ETIKA DAN TATA KELOLA KORPORAT
TEORI ETIKA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERETIKA MAGISTER AKUNTANSI
1527000039
ECKA ASNIZAR
1527000042
GITA MUNIARDINI MUNIARDININGRUM NGRUM
1527000046
ALFIAH INDRIANI
1527000047
CHUSNUL HADI SUMITRO
1527000056
RAHMI TARWIYAH
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................................................................ Kata Pengantar ............................................................................................................................................... Daftar Isi ......................................................................................................................................................... BAB I ............................................................................................................................................................... PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................. ................. ................. .................. ................. .................. .................. ............. 1.2 Rumusan Masalah ................ ................. ................. .................. ................. ................. .................. ........... 1.3 Tujuan Penulisan .................. ................. ................. .................. ................. ................. .................. ........... BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................................................................... 2.12 Etika Dan Pengambilan Keputusan ................ ................. ................. .................. .................. ................. .. 2.13 Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Keputusan 2.14 Tahapan Dalam Pengambilan Keputusan .................... ... ................. .................. ................. ................. .................. ..... 2.15 Teori Dalam Pengambilan Keputusan ..................................................................................................... BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 3.11 Masalah yang Timbul Timbul Dalam Dalam Pengambilan Pengambilan Keputusan ......... ................. .................. .................. ............. 3.12 Pembahasan ............................................................................................................................................ BAB IV KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………………………………………..…
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini selesai. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
mengenai
Terselesaikannya makalah ini bukan karena usaha penulis sendiri, semua tidak terlepas dari uluran tangan yang diberikan oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan rendah hati kami menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari pihak pembaca demi penyempurnaan makalah yang akan datang.
Jakarta, 30 Mei 2017
BAB I PENDAHULUAN
Setiap individu dalam organisasi membuat keputusan. Para manajer puncak,sebagai contoh menetukan tujuan organisasi mereka, produk atau jasa apa yang akan di produksi, bagaimana sebaiknya mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
unit kegiatan dan sebagainya, termasuk
manajer tingkat menengah atau bawah tergantung pada kewenangannya masing-masing.
Kualitas keputusan manjerial merupakan ukuran dari effektivitas manajer. Proses pengambilan keputusan adalah bagaimana perilaku dan pola komunikasi manusia sebagai individu dan sebagai anggota kelompok dalam struktur organisasi. Salah satu pentingnya adalah pengambilan k eputusan
Ketika prinsip-prinsip atau peraturan tertentu yang terkandung dalam kode etik tidak sepenuhnya berlaku untuk masalah tertentu yang dihadapi oleh seorang akuntan profesional, para pembuat keputusan dapat berpedoman pada prinsip-prinsip umum untuk sampai pada keputusan etis yang dapat dipertahankan. Apakah yang dimaksud dengan prinsip-prinsip umum etika dan bagaimana penerapannya? Dibutuhkan suatu pembahasan tentang prinsip-prinsip etika dan bagaimana mengembangkan sebuah kerangka keputusan menyeluruh yang praktis dan komprehensif berdasarkan pada bagaimana tindakan yang diusulkan akan mempengatuhi pemangku kepentingan utuk membuat keputusan.
Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat suatu topik yang berjudul menjadi pokok pembahasan dalam makalah kali ini. Penulis berusaha untuk menyusun makalah ini semenarik mungkin agar para masyarakat khususnya mahasiswa dan pelajar lainnya dapat memahami serta dapat menerapkan kerangka keputusan menyeluruh yang praktis dan komprehensif berdasarkan pada bagaimana tindakan yang diusulkan akan mempengatuhi pemangku kepentingan utuk membuat keputusan.
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu: 1. Bagaimana tahap pengambilan keputusan 2. Apa saja pendekatan etika bisnis dalam pengambilan keputusan 3. Teori apa saja yang digunakan dalam pengambilan keputusan 4. Apa saja masalah dalam pengambilan keputusan.
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu : 1. Untuk memenuhi dan melengkapi tugas Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa/pembaca lainnya mengenai
BAB II PEMBAHASAN
A. Egoisme Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.
B. Utilitarianisme Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest happiness of the greatest numbers”. Perbedaan paham
utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).
C. Deontologi Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
D. Teori Hak Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu: 1. Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu Negara adalah Undang-Undang Dasar negara yang bersangkutan. 2. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain 3. Hak kontraktual (contractual right),
mengikat individu-individu yang membuat
kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing kontrak.
E. Teori Keutamaan (Virtue Theory) Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Kebijaksanaan, misalnya, merupakan suatu keutamaan yang membuat seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi. Keadilan adalah keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya. Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri, sekalipun situasi mengizinkan. Suka bekerja keras adalah keutamaan yang membuat seseorang mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalasmalasan. Ada banyak keutamaan semacam ini. Seseorang adalah orang yang baik jika memiliki keutamaan. Hidup yang baik adalah h idup menurut keutamaan (virtuous life).
F.
Teori Etika Teonom Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh
kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat risten, yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Tuhan. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Tuhan, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Tuhan sebagaimana dituangkan dalam kitab suci. Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan tertinggi umat manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.
Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya.
Untuk memahami peran etika di dalam lingkungan bisnis, kita perlu menggunakan etika dalam proses pengambilan keputusan. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi dimensi etika bisnis. Beberapa faktor bersifat pribadi, bervariasi pada individu pengambil keputusan dan yang lain berdasarkan organisasi. Seringkali, faktor-faktor dapat berinteraksi untuk merubah hasil. Dalam bab ini, kita memeriksa faktor-faktor yang dipercaya mempengaruhi keputusan bisnis. Meskipun tidak memasukkan semua faktor yang relevan, penulis telah menyertakan semua faktor sesuai dengan literatur empiris yang terkait dengan dimensi etika pengambilan keputusan.
Sulit dipungkiri bahwa kebijakan publik itu, secara substansial dan fundamental merupakan suatu studi mengenai pembuatan atau pengambilan keputusan (decisionmaking). Itulah sebabnya, bagi para ahli kebijakan publik (policy scholars ) persoalan-persoalan penting, seperti siapakah yang
membuat keputusan-keputusan dan mengapa mereka membuat keputusan- keputusan dengan cara tertentu dan tidak dengan cara lain, akan senantiasa menjadi fokus dari penelitian mereka. Dimana pun dan kapan pun, kebijakan publik itu dibuat pasti akan melibatkan apa yang disebut the coervicepowerofthestate (kekuatan berdaya paksa dari negara).
Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang terseia. Teori-teori pengambilan keputusan berkaitan dengan masalah
bagaimana pilihan itu
dibuat. Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan suatu masalah atau persoalan tertentu.
Definisi Pengambilan Keputusan Menurut Para Ahli :
Menurut George R. Terry pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
Menurut Sondang P. Siagian pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat.
Menurut James A. F. Stoner pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan itu adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara / teknik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.
Pengambilan keputusan yang dilakukan biasanya memiliki beberapa tujuan , seperti ; tujuan yang bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengan masalah lain) dan tujuan yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan, dapat bersifat kontradiktif ataupun tidak kontradiktif).
Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembilan keputusan adalah : 1. Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan; 2. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi;
3. Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan kepentingan orang lain; 4. Jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan; 5. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik; 6. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama; 7. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik; 8. setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang diambil itu betul dan 9. setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan berikutnya.
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu akibat adanya reaksi atas sebuah masalah (problem), yang artinya ada ketidaksesuian antara perkara saat ini dan keadaan yang diinginkan, yang membutuhkan pertimbangan untuk membuat beberapa tindakan alternative. Namun, berpaling dari hal ini keputusan yang dibuat haruslah keputusan yang baik, rasional, dan mengandung nilai-nilai etis dalam batasan-batasan tertentu. Oleh karena itu haruslah ada kerangka kerja pengambilan keputusan yang etis atau EthicalDecisionMaking (EDM)Framework .
Sebagai respon terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, makalah ini menyajikan kerangka kerja yang praktis, komprehensif, dan beraneka ragam untuk pengambilan keputusan etis. Kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas, serta persyaratan yang akan ditampilkan filosofis secara penting dan yang baru ini dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan: •
Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
•
Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decission making -EDM) menilai etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat terkena dampak: •
Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya
•
Hak dan kewajiban terkena dampak
•
Kesetaraan yang dilibatkan
•
Motivasi atau kebijakan yang diharapkan
Ada Delapan steprationaldecisionmakingproses guna mengambil keputusan , yaitu:
1. Mengenal Permasalahan Memeriksa, menentukan & merinci masalah (definisi masalah, definisi tujuan, pengumpulan informasi). Langkah ini mencakup mengenali masalah, menentukan solusi awal, dan memulai analisis primer. Contohnya adalah pembuatan kreatif, gagasan kreatif, inspirasi, terobosan, dan brainstorm.
Langkah pertama yang biasanya diabaikan oleh manajemen tingkat atas adalah menentukan masalah yang sebenarnya. Meskipun kita berpikir bahwa identifikasi masalah sudah jelas, berkali-kali tidak. Model pengambilan keputusan yang rasional adalah proses pengambilan keputusan berbasis kelompok. Jika masalahnya tidak teridentifikasi dengan baik maka kita mungkin menghadapi masalah karena masing-masing dan setiap anggota kelompok mungkin memiliki definisi masalah yang berbeda. Oleh karena itu, sangat penting bahwa definisi masalahnya sama di antara semua anggota kelompok. Hanya dengan begitu, apakah mungkin bagi anggota kelompok untuk menemukan sumber alternatif atau pemecahan masalah dengan cara yang efektif.
2. Definisikan Tujuan Kegiatan ini paling baik dilakukan dalam kelompok, karena orang yang berbeda dapat menyumbangkan ide atau solusi alternatif yang berbeda untuk masalah ini. Tanpa solusi alternatif, ada kemungkinan untuk mencapai keputusan yang tidak optimal atau rasional.
Untuk mencari alternatif, perlu mengumpulkan informasi. Teknologi dapat membantu mengumpulkan informasi ini.
3. Kumpulkan Data yang Relevan Kriteria evaluatif adalah pengukuran untuk menentukan keberhasilan dan kegagalan alternatif. Langkah ini berisi analisis sekunder dan akhir beserta solusi sekunder untuk masalah.
Setelah melalui proses pendefinisian masalah secara menyeluruh, mengeksplorasi semua kemungkinan alternatif untuk masalah itu dan mengumpulkan informasi pada langkah ini mengatakan bahwa mengevaluasi informasi dan kemungkinan opsi untuk mengantisipasi konsekuensi dari setiap alternatif yang mungkin dipikirkan. Pada titik ini kriteria opsional untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan keputusan yang diambil perlu dipertimbangkan.
4. Identifikasi alternative yang memungkinkan (feasible) Langkah ini terdiri dari solusi akhir dan implementasi sekunder ke situs. Pada titik ini proses telah berkembang menjadi strategi yang berbeda bagaimana menerapkan solusi ke situs.
Berdasarkan kriteria penilaian dan analisis yang dilakukan pada langkah sebelumnya, pilih solusi terbaik yang dihasilkan. Keempat langkah ini merupakan inti dari Model Pengambilan Keputusan Rasional.
5. Seleksi kriteria untuk pertimbangan alternatif terbaik Langkah ini mencakup implementasi akhir ke situs dan pemantauan awal hasil dan hasil situs. Langkah ini merupakan bagian renovasi / renovasi.
6. Modelkan hubungan antara kriteria, data dan alternative Jelajahi alternatif pilihan sementara untuk kemungkinan konsekuensi yang mungkin terjadi di masa depan. Masalah apa yang mungkin timbul? Apa risikonya membuat keputusan ini?
7. Prediksi hasil dari semua alternative Letakkan rencana untuk menerapkan keputusan.
Sudahkah anda mengalokasikan sumber daya untuk diimplementasikan? Apakah keputusan diterima dan didukung oleh rekan kerja? Apakah mereka berkomitmen membuat keputusan?
8. Pilih alternatif terbaik Proses diakhiri ketika Anda memiliki peringkat masing-masing alternatif dan klien dapat secara objektif dan rasional memilih alternatif yang mendapat nilai tertinggi. Dari sudut pandang rasional ini akan menjadi pilihan terbaik.
A. Teori Hedonisme
Teori hedonisme berangkat dari pemikiran seorang filsuf bernama Aristippos (435 – 366 SM) , salah satu murid Sokrates, dan yang kemudian dikembangkan oleh Epikuros. Teori ini menekankan pada pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama dari hidup. Aristippos menganggap bahwa kesenangan adalah hal yang manusia cari dalam hidupnya. Manusia akan cenderung mencari kesenangan dan menjauhi diri dari ketidaksenangan. Namun ia membatasi pemikirannya bahwa walaupun manusia mencari kesenangan, mereka harus dapat membatasi diri agar tidak terbawa oleh kesenangan tersebut. Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa kesenangan yang dimaksud adalah kesenangan yang sifatnya aktual (right now and right here), badani, serta individual.
Pada perkembangan selanjutnya Epikuros mengembangkan konsep pemikiran bahwa ksenangan merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia. Pemikirannya sedikit berbeda dengan pandangan Aristippos mengenai kesenangan. Menurutnya, kesenangan yang dicari manusia dapat melebihi dari sekedar kesenangan badaniah. Hal ini juga tidak berarti bahwa ia mengungkapkan kesenangan tertingi adalah kesenangan rohani karena menurut filsuf ini kesenangan rohani merupakan bentuk halus dari kesenangan badaniah. Epikuros menganggap kesenangan diperoleh dari keinginan-keingian seseorang terhadap suatu hal, yaitu:
Keinginan alamiah yang perlu, misalnya seperti makanan, pakaian, dan rumah;
Keinginan alamiah yang tidak perlu, misalnya makanan y ang mewah, pakaian yang indah, atau rumah yang bertingkat; serta
Keinginan yang sia-sia, misalnya kekayaan, kekuasaan, dan lain sebagainya.
Dari ketiga sumber kesenangan ini, kesenangan yang pertamalah yang dianggap paling menghasilkan kesenangan paling besar. Poin penting yang dimaksudkan oleh Epikuros adalah suatu keadaan manusia dimana batinnya tenang (Ataraxia) dan tubuhnya yang sehat. Maka dari itulah manusia dapat mencaai kebahagiaan tertinggi dalam hidupnya ketika manusia tidak memiliki rasa untuk mendapatkan sesuatu dengan tubuh yang sehat.
Hedonisme selalu mengedepankan kepentingannya diri sendiri terlebih dahulu dibandingkan dengan kepentingan orang lain. Sehingga hal ini menggambarkan bahwa hedonisme mengandung egoisme etis. Suatu perilaku hedonism etis merupakan bagian dari moralitas yang dianggap baik. Namun kesenangan saja tidak menjamin perbuatan seseorang dikatakan etis karena terdapat pertimbangan-pertimbangan lain selain k esenangan semata.
B. Teori Eudemonisme
Pandangan ini dipelopori oleh seorang filsuf terkenal yang bernama Aristoteles (384 – 322 SM). Ia berpedapat bahwa dalam setiap kehidupannya, manusia berperilaku untuk mengejar tujuan-tujuan dalam hidupnya. Tujuan yang ia maksudkan adalah kebahagiaan. Ia menganggap tujuan akhir dari segala perilaku manusia adalah kebahagiaan. Bentuk perilaku yang dapat dilakukan adalah dengan hidup mencari nikmat, hidup berpolitik, dan hidup berfilsafat. Untuk itu manusia perlu untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada didalam dirinya untuk dapat meraih kebahagiaan yaitu dengan menjalankan kegiatan-kegiatan rasional. Kegiatankegiatan rasional tersebut harus dijalankan berdasarkan keutamaan intelektual dan keutamaan moral. Keutamaan yang dimaksud oleh Aristoteles memiliki fungsi untuk menuntun
tindakan
seseorang
secara
tepat.
Keutamaan
intelektual
ada
untuk
menyempurnakan rasio. Jadi dengan keutamaan intelektual maka seorang individu dapat memahami kebenaran secara universal (sophia) serta mengetahui tindakan yang tepat bila dihadapkan dalam sebuah situasi (phonêsis). Sedangkan keutamaan moral berbicara bagaimana manusia menjalankan pilihan yang perlu ia lakukan bila ia dihadapkan pada situasi yang memiliki pilihan ekstrim. Maka dari itu keadaan seperti inilah yang harus dihindari oleh manusia.
Keutamaan bukan didapatkan melalui pendidikan namun didapatkan dari pengalaman kesehariannya dalam bertindak yang sesuai dengan keutamaannya masing-masing individu. Namun teori ini menuia banyak kritik karena sudah tidak sesuai dengan keadaan pada zaman sekarang. Pasalnya pemkiran Aristoteles ini dipengaruhi oleh kaum elit bagsa Yunani pada zaman itu.
C. Teori Utilitarisme
Utilitarisme Klasik Pemikiran dari teori ini berasal dari tradisi pemikiran moral di United Kingdom yang kemudian meluas ke negara yang berbahasa Inggris. Awalnya, teori filsafat ini dipopulerkan oleh seseorang yang bernama David Hume (1711 – 1776) yang kemudian dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748 – 1832). Prinsip pemikian ini adalah tindakan rasional adalah tindakan yang bermanfaat bagi orang lain. Awalnya teori ini didasarkan oleh keinginan untuk memperbaharui hukum di Inggris, khususnya hukum pindana.
Setelah dikembangkan lagi, akhirnya teori ini meninggalkan konsep hedonisme individualistas dan egoistis dengan menekankan bahwa kebahagiaan manusia menyangkut kebahagiaan seluruh umat manusia. Sehingga perbuatan baik yang dilakukan manusia dikatan baik jika hal tersebut mencangkup kebahagiaan orang banyak. Namun jika hanya membahagiakan satu orang saja, maka hal tersebut belum dikatakan perbuatan baik. Teori ini sama sekali tidak memperhitungkan bagaimana hak seseorang dalam kebahagiaan.
Utilitarisme Aturan Sedangkan pemikiran dari utilitarisme aturan menanggap bahwa utilitarisme klasik tidak harus diterapkan hanya pada satu perbuatan, melainkan atas aturan-aturan moral yang mengatur perbuatan-perbuatan kita (K. Bertens ETIKA, 2007: 252 – 253). Utilitarisme aturan merupakan salah satu bentuk untuk mengatasi kritik pada alian utilitarisme. Prinsip dasar dari utilitarisme tidak perlu diterapkan atas perbuatan manusia, namun aturan-aturan moral harus dijadkan pedoman dalam berperilaku, Dengan demikian dapat dipertanyakan apakah hal tersebut memiliki manfaat bagi orang lain. Hal ini sangat berbeda dari pandangan utilitarisme klasik.
Suatu perbuatan dikatakan sesuai dengan nilai moral bila sesuai dengan aturan yang berfungsi dalam sistem aturan moral yang paling berguna bagi suatu masyarakat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan dalam pandangan utilitarisme aturan perilaku manusia dibatasi oleh justifikasi aturan-aturan moral. Namun hal ini akan menjadi masalah bila terjadi konflik antara dua aturan moral. Seseorang akan bingung memilih antara kedua aturan moral karena sama-sama
memiliki konsekuensinya masing-masing. Pandangan in awalnya dikembangkan oleh Stephen Toulmin dan dikembangkan oleh Richard B. Brandt.
D. Teori Deontologi
Deontologi merupakan sebuah kata yang berasal dari kata deon (wajib). Sehingga melalui pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa teori ini mewajibkan manusia pada suatu hal. Suatu hal yang dimaksudkan adalah tentang kewajiban moral. Pandangan ini mengajarkan bahwa baik atau buruknya suatu tindakan tidak tergantung akibatnya. Namun terdapat cara bertindak yang begitu saja wajib ataupun dilarang.Kelemahan dari teori ini adalah terletak di sifat dari teori ini yang mengharuskan seseorang. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan ataupun menumbuhkan sifat fanatisme.
Menurut Immanuel Kant, nilai dari suatu tindakan berasal dari suatu kecenderungan spontan serta motifberbuat baik dalam hidup seseorang. Selain itu manusia juga dianggap harus bertanggung jawab terhadap akibat-akibat yang terjadi karena tindakannya. Menurutnya, norma moral berlaku begitu saja (imperatif kategoris). Artinya imperatif (perintah) mewajibkan seseorang tanpa syarat. Kemudian, menurut Kant, otonomi kehendak pada dasarnya sama dengan kebebasan manusia. Sebab kebebasan adalah kesanggupan seseorang untuk bertindak terlepas dari penugasan oleh sebab-sebab asing. Pada dasarnya manusia bebas, namun hukum moral mengikat manusia. Namun ketika manusia menaati hukum moral, maka ia dinyatakan bebas dai segala ikatan.
Dari seluruh pandangan, pemikiran, teori, serta sistem filsafat diatas, tidak ada yang cocok untuk diterapkan pada zaman modern. Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan konteks kebudayaan serta dinamika dalam lingkungan sosial masyarakat. Hampir seluruh teori-teori tersebut didasarkan oleh kebudayaan setempat sehingga tidak sesuai bila dikaji pada sistem sosial zaman sekarang. Namun para ahli mengangg ap dari keempat aliran filsafat etika, hanya utilitarisme dan deontologi yang sesuai dengan konteks masyarakat pada saat ini. Walaupun begitu, para ahli berusaha untuk mensintesiskan kedua hal tersebut.
Profesi Akuntansi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian dan pelatihan di bidang akuntansi, serta mengikuti perkembangan bisnis dan profesinya, memahami, mempelajari dan menerapkan prinsip akuntansi dan standar (auditing) yang dtetapkan IAI.
Etika profesi merupakan studi tentang benar dan salah, atau baik dan buruk yang berkaitan dengan perilaku orang dalam menjalankankan profesinya.
Auditor adalah seseorang memiliki keahlian dan pelatihan yang cukup di bidang audit. Syarat sebagai ahli di bidang akuntansi dan auditing; perlu pendidikan formal dan pengalaman dalam praktik audit. Syarat sebagai professional; harus menjalani pelatihan yg memadai mencakup aspek teknis dan pendidikan umum.
Pelatihan seorang professional, antara lain:
Kesadaran secara terus menerus mengikuti perkembangan bisnis dan profesinya.
Harus mempelajari, memahami dan menerapkan ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan Standar auditing yang ditetapkan IAI.
Kode etik profesi Akuntan Publik sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat akan kualitas audit dan jasa-jasa lain. Kode etik profesi Akuntan Publik mencakup, antara lain: 1. Independensi; pandangan yang tidak berprasangka dan tidak memihak dalam melakukan tes-tes audit, evaluasi hasilnya dan penerbitan laporan. 2. Integritas dan objektivitas: dalam menjalankan tugasnya
harus mempertahankan
integritas dan objektifitas:
Bebas dari benturan kepentingan (conflictofinterest )
Tidak boleh membiarkan faktor salah saji material.
a) Kompetensi
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan secara berkesinambungan
Melakukan tanggung jawab profesional sesuai dengan peraturan dan standar teknis
Menyiapkan laporan dan rekomendasi yang jelas serta lengkap setelah melakukan analisis yang memadai atas informasi yang relevan dan dapat dipercaya
b) Kerahasiaan
Tidak mengungkapkan informasi rahasia dalam pelaksanaan pekerjaan, kecuali diijinkan atau diwajibkan secara hukum.
Memberitahu bawahan secara memadai tentang kerahasian informasi dalam pekerjaan dan mengawasi kegiatan mereka u ntuk menjamin kerahasiaan.
Mencegah pemanfaatan informasi yang diperoleh
dalam pelaksanaan pekerjaan
untuk memperoleh keuntungan yang tidak etis dan legal, baik untuk pribadi atau melalui pihak ketiga c) Integritas
Menghindari konflik kepentingan baik yang nyata maupun yang terlihat dan menasehati seluruh pihak tentang kemungkinan adanya konflik kepentingan
Mencegah dari melibatkan diri dalam kegiatan dimana kemampuan mereka melaksakan kewajibannya secara etis disangsikan
Menolak segala hadiah, pertolongan atau fasilitas yang dapat mempengaruhi tindakan mereka.
Mencegah keterlibatan secara aktif maupun pasif dalam kegiatan yang dapat mengganggu perusahaan dalam mencapai tujuan yang etis dan sah.
Mengakui dan mengkomunikasikan keterbatasan profesional atau batasan lain yang akan menghalangi judgment tanggungjawab atau kinerja keberhasilan aktivitas
Mengkomunikasikan informasi dan penilaian profesional atau pendapat baik yang menguntungkan maupun tidak.
Mencegah dari melibatkan diri atau mendukung dalam segala kegiatan yang dapat mendeskreditkan profesi
d) Objektivitas
Mengkomunikasikan informasi secara adil dan objektif
Mengungkapkan secara penuh seluruh informasi yang relevan atas laporan, komentar dan rekomendasi yang dapat mempengaruhi pemahaman penggunanya.
BAB III ANALISA CONTOH KASUS
‘
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. PTFI memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC), yaitu perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang.
Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) yang disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5 –USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15 –USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu.
Manajemen
Freeport
bersikeras
menolak
tuntutan
pekerja,
entah
apa
dasar
pertimbangannya.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinationalcompany) yang otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata siasia.
Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PTFI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk n egara Amerika, bukan Indonesia.
Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PTFI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing
(TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi.
Teorietikautilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.
TeoriHak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara,
tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu b ulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
Berdasarkan kode etik akuntan, Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut, meskipun pada dasarnya tujuannya dapat dikatakan mulia. Perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan karena beberapa alasan, antara lain bahwa auditor tidak seharusnya melakukan komunikasi atau pertemuan dengan pihak yang sedang diperiksanya. Tujuan yang mulia seperti menguak kecurangan yang dapat berpotensi merugikan negara tidak seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang tidak etis. Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi. Auditor dalam hal ini tampak sangat tidak bertanggung jawab karena telah menggunakan jebakan uang untuk menjalankan tugasnya sebagai auditor.
BAB IV PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya. Ada lima kriteria dalam mengambil keputusan yang etis, yaitu utilitarian, universalisme (duty), penekanan pada hak, penekanan pada keadilan, dan relativisme (self-interest).
5.2
SARAN
Dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin dihadapkan pada dilema etika dan moral. Agar keputusan yang diambil mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya, maka diperlukan pemimpin yang mempunyai integritas yang menjunjung tinggi moral dan etika.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://ismaan.wordpress.com/2015/05/19/definisi-dan-dasar-pengambilan-keputusan/ 2. https://www.academia.edu/24155966/TEORI_PENGAMBILAN_KEPUTUSAN_PUBLIK_ 3. http://firanti-claudia-fpsi13.web.unair.ac.id/artikel_detail-161531-Bahasa%20Indonesia Etika%20melalui%20kacamata%20Hedonisme,%2 4. https://www.google.com/search?q=8+step+rational+decision+making+process&client=opera&tbm=i sch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiX2OTOpI_UAhWJrI8KHRMsAaYQsAQIeA& iw=1280&bih=621#imgrc=9uGC1obkOEbLlM: 5. https://www.academia.edu/people/search ?utf8=✓&q=MAKALA
H+ETIKA+BISNIS
6. http://yonayoa.blogspot.co.id/2013/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html 7. https://irsan90.wordpress.com/2011/11/03/etika-bisnis-dan-contoh-kasus/ 8. http://srinurmalasari.blogspot.co.id/2015/10/makalah-etika-dalam-pengambilan.html