LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
II.
Nama
:
Tn. M
Umur
:
44 tahun
Jenis Kelamin
:
Laki-Laki
Suku Bangsa
:
Bugis/Indonesia
Agama
:
Islam
Alamat
:
Maros
Pekerjaan
:
Petani
Tgl. Pemeriksaan
:
17 januari 2011
Rumah Sakit
:
Orbita
Rekam Medik
:
Dokter Pemeriksa
:
dr. B
ANAMNESIS Keluhan Utama
: Penglihatan kabur
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak ± 1 bulan yang lalu yang dirasakan di mata kanan. Hal ini dirasakan pasien secara tiba-tiba setelah mata kanan pasien terkena batu kerikil saat bekerja. Riwayat mata kanan dijahrit ± 1 bulan yang lalu di selayar kemudian pasien merasakan pandangannya menjadi kabur. Nyeri mata kanan (-
), mata merah (-). Pasien tidak mengeluhkan gatal, rasa mengganjal (-), silau ().Riwayat menderita katarak (-). Riwayat diabetes dan hipertensi disangkal III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI A. INSPEKSI No
Pemeriksaan
OD
OS
1.
Palpebra
Edema (-)
Edema (-)
2.
App. Lakrimalis
Lakrimasi (-)
Lakrimasi (-)
3.
Silia
Normal
Normal
4.
Konjungtiva
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
5.
Bola mata
Ke segala arah
Ke segala arah
6.
Mekanisme muskular
7.
Kornea
Terdapat operasi
jahitan Jernih di
bagian
sentral 8.
Bilik mata depan
Kesan normal
Kesan normal
9.
Iris
Coklat, kripte (+)
Coklat, kripte (+)
10
Pupil
Bulat, sentral,RC (+) Bulat, sentral, RC(-)
11.
Lensa
Keruh
Kesan normal
B. PALPASI No
Pemeriksaan
OD
OS
1.
Tensi Okuler
Tn
Tn
2.
Nyeri Tekan
(-)
(-)
3.
Massa Tumor
4.
Glandula periaurikuler
(-)
(-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
C. Tonometri
: tidak dilakukan pemeriksaan
D. Visus
: VOD = 1/~ VOS = 20/20 Light projection
E. Campus visual
: Tidak dilakukan pemeriksaan
F.
Color Sense
: Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Light Sense
: Tidak dilakukan pemeriksaan
H. Penyinaran Oblik Pemeriksaan
OD
OS
Konjungtiva
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Kornea
Terdapat
jahitan
di Jernih
bagian sentral Bilik mata depan
Kesan normal
Kesan normal
Iris
Coklat, kripte (+)
Coklat, kripte (+)
Pupil
Bulat, sentral, Refleks Bulat, sentral, Refleks
Lensa
I.
Diafanoskopi
cahaya (+)
cahaya (+)
Keruh
Jernih
: Tidak dilakukan pemeriksaan
J.
Funduskopi
: Tidak dilakukan pemeriksaan
K. Slit Lamp
- SLOD
: Konjungtiva hiperemis (+), kornea terdapat jahitan, BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, Refleks cahaya (+) lensa keruh.
- SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea kesan jernih, BMD kesan normal, Iris coklat, kripte (+). Pupil bulat sentral, Refleks cahaya (+) lensa jernih L. Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan M. Resume
Seorang laki-laki, 37 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan pandangan kabur yang dialami secara tiba-tiba ± 1 bulan yang lalu sejak mata pasien terkena batu kerikil. Riwayat dilakukan operasi penjahitan kornea di selayar ± 1 bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan mata kanan nyeri dan konjungtiva tidak hiperemis. Pada pemeriksaan fisis mata kanan ditemukan hiperemis di konjungtiva, di kornea terlihat jahitan, dan lensa keruh. Pemeriksaan fisis pada mata kiri normal. Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kanan ditemukan kojungtiva hiperemis, kornea terdapat jahitan, dan lensa terlihat keruh. Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kiri kesan normal. N. Diagnosis OD Katarak Traumatik ec Trauma Okulus Perforans
O. Penatalaksanaan
P.
y
C-tobroson ed 6 x 1
y
LPx ed 6 x 1
y
Sanekson 4 mg 3 x 2
y
Baquinor orl 30 mg 2 x 1
Anjuran
USG B Scan
CT scan orbita
DISKUSI
Pasien ini didiagnosis dengan katarak traumatic ec trauma okuli perforans berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Dari anamnesis pasien datang dengan keluhan pandangan kabur secara tiba-tiba sejak 1 bulan yang lalu yang terjadi setelah mata pasien dioperasi akibat terkena batu. Gangguan penglihatan ini dapat terjadi akibat terjadinya kekeruhan pada lensa yang diakibatkan oleh terjadinya katarak setelah pasien mengalami trauma okuli. Kekeruhan lensa terjadi akibat dari lubang pada lensa yang disebabkan oleh trauma yang mengalami proses penyembuhan sehingga menyebabkan opasitas pada lensa. Pada pemeriksaan fisis mata kanan di kornea bagian sentral terlihat adanya jahitan, dan lensa mengalami kekeruhan. Pemeriksaan fisis pada mata kiri normal. Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kanan ditemukan adanya jahitan di kornea dan lensa terlihat keruh. Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kiri kesan normal. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui bahwa telah terjadi katarak pada lensa mata kanan yang pernah mengalami trauma. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis pada pasien ini dapat diarahkan ke diagnosis katarak traumatis ec trauma okulus perforans. Untuk memastikan diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan penunjang.
KATARAK TRAUMATIK Pendahuluan
Katarak berarti sebuah opasitas lensa dan istilah katarak berasal dari bahasa yunani ³katarraktes´ (air terjun) karena pada awalnya terdapat anggapan bahwa katarak adalah cairan beku yang berasal dari cairan otak yang mengalir didepan lensa. Katarak adalah penyebab kebutaan yang paling sering dihadapi oleh ahli bedah mata. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang yang menderita katarak kemungkinan besar akan menjadi buta. Untungnya, hasil pengobatan dengan operasi memberikan hasil yang baik , peningkatan kemampuan penglihatan yang didapatkan cukup memuaskan pada lebih dari 90% kasus. Proses penuaan adalah penyebab katarak yang paling banyak , tetapi masih banyak faktor lain yang dapat terlibat, yang mencakup trauma, keracunan, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok , dan herediter. Pathogenesis katarak tidak sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi lensa yang mengalami katarak ditandai oleh agregat protein yang menghamburkan cahaya dan menurunkan transparansi lensa. Perubahan protein yang lain menyebabkan perubahan warna 1, 2
menjadi kuning atau coklat.
Katarak traumatic disebabkan oleh trauma okuli perforans atau non perforans. Cahaya infra merah ( glass-bloer¶s cataract), sengatan listrik , dan radiasi ionisasi adalah penyebab lain katarak traumatic yang jarang terjadi. kataraka yang disebabkan oleh trauma tumpul biasanya membentuk opasitas aksial posterior yang berbentuk stellate atau rosette yang mungkin stabil atau progresif , sedangkan trauma okuli perforans dengan gangguan kapsul lensa dapat menyebabkan perubahan kortikal yang
dapat tetap bersifat dokal jika lukanya kecil atau dapat berkembang dengan cepat menjadi total cortical opacification.
3
Pasien yang mengalami gangguan pada lensa mengalami kekaburan penglihatan tanpa adanya nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmoskop, 4
senter tangan, atau kaca pembesar , sebaiknya dengan pupil yang terdilatasi. Anatomi
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular , tak berwarna dan hampir transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus; di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa disusun oleh kapsul, epitel lensa, korteks, dan nucleus.
4, 5
1. Kapsul Kapsul lensa adalah membrane yang transparan dan elastic yang terdiri dari kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari kapsul lensa,
z onullar
lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan untuk serabut
zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian perrquatorial anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub posterior sentral. Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal daripada kapsul bagian posterior pada saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring dengan berjalannya waktu.5 2. Epitel lensa Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel. Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang normal, yang
mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak; mereka juga menghasilkan 5
adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energy lensa. 3. Nucleus dan korteks
Nucleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastic. Nukleus dan korteks terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung-ke-ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y] ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung 4
dengan lapisan epitel subkapsul.
Gambar 1. Anatomi lensa tampak anterior dan lateral (dikutip dari kepustakaan no 7)
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air , sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam 4
bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Gambar 2. Struktur lensa normal (dikutip dari kepustakaan no 4)
Fisiologi
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris berelaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter enteroposterior lensa sampai ke ukuran yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil hingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan 4
bertambahnya usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.
Etiopatogenesis
Katarak traumatic paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah, abut, kontusio, sinar-x, dan bahan radioaktif. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor 4
aqueus dan terkadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa. 1. Trauma okuli non perforans
Pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Terkadang munculnya katarak akan tertunda bahkan selama beberapa tahun. Trauma okuli non perforans dapat disebabkan oleh mekanisme coup dan countercoup. Ketika permukaan anterior mata terkena pukulan, terdapat pemendekan anterior-posterior yang terjadi dengan cepat yang disertai oleh ekspansi equatorial. Peregangan equatorial ini dapat mengganggu kapsul lensa, sonulla, atau keduanya. Kombinasi dari coup, countercoup , dan ekspansi equatorial bertanggung jawab terhadap 1, 3
terjadinya katarak traumatic setelah trauma oku li non perforans. 2. Trauma okuli perforans
Luka perforasi di mata menimbulkan resiko menderita katarak yang lebih tinggi. Jika objek yang menembus mata melewati kornea tanpa menyentuh lensa, biasanya lensa dapat bertahan, dan, biasanya tidak terjadi katarak. Sayangnya, luka tembus juga dapat menimbulkan pecahnya kapsul lensa, dengan keluarnya serat lensa ke ruang anterior. Jika kapsul lensa orang dewasa mengalami rupture, cenderung akan menimbulkan jaringan fibrosis, dan plak putih yang disebabkan oleh fibrosis dapat menyumbat pupil. Trauma okuli perferans yang mengenai kapsul lensa menyebabkan opasifikasi kortikal pada bagian yang mengalami trauma. Jika lubangnya cukup besar , keseluruhan lensa akan berubah menjadi
opak dengan cepat, tetapi jika lukanya kecil, katarak kortikal dapat berhenti dan tetap terlokalisasi.
1, 3
Insiden
Sekitar 2,5 juta cedera pada mata terjadi setiap tahun di Amerika serikat. Diperkirakan bahwa sekitar 4-5% dari pasien ahli mata datang ke tempat praktek karena cedera ocular. Katarak traumatic dapat terjadi sebagai sekuel trauma ocular yang akut, subakut, atau lambat. Trauma menjadi penyebab terbanyak kebutaan monocular pada orang yang berusia dibawah 45 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan pada kasus ini adalah 4:1. Cedera mata yang disebabkan oleh pekerjaan dan olahraga 3
paling sering terjadi pada anak-anak dan pria dewasa muda. Gejala klinis
Banyak pasien katarak yang mengeluhkan pandangan kabur , yang biasanya bertambah buruk jika melihat objek yang jauh, secara mendadak. Selain itu pasien katarak seringkali mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga menjadi gejala yang sering muncul. Pasien mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan terang. Mata menjadi merah, lensa opak , dan mungkin terjadi perdarahan intraocular. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata, 1, 3, 4
mata menjadi sangat lunak. Pasien juga memiliki riwayat mengalami trauma.
Gambar 3. Opasifikasi kortikal komplet yang terjadi setelah trauma okuli perforans (dikutip dari kepustakaan no 5)
Dari pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop adalah adanya opasitas yang seringkali terlihat sebagai black spoke pada refleks fundus. Penting untuk mendilatasikan pupil dan memeriksanya pada ruangan yang gelap. Seringkali, pada katarak traumatic yang disebabkan oleh kontusio dapat terlihat opasifikasi berbentuk stellate atau rosette (katarak rosette), biasanya terletak di aksial. Pada trauma tembus, cedera pada kapsul mata dapat sembuh, yang menyebabkan katarak kortikal focal yang stasioner.
1, 5
Gambar 4. Gambaran katarak kortikal focal yang disebabkan oleh trauma tusuk yang kecil di lensa
Gambar 5. Gambaran rosette
cataract pada
katarak traumatic yang disebabkan oleh trauma
tumpul (dikutip dari kepustakaan no 7)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk membantu mendiagnosis katarak traumatic dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan radiologis, antara lain: y
B-scan Pemeriksaan ini dilakukan jika kita tidak dapat melihat kutub posterior lensa
y
A-scan Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kita melakuka n ekstraksi katarak
y
CT scan orbita Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi fraktur orbita dan 3
apakah terdapat benda asing pada mata. Pengobatan
Pengobatan yang terbaik untuk katarak traumatik adalah operasi. Untuk memperkecil resiko terjadinya infeksi dan uveitis harus diberikan antibiotic sistemik dan topical serta kortikosteroid topical dalam beberapa hari. Atropine sulfat 1%, 1 tetes tiga kali sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap berdilatasi dan untuk 3, 4
mencegah pembentukan sinekia posterior.
Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah peradangan mereda. Apabila terjadi glukoma selama periode menunggu , bedah katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Untuk mengeluarkan katarak traumatic, biasanya digunakan teknik yang sama dengan yang digunakan untuk mengeluarkan katarak congenital terutama pada pasien yang berusia kurang dari 30 tahun. Indikasi untuk dilakukan operasi pada katarak traumatic, antara lain: y
Penurunan kemampuan penglihatan
y
Tidak terlihatnya bagian posterior lensa
y
Terjadi inflamasi atau glukoma
y
Rupture kapsul dengan lensa yang membengkak
3, 4
Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan operasi katarak adalah:6 y
Biometri: pengukuran panjang mata dengan memakai pemeriksaan ultrasound dan keratometri untuk mengukur kurvatur kornea sehingga kita dapat menghitung kekuatan implant yang akan dimasukkan ke mata pada saat operasi.
y
Konfirmasikan bahwa tidak terdapat masalah kesehatan yang lain, terutama hipertensi, penyakit traktus respirasi dan diabetes
y
Beberapa obat dapat meningkatkan insiden perdarahan. Warfarain tidak perlu dihentikan hanya dikurangi dosisnya. Aspirin harus dihentikan 1 minggu sebelum operasi
y
Beritahukan pada pasien perkiraan hasil operasi dan komplikasi dari proses operasi yang mungkin terjadi. Fakoemulsifikasi dapat dilakukan jika kapsul lensa tetap intak dan masih
terdapat zonula. Fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik
ekstrakapsular
yang
menggunakan
getaran-getaran
ultrasound
untuk
mengangkat nucleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka pascxa operasi. Ekstraksi katarak intrakapsular dibutuhkan pada kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular. Ekstraksi katarak intrakapsular adalah operasi katarak yang mengangkat lensa in toto, yakni dalam kapsulnya, melalui insisi limbus superior 140 hingga 160 derajat. Keadaan afakia mungkin menjadi pilihan yang lebih baik pada anak-anak dan pada pasien yang matanya sangat meradang.
3, 4
Komplikasi
Komplikasi katarak traumatic yang dapat terjadi, antara lain: y
Dislokasi lensa dan subluksasio umumnya ditemukan pada penyakit yang berhubungan dengan katarak traumatic
y
Komplikasi lainnya yang terkait adalah fakolitik , fakomorfik , blok pupil, dan glukoma; uveitis facoanafilaktik; lepasnya retina; rupture koroid; hifema; perdarahan retrobulbar; neuropati optic traumatic; dan rupture bola mata.3
Pada penelitian yang dilakukan oleh Valentina dan Ivanka Petric, mereka mendapatkan komplikasi segera setelah pascaoperasi adalah fibrinous uveitis dan 8
komplikasi pasca operasi yang lambat adalah kekeruhan lensa posterior. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini tergantung pada luasnya cedera yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Galloway N.
C ataract .
In
C ommon
th
Eye Diseases and their Management ed 3 .
2006. Springer-Verlag: London. 81-91. 2. Riordan P, et al.
Lens.
In Vaughan & Asbury's General Ophthalmology, 16th
Edition. McGraw-Hill: New York. Hal 174-181. 3. Graham R , et al. C ataract Traumatic. In http://www.emedicine.medscape.com 4. Shock J, et al. Lensa. Dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. 2000. Widya Medika:Jakarta. Hal: 175-182. 5.
Zorab
R , et al.
C ataract .
In
Lens
and
C ataract,
American Academy of
Opthalmology. Section 11. Edition 2008-2009. San Francisco, USA. Hal: 5-9, 5357. 6. Oliver J, et al.
C ataract
Assessment . In Ophthalmology at Glance. 2005.
Blackwell-science: Massachusetts. Hal 73-75. 7. Lang, G. C ataract . In Ophthalmology A short text book . 2000. Thieme: New York. Hal 183. 8. Lacmanovic Valentina, et al. Surgical Trratment, C linical Outcome, and C omplication
of Traumatic C ataract: Retrospective Study.