Dikta Ekonomi
Anita Maharani
KASUS PERUBAHAN DALAM PERUSAHAAN KELUARGA: PT. SOLO JAYA
Anita Maharani
1
Universitas Paramadina
[email protected]
Abstract Change is the only thing that is constant in the world of business. Business needs to adapt to new technologies and challenges from competitors. Business continuity can not always be preserved because it is not the business of virtue on understanding and adapt, while, adaptation is a fundamental thing that must be done by a business before changing. This article aims to raise a case of changes in a family-owned businesses. Family owned business, can also be defined as a family business in every effort that the majority ownership or control a business located within a family, and where there are two or more family members directly involved. This article methods is a qualitative case study. A case study allows researchers to understand complex issues, mining, or add depth to the experience of what is already known from previous studies. General picture object of this paper is PT. Solo Jaya, the company was originally named CV. Solo Jaya, was founded in 1975 by Tukirji and Siti Sumarni. Located oin Central Market of Rice, at Cipinang, East Jakarta. At that time, commodity offered by CV. Solo Jaya is the sole distributor of rice production in Solo, Central Java. Triggers of change in the PT. Solo Jaya is because of the new forms of management. Change strategy is to slowly introduce to what is relevant today (regarding technological developments and challenges from competitors that is using a systems of cartel) Keywords: Case, change, companies, families I.
PENDAHULUAN
Perubahan adalah satu-satunya yang konstan di dalam dunia bisnis. Bisnis perlu beradaptasi dengan teknologi baru dan tantangan pesaing. Keberlangsungan bisnis tidak selalu dapat dilestarikan karena kurang pahamnya bisnis terhadap keutamaan adaptasi tersebut, sedangkan adaptasi adalah hal yang fundamental harus dimiliki sebuah bisnis sebelum mengalami perubahan. Dalam masa sekarang ini, adalah mudah untuk mengintimidasi atau tidak
merasa cocok dengan perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis. Munculnya ketidaknyamanan di dalam struktur bisnis, dikarenakan perasaan nyaman telah memiliki keuntungan, dan dikenal konsumen selama ini yang dianggap cukup. Perubahan yang terjadi memaksa bisnis untuk mau tidak mau mengikuti proses perubahan. Tanpa disadari, perubahan tersebut menciptakan sebuah peluang baru, namun untuk mencapai peluang tersebut, diperlukan perubahan dalam sikap bisnis.
1
Penulis adalah Dosen, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Paramadina, Jl. Gatot Subroto Kav. 97, Mampang 12790
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 211
Dikta Ekonomi
Anita Maharani
Artikel ini bertujuan untuk memaparkan studi kasus tentang perubahan di dalam sebuah perusahaan milik keluarga, tujuan dari penulisan ini adalah untuk memperlihatkan sudut pandang perubahan dalam lingkungan bisnis yang didirikan dalam tradisi Jawa. II.
TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN.
DAN
2.1. Bisnis Keluarga (Family Owned Business) Definisi tentang bisnis keluarga, sangat tergantung pada hasil studi, hal inilah mengapa hingga kini belum tercapai konsensus atas definisi yang tepat (Carsrud et al, 1997). Namun, mayoritas definisi berhubungan dengan sejauh mana derajat kepemilikan keluarga dan keterlibatannya dalam manajemen bisnis (Handler, 1989 dan Barry, 1989). Bisnis kelurga, dapat juga didefinisikan sebagai sebuah usaha keluarga dalam setiap usaha yang mayoritas kepemilikannya atau kontrol bisnis terletak di dalam sebuah keluarga, dan di mana terdapat dua atau lebih anggota keluarga yang terlibat langsung. Secara kompleks, bisnis keluarga memiliki sistem ganda yang terdiri dari keluarga dan dunia usaha, dimana anggota keluarga yang terlibat dalam bisnis ini adalah bagian dari sistem penugasan (usaha) dan juga bagian dari sistem keluarga (Bowman-Upton, 1991). Memahami hubungan antara keluarga dengan bisnis adalah proses yang sangat kompleks seperti kebutuhan dan permintaan dalam kedua sistem yang berubah terus menerus. Sebagai contoh, pada fase permulaan (start-up ), pendiri bisnis bisa jadi masih muda dan belum menikah, dan tidak lagi menerima pendanaan baik untuk konsumsi pribadi atau penghasilan dari keluarga besarnya. Birley dan kawan-kawan (1999) mencoba mendefinisikan bisnis keluarga sebagai sikap pemilik-manajer dan hubungannya antara keluarga dengan bisnis.
Isu-isu yang berhubungan dengan bisnis keluarga (Bowman-Upton, 1991), antara lain. (1) partisipasi, (2) kepemimpinan dan kepemilikan, (3) pelepasan, (4) likuiditas bisnis dan pajak lokasi usaha, (5) Menarik dan mempertahankan eksekutif non keluarga, (6) metode kompensasi untuk anggota keluarga, (7) suksesor, (8) penguatan harmonisasi keluarga. Isu-isu tersebut diatas adalah potensi penyebab konflik di dalam bisnis dan stress dalam keluarga. 2.2. Karakteristik Strategi Manajemen Bisnis Keluarga Sebelum menjelaskan proses manajemen strategis dan mengevaluasi sastra pada usaha keluarga dari perspektif ini, penting untuk menentukan apa arti dari bisnis keluarga. Chua, Sharma, dan Chrisman (1996), menjelaskan bisnis keluarga sebagai bisnis yang diatur dan atau dikelola, memiliki potensi lintas generasi, visi bisnis dipegang oleh anggota keluarga atau jumlah kecil dalam keluarga. Definisi ini sangat penting dari perspektif manajemen strategis karena menunjukkan terdapat tujuan yang diikuti, yakni sebuah strategi yang dirancang untuk memenuhi tujuan, dan mekanisme yang berlaku untuk melaksanakan strategi dan kontrol yang kuat terhadap kemajuan dari pencapaian suatu tujuan. Penting untuk menunjukkan bahwa definisi ini didasarkan pada perilaku. Meliputi keluarga yang dikontrol kuat dan bahkan menyelenggarakan bisnis yang dibentuk dan dikelola oleh dua atau lebih generasi keluarga yang mungkin tidak terus menerus mengendalikan. Dasar proses manajemen strategis baik untuk bisnis keluarga dan bisnis non-keluarga adalah sama dalam arti bahwa dalam masalah strategi, baik implisit atau eksplisit, harus dirumuskan, diterapkan, dan dikontrol dalam konteks satu tujuan. Dalam hal ini, bahkan menjadi sangat mirip, harus diukur sehubungan dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan. Perbedaan antara karakter bisnis
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 212
Dikta Ekonomi keluarga dan bisnis non keluarga adalah dalam menetapkan tujuan, cara proses yang dilakukan, dan para peserta yang ikut dalam proses bisnis. Misalnya, dalam perusahaan keluarga, pemilik-keluarga akan mempengaruhi setiap langkah proses (Harris, Martinez, dan Ward, 1994), sedangkan di bisnis non keluarga, keluarga adalah pengaruh terbaik (atau terburuk) langsung. Persamaan dan perbedaan ini terus memberikan peluang besar bagi studi bisnis keluarga. Salah satu persamaannya adalah memberikan lapangan kerja dengan model faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan keluarga. Perbedaan, atau kemungkinan adanya perbedaan, menunjukkan bahwa setiap aspek strategis keluarga dalam proses manajemen perusahaan dilakukan dengan hati-hati dan dieksplorasi dengan baik dibandingkan proses yang digunakan dalam perusahaan dan keluarga lainnya di bisnis non keluarga. Dalam kerangka kerja ini, bisnis keluarga yang mungkin berbeda dari bisnis non-keluarga karena pengaruh pengendalian keluarga, minat, dan nilai-nilai yang utama pentingnya. Pengaruh, dan nilai-nilai akan mempengaruhi keputusan strategis dan kinerja di dalam bisnis keluarga. Proponents dari pendekatan ini (Cohn dan Lindberg, 1974; Levinson, 1971) advokat yang pengucilan keluarga pertimbangan dari bisnis sistem. Mereka menyatakan bahwa dua subsystems keluarga dan bisnis yang jadi berbeda yang mungkin mereka tidak bisa saling mengisi kecuali dalam situasi yang paling tidak biasa. Pendekatan keluarga mengakomodasi pengaruh dalam berbagai bentuk dan di seluruh wilayah proses. Kepentingan keluarga dan nilai-nilai yang menjadi tujuan dan tujuan yang ditentukan untuk perusahaan. Hubungan keluarga mempengaruhi strategi dipertimbangkan. Suksesi dalam keluarga dapat menjadi salah satu strategi yang paling penting dirgahayu menentukan dari perusahaan. Kriteria keputusan yang dipengaruhi oleh keluarga yang dibangun menjadi
Anita Maharani pertimbangan yang kuat dari tujuan dan pilihan alternatif untuk dipertimbangkan. Keterlibatan keluarga dalam pelaksanaan, menciptakan dinamika sendiri dan politik di dalamnya. Akhirnya, hubungan keluarga dan bagaimana keluarga mempersepsikan peran non-manajer keluarga yang dapat membuat lebih mudah atau sulit untuk secara konstruktif mengevaluasi atau kontrol keputusan dan tindakan. 2.3. Perubahan Menurut Kurt Lewin dalam Kritsonis (2005) memperkenalkan tiga langkah perubahan model. Ilmuwan sosial ini dilihat sebagai perilaku yang dinamis keseimbangan kekuasaan dalam bekerja melawan arah. Mengemudi memaksa memfasilitasi perubahan karena karyawan di dorong ke arah yang dikehendaki. Restraining memaksa menghambat perubahan karena mendorong karyawan di arah berlawanan. Karena itu, pasukan ini harus dianalisis dan Lewin dari tiga model langkah yang dapat membantu regu keseimbangan dalam arah perubahan yang direncanakan, seperti diunduh dari http://www.csupomona. edu dalam Kritsonis (2005). Menurut Lewin, langkah pertama dalam proses perubahan perilaku adalah unfreeze yang ada atau situasi status quo. Status quo yang dianggap keseimbangan menyatakan. Unfreezing diperlukan untuk mengatasi jenis dari individu dan kelompok perlawanan kesesuaian. Unfreezing dapat dicapai dengan menggunakan tiga metode (Kritsonis, 2005). Pertama, menurut Robbins dalam Kritsonis (2005), meningkatkan mengemudi kekuatan yang langsung dari perilaku yang ada atau situasi status quo. Kedua, mengurangi kekuatan restraining negatif yang mempengaruhi pergerakan dari ada keseimbangan. Ketiga, menemukan kombinasi dari dua metode yang tercantum di atas. Beberapa kegiatan yang dapat membantu dalam langkah unfreezing termasuk: memotivasi oleh peserta
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 213
Dikta Ekonomi
Anita Maharani
mempersiapkan mereka untuk mengubah, satu kekuatan, menurut Robbins dalam membangun kepercayaan dan pengakuan Kritsonis (2005). untuk perlu mengubah, dan berpartisipasi aktif dalam mengenali masalah dan solusi dalam 2.4. Perubahan: Planned dan Emergent brainstorming grup. Perubahan yang terencana adalah Lewin kedua langkah dalam proses perubahan yang disengaja, hasil penalaran dan perubahan perilaku adalah gerakan. Dalam hal tindakan. Sebaliknya, perubahan seringkali ini Langkah itu diperlukan untuk berpindah ke dibingkai dengan spontanitas dan langkah sistem target baru tingkat keseimbangan. Tiga yang tidak direncakan. Tipe perubahan ini tindakan yang dapat membantu dalam gerakan dikenal dengan perubahan emergent . langkah meliputi: persuading karyawan untuk Perubahan dapat menjadi emergent dibanding setuju bahwa status quo yang tidak bermanfaat planned dalam dua cara, sebagai berikut bagi mereka dan mendorong mereka untuk (karis.biz, 2010). melihat masalah dari perspektif baru, bekerja a. Manajer mengambil keputusan yang tidak sama di quest baru, informasi yang relevan, berhubungan dengan perubahan yang dan menghubungkan dilihat dari kelompok sebenarnya terjadi. Perubahan tersebut dihormati, pemimpin yang kuat yang juga dikatakan tidak terencana. Di lain pihak, keputusan ini dapat didasarkan pada halmendukung perubahan, seperti diunduh dari http://www.csupomona.edu dalam Kritsonis hal yang bersifat asumsi kepada organisasi, lingkungannya dan masa (2005). depannya (Mintzberg, 1989). Ketiga langkah Lewin dari tiga langkah perubahan model adalah refreezing. b. Faktor-faktor eksternal, seperti ekonomi, perilaku kompetitor dan iklim politik atau Langkah ini perlu mengambil tempat setelah perubahan telah dilaksanakan dalam rangka hal-hal yang terjadi di internal (karena adanya kekuatan antar kelompok di dalam agar bisa berkelanjutan atau " Stick " dari waktu ke waktu. Inilah sebenarnya integrasi nilaibisnis, distribusi pengetahuan dan nilai yang baru ke dalam nilai-nilai dan tradisi ketidakpastian) memberikan pengaruh masyarakat. Tujuan refreezing adalah untuk pada perubahan yang tidak dapat menstabilkan keseimbangan baru akibat dikendalikan manajer. Bahkan dalam perubahan baik oleh balancing yang kebanyakan perubahan yang direncanakan mengemudi dan restraining memaksa. Satu dengan hati-hati dan program perubahan tindakan yang dapat digunakan untuk yang dieksekusi akan memiliki beberapa melaksanakan Lewin's Langkah ketiga adalah dampak emergent . untuk memperkuat dan melembagakan pola baru mereka melalui formal dan mekanisme 2.5. Resistensi Atas Perubahan Dari Sudut informal termasuk kebijakan dan prosedur Pandang Keperilakuan menurut Robbins, menurut Kritsonis (2005). Ketika sebuah perusahaan berdiversifiOleh karena itu, model Lewin kasi pada pasar dan teknologi yang baru, biaya menggambarkan efek dari kekuatan yang baik untuk bisnis baru pada umumnya melebihi apa atau mendukung menghalangi perubahan. yang telah diestimasi sebelumnya, penundaan Secara khusus, mengemudi memaksa yang tidak terantisipasi terjadi, dan organisasi mempromosikan perubahan sedangkan mengalami resistensi. Resistensi, menurut Ansoff (1990), restraining memaksa menentang perubahan. Oleh karena itu, perubahan akan terjadi jika adalah sesuatu yang secara logika dapat kekuatan gabungan dari satu kekuatan yang diterima, dan tidak dapat dihilangkan begitu lebih besar dari gabungan kekuatan melawan saja oleh Manajer Puncak. Resistensi muncul karena adanya perubahan organisasi yang
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 214
Dikta Ekonomi
Anita Maharani
melakukan perombakan dalam hal perilaku, batasan antara fenomena dan konteks tidak budaya, dan struktur kekuasaan. Resistensi jelas dan berbagai sumber sebagai bukti-bukti sendiri dapat muncul dikarenakan formulasi digunakan. strategi yang tidak diikuti dengan Fitur metode studi kasus adalah implementasi strategi yang baru ditetapkan. sebagai berikut. (1) menggunakan berbagai Sebagai gambaran, ketika sebuah sumber untuk membuktikan sesuatu, (2) perusahaan melakukan revisi besar pada konteks “nyata” atau real life, (3) empiris, (4) strategi eksternal, kapabilitas internal menjadi menceritakan kemajuan atau perkembangan kurang dapat beradaptasi and kinerja yang dari suatu perusahaan atau industry, (5) fokus tidak bagus. Ansoff (1990) beranggapan, pada lingkungan yang kompetitif dan bahwa jika respon strategik dari perusahaan perubahan operasional atau strategic (Davies, terhadap lingkungan dapat efisien dan efektif, 2005). jika kapabilitas dikembangkan dalam Kritik atas metode ini adalah bahwa hubungannya dengan strategi baru yang akan studi tentang kasus dalam jumlah yang kecil mendukung nantinya. Namun, di saat kinerja tidak memberikan reliabilitas atau generalisasi menjadi lebih efektif setelah kapabilitas dari temuan dan lain-lain sebagaimana ditetapkan, proses instalasi kapabilitas akan diungkapkan dalam kelebihan dan kelemahan. menggandakan beban kerja organisasi yang Kelebihan dari studi kasus, sebagai berikut sebenarnya mengganggu (sebagaimana (Davies, 2005). dibandingkan dengan mengins-talasi strategi a. Menggunakan kumpulan data yang sedikit baru), serta, ketidakber-lanjutan yang akan (satu atau dua perusahaan) terjadi dalam hal budaya dan struktur kerja b. Menggeneralisasi tentang tren pada industry yang relevan akan menjadi nyata. Pada akhirnya, perencanaan posture strategik akan mengalami c. “ Real life” dalam artian bahwa sebuah resistensi yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang dipilih adalah sumber dengan perencanaan strategik. dari data d. Hanya satu-satunya metode yang memung-kinkan dalam cakupan yang III. METODE PENELITIAN diselidiki Metode penelitian artikel ini adalah kualitatif dengan studi kasus. Studi kasus memahirkan peneliti untuk memahami masalah yang kompleks, menambang pengalaman atau menambah kedalaman dari apa yang telah diketahui dari penelitian sebelumnya. Studi kasus menekankan analisis kontekstual yang terperinci atas sejumlah kejadian atau kondisi. Penelitian di bidang sosial menggunakan metode studi kasus untuk menggambarkan situasi kehidupan nyata yang kontemporer dan memberikan landasan bagi penerapan ide. Yin (1984) mendefinisikan metode studi kasus sebagai suatu penyelidikan empiris yang melihat fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata, ketika
Kelemahan dari studi kasus, sebagai berikut (Davies, 2005). a. Tidak memastikan reliabilitas atau generalisasi temuan b. Paparan studi yang intens terhadap kasus membuat temuan menjadi bias c. Berguna hanya sebagai eksploratori (bukan alat eksplanatori) d. Data dengan sampel yang kecil dan maka teknik empiris konvensional tidak dapat digunakan atau ketika digunakan ternyata data tersebut memiliki banyak keterbatasan e. Banyaknya kurang ketelitian metodologi f. Secara kontekstual bukti yang diungkapkan terbatas
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 215
Dikta Ekonomi
Anita Maharani
Langkah-langkah yang ditempuh dalam studi kasus ini adalah. a. Menentukan pertanyaan riset b. Memilih kasus, mencari data dan teknik analisis c. Menyiapkan pengumpulan data d. Mengumpulkan data e. Mengevaluasi dan menganalisis data f. Menyiapkan studi kasus dalam bentuk yang sistematis (laporan)
Seiring dengan perkembangan waktu, CV. Solo Jaya menjadi salah satu CV di Pasar Induk Beras yang maju dan memiliki perputaran arus kas yang sangat baik, sehingga, pada saat itu Bank-Bank yang ada menawarkan kredit modal kerja kepada CV. Sehubungan dengan kondisi tersebut, dimana kejayaan tengah berada di pihak CV, beberapa bisnis didirikan, meskipun tergolong undiversified maupun diversified SBU. Golongan bisnis yang diversified, kala itu Artikel ini bertujuan untuk sekitar tahun 1980-an, CV melebarkan sayap menjelaskan studi kasus di sebuah perusahaan dengan mendirikan pabrik penggilingan dan milik keluarga. Perusahaan tersebut bergerak pemrosesan gabah menjadi padi di beberapa di bidang distribusi beras. Area distribusi tempat, yakni Solo (Jawa Tengah) dan Sukra, mencakup Pulau Sumatera, Jawa dan akses Pantura (Jawa Barat). Golongan bisnis Kalimantan. Perusahaan ini berdiri sejak tahun yang undiversified, pada tahun 1990-an, CV 1975. Pertanyaan riset untuk artikel ini adalah membeli 100 truk tronton yang dipergunakan “bagaimana perubahan yang terjadi di dalam untuk angkutan pasir, dimana pasir tersebut perusahaan keluarga?”. diperoleh di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah. IV. HASIL PENELITIAN DAN Masing-masing perluasan bisnis PEMBAHASAN. tersebut memiliki nilai positif dan negatif. Untuk golongan yang diversified, yakni pabrik 4.1. Gambaran Umum PT. Solo Jaya penggilingan dan pemrosesan gabah, CV PT. Solo Jaya awalnya adalah CV. memperoleh keuntungan karena suplai beras Solo Jaya, didirikan pada tahun 1975 oleh H. utama dapat diperoleh dari usaha sendiri, Tukirji dan Hj. Siti Sumarni. Berlokasi di kerugiannya yakni pengawasan yang tidak Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. menyeluruh, karena hanya mengandalkan Pada saat itu, komoditi unggulan yang kepercayaan keluarga yang dimintakan ditawarkan oleh CV. Solo Jaya adalah menjaga pabrik. distributor tunggal beras produksi Solo, Jawa Untuk golongan yang undiversified, Tengah. yakni truk angkut pasir, kala itu mendatangkan Kedua pemilik, satu sama lainnya keuntungan yang sangat besar, dikarenakan, memiliki pembagian tugas pada waktu itu, H. pasir yang berasal dari Gunung Kidul Tukirji untuk bagian penjualan dan jaringan memiliki kualitas yang sangat bagus, karena baru, sedangkan Hj. Siti Sumarni untuk bagian berasal dari pecahan lahar Gunung Kidul, dan stok dan perputaran arus kas. ramai di pasaran, serta diawasi penuh oleh H. Model strategi perusahaan kala itu Tukirji yang lebih mobile dibandingkan Hj. masih sangat sederhana, yakni, mengandalkan Siti Sumarni, namun di sisi lain, kerugiannya pada hubungan baik, yang terjalin, dan adalah, karena truk tronton memiliki kapasitas kemudian menganggap bahwa langganan berat tertentu, maka untuk mengangkut pasir adalah raja, sehingga betapapun pembeli akan memerlukan segi-segi pemeliharaan, tersebut menawar, meski harga yang ditawar yang tentu saja tidak murah. Sebagai ilustrasi, pembeli rendah, CV. Solo Jaya selalu jika harga beli truk tronton baru pada tahun melayani. 1990-an sekitar 100 juta, maka karena dipakai untuk angkutan pasir, paling tidak setiap
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 216
Dikta Ekonomi bulannya harus menyediakan uang minimal Rp. 40 juta untuk penggantian suku cadang yang sering rusak karena beban, namun dengan kondisi bahwa permintaan atas pasir yang tinggi, kendala yang ada tidak menjadi beban berarti. Keputusan untuk berusaha di kedua bidang tambahan tersebut, pada awalnya hingga akhir tahun 1990-an cukup lancar, serta hampir tidak mengalami kendala berarti, namun pada tahun 2002, masalah perlahanlahan muncul. Masalah yang muncul tersebut terjadi perubahan struktur perekonomian, inflasi yang tinggi, sehingga harga suku cadang untuk truk angkutan pasir kian membumbung tinggi, dan beberapa masalah otoritas pengawasan yang kurang melekat untuk pabrik penggilingan, dimana terjadi penyelewengan otoritas, sehingga terjadi korupsi oleh pegawai yang ditempatkan di pabrik, sehingga didera oleh piutang tak tertagih. Sejalan dengan prinsip utama usaha, yakni perdagangan dan distribusi beras. Pada tahun 2002, perlahan-lahan kedua bisnis selain bisnis utama dijual. Usaha pabrik yang pertama kali dijual. Kemudian, disusul dengan angkutan truk pasir. Hj. Tukirji, yang awalnya mobile karena mengawasi bisnis angkutan pasir, di tahun yang sama, yakni yakni tahun 2002, kembali ke CV. Pada tahun yang sama, CV merubah diri menjadi Perusahaan Terbatas. Tahun 2002, bisa dikatakan sebagai era kegelapan bagi usaha keluarga ini, karena masa itu tidaklah semudah tahun 90-an kebawah, dimana kebijakan untuk berhubungan langsung dengan DOLOG kala itu lebih mudah dibandingkan tahun 2000-an, kemudian, munculnya pesaing baru dari kalangan tertentu yang membentuk sistem Kartel, sehingga kapabilitas modal lebih besar dibandingkan PT. Solo Jaya (PSJ). PSJ, di sisi lain, sedikit lamban menanggapi kondisi yang baru, sistem perdagangan masih dengan pola konservatif, dengan kata lain tidak menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada di
Anita Maharani lapangan. Sehingga, meski usaha PSJ tetap berjalan, namun lebih tepat dikatakan ”jalan di tempat”. Kondisi ini diperburuk dengan kesalahan manajemen pada keuangan keluarga, yang semakin diperpuruk oleh bangkrutnya usaha putra pertama mereka di bidang kayu. Hal ini berlangsung cukup lama, hingga tahun 2006 tengah, dimana pada saat itu, putra kedua mereka bergabung di PSJ setelah selesai studi Perguruan Tinggi. Seperti kendala beberapa usaha keluarga lainnya, yakni, kesulitan untuk memisahkan antara masalah keluarga dengan bisnis. PSJ pun mengalami kendala yang sama, terlebih lagi karena yang benar-benar menjadi penggerak PSJ kala itu adalah suami istri (H. Tukirji dan Hj. Siti Sumarni), dan ditambah dengan putra kedua. Konflik yang terjadi tidak lagi masalah bisnis, namun juga keluarga. Kendala ini dirasakan oleh putra kedua pemilik PSJ, dimana, kesulitan utama yang dihadapinya adalah untuk mengusulkan ideide segar dalam bisnis, berdasarkan apa yang telah diperolehnya di bangku perkuliahan kepada kedua orang tuanya. Hal ini yang menjadikan putra kedua pemilik tersebut terkadang patah arang, karena menghadapi resistensi yang tinggi. 4.2. Studi Kasus Perubahan Strategi di PT. Solo Jaya Paska Mei 2007 Dalam sub bab studi kasus ini, penulis akan memaparkan kasus perubahan yang terjadi di PT. Solo Jaya paska Mei 2007. Perusahaan yang sebenarnya telah berdiri sangat lama ini sebenarnya cukup ”kalem” dalam menjalankan usahanya, hal ini terlihat pada ajuan kredit modal yang diambil pada tahun 1980 sejumlah Rp. 1 Miliar, tidak dimilikinya cabang, bentuk fisik bangunan, produk yang ditawarkan, bahkan perputaran kas, jumlah karyawan, jumlah pengelola (manajer). Dalam perjalanan usahanya dari tahun 1970-an, pada bulan Mei 2007, terjadi
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 217
Dikta Ekonomi keputusan strategik, yakni beralihnya pengelolaan perusahaan dari H. Tukirji dan Hj. Siti Sumarni ke Hj. Siti Sumarni dan Dian Rahardjo (atau putra kedua). H. Tukirji melepas pengelolaan dikarenakan masalah usia dan keinginan untuk pensiun dari aktivitas pekerjaan, selain karena berubahnya struktur kompetisi perdagangan, dimana ketika dahulu pada tahun 1970an – akhir 1980-an tidak memerlukan sarana komunikasi seluler untuk berhubungan dengan konsumen, kini di era 2000-an bukan saja memerlukan komunikasi seluler namun juga pelengkap lainnya untuk mempermudah bisnis, misalnya penggunaan mesin faksimili sebagai kebutuhan dasar dan internet untuk hubungan dengan transaksi perdagangan via bank. Peralihan pengelolaan ke pihak yang baru, tidak serta merta merubah strategi perdagangan, dikarenakan kesulitan putra kedua (DR) untuk merubah prinsip dagang konservatif sang ibu. Perlahan-lahan, DR melakukan pendekatan perubahan, pertama kali nya dengan memperkenalkan PSJ dengan komputer jinjing, e-banking , dan berlangganan internet di PSJ. Tujuan dari penggunaan komputer jinjing, berlangganan internet dan ebanking adalah untuk mempermudah masalah transaksi dengan bank, tanpa harus memerintahkan pegawai untuk melakukan cek saldo di ATM dengan harus meninggalkan toko, dan yang lebih penting adalah mempermudah pembuatan laporan keuangan (arus kas) dan pengecekan dan akurasi stok barang, karena selama PSJ berdiri seluruhnya dilakukan dengan manual (menulis di buku). Awalnya, terjadi resistensi, karena dianggap bahwa, internet dan penggunaan ebanking adalah investasi ” buang-buang uang”, hal ini wajar, karena selama ini, PSJ hanya mengandalkan ATM dan bagi mereka, berhubungan dengan pihak bank berarti harus mendatangi bank dan mencetak saldo di rekening koran. Namun, lambat laun, PSJ dapat merasakan dampak yang positif. Diantaranya, jika harus mobile, tidak lagi
Anita Maharani perlu pergi ke bank, di jalan pun dapat melakukan transaksi. Selain itu, perubahan lainnya yakni tidak lagi rigid dalam membuat keputusan strategik, antara lain tentang keputusan untuk overkredit dari bank A ke bank B. Pemisahan manajemen keuangan keluarga dengan manajemen keuangan usaha, setelah belajar dari masa lalu. Kesulitan utama dalam proses perubahan ini sebenarnya tentang bagaimana merubah perilaku individual dalam masa yang cepat. Kondisi persaingan yang kian ketat pun, terutama datang dari para pedagang yang mayoritas Cina. Pedagang dengan latar belakang Cina dikenal dalam jenis usaha apapun menerapkan sistem kartel, sistem ini diterapkan dari hulu ke hilir, dari sistem penawaran beras, konsumen hingga kepemilikan kredit ke bank. Kesulitan menghadapi kenyataan tersebut, memunculkan suatu ide yang baru bagi PSJ, yakni membuka cabang PSJ di luar lokasi utama (Pasar Induk Beras Cipinang), namun karena harga sewa dan untuk pengawasan nampaknya masih menjadi efek trauma masa lalu, PSJ menjalin aliansi strategis kepada toko-toko langganan yang tersebar di beberapa lokasi, dan seakanakan memiliki cabang dan gudang di tokotoko tersebut. Selain itu, DR yang merupakan salah satu pengelola PSJ, juga memberlakukan kebijakan jemput bola, dibandingkan hanya sekedar mengandalkan pada pelanggan lama dan hubungan baik. DR melakukan road show ke beberapa kota, mengunjungi usaha sejenis, untuk menjalin aliansi strategis, atau industri apapun yang memerlukan pasokan beras. Hasilnya menggembirakan, selain memperoleh langganan baru, berbekal kepercayaan yang dibangun pada saat uji coba pengiriman beras yang sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diinginkan, juga karena keramahan dan tanggap atas kritik dan saran, yang menjadi segi keunikan PSJ. Menghadapi persaingan, tidak hanya datang dari pengusaha sejenis di sekitas Pasar
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 218
Dikta Ekonomi Induk Beras Cipinang, atau atau pengusaha pengusaha namun juga dari para penyuplai beras daerah yang datang ke lokasi Pasar dengan hanya berbekal truk tronton (muatan maksimum 40 ton). Karena, para pedagang itu hanya membayar uang parkir, namun dapat menjual beras yang mereka bawa dengan tunai, berbeda dengan PSJ dan toko lainnya yang kebanyakan menerima pelanggan lebih banyak dengan bayar cek atau giro, dibandingkan tunai. Hingga makalah ini dibuat, PSJ masih mengalami kendala dalam hal pengambilan keputusan, yang meski diusahakan semaksimal mungkin dilakukan secara profesional namun tetap saja kembali pada pemilik perusahaan. Fokus bisnis pun sebenarnya tidak tergambarkan secara jelas, karena sangat bergantung sekali pada peluang yang dirasa menguntungkan, misalnya jika tersiar kabar bahwa ada suatu bisnis yang menjanjikan, meskipun tidak ada hubungannya dengan beras, maka PSJ dengan sangat mudah mendiversifikasi usahanya.
Anita Maharani V. SIMPULAN Pemicu perubahan di dalam PSJ adalah karena adanya bentuk pengelolaan baru. Strategi perubahan adalah dengan perlahanlahan memperkenalkan apa yang relevan saat ini (menyangkut perkembangan teknologi dan tantangan dari pesaing yang memiliki sistem kartel). PSJ mengelola perubahan dalam tahap yang masih awal dan melibatkan seluruh Sumber Daya Manusia yang berada di dalam perusahaan. Sifat dari strategi perubahan di dalam PSJ adalah kombinasi dari perubahan yang emerjen dan terencana, dikatakan demikian karena jika pengelola sebelumnya pun tetap berada di dalam struktur pengelolaan, lambat laun akan diserahkan pada pengelola saat ini, namun waktu pengalihan tersebut tidak direncanakan. Sasaran dari perubahan yang terjadi di PSJ, terutama adalah perubahan perilaku individu memandang bisnisnya saat ini. Perilaku manajemen secara keseluruhan mengikuti perubahan meskipun melalui proses yang panjang. Hasil perubahan terlihat dari beberapa perubahan sikap terhadap bisnisnya, misalnya penggunaan teknologi dan cara promosi. Dapat dipetik sebuah pelajaran dari kasus manajemen perubahan di PSJ, dikarenakan karakter bisnis nya adalah perusahaan milik keluarga, yang masih tradisional dan belum mengenal struktur yang jelas dalam chain of command nya mungkin akan mengalami kesulitan dalam proses perubahan apapun. Namun, jika perubahan terjadi maka efeknya pun akan sangat besar, terutama untuk kelestarian bisnis yang menitikberatkan pada kerjasama antara keluarga tersebut.
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 219
Dikta Ekonomi
Anita Maharani
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, K.R. (1971). The concept of corporate strategy . Homewood: Irwin. Chua, J.H., Sharma, P., & Chrisman, J.J. (1996). Defining the family business as Proceedings of the behavior. Administrative Sciences Association of Canada, 1-8. Cohn, T., & Lindberg, R.A. (1974). Survival and growth: Management strategies . New York: for the small firm AMACOM. Davis, P. (1983). Realizing the potential of the . Organizational family business Dynamics, 5(1), 47-56. Davies, Martin. (2005). Case Study Analysis and Case Study Method . University of Merlbourne. Harris, D., Martinez, J.L., & Ward, J.L. (1994). Is strategy different for the family owned businesses? Family Business Review, 7 (2), (2), 159-176. Hofer, C.W., & Schendel, D. (1978). Strategy formulation: Analytical concepts. St. Paul: West Publishing.
Kritsonis, Alicia (2005). Comparison of Change Theories. International Journal Of Scholarly Academic Intellectual Diversity, Volume 8 Number 1, 20042005 Levinson, H. (1971). Conflicts that plague . Harvard Business family businesses Review, 49(2), 90-98. Mintzberg, Henry, (1989). Mintzberg on management: Inside our strange world of organizations . Free Press (New York and London) Schendel, D.E., & Strategic Hofer, C.W. (1979). management: A new view of business policy and planning . Boston: Little Brown. Ward, J.L. (1987). Keeping the family business healthy: How to plan for continuing growth, profitability, and family leadership . San Francisco: JosseyBass. Yin, R. K. (1984). Case study research: Design and methods. Newbury Park, CA: Sage. www.csupomona.edu/ ~ jvgrizzell / best_practices / bctheory.html www.karis.biz/storage/crew_cv/types%20of% 20change.pdf .
Volume 6 Nomor 3, Desembers 09 / Dzulhijjah 1430 H
ISSN 1411 – 776 220