TUGAS SWAMEDIKASI “ALERGI KULIT DISERTAI INFEKSI SEKUNDER”
Dosen Pengampu : Drs. Kisrini, SU., Apt Disusun Oleh : Kelompok B/Sub kelompok 5 Parabellina Cahya K. Prisca Anggela Purwanita Indah K. Rahmatul Insyirah Rambu Konda A. Praing Rani Widyastuti Resawati Permata D. Retno Asih R. Ricilianie Riris Wahyuningsih
1720343808 1720343809 1720343810 1720343811 1720343812 1720343813 1720343814 1720343815 1720343816 1720343817
PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2017
BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Alergi adalah reaksi hipersentivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi. Pada keadaan normal mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas sendiri berarti gejala atau tanda yang secara objektif dapat ditimbulkan kembali dengan diawali oleh pajanan terhadap suatu stimulus tertentu pada dosis yang ditoleransi oleh individu yang normal. Reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I, II, III dan IV. Reaksi hipersensitivitas tipe I yang disebut juga reaksi anafilaktik atau reaksi alergi (WHO 2003). B. Etiologi Reaksi alergi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen. Antibiotik dapat menimbulkan reaksi alergi anafilaksis misalnya penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, tetrasiklin, streptomisin, sulfonamid dan lain-lain. Obatobatan lain yang dapat menyebabkan alergi yaitu anestesi lokal seperti prokain atau lidokain serta ekstrak alergen seperti rumput-rumputan atau jamur, Anti Tetanus Serum (ATS), Anti Diphtheria Serum (ADS), dan anti bisa ular juga dapat menyebabkan reaksi alergi. Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan alergi misalnya zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloilpolilisin. Selain itu, makanan, enzim, hormon, bisa ular, semut, udara (kotoran tungau dari debu rumah), sengatan lebah serta produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat juga dapat merangsang mediator alergi sehingga timbul manifestasi alergi. C. Patofisiologi Reaksi alergi terjadi akibat peran mediator-mediator alergi. Yang termasuk sel mediator adalah sel mast, basofil, dan trombosit. Sel mast dan basofil mengandung mediator kimia yang poten untuk reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Mediator tersebut adalah histamin, newly synthesized mediator, ECF-A, PAF, dan heparin.
Gambar 1. Jalur Reaksi Alergi (Abbas 2010)
Mekanisme alergi terjadi akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan dengan mediator alergi yaitu sel mast. Reaksi alergi dimulai dengan cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast atau basofil dengan alergen. Rangsang ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan sistem nukleotida siklik yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP dan masuknya ion Ca++ ke dalam sel. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan mediator lain. Mediator histamin dapat menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan dilatasi venula kecil, sedangkan pada pembuluh darah yang lebih besar menyebabkan konstriksi karena kontraksi otot polos. Selanjutnya histamin meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler. Perubahan vaskular ini menyebabkan respon wheal-flare (triple respons dari Lewis) dan bila terjadi sistemik dapat menimbulkan hipotensi, urtikaria dan angioderma. D. Gejala klinis Manifestasi klinis alergi pada dapat dibagi menurut organ target yang terkena. Dermatitis atopi adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai, ditandai dengan reaksi inflamasi pada kulit. Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekstremitas. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang mencolok sehingga menyebabkan gelisah dan tidur yang terganggu. Manifestasi klinik alergi paling sering tampak melalui 3 organ sasaran, yaitu saluran nafas, gastrointestinal dan kulit.
Secara umum penyakit alergi/gatal digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu:
Urtikaria adalah kelainan kulit yang ditanda dengan peninggian kulit yang timbu mendadak dan/atau disertai angiodema ukurannya bervariasi, biasanya dikeliling eritema, terasa gatal atau sensasi terbakar umumnya menghilang dalam 1-24 jam. Urtikaria dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan faktor yang menginduksi (induced vs spontaneus). Urtikaria akut : ruam atau pembengkakan berlangsung kurang dari enam minggu. Penyebab paling umum adalah makanan, obat-obatan, lateks atau infeksi. Gigitan serangga dan penyakit internal dapat juga bertanggung jawab. Makanan yang paling umum yang menyebabkan gatal-gatal adalah kacang-kacangan, cokelat, ikan, tomat, telur, buah segar, kedelai, gandum dan susu. Makanan segar menyebabkan gatal-gatal lebih sering daripada makanan dimasak. Zat aditif pada makanan tertentu dan pengawet juga dapat menjadi penyebab. Obat-obatan yang dapat menyebabkan gatal-gatal termasuk aspirin dan non-steroid anti-inflamasi lainnya seperti ibuprofen, beberapa obat tekanan darah tinggi dan beberapa obat penghilang rasa sakit seperti kodein. Urtikaria kronis : ruam kemerahan atau bengkak yang berlangsung lebih dari enam minggu. Penyebab dari jenis tipe ini biasanya lebih sulit untuk diidentifikasi daripada jenis urtikaria akut. Penyebabnya bisa mirip dengan urtikaria akut tetapi juga dapat mencakup autoimunit, infeksi kronis, gangguan hormonal dan keganasan. Urtikaria fisik : ruam disebabkan oleh stimulasi fisik langsung dari kulit – misalnya cuaca dingin, panas, paparan sinar matahari, getaran, tekanan, berkeringat dan olahraga. Tipe ini biasanya terjadi secara langsung terjadi di mana kulit dirangsang dan jarang muncul di tempat lain. Sebagian besar gatal-gatal muncul dalam waktu satu jam setelah paparan. Dermatographism : ruam yang terbentuk dengan tegas setelah proses menggores atau menggaruk kulit. Gatal-gatal ini juga dapat terjadi bersama dengan bentuk-bentuk lain urtikaria. E. Penatalaksanaan Terapi Farmakologi
a. Tujuan Terapi Tujuan akhir penanganan adalah untuk meminimalisasi atau mencegah timbulya gatal tidak ada atau sedikit efek samping dan biaya pengobatan yang masuk akal. Pasien harus dapat mempertahankan pola hidup normal, termasuk berpartisipasi dalam kegiatan luar ruangan dan bermain dengan hewan peliharaan sesuai keinginan (ISO Farmakoterapi) b. Pilihan terapi: Obat yang digunakan (ISO Farmakoterapi): Antihistamin Antihistamin mengantagonis permeabilitas
permeabilitas
kapiler,
pembentukan bengkak dan rasa panas, serta gatal. Mengantuk adalahb efek samping yang paling sering terjadi namun menguntungkan pada pasien yang sulit tidur jarena rinitis alergi. Antihistamin oral dapat dibagi menjadi dua kategori utama : nonselektif (generasi pertama atau antihistamin sedasi) dan selektif perifer (generasi kedua atau histamin nonsedasi). a) Antihistamin non selektif (generasi pertama) Klorfeniramin maleat Dewasa : 4 mg tiap 6 jam 6-12 th : 2 mg tiap 6 jam 2-5 th : 1 mg tiap 6 jam Klorfeniramin maleat, sustained release 8-12 mg sehari waktu tidur atau 8-12 mg tiap 8 jam 6-12 th : 8 mg waktu tidur <6th: tidak direkomendasi Klemastin fumarat 1,34 mg tiap 8 jam 6-12 th : 0,67 mg tiap 12 jam Difenhidramin Hidroklorida 25-50 mg tiap 8 jam 5mg/kg/hr (sampai 25 mg perdosis ) b) Antihistamin selektif perifer (generasi kedua) Loratadin 10 mg sekali sehari 6-12 th : 10 mg sekali sehari 2-5 th : 5 mg sehari sekali Feksofenadin 60 mg 2 x sehari atau 180 mg sekali sehari 6-11 th : 30 mg 2x sehari Setirizin 5-10 mg sekali sehari >6th : 5 mg sehari sekali Non Farmakologi 1. Membersihkan daerah lesi dengan air hangat dan kapas 2. Mengusahakan tidak mengggaruk bagian yang gatal 3. Menjaga kebersihan daerah lesi 4. Minum banyak air dan makan sayuran hijau
5. Jaga kebersihan diri dan banyak istirahat F. Monitoring 1. Monitoring terhadap gejala yang menyertai alergi, jika gejalanya terkontrol tetapi efek samping tidak dapat diterima maka dosis dapat disesuaikan atau diganti dengan obat lain yang masih satu golongan terapi. 2. Jika gejala tidak terkontrol amati kepatuhan pasien terhadap terapi. 3. Dilakukan monitoring terhadap penggunaan obat selama 3-5 hari. Monitoring gejala dan ESO.
G. KIE Pasien 1. Memberikan informasi tentang obat kepada keluarga dan pasien, memberikan pengertian kepada pasien untuk menghindari alergen atau faktor-faktor pencetus lain agar alergi tidak terjadi. 2. Memberikan informasi, instruksi dan peringatan kepada pasien tentang efek terapi obat dan efek samping yg mungkin timbul selama pengobatan. H. Kasus I.
Kasus Ny. RA datang ke Apotek pada sore hari ingin membeli obat untuk keluhannya dengan keadaan kedua tangan dan kakinya terasa gatal, memerah dan panas. Sebelumnya Ny. RA memakan capcay 2 hari yang lalu pada malam hari dan selanjutnya tidak memakan apa-apa. Dia menjelaskan bahwa rasa gatal yang dialaminya muncul pada pagi harinya. Untuk mengatasi rasa gatal tersebut Ny. RA hanya mengompres area gatal tersebut dengan air hangat dan sering menggaruk tangan dan kakinya sehingga kulit pada bagian tangan dan kaki mulai mengelupas dan luka hingga mengeluarkan nanah, kemudian karena sudah tidak tahan dengan rasa gatalnya Ny RA akhirnya ke Apotik untuk membeli obat.
II. Rekomendasi pengobatan 1. Terapi Farmakologi - Terapi awal harus dipusatkan pada proses mengidentifikasi dan -
menghilangkan faktor pemicu Obat yang diberikan harus dapat meringankan rasa gatal, menghidrasi kulit serta mengurangi lesi yang tergores dan
pecah dan dapat memberikan kelegaan dengan segera. Obat yang direkomendasikan Difenhidramin 25 mg sehari 3 kali ( 1 strip – 10 tablet) - Indikasi : Antihistamin, antiemetik, antispamodik, -
parkinsonisme, Peringatan : Glaukoma sudut sempit, tukak lambung, hamil,
-
hindari mengemudi dan menjalankan mesin Interaksi : alcohol, depresan SSP, Penghambat MAO Kontraindikasi : bayi baru lahir, premature, menyusui Efek samping : pengaruhpada kardiovaskuler dan SSP,
-
gangguan darah, gangguan saluran cerna, efek antimuskarinik Dosis : Dewasa 25-50 mg 3 kali sehari, anak : 5 mg/kgBB sehari
-
Gentamisin 0,1% Indikasi : infeksi kulit ringan seperti impertigo, folikulitis, pyoderma yang biasanya ditandai adanya nanah dan infeksi kulit ringan yang biasanya berhubungan dengan kondisi kulit seperti eksis, psoriasis, lecet, luka bakar ringan atau luka-luka
-
lain. Peringatan : hindarkan penggunaan jangka panjang Kontra indikasi : orang yang alergi terhadap gentamisin
-
ataupun komponen lain dalam obat, ibu hamil dan menyusui Efeksamping : iritasi ringan Cara penggunaan : dioleskan tipis 3-4 kali sehari
2. Terapi Non-Farmakologi - Membersihkan daerah lesi dengan air hangat dan kapas - Mengusahakan tidak mengggaruk bagian yang gatal Menjaga kebersihan daerah lesi Minum banyak air dan makan sayuran hijau Jaga kebersihan diri dan banyak istirahat.
DAFTAR PUSTAKA Abbas AK, Lichtman AH Pilai S. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. Arwin AP. Zakiudin M. Nia K. Alergi-Imunologi Anak Edisi Kedua. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2008 Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 9thed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2010. Bellanti JA. Mechanism of tissue injury produced by immunologic reactions. Dalam: Bellanti JA, penyunting. Immunology III. Philadelphia: WB Saunders, 1985.
Kumar, Abbas, Fausto, Aster. Robbns and Cotran: Disease of The Immune System. 8thed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2010 Ruby P. Giorgio WC. Stephen TH. Richard FL. WAO White Book on Allergy. 2011 – 2012: Executive Summary. World Allergy Organization. 2011. Roitt IM. Essential immunology; edisi ke-6. Oxford: Blackwell Scioentific, 1988. Stiehm ER. Immunologic disorders in infants and children. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders, 1989 Subowo. Imunologi Klinik: Hipersensitivitas. 2nded. Jakarta: Sagung Seto; 2010. Sukandar. Elin Yulinah. Retnoari Andrajati. Joseph I Sigit. I Ketut Adnyana. Adji Prayitno Setiadi. Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta. Widowati R. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Pengetahuan Dasar Imunologi. 5thed. Jakarta: Penerbit FKUI;2009.