BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oklusi Traumatik dan Trauma Oklusi (Trauma karena oklusi)
Ketika tekanan oklusal melebihi kapasitas adaptif jaringan periodonsium, terjadi kerusakan jaringan periodonsium. Kerusakan ini disebut sebagai trauma oklusi. Dapat disimpulkan bahwa trauma oklusi adalah kerusakan jaringan periodonsium akibat tekanan oklusi yang melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsium. Sedangkan oklusi yang menyebabkan kerusakan disebut oklusi traumatik.
1
Istilah trauma oklusi pertama sekali digunakan pada American Literature oleh Stillman pada tahun 1917. Ia mendeskripsikannya sebagai kondisi yang terbentuk pada jaringan periodonsium ketika pergerakan gigi di luar batas normalnya. 5 Definisi lain dari trauma oklusi adalah kerusakan pada bagian dari sistem mastikasi yang 6
dihasilkan oleh kontak oklusal yang tidak normal. Trauma oklusi periodontal adalah lesi degeneratif yang terjadi akibat tekanan oklusal yang melebihi kapasitas adaptif 7
dari jaringan periodonsium. Trauma oklusi dapat dinyatakan sebagai diagnosis ketika kerusakan pada jaringan periodonsium memang berhubungan dengan oklusi. Tidak seperti luka pada gingivitis dan periodontitis, yang dimulai dari jaringan gingiva, luka karena trauma oklusi dimulai dari ligamen periodontal dan meliputi sementum dan tulang alveolar.
8
2.2 Tekanan Oklusal
Tekanan oklusal normal adalah ketika gigi mendapat tekanan fungsional tanpa melebihi kapasitas adaptasi jaringan pendukung dibawahnya sehingga tidak melukai jaringan tersebut. Kemampuan jaringan periodonsium untuk beradaptasi terhadap tekanan oklusal berbeda-beda pada setiap orang atau pada orang yang sama namun waktunya berbeda. Efek dari tekanan oklusal pada jaringan periodonsium dipengaruhi oleh besar, arah, durasi, dan frekuensi dari tekanan tersebut.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
1
13
Stimulasi oklusal fungsional merupakan hal yang penting dalam menjaga ligamen periodontal dan tulang alveolar yang sehat agar memiliki struktur yang baik. Kurangnya tekanan oklusal menyebabkan atropi periodontal yang ditandai dengan terjadinya penipisan dari ruang ligamen periodontal, penurunan densitas dari tulang trabekular serta serat-serat ligamen periodontal yang mengendur. 7 Sedangkan jika besarnya tekanan oklusal meningkat, maka jaringan periodonsium akan memberi respon berupa pelebaran pada ruang ligamen periodontal, penambahan dan pelebaran pada serat–serat ligamen periodontal periodontal dan penambahan densitas pada tulang alveolar.
1
Perubahan arah tekanan oklusal menyebabkan reorientasi pada tekanan dan tegangan di dalam jaringan periodonsium. Tekanan ke arah lateral dan tekanan yang bersifat rotasi lebih merusak jaringan periodonsium. Selain itu, tekanan yang y ang secara konstan diarahkan ke tulang lebih merusak daripada tekanan yang sifatnya intermittent . Semakin sering terjadinya tekanan oklusal pada jaringan periodonsium, 1
maka jaringan periodonsium akan semakin rusak. Pada beberapa keadaan tekanan oklusal dapat merusak jaringan periodonsium dan menyebabkan terjadinya trauma 7
oklusi.
2.3 Klasifikasi Trauma Oklusi
Trauma oklusi dapat diklasifikasikan menjadi dua katagori berdasarkan etiologi yang terjadi, yaitu : 1.
Trauma oklusi oklusi primer, terjadi jika terdapat peningkatan kekuatan dan durasi durasi dari tekanan oklusal yang berlebihan pada jaringan periodonsium normal atau sehat (tidak terdapat kelainan gingiva, kehilangan jaringan ikat, ataupun migrasi apikal dari epitel penghubung).
7,9,10
Menurut Manson, lesi yang
ditimbulkan dari oklusi traumatik ini dapat atau tidak dapat mengalami peradangan pada jaringan marginal pada periodonsium, tetapi pada dasarnya lesi ini tidak mengalami kehilangan tulang alveolar. 11 Tetapi ada pendapat lain
yang
mengatakan
bahwa
oklusi
traumatik
primer
juga
dapat
menyebabkan kerusakan tulang alveolar yaitu bila hambatan oklusal yang menyebabkan trauma oklusi tidak dikoreksi.
12
Contoh
penyebab trauma
oklusi primer : restorasi yang terlalu tinggi, pemasangan protesa yang
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
14
menyebabkan tekanan berlebih pada gigi penyangga. Perubahan yang terjadi antara lain pelebaran ruang ligamen periodontal, kegoyangan gigi, rasa sakit. Perubahan yang terjadi biasanya bersifat reversible, dapat hilang jika oklusi 9
traumatik dikoreksi. Lesi ini timbul karena tekanan yang berlebihan pada gigi yang mempunyai tulang pendukung yang normal.
Gambar. 1 Gambaran trauma oklusi primer 7
2. Trauma oklusi sekunder, terjadi ketika tekanan oklusal normal yang diterima menjadi berlebihan karena telah terdapat kehilangan jaringan yang parah atau berkurangnya kemampuan jaringan periodonsium untuk menahan tekanan 1,7
oklusal. Tekanan normal yang diterima menjadi tidak normal pada jaringan 11
pendukung yang sudah terkena penyakit dan akan semakin parah. Gigi dengan truma oklusi sekunder dapat mengalami kerusakan tulang alveolar yang cepat dan juga mengakibatkan pembentukan poket.
10
Gambar. 2 Gambaran trauma oklusi sekunder 7
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
15
Selain itu, trauma oklusi dapat juga bersifat akut atau kronis.
1
1. Trauma oklusi akut didapat dari tekanan oklusal yang tiba-tiba, seperti ketika menggigit benda keras. Selain itu, restorasi atau alat prostetik lain yang dapat merubah arah tekanan oklusal pada gigi dapat juga menyebabkan trauma oklusi akut. Gejala yang ditimbulkan berupa gigi terasa sakit, sensitif terhadap perkusi dan peningkatan mobilitas gigi. Jika tekanan ini dapat dihilangkan atau dikoreksi, gejala akan hilang dan luka dapat sembuh. Tetapi jika tidak dikoreksi, luka pada jaringan periodonsium akan semakin parah dan dapat menimbulkan nekrosis jaringan yang ditandai dengan adanya formasi abses periodontal. Trauma oklusi akut juga dapat menyebabkan robeknya sementum. 2. Trauma oklusi kronis lebih sering ditemukan dan menunjukkan gejala yang lebih signifikan daripada trauma oklusi akut. Trauma oklusi bentuk ini sering disebabkan karena perubahan secara bertahap dari oklusi akibat adanya pergeseran gigi, ekstrusi gigi, dan kebiasaan parafungsi seperti bruksism.
2.4 Etiologi
Beberapa faktor penyebab dapat meningkatkan tekanan pada jaringan 4,12
periodonsium, yaitu
:
1. Ketidakseimbangan oklusi •
Hambatan oklusal pada waktu oklusi sentris (kontak prematur) dan gerak artikulasi ( blocking)
•
Gigi hilang tidak diganti
•
Perbandingan Mahkota-Akar Tidak Seimbang (PMATS)
•
Kontak Edge-to-edge
•
Alat prostetik dan restorasi yang buruk
2. Kebiasaan buruk
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
16
2.4.1 Ketidakseimbangan Oklusi 2.4.1.1 Kontak prematur dan blocking
Pada kondisi normal, terjadi kontak stimultan antara gigi atas dan bawah, pada oklusi sentris maupun pada gerak artikulasi pada waktu mandibula berfungsi. Ketidakseimbangan oklusi terjadi bila gigi yang berkontak terlebih dahulu pada regio tertentu jumlahnya kurang dari 50% dari jumlah gigi di regio tersebut atau satu atau dua gigi berkontak terlebih dahulu. Bila hambatan terjadi pada waktu oklusi sentris disebut kontak prematur, sedangkan jika terjadi pada gerak artikulasi disebut dengan blocking.
12,13
Gambar. 3 Gambaran gigi – gigi yang mengalami kontak prematur 13
Efek dari kontak prematur dan blocking Ketika kontak prematur terjadi, gigi yang terlibat harus dapat bergerak sehingga gerakan mandibula dapat sepenuhnya normal atau jika giginya kaku, mandibula didefleksikan dari jalur penutupan normal sehingga terjadi oklusal slide. Hasil dari kontak abnormal ini dapat terjadi langsung atau tidak langsung pada gigi yang bersangkutan. a. Langsung Ketika tekanan oklusal meningkat, efek tekanan akan diterima langsung oleh gigi yang terlibat. Pada umumnya, jika terjadi atrisi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
17
jaringan periodonsium tetap sehat, tetapi sejumlah kasus menunjukkan bahwa walaupun atrisi terjadi, kerusakan jaringan periodonsium tetap ada terutama jika terdapat iritan lokal, misalnya plak yang menurut sejumlah ahli hal ini berhubungan dengan terbentuknya poket infraboni. b. Tidak langsung Arah dari pergeseran yang mana mengakhiri penutupan sentrik tergantung dari iklinasi cusp yang terlibat. Kontak prematur pada inklinasi yang mengarah ke mesial pada cusp bagian atas
akan
menghasilkan pergeseran ke depan. Dalam banyak kasus pergeseran dapat terjadi baik ke depan, ke belakang atau ke samping. Jika pergeseran oklusal ke depan, gigi insisif atas menjadi subjek meningkatnya beban horizontal (Gambar.4), tetapi jika pergeseran ke belakang, TMJ akan menerima tekanan (Gambar.5). Dalam banyak kasus, pasien secara tidak sadar menyesuaikan jalur penutupan yang abnormal untuk menghindari kontak prematur, dalam hal ini bukan hanya gigi yang menerima tekanan tetapi saraf–saraf otot menjadi berubah dan ketegangan otot mungkin terjadi. Sehingga pasien mengeluh adanya sakit pada wajah atau bagian di TMJ. Adanya ketidakseimbangan oklusi tidak selalu menyebabkan gejala TMJ.
Tetapi
banyak
kasus
membuktikan
bahwa
ketika
ketidakseimbangan oklusi dieliminasi, gejala–gejala TMJ tersebut tidak timbul kembali.
12,13
Gambar. 4 Gambaran gigi anterior yang kontak prematur 13
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
18
Gambar. 5 Gambaran gigi posterior yang kontak prematur 13
2.4.1.2 Gigi hilang yang tidak diganti
Hal ini berperan dalam kerusakan jaringan periodonsium dengan beberapa cara. Ketika gigi bagian proksimal tidak didukung oleh gigi tetangganya karena telah diekstraksi, tekanan oklusal menekan periodonsium dan mengakibatkan gigi semakin lama menjadi miring. Tekanan oklusal pada gigi yang miring menjadi semakin divergen pada poros gigi. Hilangnya gigi-gigi fungsional akan menghasilkan perubahan hubungan dan keseimbangan tekanan diantara gigi–gigi. Jika kerusakan periodontal sudah terjadi, tekanan ini memperberat kerusakan. Kejadian ini hampir tidak dapat dihindari, karena kerusakan yang terjadi pada kontak normal yang disebabkan oleh tipping pada gigi, akan menuju pada impaksi dan stagnasi makanan yang menghasilkan inflamasi gingiva dan formasi poket.
13
Gambar.6 Gambaran rontgen kerusakan tulang pada molar bawah yang telah miring (tilt) akibat kehilangan gigi tetangga13
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
19
2.4.1.3 Perbandingan Mahkota-Akar yang Tidak Seimbang (PMATS)
Hasil pengematan klinis sejumlah ahli menunjukkan bahwa gigi dengan mahkota yang besar dan permukaan oklusal yang lebar tetapi akarnya pendek dan runcing, menyebabkan trauma oklusi, karena tekanan oklusal yang jatuh pada permukaan gigi akan melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsiumnya.4
2.4.1.4 Kontak Edge-to-edge
Analisis klinis menunjukkan bahwa kontak edge-to-edge sering menyebabkan trauma oklusi jaringan pendukungnya.
4
2.4.1.5 Alat prostetik dan restorasi yang buruk 2.4.1.5.1 Desain Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL)
Cengkeram dari GTS menyediakan retensi dan sokongan. Beberapa tipe cengkeram menyediakan lebih dari satu fungsi yang berbeda antara satu cengkeram dengan yang lainnya dan hal ini menguntungkan untuk setiap kasus untuk memilih desain cengkeram yang paling baik. Desain cengkeram yang salah dapat mempengaruhi tekanan lateral berlebih pada gigi penyangga. Ketika gerakan lateral mendibula menyebabkan tipping pada GTS (dapat karena alat tidak pas atau karena oklusi salah), gigi penyangga menerima tekanan lateral yang besar. Sebagai contoh, protesa gigi bawah free end saddle (Gambar.7) biasanya menggunakan premolar dengan cengkeram tanpa sandaran oklusal dan saddle biasanya terlalu pendek untuk didukung oleh ramus vertikal. Beban oklusal akan membuat alat bergerak turun dan menarik gigi penyangga. Pada saat yang sama alat bergerak turun dan menekan tepi gingiva bagian distal dari gigi penyangga sehingga kerusakan gingiva dan tekanan oklusal terjadi bersamaan dan kerusakan periodontal di sekeliling gigi penyangga akan terjadi dengan cepat. Akhirnya, gigi dapat hilang dan gigi tetangga di sebelah mesial dapat mengalami hal yang sama.13
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
20
Gambar. 7 Gambaran tekanan yang diberikan kepada gigi penyangga dari protesa lower free-end 13
2.4.1.5.2 Desain Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)
Desain yang benar dari GTJ lebih aman untuk jaringan periodonsium dibandingkan gigi tiruan sebagian lepasan. Pada umumnya dianjurkan untuk menggunakan satu dan satu setengah kali gigi penyangga untuk setiap gigi yang akan digantikan. Permukaan akar dari gigi penyangga harus melebihi besar permukaan gigi yang akan digantikan. Gigi yang telah digantikan dengan restorasi maupun dengan protesa, harus diperhatikan oklusinya setiap waktu dan setiap gerakan. Pada konstruksi GTJ yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan preparasi sehingga jaringan gigi yang diambil cukup dan adekuat untuk digantikan dengan material restoratif. Idealnya digunakan artikulator yang sesuai anatomi, namun gigitan fungsional juga dapat dihasilkan dengan meminta pasien melakukan gerakan mengasah ( grinding) pada selembar wax ketika preparasi.
13
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
21
Gambar. 8 Gambaran rontgen kehilangan tulang karena berkontak dengan GTJ gigi atas. Kehilangan tulang yang disertai dengan abses periodontal akut antara gigi 31 dan 41 dimana gigi – gigi tersebut berkontak dengan GTJ gigi atas secara protrusif 13
2.4.1.5.3 Restorasi yang terlalu tinggi
Jika restorasi terlalu tinggi, gigi akan bertemu dengan lawannya terlebih dahulu pada penutupan sentrik dan terkadang pada hubungan lain. Hal ini lebih sering terjadi pada restorasi dengan hubungan sentrik yang tepat, tetapi tidak tepat pada gerakan lateral dan protrusif. Satu contoh yang paling sering adalah restorasi mahkota jaket porselen yang terlalu tinggi, sehingga pada posisi protrusif hanya mahkota dengan gigi lawan yang berkontak.
13
Gambar. 9 Gambaran gigi yang mengalami kontak prematur akibat mahkota jaket porselen yang terlalu panjang-13
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
22
2.4.2 Kebiasaan buruk
Mulut adalah pusat dari beberapa aktivitas fungsional maupun nonfungsional. Pensil, pulpen pin, kuku, pipa, penjepit rambut dan alat lainnya digigit dan dikunyah pada banyak orang. Kebiasaan–kebiasaan ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium. Dari semua contoh kebiasaan ini, selalu terdapat iritan lokal, plak atau kalkulus yang menghasilkan kerusakan yang cepat pada jaringan dan pada beberapa kasus dapat terjadi pembentukan abses. 13
Gambar. 10 Gambaran klinis dan rontgen akibat kebiasaan menggiggit penjepit rambut
13
Bruksism adalah istilah yang digunakan jika ditemukan adanya grinding dan clenching pada gigi, tanpa disadari dan pada waktu yang tidak dapat ditentukan. Bruxers (orang yang memiliki kebiasaan bruksism) biasanya tidak menyadari bahwa
ia memiliki kebiasaan tersebut dan tidak merasa membutuhkan perawatan sampai terdapat kerusakan pada gigi dan mulut. Ketika gigi sedang melakukan hal ini, otot– otot mastikasi melakukan tekanan yang sangat kuat dan tekanan yang diterima oleh jaringan periodonsium sangat besar. Apabila jaringan periodonsium sehat, maka jaringan dapat beradaptasi dengan mengabsorpsi tekanan tersebut. Tetapi jika terdapat inflamasi gingiva dan poket, kebiasaan tersebut dapat menambah keparahan 13
yang telah terjadi. Kerusakan yang disebabkan oleh bruksism biasanya menunjukkan gejala yang berbeda pada setiap individu.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
14
23
Gambar. 11 Gambaran klinis dan rontgen gigi – gigi akibat bruksism13
2.5 Respon jaringan terhadap peningkatan tekanan oklusal
Pengaruh tekanan oklusi traumatik terhadap jaringan periodonsium dapat terjadi melalui tiga tingkatan, yaitu cedera atau luka, perbaikan dan adaptasi perubahan bentuk dari jaringan periodonsium.
1
Tahap 1 : Cedera / Luka Besar, lokasi dan pola kerusakan jaringan tergantung pada besar, frekuensi dan arah gaya yang menyebabkan kerusakan tersebut. Tekanan berlebih yang ringan akan menstimulasi resorpsi pada tulang alveolar disertai terjadinya pelebaran ruang ligamen
periodontal.
Tegangan
berlebih
yang
ringan
juga
menyebabkan
pemanjangan serat-serat ligamen periodotal serta aposisi tulang alveolar. Pada area dimana terdapat peningkatan tekanan, jumlah pembuluh darah akan berkurang dan ukurannya mengecil. Sedangkan pada area yang ketegangannya meningkat, pembuluh darahnya akan membesar. Tekanan yang besar akan menyebabkan terjadinya perubahan pada jaringan periodonsium, dimulai dengan tekanan dari serat-serat yang menimbulkan area hyalinisasi. Kerusakan fibroblas dan kematian sel-sel jaringan ikat kemudian terjadi yang mengarah kepada area nekrosis pada legamen periodontal. Perubahan pembuluh darah terjadi : selama 30 menit, hambatan dan stase (penghentian) pembuluh darah terjadi ; selama dua sampai tiga jam, pembuluh darah terlihat bersama eritrosit yang mulai terbagi menjadi kepingan-kepingan dan dalam waktu antara satu hingga tujuh hari, terjadi disintegrasi dinding pembuluh darah dan melepaskan isinya ke jaringan sekitarnya. Pada keadaan ini terjadi peningkatan resorpsi tulang alveolar dan permukaan gigi.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
24
Tegangan yang sangat besar menyebabkan pelebaran ligamen periodontal, trombosis, pendarahan dalam jaringan, robeknya ligamen periodontal dan resorpsi tulang alvelolar. Tekanan yang sangat besar hingga dapat menekan akar kearah tulang, dapat menyebabkan nekrosis pada ligamen periodontal dan tulang. Tulang teresorpsi dari ligamen periodontal yang masih vital yang bersebelahan dengan daerah nekrotik dan sumsum tulang trabekula. Proses ini dinamakan undermining resorption. Daerah furkasi merupakan daerah yang mudah mengalami kerusakan akibat tekanan oklusal berlebih. Luka pada jaringan periodonsium menyebabkan depresi aktivitas mitotik dan tingkat proliferasi dan diferensiasi pada fibroblas, formasi kolagen dan pada formasi tulang. Hal ini dapat kembali ke normal ketika tekanan tersebut dihilangkan.
Tahap 2 : Perbaikan Perbaikan selalu terjadi secara konstan dalam jaringan periodonsium yang normal dan trauma oklusi menstimulasi peningkatan aktivitas perbaikan. Jaringan yang rusak dihilangkan, sel–sel dan serat–serat jaringan ikat, tulang dan sementum dibentuk dalam usaha untuk menggantikan jaringan periodonsium yang rusak. Ketika tulang teresorpsi tekanan oklusal yang berlebihan, tubuh berusaha menggantikan tulang trabekula yang tipis dengan tulang baru. Proses ini dinamakan ”formasi tulang penahan” atau buttressing bone fomation untuk mengkompensasi kehilangan tulang. Hal ini adalah gambaran proses reparatif yang berhubungan dengan trauma oklusi.
Tahap 3 : Adaptasi perubahan bentuk dari jaringan periodonsium Ketika proses perbaikan tidak dapat menandingi kerusakan yang diakibatkan oklusi, jaringan periodonsium merubah bentuk dalam usaha untuk menyesuaikan struktur jaringan dimana tekanan tidak lagi melukai jaringan. Hasil dari proses ini adalah penebalan pada ligamen periodontal yang mempunyai bentuk funnel pada puncak dan angular pada tulang tanpa formasi poket dan terjadi kelonggaran pada gigi yang bersangkutan.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
25
Fase cedera menunjukkan peningkatan pada daerah resorpsi dan penurunan pada daerah formasi tulang, sedangkan fase perbaikan menunjukkan peningkatan formasi dan penurunan resorpsi tulang. Setelah pengadaptasian perubahan bentuk jaringan periodonsium, maka resorpsi dan formasi tulang akan kembali normal. Trauma oklusi terjadi bila tekanan yang jatuh pada permukaan gigi melebihi kemampuan adaptasi jaringan periodonsium sehingga menimbulkan kerusakan jaringan periodonsium.
2.6 Penjalaran penyakit periodontal dan hubungannya dengan oklusi traumatik
Walaupun banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa oklusi traumatik bukanlah penyebab utama penyakit periodontal, tetapi oklusi traumatik dapat menjadi faktor risiko yang signifikan dalam perkembangan penyakit periodontal.
2
Penjalaran peradangan dari tepi gingiva ke jaringan periodonsium lainnya menandakan suatu perubahan dari tahap gingivitis menjadi tahap periodontitis. Periodontitis selalu didahului oleh gingivitis tetapi gingivitis tidak selalu menjadi 7
periodontitis.
Inflamasi pada jaringan periodonsium tidak bisa dipisahkan dari pengaruh oklusi. Karena oklusi adalah monitor konstan dari jaringan perodonsium, oklusi mempengaruhi respon dari jaringan periodonsium terhadap inflamasi dan menjadi faktor risiko pada semua penyakit periodontal. Peran dari trauma oklusi pada gingivitis dan periodontitis lebih dapat dimengerti apabila jaringan periodonsium dibagi menjadi dua zona yaitu zona iritasi dan zona ko-destruksi. Zona iritasi terdiri atas interdental gingiva dan tepi gingiva yang dibatasi oleh serat-serat gingiva. Ini merupakan awal terjadinya gingivitis dan poket periodontal. Gingivitis dan poket terjadi karena adanya iritan lokal dari plak, bakteri, kalkulus dan impaksi makanan. Dengan beberapa pengecualian, para peneliti setuju bahwa trauma oklusi tidak menyebabkan gingivitis atau poket. Iritan lokal yang menginisiasi terjadinya gingivitis dan poket mempengaruhi tepi gingiva, tetapi oklusi terjadi pada jaringan pendukung dan tidak memperngaruhi gingiva. Tepi gingiva tidak terpengaruh dengan adanya trauma oklusi karena suplai darah dari tepi gingiva sudah cukup. Selama inflamasi hanya terjadi pada gingiva
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
26
maka hal tersebut tidak dipengaruhi oleh tekanan oklusal. Namun jika inflamasi dari gingiva meluas ke jaringan periodonsium, inflamasi memasuki zona ko-destruksi.
1
Weinmann menyatakan bahwa inflamasi pada gingiva menjalar ke jaringan lainnya melalui aliran pembuluh darah pada jaringan ikat jarang lalu masuk ke tulang alveolar. Arah penjalaran keradangan ini penting, karena ia mempengaruhi pola atau bentuk kerusakan tulang pada penyakit periodontal. Iritasi lokal menyebabkan peradangan pada tepi gingiva papila interdental sehingga penetrasi peradangan kejaringan di bawahnya merusak serabut gingiva di sekitar perlekatannya pada sementum. Kemudian peradangan ini menyebar ke jaringan penyangga yang lebih 15
dalam yang disebut sebagai zona ko-destruksi, melalui jalan : 1. Interproksimal (Interproximal Pathways) Di daerah interproksimal peradangan menjalar melalui pembuluh darah pada jaringan ikat jarang kemudian melintasi serat transeptal lalu masuk ke tulang alveolar melalui pembuluh darah yang menembus puncak alveolar pada septum interdental. Lokasi tempat masuknya peradangan kedalam tulang tergantung pada lokasi dari saluran pembuluh darah. Peradangan tersebut dapat menyebar memasuki septum interdental pada tengah-tengah puncak tulang alveolar atau melalui sisi septum interdental. Peradangan ini dapat menyebar memasuki tulang alveolar melalui beberapa saluran pembuluh darah. Setelah mencapai tulang sumsum, peradangan ini berbalik arah dari tulang ke ligamentum periodontal. Hal yang jarang terjadi penyebaran peradangan dari gingiva langsung keserabut periodontal dan masuk ke septum interdental.
2. Fasial dan Lingual (Facial and Lingual Pathways) Pada permukaan fasial dan lingual peradangan di tepi gingiva menyebar sepanjang permukaan luar periosteum dan masuk ke ruang sumsum tulang melalui pembuluh darah yang menembus kortek tulang. Efek dari trauma oklusi Arah penjalaran peradangan gingiva dapat dipengaruhi oleh oklusi traumatik. Tekanan yang berlebihan mengakibatkan :
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
27
•
Perubahan arah susunan serabut transeptal dan horizontal menjadi angular (miring).
•
Kompresi, degenerasi dan perubahan susunan serabut periodontal lainnya.
Glickman dan Smulow menyatakan bahwa pada kasus oklusi traumatik, arah penjalaran peradangan berubah jalur yang biasanya dari interdental papila ke septum interdental menjadi dari serat transeptal lansung ke ligamentum periodontal. Akibat perubahan arah penjalaran peradangan ini terjadi bentuk kerusakan tulang dalam arah vertikal dan terjadi ”infrabony pocket”. Tekanan
yang
berlebihan
15,17
menyebabkan
peregangan
serabut principal
periodontal membrane, mengurangi karier yang dibentuk oleh perlekatan serabut-
serabut tadi sehingga memudahkan peradangan menjalar langsung ke ligamentum periodontal (membran periodontal).
Gambar. 12 Gambaran zona iritasi dan ko–destuksi16
Gambar. 13 Gambaran reaksi host-parasit dan trauma oklusi16
Penghilangan faktor risiko oklusi traumatik dengan selektif grinding dan atau dengan alat–alat terapi oklusal lain selama terapi periodontal, memperlihatkan perubahan yang nyata pada perkembangan penyakit dan meningkatnya hasil perawatan. Oleh sebab itu, perawatan oklusal harus dipertimbangkan sebagai bagian perawatan dari keseluruhan perawatan penyakit periodontal.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
2
28
2.7 Gambaran klinis dan radiografis trauma oklusi
Kerusakan yang ditimbulkan oleh trauma oklusi periodontal bervariasi berdasarkan keparahan dari besarnya tekanan serta lamanya waktu terjadinya 7
perubahan tersebut. Terdapat keluhan-keluhan subjektif dan perubahan-perubahan klinis yang sering ditemukan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan trauma oklusi. Perubahan-perubahan tersebut,
12,13
yaitu :
Sakit atau ketidaknyamanan
Sensitif pada tekanan
Sakit pada wajah atau sendi temporomandibula
Resesi pada gingiva
Celah pada gingiva yang disebut Stillman’s Cleft
Pembesaran gingiva yang hiperplastis dan menyeluruh atau disebut juga Mc Call’s Festoon.
Poket periodontal / kehilangan perlekatan epitel gingiva
Kegoyangan gigi
Migrasi dan atau posisi gigi yang abnormal
Gambaran RO : 1. Pelebaran irregular ruang periodontal 2. Pelebaran bagian puncak pada ruang ligamentum periodonsium 3. Diskontinuitas atau penebalan pada lamina dura 4. Kerusakan tulang alveolar ke arah vertikal 5. Radiolusensi pada furkasi 6. Radiolusensi dan kondensasi tulang alveolar atau resorpsi akar.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
7,9,13
29
Gambar. 14 Gambaran Ro jaringan periodonsium akibat oklusi traumatik (A), Pelebaran bagian puncak (crest) pada ruang ligamen periodontium. (B), Pelebaran yang irregular di seluruh ruang ligamen periodontal. (C), Bentuk yang angular kehilangan tulang. (D), Radiolusensi pada bagian furkasi. 7
2.8 Diagnosis Trauma Oklusi
Diagnosis trauma oklusi ditegakkan melalui pemeriksaan subjektif, klinis dan radiologis. Pemeriksaan subjektif dilakukan untuk mengetahui adanya keluhan seperti rasa sakit dan kegoyangan gigi, serta untuk mengetahui adanya kebiasaan buruk pada penderita seperti bruksism, menghisap jari, menggigit benda-benda keras dsb. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat: permukaan oklusal gigi geligi yaitu adanya atrisi atau abrasi oklusal,
hubungan oklusi gigi-gigi di rahang atas dan
rahang bawah pada regio anterior dan posterior pada posisi sentris dan artikulasi untuk melihat adanya kontak prematur dan blocking serta melihat adanya hubungan gigi yang edge-to-edge. Selain itu dilihat juga adanya kegoyangan gigi serta derajat kegoyangannya. Pemeriksaan pada gingiva dilakukan untuk melihat adanya perubahan pada gingiva berupa pembesaran gingiva , resesi gingiva, celah pada gingiva, poket periodontal juga pada daerah bifurkasi, kehilangan perlekatan epitel gingiva, serta abses atau fistula pada gingiva yang umumnya terjadi di daerah bifurkasi. Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk melihat adanya pelebaran ruang periodontal, diskontinuitas atau penebalan lamina dura, kerusakan tulang vertikal, radiolusensi pada bifurkasi, radiolusensi atau kondensasi tulang alveolar atau resorpsi akar. Gejala-gejala klinis dan radiologis seperti tersebut diatas sering menyertai trauma oklusi. Diagnosis trauma oklusi ditegakkan bila pemeriksaan klinis, radiologis dan seringkali disertai dengan keluhan subjektif, menunjukkan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
30
adanya oklusi yang abnormal disertai kerusakan jaringan periodonsium akibat tekanan oklusal yang melebihi kapasitas jaringan periodonsium untuk menerima tekanan oklusal tersebut. Sebaliknya bila oklusi yang abnormal tidak disertai dengan kerusakan jaringan periodonsium tidak dapat didiagnosis sebagai trauma oklusi.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
12
31
2.9 Kerangka Teori
Jaringan Periodonsium
Etiologi oklusi traumatik : Kontak prematur dan Blocking Gigi hilang yang tidak diganti Alat prostetik dan restorasi yang buruk Kebiasaan buruk PMATS Kontak ed e-to-ed e
Oklusi Traumatik Iritan Lokal
Keluhan Subjektif : -
Sakit Tidak nyaman Sensitif pada tekanan Sakit pada sendi TMJ
Gambaran Klinis : -
-
Resesi Gingiva Celah pada gingiva Pembesaran gingiva Poket periodontal Kehilangan perlekatan epitel gingiva Kegoyangan gigi Migrasi atau posisi gigi abnormal
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Gambaran radiologis : -
-
-
Pelebaran irregular ruang periodontal dan bagian puncak pada ruang ligamentum periodonsium Diskontinuitas atau penebalan pada lamina dura Kerusakan tulang ke arah vertikal Radiolusensi pada furkasi Radiolusensi dan kondensasi tulang alveolar atau resorpsi akar
32