan matching antara posisi episenter dengan model prediksi
11
Berikut ditampilkan script yang digunakan dalam pemodelan inversi non linear yang digunakan untuk penentuan episenter gempa: clear all clc to=0; vp=4; ti=[7;1.2;5;8;10]; x=[20;50;40;10;30]; y=[10;25;50;40;35]; h=length(x); plot(x,y,'h') hold on M=[40;30]; [X,Y]=meshgrid(0:10:80,0:10:80); plot(X,Y,'.') xlabel('X'); ylabel('Y'); M1=[]; for n=1:20 gm=to+(1/vp)*(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2)); dgm_dx=(1/vp)*(-(x-M(1)))./(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2)); dgm_dy=(1/vp)*(-(x-M(2)))./(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2)); J=[dgm_dx dgm_dy]; Mo=M; M=Mo+inv(J'*J)*J'*(ti-gm); M1=[M1 M]; Mn=M1'; end; plot(Mn(:,1),Mn(:,2),'o') hold on plot(Mn(:,1),Mn(:,2)) t_cal1=to+(1/vp)*sqrt((x(1)-X).^2+(y(1)-Y).^2); Error1=(t_cal1-ti(1)).^2; t_cal2=to+(1/vp)*sqrt((x(2)-X).^2+(y(2)-Y).^2); Error2=(t_cal2-ti(2)).^2; t_cal3=to+(1/vp)*sqrt((x(3)-X).^2+(y(3)-Y).^2); Error3=(t_cal3-ti(3)).^2; t_cal4=to+(1/vp)*sqrt((x(4)-X).^2+(y(4)-Y).^2); Error4=(t_cal4-ti(4)).^2; t_cal5=to+(1/vp)*sqrt((x(5)-X).^2+(y(5)-Y).^2); Error5=(t_cal5-ti(5)).^2; Erms=sqrt((1/n)*(Error1+Error2+Error3+Error4+Error5)); [cs,h]=contour(X,Y,Erms,[0:0.5:15])
12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Melakukan input data berupa kecepatan gelombang gempa yang terekam pada setiap stasiun. Terdapat tiga komponen penting disini yaitu waktu dan,kecepatan gelombang dan jarak clear all clc to=0; vp=4; ti=[7;1.2;5;8;10]; x=[20;50;40;10;30] y=[10;25;50;40;35] h=length(x); plot(x,y,'h') hold on
Melakukan tebakan awal, setelah itu dibuatlah Fungsi meshgrid digunakan untuk membuat jaring-jaring (grid) pada bidang x-y yang diatasnya terdapat permukaan fungsi. Perintah ini akan mentransformasi vektor x dan y pada domain tertentu menjadi bentuk array X dan Y yang dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi dengan dua variabel dan plot permukaan 3D. Disini meshgrid difungsikan untuk membuat vektor gempa. M=[40;30]; [X,Y]=meshgrid(0:10:80,0:10:80); plot(X,Y,'.') xlabel(‘X'); ylabel(‘Y'); M1=[];
Metode inversi dengan formulasi linear dan hubungan data dengan parameter model Nilai d=Gm d = ti-gm Rumus gm yang dipakai pada matlab adalah gm=to+(1/vp)*(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2));
13
Proses inversi dilakukan dengan menentukan model t erlebih dahulu dan juga jacobi dengan menggunakan script berikut : for n=1:20 gm=to+(1/vp)*(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2)); dgm_dx=(1/vp)*(-(x-M(1)))./(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2)); dgm_dy=(1/vp)*(-(x-M(2)))./(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2)); J=[dgm_dx dgm_dy]; Mo=M; M=Mo+inv(J'*J)*J'*(ti-gm); M1=[M1 M]; Mn=M1'; end ;
Penambahan pengaruh error dari noise dengan Metode Least-Square Dengan cara meminimumkan jarak antara Tical (hasil perhitungan) dengan Ti obs (hasil pengamatan). Dalam bentuk diskrit, persamaan dapat dinyatakan sebagai
Hal ini terjadi karena waktu tempuh t tidak berbanding lurus dengan parameter model v, melainkan berbanding terbalik. Hubungan ini dinamakan non-linear terhadap v. Namun demikian, jika kita mendefinisikan parameter model c = 1/v, dimana c adalah slowness gelombang seismik. Jika dalam garis regresi dinyatakan sebagai y = a0 + a1x maka data memenuhi relasi yi = a0 + a1xi + ei, dimana ei disebut error Pada stasiun pertama: t_cal1=to+(1/vp)*sqrt((x(1)-X).^2+(y(1)-Y).^2); Error1=(t_cal1-ti(1)).^2;
Untuk stasiun ke dua hingga ke 5 dilakukan juga perhitungan nilai eror seperti berikut : t_cal2=to+(1/vp)*sqrt((x(2)-X).^2+(y(2)-Y).^2); Error2=(t_cal2-ti(2)).^2; 14
t_cal3=to+(1/vp)*sqrt((x(3)-X).^2+(y(3)-Y).^2); Error3=(t_cal3-ti(3)).^2; t_cal4=to+(1/vp)*sqrt((x(4)-X).^2+(y(4)-Y).^2); Error4=(t_cal4-ti(4)).^2; t_cal5=to+(1/vp)*sqrt((x(5)-X).^2+(y(5)-Y).^2); Error5=(t_cal5-ti(5)).^2;
Selanjutnya dilakukan perhitungan Erms dan juga interpolasi antara hasil dengan nilai eror dengan menggunakan script berikut ini : Erms=sqrt((1/n)*(Error1+Error2+Error3+Error4+Error5)); [cs,h]=contour(X,Y,Erms,[0:0.5:15])
Gambar di atas memperlihatkan hasil perhitungan objektif yang dinyatakan oleh kesalahan perhitungan rata-rata (Erms) pada setiap grid 1km x 1km untuk N=20. Terlihat bahwa posisi episenter gempa yang sebenarnya tidak terlalu match dengan model prediksi, ini mungkin dikarenakan fungsi error pada setiap stasiun disebabkan oleh noise yang ditambahkan pada data kalkulasi.
15
BAB V KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang didapatkan pada percobaan kali ini antara lain:
Posisi episenter gempa tidak terlalu match dengan model prediksi Faktor yang mempengaruhi ketidak match an adalah fungsi eror pada setiap stasiun yang disebabkan oleh noise pada data kalkulasi Berdasarkan percobaan yang dilakukan, cara penentuan episenter gempa bumi secara sederhana dapat menggunakan Pemodelan inversi Non Linear, dimana pemodelan dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode grid search dan random s earch
16
DAFTAR PUSTAKA Ghozaliq. “Cara menghitung Kekuatan Gempa” . 13 Mei 2016 https://ghozaliq.com/2015/07/09/cara-menghitung-kekuatan-gempa/
pukul
18.15.
Grandis, Hendra. 2009. “Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika” . Jakarta : Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Sujatmiko, Eko . 2014. “Kamus IPS”. Surakarta: Aksara Sinergi Media Supryanto, Eng. 2007. “Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inversi” . Jakarta : Departemen Fisika Universitas Indonesia
17