LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL SKENARIO 4 BLOK 6 “
KELAINAN JARINGAN LUNAK MULUT DAN PERIODONTAL AKIBAT FAKTOR NON LOKAL ET CAUSA INFEKSI BAKTERI NON SPESIFIK DAN KELAINAN DARAH
”
Kelompok 9 Ketua
: Syafrizal Aji Pamungkas
155070400111009 155070400111009
Sekretaris
: Syifa Aziza
155070407111004 155070407111004
Anggota
:
Chofifatu Rizki Rahayu
155070400111036 155070400111036
Ega Calvina Putri
155070400111017 155070400111017
Salsabila Shelvie Widianisma
155070401111020 155070401111020
Siti Aisa
155070400111011 155070400111011
Trishinta Melati Irgananda
155070407111022 155070407111022
Uswatun Khasanah
155070401111002 155070401111002
Wahidatul Amalia Firdausya
155070401111023
DK 1 : Senin, 20 Maret 2017 DK 2 : Kamis, 23 Maret 2017 FASILITATOR : drg. Nungky Devitaningtyas
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulisan laporan hasil diskusi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan ini berisi seputar Kelainan jaringan j aringan lunak l unak mulut dan periodontal akibat faktor non lokal et causa infeksi bakteri non spesifik dan kelainan kelainan darah Selain bantuan dari Tuhan, penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menulis laporan ini sehingga penulis dapat mempertanggung jawabkan hasil diskusi kelompok 9 yang membahas mengenai evaluasi perawatan endodontik dan perawatan pada kegagalan endodontik. 2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan selalu memberikan semangat serta motivasi-motivasi kepada penulis selama proses pembuatan laporan ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 3 .Semua pihak yang turut membantu kelancaran pembuatan makalah ini. Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan ini. Namun bila masih ada kekurangan, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun dalam penyusunan penyusunan laporan-laporan berikutnya
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................................
i
Kata Pengantar...............................................................................................................
2
Daftar Isi........................................................................................................................
3
BAB I SKENARIO ..................................................................................................................
4
BAB II IDENTIFIKASI MASALAH........................................................................................
5
BAB III HIPOTESIS...................................................................................................................
7
BAB IV LEARNING ISSUES...................................................................................................
8
BAB V LEARNING OUTCOME..............................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
23
3
BAB I SKENARIO
NAFAS BAU BESI Seorang pasien perempuan 40tahun datang dengan keluhan sebagian gusi bengkak, mudah sekali berdarah dan sakit. Pasien juga mengeluh febris sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan klinis ditemukan kondisi oral hygiene yang buruk, fetid odor dan ulserasi nekrotik pada seluruh gingival dengan tingkat keparahan bervariasi, serta tampak daerah memutih yang menunjukkan tulang periodontal di sekitar gigi 24. Hasil pemeriksaan laboratorium darah paisen menunjukkan Hb 8 g/dL(); Ht 25% (); eritrosit 3,5 juta/uL(); trombosit 100.000 sl/mm 3 (), leukosit 4500 sel/mm 3(); neutrofil 1000 sel/mm 3 (); MCV 80 fl (); MCH 25 pg (); MCHC 30 g/dL (); different count shift to the left; sediaan apusan darah ditemukan sel blast. Dokter gigi melakukan perawatan sesuai dengan kondisi pasien dengan memperhatikan kelainan darah pada pasien tersebut.
4
BAB II IDENTIFIKASI MASALAH
1.
2.
Apa yang menyebabkan gusi bengkak dan berdarah? -
Ulserasi nekrotik
-
OH buruk
-
Bakteri
-
Inflamasi
Apa yang menyebabkan pasien mengeluh adanya febris sejak dua hari yang lalu? Gusi bengkak
3.
peradangan infeksi respon
imun demam
Apakah OH buruk mempengaruhi febris? Mengapa? Ya, karena OH buruk gusi bengkak febris. Bakterinya banyak menyebabkan infeksi bakteri lebih kuat.
4.
5.
Apakah penyebab fetid odor? -
OH buruk
-
Ulserasi nekrotik
-
Hasil sampingan dari bakteri
-
Gusi sering berdarah
-
Manifestasi dari anemia
Apa yang dimaksud dengan ulserasi nekrotik? Luka yang sel-selnya mati
6.
Mengapa terjadi ulserasi nekrotik? -
OH buruk
-
Kuman Leptothrix bucalis: Bacilus fusimoris, Treponema: Borrelia vincenti, manifestasi dari: Acute Ulcerative Gingivitis.
7.
Mengapa tingkat keparahan ulser bervariasi dan terjadi padaseluruh gingiva? Karena NUG disebabkan oleh bakteri Polimikrobrial dengan tingkat toksisitas tang berbeda sehingga ulser bervariasi dan pasien karena ada kelainan darah, respon imun lemah sehingga terjadi pada seluruh gingiva.
8.
Mengapa tulang periodontal terlihat? Ulserasi terjadi terlalu lama sehingga terjadi necroting yang terlalu dalam.
9.
Mengapa tulang periodontal hanya terlihat disekitar gigi 24? Karena bakteri yang bervariasi/polimikrobial.
10. Diagnosis kelainan darah berdasarkan hasil laboratorium? 5
-
Anemia
-
Trombositopenia
- Neutropenia -
Leukemia
-
Hemofili
11. Apakah ada hubungan kelainan darah dengan seluruh keluhan? Gingiva pucat anemia Darah sukar membeku
hemofilia
GE leukimia dan neutropenia Mudah terjadi pendarahan trombositopenia 12. Apa saja manifestasi dari kelainan darah di rongga mulut? Gingiva pucat anemia Darah sukar membeku
hemofilia
GE leukimia dan neutropenia Mudah terjadi pendarahan trombositopenia 13. Apakah perawatan yang sesuai dengan pasien tersebut? ANUG antibiotik GE gingivektomi ANUP SRP, pemberian antibiotik
6
BAB III HIPOTESIS
Infeksi Jaringan Periodontal oleh bakteri non-spesifik
SRP, Pemberian antibiotik
ANUG
-
ANUG
SRP, Pemberian antibiotik
OH buruk Gusi bengkak Ulserasi nekrotik Gusi sering berdarah Fetid odor Febris
Kelainan darah dan manifestasi pada rongga mulut
Anemia
Leukimia
Trombositopenia
Leukimia
Hemofilia
Gingiva pucat
Mudah berdarah
Gingival Enlargement
Gingival Enlargement
Darah sukar beku
7
BAB IV LEARNING ISSUES
1. Infeksi jaringan periodontal oleh bakteri non spesifik Klasifikasi a. Definisi b. Etiologi c. Patogenensis d. Gambaran klinis e. Pemeriksaan penunjang f. perawatan 2. Kelainan darah Klasifikasi a. Definisi b. Etiologi c. Patogenensis d. Gambaran klinis e. Pemeriksaan penunjang f. perawatan
8
BAB V LEARNING OUTCOMES A. Infeksi Jaringan Periodontal Oleh Bakteri Non Spesifik 1. NUP a. Definisi NUG adalah penyakit pada gingival yang disebabkan oleh infeksi mikrooraganisme, disaat pertahanan host juga menurun. Karakteristik : jaringan gingival mati atau mengalami nekrosis dan sloughing (jaringan nekrotik yang terpisah dari jaringan hidup), serta timbul sign&symptom. (Carranza’s) b. Etiologi
Rule of Bacteri
-
“Plaunt and Vincent” mengenalkan konsep dimana NUP disebabkan oleh bakteri spesifik yaitu a Fusiform bacillus dan juga spirochetes organisem)
-
Baru – baru ini dikemukakan Loches dan rekannya menjelaskan flora konstan dan variable yang terkait dengan NUG. Flora konstan terdiri dari organism Fusospirochetal dan juga didukung oleh bakteri lain. Temuan bakteriologis telah didukung oleh data immunologi, peningkatan IgG & IgM titers antibody untuk spirocethes ( ukuran menengah sampai 90%) dan spirochetes besar.
-
Penyebab spesifik NUG belum ditentukan. Pendapatumum adalah bahwa hal itu disebabkan atau dihasilkan oleh kompleks organism tetapi membutuhkan perubahan jaringan dibawahnya untuk memudahkan pathogen bakteri.
Faktor Predisposisi Lokal 1. Sudah adanya penyakit gingivitis Poket periodontal yang dalam, dan flap pericoronal adalah daeerah rawan khususnya untuk kejadian penyakit karena pada daerah tersebut menawarkan lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangan fusospirochetes, dan karenanya daerah tersebut disebut sebagai daerah inkubasi. 2. Trauma Gingiva Daerah gingival yang terkena trauma (Maloklusi). Seperti daerah palatal gigi incisive rahang atas dan permukaan labialdari incisive Mandibula adalah daeerah yang sering terjadi NUG. 3. Merokok
9
Efek toxin langsung dari tembakau pada vaskularisasi gingival / perubahan oleh nikotin dan zat lainnya. Faktor Predisposisi Sistemik 1. Malnutrisi ( Defisiensy Vitamin) Kekurangan nutrisi seperti vit b & vit c meningkatkan respon daari jaringan gingival yang diinisiasi oleh peningkatan flora pathogen. Beberapa peneliti menemukan peningkatan flora fusospirochetal pada pasien dengan diet gizi yang seimbang. 2. Penyakit yang melemahkan Seperti keracunan zat-zat logam, gangguan pencernaan parah, kelainan darah, dan immunodeficiency syndrome. 3. Factor Psicomatic Cohen dan temannya mengemukakan bahwa gangguan kejiwaan dapat menyebabkan aktivasi dari sumbu hypothalamus pytuaryadrenal. Sehingga menghasilkan peningkatan serum dan kortisol urin yang berhubungan dengan depresi
limfosiy
dan
penurunan
fungsi
PMN
leukosit
sehingga
mempengaruhi terjadinya NUG. c. Patogenensis
Tahapan Perkembanagn NUG (Pindborg et al) : 1) Terjadi erosi hanya pada ujung papilla interdental 2) Lesi meluas ke margin gingival dan menyebabkan perluasan erosi pada seluruh papilla sehingga menyebabkan hilangnya seluruh papilla 3) Terajadi kerusakan pada attached gingival 4) Tulang terbuka (exposure bone)
Horning dan Cohen menjelaskan tahapan penyakit nekrosis pada rongga mulut berdasarkan insidensi kejadiannya (%) : Stage 1 : Nekrosis pada ujung interdental papilla (93%) Stage 2 : Nekrosis pada seluruh papilla (19%) Stage 3 : Nekrosis meluas ke margin gingival (21%) Stage 4 : Nekrosis juga meluas ke attached gingival (1%) Stage 5 : Nekrosis meluas ke mukosa bukal dan labial (6%) Stage 6 : Nekrosis menyebabkan tulang terbuka (1%)
10
Stage 7 : Nekrosis yang menyebabkan kulit pada pipi berlubang (0%)
Berdasarkan penjelasan Horning dan Cohen, maka dapat disimpulkan : Stage 1 : NUG Stage 2 : antara NUG atau NUP, karena terjadi attachment loss Stage 3 dan 4 : NUP Stage 5 dan 6 : Necrotizing stomatitis Stage 7 : noma (disebut juga cancrum oris adalah stomatit is gangrenosa yang bisa menyebar ke jaringan di wajah. Biasanya terjadi pada anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental). d. Gambaran Klinis
Oral Signs Karakteristik : -
Lesi NUG berbentuk punched-out , craterlike depression (kawah) pada puncak interdental papilla, bila berlanjut dapat meluas ke margin gingival (jarang meluas ke attached gingival dan oral mucosa). Permukaan gingival craters (kawah yang terbentuk pada gingival) tertutupi oleh psuedomembrane slough, gray, garis demarkasi dari mukosa gingival yang tersisa. Secara klinis permukaan ini terlihat sebagai linear erythema.
-
Lesi berkembang merusak gingival dan jaringan periodontal di bawahnya.
-
Mudah berdarah bila terkena sentuhan ringan (spontaneous gingival hemorrhage)
-
Sering disertai dengan fetid odor (bau mulut) dan produksi saliva yang berlebihan
-
NUG dapat terjadi secara bersamaan dengan gingivitis kronis atau poket periodontal. Namun NUG lebih menyebabkan terjadinya resesi gingival daripada terbentuknya poket periodontal, karena pada NUG terjadi nekrosis yang melibatkan margin gingival.
Oral Symptom -
Lesinya sangat sensitive bila disentuh
-
Timbul gnawing pain (nyeri yang sangat sakit) terutama saat makan makanan yang pedas atau panas dan rasa sakit tersebut juga timbul saat mengunyah. 11
-
Penderita merasakan rasa seperti logam (‘metallic taste’)
-
Penderita merasa salivanya berlebihan atau semakin banyak
Extraoral and Systemic Signs and Symptoms Pasien dapat beraktivitas seperti biasa (misalnya berjalan) dan memiliki gejala
-
sistemik minimal Terjadi local lymphadenopathy dan peningkatan suhu tubuh secara ringan,
-
biasanya terjadi saat penyakit ini dalam fase mild atau moderate Pada kasus yang parah, timbul gejala demam tinggi, denyut nadi meningkat,
-
leukositosis, kehilangan nafsu makan, mudah lelah Pada anak-anak, reaksi sistemik terjadi lebih parah, yaitu terjadi insomnia,
-
konstipasi, gastro-intestinal disorder, sakit kepala, dan depresi mental e. Pemeriksaan Penunjang Histopatologi
Dalam pemeriksaan mikrokopis, lesi muncul dengan inflamaasi Acute Necrotizing pada marginal gingival menyertakan stratified squamous ephitelium dan underlying tissue. Radiograf Tidak tterjadi kerusakan dari tulang alveolar. f. Perawatan 1) Non Ambulatory pasient: Dengan Gejala komplikasi systemic Treatment Day 1 - Treatment local untuk membataasi peerkembangan dengan cara menghilangkan pseudo membrane dengan cotton pellet yang dicelupkan antiseptic - Istirahat total dan berkumur dengan H 2O2 3 % - Meminum obat antibiotic systemic Day 2 - Jika kondisinya membaik, dilakukan perawatan seperti ambulatory pasien. Jika tidak ada perkembangan selama 24 jam kunjungan hatus dibuat treatment swab gently ( pada ulser) dengan H2O2. Diulang selama beberapa hari. Day 3 - Dalam kebanyakan kasus, kondisi biasanya akan membaik dan mulai dilakukan treatment ambulatory patien. -
2) Ambulatory pasient: tidak ada gejala sistemik Treatment 12
Day 1 - Anestesi topical diberikan dan setelah 2/3 menit area tersebut dilakukan swab dengan cotton pellet untuk menghilangkan pseudomembran setelah area dibersihkan dengan air garam, kalkulus dihilangkan dengan ultrasonic scaler. Pasien dengan NUG sedang sampai berat dap diberi juga antibiotic Amoxicilin 500mg x 3 perhari yang alergi dapat diberi azitrhomicin 500mg 1 x perhari selama 3 hari atau metronidazole 400-500 mg x 2 perhari selama 7 hari. - Scalling subginggica dan kuretase kontraindikasi untuk saat itu karena infeksi dapat terjadi lebih dalam. - Instruksi pasien untuk berhenti merokok, kurur dengan H 2O2 3 % dan air garam hangat setiap 2 jam sekali Day2 - Pembersihan Kalkulus dengan scaler Day 3 - SRP diulangi dan penghentian kumur diberikan DHE Day 4 - Instruksi selalu menjaga OH dan pengulangan SRP Day 5 - Perjanjian merawat gingivitis kronis, poket periodontal dan eliminaasi iritan local. Penematan pasien pada treatment plant maintenece. Treatment mendatang yang disarankan a) Gingivoplasty b) Peran dari obat antibiotic c) Treatment sistemik support d) Supplement nutrisi. 2. NUP a. Definisi Nekrosis Ulserasi Periodontitis (NUP) merupakan lanjutan dari nekrosis ulserasi gingivitis (NUG) pada stuktur periodontal, yang ditandai dengan adanya kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang. b. Etiologi Etiologi dari NUP belum dapat ditentukan, meskipun campuran bentukan fusi bakteri spirosit dalam lingkungan yang digambarkan berperan dalam penyakit ini. Karena bakteri pathogen tidak bertanggung jawab dalam menyebabkan penyakit ini, beberapa factor predisposisi seperti Host yagn mungkin mempengaruhi. Factor predisposisi yang turut ikut serta dalam NUG, termasuk OH yang buruk, penyakit periodontal sebelumnya, merokok, infeksi virus, status gangguan komunitas, stress psikologis dan malnutrisi. Penilaian dari lingkungan mikroba dari lesi NUP lebih banyak, aktivitas dan terbatas pada panalitian HIV positif dan penderita AIDS, dengan beberapa komplikasi yang ada. Murray et al. melaporkan bahwa kasus dari NUP pada penderita HIV positif menunjukkan signifikasi jumlah besar terhadap jamur oportunis Candida albicans dan tingginya prevalensi dari Actinobacillus 13
actinomycetemcomitans, Prevotella intermedia, Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum, dan jenis Campylobacterdibanding dengan control HIV negative. c. Patogenensis Tampak bahwa respon imun yang terganggu dan resistensi host yang rendah terhadap infeksi adalah faktor signifikan dalam awal mula dan progresi NUP. Contoh terbaik dari gangguan sistem imun host dengan predisposisi untuk NUP adalah pasien HIV-positif/AIDS. Sebagaimana komplikasi yang berhubungan dengan infeksi lain dari HIV/AIDS, status gangguan sistem imun pasien tersebut menyebabkan mereka rentan terhadap infeksi periodontal oportunistik, termasuk NUP. Beberapa faktor lain telah diidentifikasi, khususnya pada kasus NUG, yang dapat memainkan peranan dalan NUP, termasuk merokok, infeksi virus, stres psikososial, dan malnutrisi. Meskipun tidak ada dari salah satu faktor diatas mencukupi untuk menyebabkan penyakit necrotizing , dalam kombinasi dengan kondisi immunosupresan lain, mereka tidak diragukan memiliki potensi untuk memberikan pengaruh negatif terhadap respon host atau resistensi terhadap infeksi. d. Gambaran Klinis Seperti pada NUG, kasus klinis pada NUP merupakan nekrosis dan ulserasi dari koronal ke Interdental Papil dan Margin Gingiva dengan rasa nyeri, kemerahan pada margin gingival dengan perdarahan ringan. Gambaran klinis yang jelas pada NUP yaitu kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang. Pada tulang interdental papil yang lebih dalam juga terdapat lesi periodontal seperti pada NUP. Meskipun konvensional, poket periodontal dengan probing deep tidak ditemukan karena ulserasi dan nekrosis alami dari lesi gingival pada epitel marginal dan jaringan ikat, yang menghasilkan kerusakan berupa resesi gingival lanjutan lesi dari NUP diawali dengan kehilangan tulang yang parah terjadi kegoyangan gigi dan kehilangan gigi. Penambahan adanya manifestasi oral, seperti yang telah disebutkan, pada penderita NUP juga terdapat oral malodor, demam, malaise atau limpadenopati.
e. Pemeriksaan Penunjang
Temuan Mikroskopik Pada penelitian menggunakan transmisi (TEM) dan scanning electron microscopy (SEM) pada plak mikroba yang berada pada papila gingiva nekrotik, 14
Cobb et al memperlihatkan kesamaan histologis yang menyolok antara NUP pada pasien HIV-positive dan penjelasan sebelumnya dari lesi NUG pada pasien bukan HIV. Biopsi melibatkan papila posterior dari 10 laki-laki dan 6 perempuan pasien HIV-positive dengan NUP dievaluasi. Pemeriksaan mikroskopis menyatakan permukaan biofilm yang tersusun dari campuran flora mikroba dengan morfotipe berbeda dan flora subpermukaan dengan agregasi tebal dari spirochetes (zona bakterial). Dibawah lapisan bakterial adalah agregasi tebal PMN (zona kaya netrofil) dan sel nekrotik (zona nekrotik). Teknik biopsi digunakan dalam penelitian ini tidak memberikan observasi dari lapisan paling dalam dan sehingga tidak mampu untuk mengidentifikasi zona infiltrasi spirochetal , yang secara klasik dijelaskan dalam lesi NUG. Sebagai tambahan terhadap sifat mikroskopik pada NUP yang menyerupai NUG dijelaskan dalam penelitian ini, level tinggi dari ragi ( yeast ) dan virus menyerupai herpes diamati. Temuan yang terakhir adalah kemungkinan paling indikatif dari kondisi diberikan terhadap mikroba opportunistik dalam host dengan gangguan (pasien HIV-positif). f. Perawatan - Pembuangan jaringan nekrotik dan pseudomembran dibawah anestesi lokal -koreksi kondisi sistemik -Scalling dan Root Planning -Local dan sistemik antibiotik -Antiseptik mouthwash (Chlorhexidine) -Obat antifungal dan antiviral -Perbaikan nutrisi dan kondisi sistemik 3. NUS a. Definisi - NUS merupakan lesi dengan progresivitas yang parah dengan perluasan sampai ke arah vestibular dan palatal - NUS dapat sangat destruktif, nyeri akut, mempengaruhi jaringan lunak mulut dengan tulang di bawahnya - NUS dapat terjadi dengan sendirinya/disebabkan oleh perluasan NUP dan biasanya berhubungan dengan supresi parah sel imun CD4 b. Etiologi - Pasca operasi - Obat untuk maintenance pasca kemoterapi (mercaotopurine, meethotroxate, prednisore) - Penderita AIDS - Supresi parah dari sel imun CD4 HIV c. Gambaran Klinis - Demam - Malnutrisi parah - Sakit pada gingiva - Engorged cervical lymphadenitis - Ulcer dengan area nekrotik yang luas disertai pseudomembran pada tulang alveolar - Akumulasi plak - Halitosis 15
d. Perawatan TAHAP 1 1. Lokal - Menghilangkan jaringan nekrotik superficial dengan H2O2 2% - Meningkatkan OH - Kumur dengan CHX 0.12% 2. Sistemik - Metronidazole (500 mg 4x sehari) - Amoxicillin (500 mg 4x sehari)
TAHAP 2 1. 2. 3. 4.
Instruksi OH Aplikasi gel fluoride 1,23% secara topikal 3x seminggu Splinting (bila perlu) Membuang tulang yang terinfeksi untuk mempermudah penyembuhan luka jika terdapat tulang nekrosis.
4. NOMA a. Definisi
Infeksi akut dan suatu gangren yang melibatkan hingga wajah dengan progresivitas cepat karena polimikroba b. Etiologi - Fusobacteria necrophorum dan prevotella intermedia - Faktor predisposisi = malnutrisi vitamin A dan B , dehidrasi , oh buruk dan mal ignansi c. Gambaran Klinis Lesi awal dakit pada mukosa gingiva atau bucal yang menyebar dengan cepat dan nekrosis. - Bibir dan pipi bengkak - Nyeri - Kerusakan tulang - Perubahan pada bentuk wajah d. Perawatan - Perbaikan nutrisi - Pemberian antibiotik - Operasi plastik dan rekontruksi B. Kelainan Darah 1. ANEMIA a. Definisi Anemia adalah kelainan darah yang ditandai dengan penurunan jumlah dan kualitas dari darah. Sebagai manifestasi dari kurangnya jumlah eritrosit dan hemoglobin. b. Etiologi Diklasifikasikan berdasarkan morfologi sel dan jumlah Hb: 16
1. Anemia Mikrositik Hipokrom ( Iron deficiency anemia ) Disebabkan karena defisiensi zat besi 2. Anemia Makrositik Hipokrom ( Pernicious anemia ) Disebabkan karena defisiensi vitamin B12 3. Anemia Normositik Normokrom ( Hemolytic / aplastic anemia ) Disebabkan karena penyakit kronis, gangguan ginjal, hipotiroid, hemolisis 4. Sickel cell anemia Disebabkan karena penyakit keturunan dari kronis hemolytic anemia c. Gambaran Klinis
1. Iron deficiency anemia
Lidah terbakar / glositis
Ulserasi pada oral mucosa dan oropharynx
Dysphagia (plummer-vinson syndrome)
2. Pernicious anemia
Lidah merah, halus, mengkilat
Gingiva pucat
3. Sickle cell anemia
Osteoporosis rahang
Diskolorasi oral mukosa menjadi pucat dan kekuning-kuningan
Infeksi periodontal
d. Pemeriksaan Penunjang o
Pemeriksaan Darah Lengkap
e. Perawatan
1. Transfusi darah 2. Supportif : pemberian
Iron deficiency anemia
zat besi
Pernicious anemia pemberian asam folat
2. NEUTROPENIA a. Definisi
17
Adalah suatu keadaan dimana jumlah neutrophil dalam sirkulasi darah kurang dari normal (<2000 sel/mm3) pada orang dewasa. b. Etiologi Neutropenia disebabkan secara intrinsic/congenital atau didapat/acquired : Congenital : neutropenia pada bayi/anak-anak dan disebabkan oleh congenital atau abnormalitas genetic Acquired : pasca infeksi, transplantasi sumsum tulang, radioterapi, defisiensi nutrisi, obat-obatan (antibiotic : penicillin, diuretic, agen kemoterapi) c. Patogenensis
Kerusakan sumsumtulang
PENYAKIT AUTOIMUN
INFEKSI BAKTERI DAN VIRUS
Penurunan produksi/pening katan kerusakan neutrofil
OBAT-OBATAN
DEFISIENSI B12,COPPER, DAN FOLAT
Terjadi sel keradangan Utama
NEUTROPENIA
KONGENITAL/ ABNORMALIT AS GENETIC
d. Gambaran Klinis
Ulserasi dengan/tanpa eritema pada mukosa gingiva Abses supuratif Enamel hypoplasia, karies, erupsi terlambat, prepubertal neutropenia pada neutropenia congenital e. Perawatan Peningkatan OH secara optimal untukmengurangijumlahbakteri
Antiseptic : chlorhexidine Antibiotic padakondisiinfeksi : spectrum luas (tetracyxline) disertaidengan anti fungi untukmenghindari super infeksi Pemberian G-CSF (granulocyte colony-stimulating factor) yaitusitokin yang memacupertumbuhandandifferensiasinetrofiluntuk ulserasi 3. LEUKIMIA a. Definisi Adalah keganasan dari sel darah putih di sum-sum tulang. Adalah keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversible dari sel induk dari darah (Supandiman,Iman. 1997. Hematologi Klinik. Bandung: PT. ALUMNI)
18
b. Etiologi
Dikebanyakan kasus tidak diketahui, tetapi beberapa resiko yang meningkatkan kejadian telah ditentukan Genetik faktor mempunyai peran dan keluarga (saudara kandung) Genetic disorders seperti Down, Klinefelter’s, Fanconi’s syndrome juga berasosiasi meningkatkan resiko leukemia Tereksposenya bahan kimia dan obat tertentu telah berhubungan dengan resiko peningkatan leukemia. Seperti benzene, arthritis drug phenylbutazone, antibiotic chloramphenicol, anticancer tertentu. Etiologi lain: 1. Genetik: a. Keturunan 1.) Adanya penyimpangan kromosom Insiden leukemia meningkat pada penderita kelainan congenital, diantaranya pada sindroma down, sindroma bloom, Fanconi’s anemia, sindroma Wiscott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma kleinfelter, D-Trisomy syndrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan congenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, missal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy. 2.) Saudara kandung Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi. b. Faktor lingkungan Beberapa factor lingkungan diketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, missal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL. 2. Virus Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell Leukemia. 3. Bahan kimia dan Obat-obatan a. Bahan kimia Paparan kronis dari bahan kimia (missal:benzene) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut. Produk-produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan lading electromagnet. b. Obat-obatan Obat-obatan antineuplastik (missal: alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
19
4. Radiasi Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapati terapi radiasi missal: pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologist. 5. leukemia sekunder Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, lymphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini isebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain dapat menyebabkan kerusakan DNA. c. Patogenensis Terjadinya peristiwa neplastik yang ditandai dengan adanya deferensiasi dan proloferasi dari hematopoetik stem sel menjadi sel-sel yang ganas (malignan). Sel-sel malignan ini akan menggantikan dan mematikan elemenelemen normal yang ada di sum-sum tulang, dan menyebabkan anemia, trhombositopenia, dan berkurangnya fungsi normal. Sel-sel leukemik ini akan infiltrasi ke dalam organ dan jaringan. Peningkatan jumlah leukosit ini tidak sebanding dengan fungsinya, artinya walaupun jumlahnya meningkat tapi mereka tidak berfungsi secara normal, sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi dari suatu bakteri dan menimbulkan infeksi.
Ulserasi pada pasien leukemia disebabkan oleh karena penurunan produksi sel-sel imun sehingga tubuh tidak bisa melawan normal mikrobial flora dalam rongga mulut. Ginggiva biasanya mendapat efek yang paling parah karena banyaknya akumulasi bakteri. Neutropenik ulser yang tampak khas dalam, punch out dengan dasar keabuan. Oral candidiasis sering kali menjadi komplikasi leukemia. Infeksi Herpes bisa terjadi di seluruh mucosa, dibanding hanya terjadi pada mucosa terkeratinisasi, seperti pada pasien immunocompetent. d. Gambaran Klinis
Perubahan sum-sum tulang menyebabkan anemia,thrombocytopenia, menurunkan fungsi neutrofil Anemia menyebabkan muka pucat, nafas penedek, fatigue tanda yang paling umum Trombositopenia menyebabkan perdarahan spontan seperti petechiae ecchymoses, epistaxis, melena, meningkat perdarahan menstruasi dan gusai berdarah ketika platelet di bawah 25.000/mm3 Pasien biasanya mengeluhkan purpuradan perdarahan Meskipun pasien leukemia sering adanya peningkatan jumlah leukosit, sel leukemik ini tidak berfungsi normal, menghasilkan migrasi yang tidak sempurna, fagositosis/ aksi bakteria Infeksinya adalah komplikasi penyakit dan paling sering menyebabkan morbidity dan mortality Panas adalah tanda awal penyakit untuk infeksi kambuhan pada paru-paru, urinary tract, kulit, mulut, rektum, dan upper respiratory tract 20
Infiltrasi ke organ dan jaringan menyebabkan hepathomegaly,splenomegaly e. Perawatan 1. Pengontrolan kebersihan mulut 2. Larutan kumur klorheksidin 0,2 % 3X sehari 3. Skaling dan pemberian antibiotic
lymphadenopathy,
4. HEMOFILIA a. Definisi Hemofilia adalah gangguan produksi factor pembekuan yang diturunkan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya mencintai atau suka. Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai, namun kata hemophilia tetap dipakai. Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama kali didokumentasikan di abad kedua oleh Kerajaan Babilonia. Namun baru pada abad ke 18 dilaporkan adanya kemungkinan basis genetic untuk kelainan perdarahan ini dan mulai tahun 1950an transfuse fresh frozen plasma (FFP) digunakan. Pada tahun 1980an teknik rekombinan DNA untuk menproduksi faktor VIII (F VIII) dan faktor IX (F IX) mulai diterapkan. Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu factor pembekuan, dimana pada hemofilia A terjadi kekurangan F VIII ( Antihemophilic factor ), sedangkan pada hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor ). Hemofilia A mencakup 80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia.
b. Patogenensis Proses hemostasis tergantung pada factor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada didalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII. Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun 1950an dapat dilihat pada. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada penderita hemophilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemophilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun 21
pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan massif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
c. Gambaran Klinis Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang sukar berhenti. Secara klinis hemophilia dapat dibagi menjadi hemophilia ringan (konsentrasi FVIII dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemophilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-0.5 IU/mL atau 1-5%) dan hemophilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX dibawah 0.01 IU/mL atau dibawah 1%)1,3 Pada penderita hemophilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemophilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemophilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan kedalam sendi, otot dan organ dalam.
22
DAFTAR PUSTAKA
Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA: Carranza’s Clinical Periodontology, 10th ed, WB Saunders Company. 2006. Carranza FA, Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Clinical Periodontology. 12th edition 2015.Saunders Cohen ES. Atlas of Cosmetic And Reconstructive Periodontal Surgery. 3rd ed. 2009. Connecticut:People’s Medical publishing House Elley B.M., Soory.M.,Manson.J.D. Periodontics Sixth Edition. 2010. Saunders Reddy, Shantipriya.2011.Essensial of Clinical Periodontology and Periodontitis.3 rd Ed. India:Jaype Bother Medical Publisher
23