LAPORAN KASUS INFEKSI DIARE
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An.I
Umur
: 3 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Bangsa/suku
: Bugis
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Belum Kerja
Alamat
: Jl. Sukaria 7
Tanggal Pemeriksaan : 22 September 2017
I.
ANAMNESA Keluhan utama : mencret Anamnesis Terpimpin : Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke
puskesmas dengan keluhan mencret sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mencret kurang lebih 5 kali/hari. Mencret cair menyemprot, ada ampas dan berwarna kuning. Bau tinjanya seperti berbau busuk. Selain itu juga pasien demam yang timbul tibatiba dan naik turun. Demamnya tidak terlalu tinggi, tidak menggigil dan tidak sampai membuat pasien kejang. Buang air kecil masih ada, waktu terakhir pasien mencret. Orang tua pasien belum mengobati keluhan-keluhannya ini tetapi langsung membawa ke rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Menurut ibunya, pasien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.
-
Campak (-)
-
DBD (-)
-
Typhoid (-) 1
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dalam keluarga pernah menderita hal serupa, baik saudara ibu ataupun bapak pasien. Riwayat Pribadi :
-
-
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien adalah seorang anak dari Tn. S dan Ny. A dengan pekerjaan bapak sebagai Polisi dan ibu sebagai ibu rumah tangga dengan rata-rata pendapatan Rp. 4.000.000,- /bulan. Sosial ekonomi keluarga ini termasuk keluarga dengan sosial ekonomi menengah.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Septembeer 2017 Keadaan Umum
: Tampak lemah (sakit sedang)
BB
: 20 kg
TB
: 90cm
Vital Sign TD
: tidak diperiksa
Nadi
: 76 x/menit, isi dan tegangan cukup
RR
: 20 x/menit, reguler
T
: 36,75 oC (axiler)
Status Internus Thorax Cor
I
: ictus cordis tidak tampak
Pa
: ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis sinistra, tidak kuat angkat. 2
Pulmo
Pe
: konfigurasi jantung dalam batas normal
A
: suara tambahan (-)
I
: simetris statis dinamis
Pa
: taktil fremitus kanan = kiri
Pe
: sonor seluruh lapang paru
A
: suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
I
: permukaan dinding abdomen cembung, bentuk simetris,
Abdomen
warna kulit sesuai dengan sekitarnya A
: bising usus (+) normal
Pe
: timpani pekak sisi (+), pekak alih (-)
Pa
: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, limpa tidak teraba
Status Neurologik
Kesadaran
: compos mentis
Kuantitatif
: GCS E4M6V5 : 15
Kualitatif
: tingkah laku : hipoaktif
Perasaan hati
: eutimik
Orientasi
: tempat : baik, waktu : baik, orang : baik, sekitar : baik.
Jalan pikiran
: baik
Kecerdasan
: baik
Daya ingat baru
: baik
Daya ingat lama
: baik
Kemampuan bicara
: baik, tidak ada kelainan
Sikap tubuh
: baik
Cara berjalan
: pasien mengalami kesulitan berjalan sendiri karena
sangat pusing berputar-putar. Gerakan abnormal
: tidak ada 3
Kepala
: bentuk mesocephal Mata
: Ca (+/+) , SI (-/-) , reflek cahaya (+/+) , edem
palpebra (-/-) , pupil isokor Hidung
ϴ ±
2,5 mm/2,5 mm, nistagmus (-)
: nafas cuping hidung (-) , deformitas (-) , secret (-),
pembesaran konka (-), konka hiperemis (-) Telinga
: serumen (-/+) , nyeri mastoid (-/-) , nyeri tragus (-/-),
membran tympani intag, gembrebeg (-/-) Mulut
: sianosis (-), gigi berlubang (+), karies gigi (-), lidah
kotor (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-), kripte melebar (-), dinding faring posterior : hiperemis (-), jaringan granulasi (-). Leher
: pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), kaku kuduk (-) Sikap
: simetris
Gerakan
: gerakan bebas (+), kaku (-)
kaku kuduk
: (-)
Tes lhermite
: tidak dilakukan
Tes nafsiger
: tidak dilakukan
Tes Brudzinski
: tidak dilakukan
Tes valsava
: tidak dilakukan
Nervi Cranialis N I. (OLFAKTORIUS) Daya pembau
Kanan
Kiri
Baik
baik
N II. (OPTIKUS) Kanan
Kiri
Fundus okuli
Kanan
Kiri
Daya penglihatan
baik
baik
Pupil
PBI
PBI
Pengenalan warna
baik
baik
Perdarahan
(-)
(-)
4
Medan penglihatan baik
baik
N III. (OKULOMOTORIUS) Kanan
kiri
Kanan Kiri
Ptosis
(-)
(-)
Reflek cahaya langsung (+)
(+)
Gerak mata ke atas
(+) N
(+)N
Reflek cahaya konsesuil (+)
(+)
Gerak mata ke bawah (+) N
(+) N
Reflek akomodasi
(+)
(+)
Strabismus divergen
(-)
(-)
(-)
(-)
Gerak mata media
(+) N
(+) N
Ukuran pupil
±2,5mm
±2,5mm
Bentuk pupil
bulat
bulat
Diplopia
N IV. (TROKHLEARIS) Kanan
Kiri
Gerak mata lateral bawah
(+) N
(+) N
Strabismus konvergen
(-)
Diplopia
(-)
(-)
(-)
N V. (TRIGEMINUS) Kanan
Kiri
Menggigit
(+) N
(+) N
Reflek kornea
(+) N
(+) N
Membuka mulut
(+) N
(+) N
Reflek bersin
(+) N
(+) N
Sensibilitas muka atas (+) N
(+) N
Reflek masseter (+) N
Sensibilitas muka tengah (+) N
(+) N
Reflek zigomatikus (+) N (+) N
Sensibilitas muka bawah (+) N
(+) N
N VI. (ABDUSEN) Kanan
Kiri
Gerak mata ke lateral
(+) N
(+) N
Strabismus konvergen
(-)
Diplopia
(-)
(-) (-) 5
Kanan
Kiri
(+) N
N VII. (FASIALIS) Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kerutan kulit dahi
(+) N
(+) N
Meringis
(+) N
Menutup mata
(+) N
(+) N
Tik fasial
(-)
(-)
Kedipan mata
(+) N
Lakrimasi
(-)
(-)
(+) N
Lipatan naso-labial simetris
simetris
Daya kecap 2/3 depan dbn
Sudut mulut
simetris
simetris
Mengerutkan alis
Mengerutkan dahi
(+) N
(+) N
(+) N
(+) N
dbn (+) N
N VIII. (AKUSTIKUS) Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Mendengar suara berbisik (+) N
(+) N
Tes Rinne
tidak dilakukan
Mendengar detik arloji
(+) N
Tes Weber
tidak dilakukan
(+) N
Tes Swabach tidak dilakukan
N IX. (GLOSOFARINGEUS)
Arkus faring
Kanan
Kiri
simetris
simetris
Daya kecap 1/3 belakang tidak ada kelainan Reflek muntah
(+) N
Kanan
Kiri
Sengau
(-)
(-)
Tersedak
(-)
(-)
(+) N
N X. (VAGUS)
Arkus faring
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
(+) N
(+) N Bersuara
(+) N
(+) N
(+) N
(+) N
Daya kecap 1/3 belakang tidak ada kelainan
Menelan
N XI. (AKSESORIUS) Kanan
Kiri
6
Kanan
Kiri
Memalingkan kepala Sikap bahu
(+) N simetris
(+) N Mengangkan bahu simetris
simetris Trofi otot bahu
(-)
simetris (-)
N XII. (HIPOGLOSUS) Kanan
Kiri
Sikap lidah
simetris
simetris
Artikulasi
jelas (-)
Tremor lidah Menjulurkan lidah
Kanan
Kiri
Kekuatan lidah baik
baik
jelas
Trofi otot lidah (-)
(-)
(-)
Fasikulasi lidah (-)
(-)
simetris simetris
BADAN
Trofi otot punggung
: (-) Trofi otot dada
: (-)
Nyeri membungkukkan badan : (-)
Palpasi dinding perut : defance muscular (-)
Vertebra
Nyeri tekan
: bentuk
: simetris
Gerakan
: dalam batas normal
: (-)
Sensibilitas (tentukan batas yang jelas pada gambar) Reflek dinding perut (kanan)
: (+) N
(kiri)
: (+) N
Reflek kremaster
KOORDINASI LANGKAH DAN KESEIMBANGAN
Cara berjalan
: tidak bisa jalan sendiri, harus dibantu
Tes Romberg
: (+)
Disdiadokhokinesis
: (-)
Robound fenomen
: (-)
Nistagmus
: (-)
Dismetri : tes telunjuk – hidung
: sedikit mengalami kesulitan karena pusing berputar 7
Tes telunjuk – telunjuk
: sedikit mengalami kesulitan karena pusing berputar
Tes hidung – telunjuk – hidung
: sedikit mengalami kesulitan karena pusing
berputar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
DIAGNOSIS AKHIR
Diare akut PENATALAKSANAAN
1.
Medikamentosa a. Oralit b. Zinc syrup 20 mg 1x1 cth c. Paracetamol syrup 3x1 cth d. Lacto B .
8
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh lingkungan terhadap
suatu
penyakit
dan
sebaliknya
bagaimana
suatu
penyakit
dapat
mempengaruhi lingkungan.
Profil Keluarga
An. I tinggal di sebuah lingkungan perumahan yang didiaminya bersama ayah dan ibunya.
Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Pasien An. I merupakan anak pertama dari pasangan Tn. S dan Ny. A. Dikarunia 3 anak, anak pertama umur 3 tahun perempuan, anak kedua berumur 2 tahun, anak ketiga 6 bulan ayah pasien berumur 33 tahun bekerja sebagai polisi dan ibunya berumur 32 tahun merupakan ibu rumah tangga.
9
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dalam keluarga tidak di ketahui, dan riwayat penyakit keluarga juga disangkal. Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Menu makanan keluarga sehari-hari bervariasi, yang biasanya terdiri dari nasi, ikan, tahu, tempe, telur, sayur-sayuran dimana sudah dapat mencukupi kebutuhan asupan gizi keluarganya.
Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
An. I dengan keluarganya sangat dekat dan komunikasi berjalan dengan lancar dan selalu melakukan aktivitas bersama. Lingkungan
An. I tinggal di perumahan yang padat penduduk. Kebersihan lingkungan rumah terjaga, begitu juga lingkungan rumah tetangga sekitar rumah. Meskipun masih ada beberapa rumah yang tidak terlalu memperhatikan kebersihan lingkungan rumahnya. Jalanan di depan rumah dalam keadaan baik.
10
Ruang Tamu
Ruang Makan dan Dapur
Kamar
Toilet
Pasien
11
TINJAUAN PUSTAKA DIARE
DEFINISI
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.2 Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.3
ETIOLOGI
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :8,9 a. Faktor Infeksi
12
Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare). E.coli patogen merupakan penyebab utama diare. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa.Ada beberapa agen penting, yaitu : Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterophatogenic E. coli (EPEC), Enteroadherent E. coli (EAEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Enteroinvasive E. Coli (EIHEC) -
Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,Yersinia, Aeromonas,dan sebagainya.
-
Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
-
Infeksi parasit : cacing ( Ascaris), protozoa ( Entamoeba histolytica,Giardia lamblia, Tricomonas hominis dan jamur (Candida albicans).
-
Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti : OMA (Otitis Media Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya (sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun).
b.
-
Faktor Malabsorpsi
Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa) atau monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa)
-
Malabsorbsi lemak
-
Malabsorbsi protein c.
-
Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. d.
Faktor Lain
-
Imunodefisiensi
-
Gangguan psikologis (cemas dan takut)
-
Faktor-faktor langsung (kurang kalori protein, kesehatan pribadi dan lingkungan, sosio-ekonomi).
EPIDEMIOLOGI
13
-
Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tatalaksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tatalaksana yang cepat dan tepat.2
-
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan sosial ekonomi yang tinggi tetapi insiden penyakit diare tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Tingginya insidensi (angka kejadian) diare di negara
maju
disebabkan
karena foodborne
infection dan waterborn
infectionyang disebabkan karena bakteri Shigella sp, Campylobacter jejuni, Staphylococcus
aureus,
Basillus
cereus,
Clostridium
prefingens,
Enterohemorrhagic Eschersia colli (EHEC).2,5,6 -
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia.2
-
Pada tahun 2013 Dinas kesehatan Makassar melaporkan kasus Diare di 39 puskesmasse-Kota Makassar sampai dengan desember 2013 sebanyak 28.908 kasus. Angka kesakitan ( IncidenceRate/IR) penyakit diare pada tahun 2013 sebesar 21,3 per 1.000 penduduk, angka ini menurun dari tahun 2012 sebesar 21,6 per 1.000 penduduk dengan jumlah kasus 29.265.7
KLASIFIKASI
Pengelompokkan diare dapat berdasarkan banyak hal. Secara klinis, diare dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu diare cair dan diare berdarah/disentri, masingmasing menggambarkan patogenesis yang berbeda.9 Klasifikasi
diare
lain
berdasarkan
adanya
invasi
barier
usus
oleh
mikroorganisme tersering penyebab diare, dapat dikelompokkan sebagai diare infeksi
14
dan diare non infeksi. Diare infeksi adalah bila penyebabnya infeksi, sedangkan diare noninfeksi bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut.9 Berdasarkan patomekanisme terjadinya diare, dapat dibedakan menjadi diare sekretorik dan diare osmotik. Diare sekretorik akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Diare osmotik akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 7,8,9 Diare dapat juga diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasinya yaitu diare tanpa dehidrasi, diare dehidrasi ringan/sedang, diare dehidrasi berat.10 Berdasarkan waktu terjadinya diare meliputi diare akut dan kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi kurang dari 14 hari sedangkan diare kronik adalah diare yang terjadi > 14 hari.7,8,9
PATOFISIOLOGI
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna, begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.3,11 Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan 15
mengalir kearah jejenum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorsi kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.3 Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorsi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik cenderung disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.015 Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. Beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 2902 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotik kurang dari 20 mOsm/L.12
16
Tabel 1 : Perbedaan Diare Osmotik dan Sekretorik
12
Osmotik
Sekretorik
Volume tinja
<200 ml/hari
>200 ml/hari
Puasa
Diare berhenti
Diare berlanjut
Na+ tinja
<70 mEq/L
>70 mEq/L
Reduksi
(+)
(-)
pH tinja
<5
>6
Bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang.Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akanmenyebabkan fosforilase membran protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.3
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada
17
bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai penyakit lain.3 Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan sekretorik.3,13
GAMBARAN KLINIS
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologis. Gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.3
Tabel 2 : Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab 3 Rotavi rus
Shigella
Salmon ella
ETEC
EIEC
Kolera
Gejala klinis :
17-72
24-48
6-72
6-72 jam
6-72 jam
48-72 jam
Masa
jam
jam
jam
-
++
-
Tunas
+
++
++
+
-
Sering
Sering
Jarang
Sering
-
Tenesmus,
Kramp
Tenesm
Tenesm
Tenesm
us
us,
us,kolik
-
-
-
kramp
+
2-3 hari
Variasi
3 hari
+
3-7 hari
Demam Mual, muntah Nyeri perut
-
18
kramp
5-7 hari
>7hari
Sedang
Sedikit
Sedikit
Banyak
Sedikit
Banyak
5-
>10x/ha
Sering
Sering
Sering
Terus
Frekuensi
10x/har
ri
Lembek
Cair
Lembek
menerus
Konsisten
i
Lembek
Kadang
-
+
Cair
Cair
+
Busuk
-
-
-
-
-
Kehijau
Tak
Merah-hijau
Amis khas
Bau
Langu
Merah-
an
berwarna
Warna
Kuning
hijau
Nyeri kepala lamanya sakit Sifat tinja: Volume
si Darah
hijau Leukosit
-
+
Lain-lain
Anorex
Kejang+
Seperti air -
cucuian
+
-
Infeksi
beras
Sepsis +
Meteoris
sistemik+
-
mus
-
ia
PEMERIKSAAN FISIK Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah demam atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.
19
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.3 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tandatanda tambahan lainya ;mata : cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata; bibir : mukosa mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.3
Tabel 3 : Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003 3
Symptom
Minimal atau tanpa Dehidrasi
ringan Dehidrasi
berat,
dehidrasi,
sedang, kehilangan kehilangan BB>9%
kehilangan
BB 3%-9%
BB<3% Kesadaran
Denyut
Baik
Normal
Normal,
lelah, Apatis, letargi, idak
gelisah, irritable
sadar
Normal meningkat
Takikardi,
jantung
bradikardi,
(kasus
berat) Kualitas nadi
Normal
Normal melemah
Lemah, kecil tidak teraba
20
Pernapasan
Normal
Normal-cepat
Dalam
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Berkurang
Tidak ada
Kering
Sangat kering
Mulut
dan Basah
lidah Cubitan kulit
Segera kembali
Kembali<2 detik
Kembali>2detik
Cappilary
Normal
Memanjang
Memanjang,
refill Ekstremitas
minimal Hangat
Dingin
Dingin,mottled, sianotik
Kencing
Normal
Berkurang
Minimal
Tabel 4 :Skor Dehidrasi WHO 3
1
2
Baik
Lesu / haus
Mata
Tidak cekung
Agak cekung
Sangat cekung
Mulut
Biasa
Kering
Sangat kering
Pernapasan
<30x / menit
30-40x / menit
>40x / menit
Keadaan umum
21
3 Gelisah, lemas, ngantuk
Turgor Nadi
Baik
Kurang
Jelek
< 120x /
120-140x /
menit
menit
>140x / menit
Penilaian : <6
: Tidak dehidrasi
7-12
: Dehidrasi ringan sampai sedang
>13
: Dehidrasi berat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien yang mengalami dehidrasi berat atau toksisitas berat atau diare berlangsung
lebih
dari
beberapa
hari,
diperlukan
pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaannya antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi Giardiasis dan Tes Serologi Amobiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus, biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis.Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis.14,15 Elektrolit diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya gangguan pada ginjal akibat dehidrasi 15
22
Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal.15 Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma di daerah kolon kanan.15 -
Pemeriksaan Makroskopik Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mucus biasa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri enterovasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.16 Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa.Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare.Warna hijau tua berhubungan dengan adanya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. 16 -
Pemeriksaan Mikroskopik Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit
dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja
23
dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya.5 Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga.16 DIAGNOSIS BANDING Typhoid
Diare akut adalah penyakit yang disebabkan oleh Samonella typhi atau Salmonella paratyphi. Tanda klinis klasik yang muncul pada penderita berupa demam, malaise, nyeri perut, dan konstipasi. Diare akut yang tidak segera ditangani akan memberat dan mengakibatkan delirium, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan kematian dalam jangka waktu 1 bulan.17,18 Gejala klinis demam turun naik terutama sore dan malam hari (demam intermiten).Keluhan disertai dengan sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia dan mual muntah.Selain itu, keluhan dapat pula disertai gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB berdarah.Pada anak dapat terjadi kejang demam. Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu kedua.18 Pada Pemeriksaan Fisik bisa ditemukan :18 a.
Suhu tinggi
b.
Bau mulut karena demam lama
c.
Bibir kering dan kadang pecah-pecah
d.
Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan pada anak
e.
Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor
f.
Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati)
g.
Hepatosplenomegali 24
h.
Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi).
Kolera
Kolera adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera yang ditandai dengan buang air besar seperti air cucian beras,nyeri kram otot perut; menunjukkan hilangnya elektrolit yang mendasari. Pada uji kultur feses ditemukan Vibrio cholera.18,19 Disentri
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri atau parasit yang menyebabkan terjadinya Shigellosis atau Amoeba (disentri amoeba).18 Gejala klinis berupa sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah, muntah-muntah, sakit kepala. Bentuk yang berat ( Fulminating Cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.18 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan febris, nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri, terdapat tanda-tanda dehidrasi.18 Pemeriksaan Penunjang ditemukan Leukosit 10/LPB
disentri
basiler pada
pemeriksaan feses didapatkan lekosit(+), bakteri(-), amoeba (+).19 Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang terjadi selama 14 hari atau lebih yang disertai dengan adanya infeksi penyakit lain seperti TB paru, HIV/AIDS.20 Invaginasi
25
Invaginasi ditandai dengan dominan darah dan lendir dalam tinja. Adanya massa intra abdominal (abdominal mass) dan tangisan keras dan kepucatan pada bayi.20
PENATALAKSANAAN
Dalam tatalaksana diare pada anak, harus diidentifikasi masalah yang dasar terjadinya diare. Dalam penangan diare akut pada anak dikenal istilah Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yaitu: (1) Cairan, (2) Seng, (3) Nutrisi, (4) Antibiotik yang tepat, (5) Edukasi (IDAI, 2009). Sedangkan untuk diare kronik, penanganan yang dilakukan akan lebih bervariasi tergantung masalah yang melatarbelakangi terjadinya diare. 1.
Cairan
Rehidrasi Rehidrasi dilakukan setelah menilai derajat dehidrasi yang terjadi pada pasien untuk memastikan jumlah cairan yang diberikan adekuat (IDAI, 2009).
Tanpa Dehidrasi
− Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan New Oralit diberikan 5-10 mL/kg BB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yatu umur < 1 tahun sebanyak 50100 mL, umur 1-5 tahun sebanyak 100-200 mL, dan umur di atas 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai kemaian anak. ASI harus tetap diberikan.
− Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus).
Dehidrasi ringan-sedang
− Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare cair.
26
− Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer lakat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah dihitung berdasarkan berat badan. Status dehidrasi dievaluasi secara berkala.
BB 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari
BB 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari
BB > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari
Pasien dipantau di fasilitas kesehatan selama proses rehidrasi sambal memberi edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orangtua.
Dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat 100mL/kgBB dengan cara pemberian:
Umur < 12 bulan : 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 mL/kgBB 5 jam berikutnya.
Umur di atas 12 bulan : 30mL/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya.
Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum, dimulai dengan 5mL/kgBB selama proses rehidrasi.
Koreksi Gangguan Keseimbangan Asam Basa dan Elektrolit Saat diare terjadi, tidak hanya terjadi defisit cairan tubuh, namun juga dapat dibarengi dengan gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Gangguan ini harus segera diatasi karena bisa berakibat fatal dan berpotensi meninggalkan sekuel pada pasien.
Hipernatremia (Na > 155 mEq/L)
27
Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian cairan dekstrose 5% ½ salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10mEq per hari karena berpotensi menyebabkan edema otak.
Hiponatremia (Na < 130 mEq/L) Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih dijumpai hyponatremia dilakukan koreksi sbb: kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum x 0,6 x BB; diberikan dalam 24 jam.
Hiperkalemia ( K > 5 mEq/L) Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% sebanyak 0,51 mL/kgBB i.v. secara perlahan dalam 5-10 menit; sambal dimonitor irama jantung dengan EKG.
Hipokalemia (K < 3,5 mEq/L) Koreksi dilakukan menurut kadar kalium:
− Kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan KCl 75 mEq/kgBB per oral hari dibagi 3 dosis.
− Kadar K < 2,5 mEq/L, berikan KCl melalui drip intravena dengan dosis
3,5 – kadar K terukur x BB(kg) x 0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam pertama.
3,5 – kadar K terukur x BB(kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam berikutnya.
2.
Seng
Seng terbukti secara ilmiah dapat menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko dehidrasi pada anak. SengZinc elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak mengalami diare dengan dosis 10 mg per hari untuk anak < 6 bulan dan 20 mg per hari untuk anak > 6 bulan.
28
3.
Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit tapi sering (lebih kurang 6x sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang. 4.
Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan seseuai dengan etiologi yang menyebabkan diare. Perlu diperhatikan dengan baik mengenai umur dan berat badan pasien untuk menentukan jenis dan dosis yang sesuai.
Anak-anak berumur tidak boleh diberikan obat anti diare.
Antibiotik Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan flora normal usus sehingga memperpanjang lama diare. Selain itu, pemberian antibiotic yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotic. Untuk disentri basiler, antibiotic deiberikan sesuai denga sensitivitas setempat, bila memungkinkan dapat mengacu pada data publikasi yang dipakai saat ini, yaitu cotrimocsazol sebagai lini pertama, kemudian ciprofloxasin. Bila kedua antibiotik tersebut sudah resisten maka lini ketiga adalah cefix ime.
Antiparasit Metrodinazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan untuk amuba vegetatif.
5.
Edukasi
Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.
29
Langkah promotif/preventif: (1) ASI tetap diberikan, (2) kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, (3) kebersihan lingkungan, (4) imunisasi campak, (5) memberikan makanan penyapihan yang benar, (6) penyediaan air minum yang bersih, (7) selalu memasak makanan. Kriteria Rujukan
-
Tanda dehidrasi berat
-
Terjadi penurunan kesadaran
-
Nyeri perut yang signifikan
-
Pasien tidak dapat minum oralit
-
Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan
PENCEGAHAN
Diare pada balita di daerah tropis biasanya disebabkan oleh infeksi usus. Tindakan pencegahan terhadap diare yang dapat dilakukan antara lain:21 Pemberian Air Susu Ibu (ASI):
-
Berikan air susu ibu selama 4-6 bulan pertama kemudian berikan ASI bersama makanan lain sampai kurang lebih anak berusia satu tahun.
-
Untuk menyusui dengan nyaman dan aman, harusnya jangan beri cairan tambahan seperti air, air gula atau susu bubuk, terutama dalam hari-hari awal kehidupan anak, memulai pemberian ASI segera setelah bayi lahir, menyusukan sesuai keperluan (peningkatan pengisapan meningkatkan penyediaan susu), keluarkan susu secara manual untuk mencegah pembendungan payudara selama masa pemisahan dari bayi, jika ibu bekerja di luar rumah dan tidak mungkin membawa bayinya, maka berikan ASI sebelum meninggalkan rumah, sewaktu kembali di malam hari dan pada kesempatan dimana ibu berada bersama bayi, ibu seharusnya terus memberikan ASI sewaktu bayinya sakit dan setelah sakit. Hal ini sangat penting jika bayi menderita diare.
Perbaikan Cara Menyapih
30
-
Pada usia 4-6 bulan bayi harus diperkenalkan dengan makanan penyapih yang bergizi dan bersih. Pada tahap awal sebaiknya makanan saring lunak.
-
Kemudian diet anak seharusnya menjadi semakin bervariasi dan mencakup makanan pokok di masyarakat (biasanya sereal atau umbi), kacang atau kacang polong, sejumlah makanan dari hewan, sebagai contoh produk susu, telur dan daging, serta sayuran hijau atau sayuran jingga.
-
Anak juga harus diberikan buah-buahan atau sari buah dan minyak atau lemak yang ditambahkan ke dalam makanan penyapih.
-
Anggota keluarga seharusnya mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan penyapih dan sebelum memberi makan bayi.
-
Makanan harus dipersiapkan di tempat bersih, menggunakan wadah dan peralatan yang bersih.
-
Makanan yang tidak dimasak harus dicuci dengan air bersih sebelum dimakan.
-
Makanan yang dimasak harus dimakan sewaktu masih hangat atau panaskan dahulu sebelum dimakan.
-
Makanan yang disimpan harus ditutup dan jika mungkin masukkan ke dalam lemari es.
Penggunaan Banyak Air Bersih
Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia, sumber air harus dilindungi dengan menjauhkan dari hewan, melokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber air, serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber, air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih dan gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air, air untuk masak dan minum untuk anak harus dididihkan.21
Cuci Tangan
31
Semua anggota keluarga seharusnya mencuci tangan baik setelah membuang tinja anak, setelah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan maupun sebelum memberi makan anak.21
KOMPLIKASI Hipoglikemia
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada Shigellosis dibanding penyebab disentri lain. Hipoglikemia sangat berperan dalam menimbulkan kematian hipoglikemia terjadi karena gagalnya proses glukoneogenesis secara klasik menifestasi klinis hipoglikemia adalah kaki tangan berkeringat dingin, takikardi dan letargi. Hipoglikemia berat dapat menimbulkan perubahan kesadaran dan kejang. Tetapi gejala ini akan tersamar kalau ditemukan komplikasi lain jadi pada tiap disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar glukosa darahnya. Diagnosis ditegakkan melalui pengukuran kadar gula darah.21 Hiponatremia
Komplikasi ini juga banyak terjadi pada Shigellosis dibanding penyebab lain. Hiponatremia muncul akibat gangguan reabsorsi natrium di usus, kematian pasien dengan hipoglikemia sering dibanding hiponatremia. Manifestasi klinis hiponatremia adalah hipotonia dan apatis. Kalau berat dapat menimbulkan kejang tetapi gejala ini juga akan tersamar kalau di temukan komplikasi lain, jadi pada tiap disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar natrium darahnya. Seyogyanya sekaligus diperiksa juga kadar kalium darah.21
Sepsis
Komplikasi ini paling sering menyebabkan kematian dibandingkan komplikasi lainnya. Data dari ICCDR menunjukkan 28,8% dari 239 kasus kematian akibat Shigellosis meninggal karena sepsis. Pengertian sepsis saat ini telah berubah. Sebelumnya sepsis didefinisikan sebagai bakteriemia yang disertai gejala klinis, sekarang bakteriemia tidak lagi merupakan persyaratan diagnosis sepsis. Jika 32
ditemukan manifestasi umum infeksi yang disertai gangguan fungsi organ multipel sudah cukup untuk dikategorikan sepsis, gangguan fungsi organ multipel dapat ditimbulkan mediator kimiawi, endotoksin, eksotoksin atau septikemianya sendiri manifestasi umum/ganguan fungsi organ multipel ini dapat berupa hiperpireksi, cutis marmoratae (akibat distensi kapiler), menggigil, gaduh gelisah, proteinuria dan lain sebagainya. 21
Kejang dan Ensefalopati
Kejang yang muncul pada disentri tentu saja dapat berupa kejang deman sederhana (KDS), tetapi kejang dapat merupakan bagian dari ensefalopati, dengan kumpulan gejala hiperpireksi penurunan kesadaran dan kejang yang dapat membedakannya dengan KDS, ensefalopati muncul akibat toksin, diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis.21
Sindrom Uremik Hemolitik
Sindrom
ini
ditandai
dengan
trias
yaitu
anemia
hemolitik
akibat
mikroangiopati, gagal ginjal akut dan trombositopeni. Anemia hemolitik akut ditandai dengan ditemukannya fragmentosit pada sediaan hapus, gagal ginjal akut ditandai oleh oliguria, perubahan kesadaran dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Trombositopenia dapat meninbulkan gejala perdarahan spontan.Manifestasi perdarahan juga disebabkan oleh mikroangiopati, yang dapat berlanjut menjadi Dissemination Intravasculair Coagulation (DIC). Kematian dapat disebabkan oleh terjadinya gagal ginjal akut dan gagal jantung.21
PROGNOSIS
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.19 33
1.
WHO.
Diarrhoeal
Disease
(Updated
February
2009).
In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html. 2.
Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24
3.
Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar GastroenterologiHepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK GastroenterologiHepatologi IDAI. 2010:87-110
4.
Jane. Soepardi. Situasi Diare Di Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan Volume 2. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Hal: 1-12.
5.
Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.200 8
6.
Sugihanto Eko.Penelitian: Etiologi Diare akut infektif di Puskesmas Mranggen Dan Karangawen Kabupaten Demak. Bagian Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Undip RSUP Dr Kariadi. Semarang.2006
7.
Santoso B. Patogenesis dan Patofisiologi Diare Akut pada Anak. Balai Penerbit UNDIP Semarang.
8.
Setiawan B, Diare akut karena infeksi, Dalam: Sudoyo A, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta. Departemen IPD FK UI Juni 2006
9.
Loeheri S, Nariswanto H. Mikrobiologi Penyebab gastroenteritis akut pada orang dewasa yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr Sardjito Yogyakarta: Acta Medica Indonesiana. 30.
10.
Philip
D.
Smith.
Infection
Diarrhoea
in
Patients
With
AIDS.
In
Gastroenterology Clinics of North America. XXII (3). Philadelphia. WB Saunders. 11.
Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005 34