LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 10
Disusun Oleh: Kelompok L9 Rabecca Beluta Ambarita
04111001007
Ayu Risky Fitriawan
04111001018
Mary Gisca Theressi
04111001036
Fitri Maya Anggraini
04111001040
Sellita Seplana
04111001054
Ferdy Sugianto
04111001062
Adiguna Darmanto
04111001064
Fatty Maulidira
04111001068
Fadhli Aufar Kasyfi
04111001091
Raisa Putri Secioria
04111001095
Muhammad Tafdhil Tardha
04111001102
Tri Nisdian Wardiah
04111001109
Tutor
dr. Zulkarnain Musa, Musa, SpPA : dr.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial skenario B blok 10 ini dapat terseles aikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 9 tutorial, dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial skenario B blok 10 ini dapat terseles aikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 9 tutorial, dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................... ............................................ .............................................. ............................................. ..................................... ............... 1 Kata Pengantar................................................ ...................................................................... ............................................ .................................. ............2 Daftar Isi ................... .......................................... ............................................. ............................................ ............................................. ........................... .... 3 Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri..................... ........................................... ............................................ .............................. ........ 4 I. Klarifikasi Istilah............................ Istilah.................................................. ............................................ .................................. ............ 5 II. Identifikasi Masalah ........................................................ .............................................................................. ........................ 6 III. Analisis Masalah ..................... ........................................... ............................................ ......................................... ................... 8 IV.Keterkaitan IV. Keterkaitan Antar Masalah ............................................................ .................................................................. ...... 27 V. Learning Issue ...................................................... ............................................................................ ................................ .......... 28 VI. Sintesis ................... .......................................... ............................................. ............................................ ................................ .......... 29 VII. Kerangka Konsep ................................................... ......................................................................... ............................ ...... 60 VIII. Kesimpulan ............................................ .................................................................. ........................................... ..................... 61 Daftar Pustaka..…………………………………………………………………..62 Pustaka ..…………………………………………………………………..62
Skenario B Blok 10 :
Nyonya A, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat badan (BB) turun sejak 6 minggu yang lalu. Keluhan ini disertai menggigil, berkeringat dan anorexia yang terus memburuk. Ia juga merasa nyeri punggung yang menetap sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh, tetapi sesak semakin lama semakin berat. Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga harus dirawat (di rumah) selama 3 bulan. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. A menderita endokarditis Pemeriksaan Fisik : o
Vital sign: compos mentis, Nadi : 90x/menit, RR : 28x/m, TD : 130/80 mmHG, suhu : 39 C Pemeriksaan Spesifik :
Kepala & Leher : normal Thorax : Perkusi : ukuran jantung normal Auskultasi : Murmur diastolic dengan nada rendah, pada dada kiri terdapat suara pembukaan katup mitral yang keras (loud opening snap) Pemeriksaan Penunjang :
Kultur darah : S.viridans Echocardiography : stenosis mitral (pada apex jantung)
4
I. Klarifikasi Istilah 1. Demam
2. Sesak Napas
: peningkatan temperature tubuh diatas normal (37,2°C) : perasaan sulit bernapas yang biasanya terjadi ketika melakukan
aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis 3. Mengigil
: tubuh gemetar secara involunter
4. Anorexia
: tidak selera makan
5. Nyeri
: perasaan sedih atau menderita yang terasa pada ujung syaraf tertentu
6. Rheumatic Fever : penyakit demam yang merupakan lanjutan dari infeksi streptococcus hemolytic group A 7. Pembengkakan Sendi :merupakan inflamasi pada satu atau lebih persendian yang menyebabkan nyeri, kekakuan dan keterbatasan pergerakan 8. Endokarditis
: perubahan peradangan proliferatif dan eksudatif pada endokardium,
biasanya ditandai dengan adanya vegetasi di permukaan endokardium atau di endokardiumnya sendiri, dan paling sering mengenai katup jantung, tapi juga menyerang lapisan dalam rongga jantung atau oada endokardium di segala daerah 9. Compos mentis
: kejernihan pikiran / sadar
10. Murmur diastolic : murmur yang terdengar selama periode diastolik, biasanya akibat regurgitasi katup semilunaris atau gangguan aliran darah melalui katup atrioventrikular 11. Streptococcus viridans : streptococcus tipe alpha hemolitik 12. Echocardiography: perekaman posisi dan gerakan dinding jantung atau struktur dalam jantung melalui gema yang diperoleh dari pancaran gelombang ultrasonik yang diarahkan lewat dinding thorax 13. Stenosis mitral : penyempitan orifisium atrioventrikular kiri
5
II. IDENTIFIKASI MASALAH
KENYATAAN Nyonya A, 45 tahun, masuk rumah
KESESUAIAN
KONSEN
Tidak Sesuai Harapan
VVV
Tidak Sesuai Harapan
VV
Tidak Sesuai Harapan
VV
Tidak Sesuai Harapan
VV
Tidak Sesuai Harapan
VV
Tidak Sesuai Harapan
V
Tidak Sesuai Harapan
V
sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat badan (BB) turun 5 kg sejak 6 minggu yang lalu disertai menggigil, berkeringat dan anorexia yang terus memburuk Nyeri punggung yang menetap dialami Nyonya A sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh, tetapi sesak semakin lama semakin berat
Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga harus dirawat (di rumah) selama 3 bulan.
Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. A menderita endokarditis
Pemeriksaan Fisik : Vital sign: compos mentis, Nadi : 90x/menit, RR : 28x/m, TD : 130/80 o
mmHG, suhu : 39 C Pemeriksaan Spesifik :
6
Kepala & Leher : normal Thorax : Perkusi : ukuran jantung normal Auskultasi : Murmur diastolic dengan nada rendah, pada dada kiri terdapat suara pembukaan katup mitral yang keras (loud opening snap) Pemeriksaan Penunjang :
Tidak Sesuai Harapan
Kultur darah : S.viridans Echocardiography : stenosis mitral (pada apex jantung)
7
VV
III. Analisis Masalah 1. Nyonya A, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat
badan (BB) turun sejak 6 minggu yang lalu disertai menggigil, berkeringat dan anorexia yang terus memburuk a.
Bagaimana mekanisme dari (sesuai skenario):
-
demam
Infeksi bakteri Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat ↑↑ sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus
↑↑ set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan ↑↑
pembentukan panas Suhu meningkat Demam
-
sesak napas
Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel. Sehingga, untuk mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit, dan terjadi perbedaan tekanan. Dilatasi atrium terjadi karena volume atrium kiri meningkat akibat ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. 2
Pada stenosis mitralis, lubang katub menjadi sempit (normal 4-5cm menjadi kurang 2
dari 2,5 cm ) sehingga tekanan atrium kiri akan naik untuk mempertahankan pengisian ventrikel dan curah jantung; akibatnya tekanan vena pulmonalis akan meningkat sehingga menimbulkan sesak ( dispnea ) Aliran darah mengalami hambatan ( karena peningkatan tekanan atrium kiri ) sehingga darah di atrium sinistra berbalik kembali ke paru-paru, sehingga darah terkumpul di paru-paru. Ini menyebabkan pelebaran pembuluh darah di paru-paru (vasodilatasi) karena darah yang banyak tadi. Peristiwa terakumulasinya darah ini disebut kongesti, karena terjadinya di paru-paru maka disebut kongesti paru-paru. Vasodilatasi ini tidak bertahan lama. Akibatnya, darah perlahan-lahan merembes keluar dari pembuluh darah dan masuk ke ruang antara kapiler dan alveolus. 8
Peristiwa ini disebut ekstravasasi. Akibat dari masuknya darah di ruang tersebut, membuat ruang antara alveolus dan kapiler ada yang mengisi yaitu cairan berupa darah. Ini akan mengganggu proses pertukaran O2 dan CO2 (difusi), sehingga terjadilah sesak nafas.
-
berat badan (BB) turun sejak 6 minggu yang lalu
Endokarditis membuat curah jantung menurun, jadi oksigen yg disalurkan ke sistem juga menurun. Karena O2 yg disalurkan ke sistem sedikit, menyebabkan asidosis metabolik. Kemudian otak mengkompensasinya dengan cara mengeluarkan asam dari urin dan menaikkan asam lambung sehingga menyebabkan mual dan tidak nafsu makan. Karena tidak ada nafsu makan, asupan nutrisi berkurang sehingga berat badan menjadi turun. -
menggigil
Jika terjadi perubahan set-point pusat pengatur suhu hipotalamus yang tiba-tiba dari nilai normal menjadi lebih tinggi dari normal ( akibat penghancuran jaringan, zat pirogen, atau dehidrasi ), biasanya dibutuhkan waktu beberapa jam agar suhu tubuh dapat mencapai set-point suhu yang baru. Pada saat ini suhu darah masih jauh lebih rendah dari Set-point pengatur suhu hipotalamus. Oleh karena itu, akan terjadi reaksi umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut akan mengigil dan merasa sangat kedinginan, walaupun suhu tubuhnya mungkin telah diatas normal. Mengigil dapat berlanjut sampai akhirnya suhu tubuh mncapai set-point hipotalamus. *pengeluaran
panas
lebih
besar
daripada
pemasukan
termostat
menyeimbangkan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh menggigil -
berkeringat
Ketika faktor-faktor yang menyebabkan suhu tubuh meninggi (demam) yang diakibatkan infeksi bakteri berhasil dihilangkan, set point hipotalamus akan langsung menurunkan levelnya sehingga suhu di hipotalamus lebih rendah dari suhu tubuh. 9
Saat itu terjadi, tubuh akan terasa panas, sehingga bagian hipotalamus yang aktif pada suhu panas yaitu hipotalamus anterior akan mengurangi produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan mendorong pengeluaran panas dengan menumbulkan vasodilatasi kulit. Vasodilatasi terjadi membuat tubuh akan memerah, sehingga fase ini disebut fase “merah merona”. Apabila vasodilatasi kulit sudah maksimum tetapi gagal untuk mengurangi kelebihan panas tubuh, maka kelenjar keringat akan aktif sehingga mekanisme berkeringat terjadi. Hal ini membuat panas tubuh keluar dengan cara evaporasi. b.
Bagaimana hubungan antar gejala yang dikeluhkan oleh Nyonya A?
Gejala-gejala yang muncul ini akibat dari mekanisme klinik dari endokarditis akibat S. viridans. Demam, menggigil, anoreksia, dan berkeringat merupakan akibat dari infeksi S, viridans, sedangkan sesak napas diakibatkan endokarditis, kemudian berat badan turun diakibatkan oleh anoreksia.
c.
Mengapa anorexia yang dialami Nyonya A terus memburuk ?
Pada endokarditis terdapat lesi yang khas berupa vegetasi yaitu massa yang berupa platelet, mikroorganisme, sel-sel inflamasi. Vegetasi ini semakin lama akan melepas bakteri secara terus menerus kedalam sirkulasi (bakteremia kontinus). Bakteri yang semakin banyak dalam sirkulasi menyebabkan keluarnya sitokin pro inflamasi yang mengakibatkan gejala konstitusional seperti demam dan anorexia sehingga semakin lama anorexia semakin memburuk. d.
Apakah berat badan Nyonya A yang turun 5 kg dalam 6 minggu termasuk normal ? Kalau tidak, apa dampaknya terhadap tubuh ?
Normal, karena penurunan berat badan normal adalah 500gr sampai 1 kg
2. Nyeri punggung yang menetap sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit a. Bagaimana mekanisme nyeri punggung yang menetap ?
Nyeri punggung yang dialami oleh nyonya A diduga diakibatkan adanya kelainan pada jantung, yaitu stenosis mitral / insufisiensi katup mitral (sehingga atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui 10
katup yang menyempit) yang mengakibatkan timbulnya nyeri yang menyebar ke dada lateral di bawah aksila. Selain itu nyeri punggung juga bisa diakibatkan oleh nyeri alih dari jantung yang dirasakan di bagian punggung. Nyeri alih terjadi karena memiliki dermatom yang sama dengan struktur yang mengalami iritasi.
b. Mengapa nyeri punggung baru dirasakan Nyonya A sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit ?
Infeksi endokarditis mempunyai beberapa manifestasi klinik salah satu diantaranya yaitu bakteriemia yang menyebabkan gejala-gejala seperti nyeri punggung, artralgia dll. Manifestasi klinik ini akan tampak pada 2 minggu setelah terjadi faktor presipitasi,kemungkinan nyeri punggung baru dirasakan sejak 4 minggu karena tergantung faktor presipitasi tersebut.
3. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh, tetapi sesak semakin lama semakin berat a. Bagaimana klasifikasi sesak nafas ?
Sesuai dengan berat ringannya keluhan, sesak nafas dapat dibagi menjadi 5 tingkat: 1) Sesak nafas tingkat I Tidak ada hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Tetapi sesak nafas terjadi bila penderita melakukan aktifitas yang berat dari biasanya. 2) Sesak nafas tingkat II Sesak nafas terjadi bila penderita melakukan aktifitas yang berat dari biasanya. Tetapi tidak terjadi bila melakukan aktifitas yang biasa. Seperti naik tangga dan berlari. 3) Sesak nafas tingkat III Sesak nafas sudah timbul saat penderita melakukan kegiatan sehari-hari, tetapi penderita masih dapat melakukan tanpa bantuan orang lain. 4) Sesak nafas tingkat IV Penderita sudah sesak napas pada waktu melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, berpakaian,
dll.
Sehingga
11
memerlukan
bantuan orang
lain untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak napas belum tampak pada waktu penderita istirahat. 5) Sesak nafas tingkat V Penderita harus membatasi diri dalam melakukan kegiatan dan aktivitas sehari-hari yang pernah dilakukan secara rutin. Keterbatasan ini menyebabkan penderita lebih banyak berada di tempat tidur. Untuk memenuhi segala kebutuhannya, penderita sangat bergantung pada orang lain. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa nyonya A mengalami sesak nafas tingkat II.
b. Mengapa sesak nafas semakin lama semakin berat?
Nyonya A mengalami sesak ketika berjalan jauh karena saat aktivitas, tekanan di atrium sinistra akan meningkat sehingga yang seterusnya juga begitu. Jadi aktivitas fisik akan memperberat kongesti paru-paru. Sesak menjadi semakin berat karena keberlanjutan dari infeksi (penyakit yang diderita) seperti halnya gejala pernafasan. Sesak juga bsa semakin berat karena 2
keparahan dari stenosi mitralis ( jika diameter < 1 cm ) maka akan terjadi limitasi aktivitas. Selain itu, hal ini juga mungkin dikarenakan oleh tidak diberikannya tata laksana untuk meringankan sesak nafas selama hampir 6 minggu tersebut. Jadi semakin lama kongesti paru-paru semakin berat walau dalam keadaan istirahat, karena darah di ruang kapiler-alveolus semakin lama semakin bertambah. Itulah mengapa semakin lama sesak nafas terasa semakin berat.
4. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga harus dirawat (di rumah) selama 3 bulan a. Bagaimana patofisiologi dari r heumatic fever ? Demam rematik adalah penyakit inflamasi yang dapat mengembangkan dua sampai tiga
minggu setelah infeksi streptokokus Grup A (seperti radang tenggorokan atau demam berdarah). Hal ini diyakini disebabkan oleh antibodi reaktivitas silang dan dapat 12
melibatkan jantung, sendi, kulit, dan otak. Demam rematik akut biasanya muncul pada anak-anak antara usia 5 dan 15, dengan hanya 20% dari serangan pertama kali terjadi pada orang dewasa. Demam rematik terutama mempengaruhi anak-anak antara usia 5 dan 15 tahun dan terjadi sekitar 20 hari setelah radang tenggorokan atau demam scarlet. Dalam sampai sepertiga dari kasus, infeksi radang mendasar tidak mungkin menyebabkan gejala apapun. Rheumatic fever (RF) adalah penyakit sistemik yang disebabkan group A beta hemolytic streptococcal (GABHS). RF dan komplikasinya yang paling serius, Rheumatic Heart Disease (RHD), dipercaya merupakan hasil dari respon autoimun. Meskipun demikian, patogenesis sebenarnya belum diketahui. RF
muncul
pada
anak
dan
remaja
setelah
faringitis
karena
GABHS
(contohnya Streptococcus pyogenes). Organisme tersebut menempel pada sel epitel traktus respiratorik atas dan memproduksi sejumlah enzim, yang membuat mereka dapat merusak dan menginvasi jaringan manusia. Setelah periode inkubasi sekitar 2-4 hari, organisme tersebut merangsang respon inflamasi akut, dengan 3-5 hari sakit tenggorokan, demam, malaise, sakit kepala, dan meningkatnya jumlah leukosit. Pada sebagian kecil pasien, infeksi menimbulkan RF beberapa minggu setelah sakit tenggorokan sembuh. Organisme GABHS adalah coccus gram positif, yang sering berkoloni di kulit dan orofaring. Organisme ini dapat menyebabkan penyakit supuratif (contohnya faringitis, impetigo, cellulitis, myositis) dan juga dapat diasosiasikan dengan penyakit nonsupuratif (seperti RF, acute poststreptococcal glomerulonephritis). Group
A Streptococci (GAS) mengeluarkan
toksin
sitolitik,
streptolisin
S
dan
O. Streptolisin O menyebabkan tingginya titer antibodi yang persisten yang sangat berguna untuk menyediakan marker infeksi GAS dan komplikasi nonsupuratifnya. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S , hialuronidase, streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. ASTO 13
(anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus. b. Bagaimana mekanisme pembengkakan sendi pada rh eumati c fever ?
Rheumatic fever merupakan gejala dari autoimun. Salah satu efek dari autoimun pada RF yaitu mempengaruhi jaringan synovial pada sendi itu sendiri. Walaupun mekanisme masih kurang jelas, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa antigen yang dimiliki oleh protein M pada Streptococcus beta hemolyticus tipe A memiliki struktur yang homolog dengan sendi dan jantung, sehingga imunitas tubuh mengira bahwa sendi itu merupakan Streptococcus beta hemolitycus. Akibatnya membran synovial mengalami iflamasi, mengakibatkan hiperplasi pada sel synovial, produksi cairan synovial yang berlebihan, dan pembentukan jaringan fibrous pada kapsul synovial. Akibatnya sendi menjadi bengkak. Sendi mudah diserang akibat kapilar di pembuluh darah sendi sangat kecil.
c. Mengapa Nyonya A harus dirawat di rumah selama 3 bulan ?
Nyonya A harus dirawat di rumah selama 3 bulan mungkin karena masalah biaya ataupun menghindari terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit
d. Bagaimana hubungan antara r heumatic fever dengan keluhan yang dialami sekarang ?
Keluham – keluhan yang dialami sekarang merupakan keluhan dari endokarditis, rheumatic fever itu sendiri merupakan factor predisposisi utama terjadinya endokarditis. Demam reumatik dapat menghasilkan gejala sisa (sequele) yang amat penting pada jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan akut demam reumatik karena demam reumatik memiliki kemampuan menyebabkan katupkatup jantung menjadi fibrosis. Karditis ini hanya bisa mengenai endokardium. 14
Endokarditis memiliki gejala seperti demam, menggigil, anoreksia, keringat malam, kehilangan berat badan, sesak, nyeri pada otot, sendi dan punggung.
5. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. A menderita endokarditis a. Bagaimana patofisiologi dari endokarditis ? Terjadinya endokarditis karena menempelnya mikro organisme dari sirkulasi darah pada permukaan endokardial, kemudian mengadakan multiplikasi, terutama pada katup-katup yang telah cacad. Penempelan bakteri-bakteri tersebut akanmembentuk koloni, dimana nutrisinya diambil dari darah. Adanya koloni bakteri tersebut memudahkan terjadinya thrombosis, kejadian tersebut dipermudah oleh thromboplastin, yang ditimbulkan oleh lekosit yang bereaksi dengan fibrin. Jaringan fibrin yang baru akan menyelimuti kolonikoloni bakteri dan menyebabkan vegetasi bertambah. Daerah endokardium yang sering terkena yaitu katup mitral, aorta. Vegetasi juga terjadi pada tempat-tempat yang mengalami jet lessions, sehingga endothelnya menajdi kasar dan terjadi fibrosis, selain itu terjadi juga turbulensi yang akan mengenai endothelium. Bentuk vegetasi dapat kecil sampai besar, berwarna putih sampai coklat, koloni dari mikroorganisme tercampur dengan platelet fibrin dimana disekelilingnya akan terjadi reaksi radang. Bila keadaan berlanjut akan terjadi absces yang akan mengenai otot jantung yang berdekatan, dan secara hematogen akan menyebar ke seluruh otot jantung. Bila absces mengenai sistim konduksi akan menyebabkan arithmia dengan segala manifestasi kliniknya. Jaringan yang rusak tersebut akan membentuk luka dan histiocyt akan terkumpul pada dasar 3 vegetasi. Sementara itu endothelium mulai menutupi permukaan dari sisi peripher, proses ini akan berhasil bila mendapat terapi secara baik. Makrophage akan memakan bakteri, kemudian fibroblast akan terbentuk diikuti pembentukan jaringan ikat kolagen. Pada jaringan baru akan terbentuk jaringan parut atau kadang-kadang terjadi rupture dari chordae tendinen, otot papillaris, septum ventrikel. Sehingga pada katup menimbulkan bentuk katup yang abnormal, dan berpengaruh terahdap fungsinya. Permukaan maupun bentuk katup yang abnormal/cacad ini akan memudahkan terjadinya infeksi ulang. Vegetasi tersebut dapat terlepas dan menimbulkan emboli diberbagai organ.
15
Pasien dengan endokarditis biasanya mempunyai titer antibodi terhadap mikroorganisme penyebab, hal tersebut akan membentuk immune complexes, yang menyebabkan gromerulonephritis, arthritis, dan berbagai macam manifestasi kelainan mucocutaneus, juga vasculitis. Pada demam rematik akut dapat terjadi peradangan pada semua lapisan jantung yang disebut pankarditis. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup, mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Vegetasi seperti manik-manik akan timbul disepanjang pinggir daun katup. Perubahan akut ini dapat mengganggu penutupan katup yang efektif, mengakibatkan regurgitasi katup; stenosis tidak terdeteksi sebagai lesi akut. Gangguan katup akut sering bermanifestasi klinis sebagai bising jantung. b. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dari endokarditis ?
Diagnosis endokarditis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisis yang teliti, pemeriksaan laboratorium. Investigasi diagnosis harus dilakukan jika pasien demam disertai satu atau lebih gejala cardinal, ada predisposisi lesi jantung atau pola lingkungan, bakteremia, fenomena emboli dan bukti proses endokard aktif, serta pasien dengan katup prosteik. Pada anamnesis, keluhan yang paling sering ditemukan adalah demam (80-85%). Keluhan lain dapat berupa menggigil, sesak napas, batuk, nyeri dada, mual, muntah, penurunan berat badan, dan nyeri otot atau sendi. Pemeriksaan fisik yang cukup penting adalah ditemukannya murmur yang merupakan petunjuk lokasi keterlibatan katup (80-85%). Tanda endokarditis infektif pada pemeriksaan fisis yang lain adalah kelainan kulit antara lain fenomena emboli, splenomegali, clubbing, ptekie, Osler’s node dan lesi J aneway, lesi retina. Pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan hemoglobin rendah, lekositosis, laju endapdarah (LED) meningkat, analisis urin menunjukkan hematuria dengan proteinuria. Pemeriksaan kulturdarah untuk kuman baik aerob maupun anaerob Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1.
Kultur darah 16
Kultur darah yang positif merupakan kriteria diagnostik utama dan memberikan petunjuk sensitivitas antimikroba. Kultur darah diambil pada saat suhu tubuh tinggi. Dianjurkan pengambilan darah kultur 3 kali, sekurang-kurangnya dengan interval 1 jam, dan tidak melalui jalur infus. Pemeriksaan kultur darah terdiri atas satu botol untuk kuman aerob satu botol untuk kuman anaerob dan diencerkan sekurangkurangnya 1:5 dalam broth media. Minimal jumlah darah yang diambil 5 ml, lebih baik 10 ml pada orang dewasa. Jika kondisi pasien tidak akut, terapi antibiotika dapat ditunda 2-4 hari. 2.
Echocardiografi
Secara umum, echocardiografi diperlukan untuk: a.
Melihat vegetasi pada katup aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm).
b.
Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif
c.
Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis (prolap mitral, fibrosis, dan calcifikasi katub mitral).
d.
Penutupan katup mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destruktif katup aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katup.
3.
Pemeriksaan (EKG) menunjukkan adanya iskemia, hipertropi, blok konduksi,
disritmia (elevasi ST), PR depresi. 4.
Pemeriksaan Enzim jantung menunjukan, peningkatan CPK, tapi MB inzuenzim
tidak ada. 5.
Pemeriksaan Angiografi memperlihatkan stenosis katup dan regurgitasi atau
menurunnya gerakan. 6.
Pemeriksaan Rontgen memperlihatkan pembesaran jantung, infiltrat pulmonal.
7.
Pemeriksaan CBC menunjukan terjadinya proses infeksi akut, kronik atau anemia.
8.
Pemeriksaan ESR menunjukan elevasi secara umum.
9.
Pemeriksaan Titer ASO menunjukan demam rematik
(kemungkinan faktor
pencetus). 10. Pemeriksaan Titer ANA positif dengan penyakit autoimmun contoh : SLE (kemungkinan faktor pencetus). 11. Pemeriksaan BUN dapat mengevaluasi uremia (kemungkinan faktor pencetus).
17
12. Pemeriksaan Perikardiosentesis, cairan perikardial diperiksa untuk mengetahui penyebab infeksi, bakteri, TBC, virus atau infeksi jamur, SLE, penyakit rematik. Penegakan diagnosis endokarditis yang biasa dipakai dengan menggunakan kriteria duke, yaitu: Diagnosis kriteria duke: 1. Kriteria Patologis a. Mikroorganisme, yang ditemukan dalam kultur atau pemeriksaan histologi di dalam vegetasi, emboli yang berasal dari vegetasi, atau abses intrakardiak b. Dari pemeriksaan histologi didapatkan adanya endokarditis aktif di dalam vegetasi atau abses intrakardiak 2. Kriteria Klinis a. 2 kriteria mayor b. 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor c. 5 kriteria minor Kriteria Mayor: a. Kultur darah positif:
Mikroorganisme khas untuk endokarditis infektif
o
Streptococcus viridans
o
Streptococcus bovis
o
Grup HACEK, Staphylococcus aureus atau Enterococcus
Bakteremia yang persisten
o
≥ 2 kultur darah (+) dalam waktu 12 jam terpisah
o
≥ 3 kultur darah (+) dalam waktu > 1 jam terpisah
b. Keterlibatan Endokardial
Ekokardiografi
yang
positif
dengan
katup atau gangguan katup protesa c. Regurgitasi katup baru Kriteria Minor: 18
adanya
vegetasi,
abses,
perforasi
a. Adanya faktor predisposisi: predisposis dari kondisi jantung itu sendiri dan pada penyalahguna narkoba intravena o
b. Demam dengan suhu > 38 C c. Fenomena vaskular: arterial peteki, major arterial emboli, septic pulmonary infarcts, mycotic aneurysm, perdarahan intrakranial, perdarahan konjungtiva, janeway lesion d. Fenomena imunologis: glomerulonefritis, osler nodes, roth spots, faktor reumatoid e. Mikrobiologi/serologi: kultur darah (+) tapi tidak ditemukan tanda-tanda pada kriteria mayor atau secara serologik terbukti adanya infeksi aktif dari kuman-kuman penyebab endokarditis infektif. Beberapa peneliti merekomendasikan pengambilan kultur darah saat suhu tubuh tinggi. Dianjurkan pengambilan darah kultur sebanyak 3 kali, sekurang-kurangnya dengan interval 1 jam, dan tidak melalui jalur infus. Pemeriksaan kultur darah terdiri atas satu botol untuk kuman aerob dan satu botol untuk kuman anaerob dan diencerkan sekurangkurangnya 1:5 dalam broth media. Minimal jumlah darah yang diambil 5 ml, lebih baik 10 ml pada orang dewasa. Jika kondisi pasien tidak akut, terapi antibiotika dapat ditunda 2-4 hari. 13. Pemeriksaan Fisik : o
Vital sign: compos mentis, Nadi : 90x/menit, RR : 28x/m, TD : 130/80 mmHG, suhu : 39 C a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik ?
Compos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Pasien menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik. Frekuensi pernapasan normal adalah 16-24 kali permenit. Frekuensi pernapasan Ny.A adalah 28 kali permenit sehingga disebut takipneu. Dilihat dari klasifikasi JNC 7, ny.A berada pada keada an pre-hipertensi. o
Suhu normal tubuh manusia adalah 36-37 C . suhu tubuh ny.A berada di atas normal yaitu 39 o
C (demam).
19
14. Pemeriksaan Spesifik : Kepala & Leher : normal Thorax :
Perkusi : ukuran jantung normal Auskultasi : Murmur diastolic dengan nada rendah, p ada dada kiri terdapat suara pembukaan katup mitral yang keras (loud opening snap)
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan spesifik ?
Kepala & Leher : normal
Mengidentifikasikan tidak terjadinya manifestasi penyakit atau kerusakan terkait pada kepala & leher
Thorax : murmur diastolik terjadi selama relaksasi ventrikel. Bising ini disebabkan oleh insufisiensi katup aorta atau pulmoner, dan oleh stenosis katup mitral atau trikuspid. Bising diastolik selalu menunjukkan adanya kelainan penting. M ur mur dengan nada rendah, nada rendah mengidentifikasikan adanya kemurnian nada.
Pada dada kiri terdapat suara pembukaan katup mitral yang keras : mengidentifikasikan adanya kerja yang kuat otot otot jantung untuk membukan katup mitral, dapat disebabkan karena penebalan katup mitral.
Stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit.
15. Pemeriksaan Penunjang : Kultur darah : S.viridans Echocardiography : stenosis mitral (pada apex jantung) 20
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan penunjang ?
Kultur Darah: Pada keadaan normal kultur darah akan mendapatkan hasil negatif. Bila mendapatkan hasil positif, harus memenuhi aturan berikut ini: Pertumbuhan organisme yang sama pada kultur ulangan yang diambil pada waktu yang berbeda pada tempat anatomis yang berbeda menunjukkan “true bacteremia” Pertumbuhan organisme yang berbeda pada botol kultur yang berbeda dapat merupakan kontaminasi tapi terkadang dapat mengikuti masalah klinis, seperti fistula enterovaskuler Pertumbuhan flora normal kulit, seperti Staphylococcus epidermidis, difteroid (corynebacteria dan propionibacteria), atau kokus gram positif anaerob, hanya pada satu dari beberapa kultur merupakan kontaminasi. Organisme seperti Streptokokus viridans atau enterokokus lebih sering tumbuh pada kultur darah dari pasien suspek endokarditis, dan batan g gram negatif seperti, E.coli pada kultur darah dari pasien dengan klinis sepsis gram negatif oleh sebab itu, juka organisme yang “diharapkan” ditemukan, makan hal itu lebih bermakna secara etiologis EKG: Stenosis Mitral: Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.
21
b. Bagaimana morfologi, klasifikasi, sifat dari S.viridans ? Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negative. Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. 22
Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang negatif gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain S train yang virulen vi rulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M dan M type specific protein. protein. Salah satu contoh dari streptococcus viridans adalah streptococcus mutans. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positf (+), bersifat non motil (tidak bergerak), berdiameter 1-2 1-2 μm, bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk bulat bentuk bulat atau bulat telur, tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh secara optimal 0
0
pada suhu sekitar 18 C – 40 40 C. Berdasarkan hemolisis, streptokokus viridians diklasifikasikan sebagai α hemolitik, tetapi dapat juga non hemolitik. Berdasarkan klasifikasi lancefield, streptokokus viridians tidak dapat diklasifikasikan karena tidak bereaksi dengan antibody yang umumnya digunakan untuk klasifikasi lancefield. Streptokokus viridians dapat diklasifikasikan dengan serangkaian pemeriksaan kimia.
c. Bagaimana hubungan S. vir idans dengan penyakit yang dialami oleh Ny. A ?
Endokarditis pada skenario ini merupakan jenis endokarditis bakterial subakut yang disebabkan oleh S. viridans. viridans. Bakteri ini biasanya hidup di mulut dan tenggorokan, namun berpindah ke endokardium dan heart valve akibat kerusakan yang terjadi sebelumnya. Kerusakan sebelumnya diakibatkan oleh rheumatic fever yang diderita pada waktu kecil. Mekanismenya progresif, yaitu suatu penyembuhan yang sedang terjadi akan disertai suatu peradangan yang aktif. Akibatnya timbul suatu vegetasi yang terdiri dari fibrin, trombosit dan bakteri yang melekat pada daun katup jantung
d. Bagaimana cara pemeriksaan kultur darah S.viridans ? ?
Mikroorganisme khas untuk endokarditis infektif di dapat dari 2 k ultur terpisah : Streptococci viridans, viridans, Streptococcus bovis atau bovis atau grup HACEK, atau 23
Community acquires Staphylococcus aureus atau aureus atau enterococci, enterococci, tanpa ada fokus primer. Kultur darah positif menetap didapatkan berulang mikroorganisme yang konsisten dengan endokarditis infektif dari : Kultur darah diambil terpisah selang 12 jam atau Semua kdari tiga tiga atau mayoritas dari ≥ 4 kultur darah da rah terpisah (dengan sample awal dan akhir diambil terpisah ≥ 1 jam) Hal-hal yang harus diperhatikan :
dikultur pada media agar darah dan diinkubasi selma 18-24 jam pada suhu 37°C
koloni: transparan, jernih, bulat dengan tepi rata, diameter 0,5mm
streptococcus memerlukan media yang kaya nutrisi. Sebaiknya menggunakan media agar infusion dan kaldu seperti triptic soy heart infusion
Media harus bebas dari gula tereduksi, karena gula tersebut dapat menghambat hemolisis beta dari streptococcus
pH med media seba ebaikny knya 7,37,3-7, 7,4 4
per perbeda bedaan an kons konsen enttrasi dar darah akan kan ber berpeng pengaaruh pada pada ukur ukuran an area area ker kerusak usakaan eri eritro trosit (diam diameeter ter zona zona hambatan) dan akan mempengaruhi penentuan tipe hemolisis
plat plat aga agar yang ang idea ideall unt untuk isol solasi asi pri primer mer ada adalah lah yang ang meng mengaandun ndung g 5% dar darah defr efrribi ibinas nasi deng dengaan ketebalan kurang lebih 4mm Membuat preparat Gelas obyek yang bersih dan steril, bebaskan dari lemak dengan memanaskan di atas nyala api spiritus
Teteskan satu ose NaCl pada gelas obyek tersebut.
Dengan ose steril, ambil sedikit dari satu koloni kuman, ratakan pada gelas obyek sehingga membentuk diameter 1 – 2 cm, campur dengan NaCl tadi sampai homogen kemudian tipiskan
Panaskan gelas obyek di atas nyala api lampu spiritus sambil diayunkan secukupnya (jarak preparat dengan nyala api api kira-kira 20 cm), sampai sampai preparat tersebut kering
24
Teteskan formalin 1 % tunggu selama 5 menit dan keringkan sekali lagi. Setelah betul-betul kering, preparat siap dicat
B. Pengecatan Gram
Skema cara pengecatan Gram : Preparat yang telah siap dicat, digenangi dengan cat Gram A selama 1 – 3 menit
Cat dibuang, lalu preparat dicuci dengan air mengalir
Preparat digenangi cat Gram B selama 0,5 – 1 menit
Cat dibuang, lalu preparat dicuci dengan air mengalir
Preparat ditetesi dengan cat Gram C sampai warna cat tepat dilunturkan.
Cat dibuang, lalu preparat dicuci dengan air mengalir
Preparat digenangi dengan cat Gram D selama 1 – 2 menit
Sisa cat dibuang lalu preparat dicuci dan dikeringkan dalam udara kamar (posisi miring)
Preparat siap diamati di bawah mikroskop
Identifikasi Streptococcus
25
a. Streptococcus α hemolitikus. Pada media, tampak zona samar -samar di sekitar koloni sering disertai perubahan warna medium menjadi kehijau-hijauan atau kecoklatan. Lebar zona 1-2 mm, dengan tepi tidak jelas. Ini disebabkan lisis sebagian eritosit. b. Streptococcus β hemolitikus. Pada media tampak zona jernih tidak berwarna di sekitar koloni. Lebar zona 2-4 cm dengan tepi jelas. Ini akibat lisis sempurna eritrosit. c. Streptococcus γ (Non hemolisis). Tidak tampak aktivitas hemolisis dan tidak terjadi perubahan di sekitar koloni.
26
IV.
Keterkaitan Antar Masalah
Ny. A 45 tahun menderita rheumatic fever waktu kecil
Komplikasi S. Viridans
Endokarditis
Nyeri punggung
Demam
Sesak Nafas
Berkeringat
27
Berat badan turun 5 kg sejak 6 minggu yang lalu
Anoreksia
Menggigil
V.
LEARNING ISSUE
Pokok Bahasan
S. viridans
What I know
Endokarditis
What I have to
How will I
prove
learn
Morfologi klasifikasi Sifat habitat penyakit+komplika si cara penularan pencegahan pengobatan
Hubungan
Gambaran
patogenesis,
Hubungan
umum
prognosis, tata
rheumatic fever
laksana+
dengan keluhan
pencegahan
yang dialami
Gambaran
patogenesis, tata
Hubungan
umum
laksana+
endokarditis
pencegahan,
dengan keluhan
Internet,
prognosis
yang dialami
textbook,
Gambaran umum
Rheumatic fever
What I don’t know
S.viridans dengan rheumatic fever dan endokarditis
Pemeriksaan
Gambaran
Jenis-jenis, cara
Hubungan hasil
fisik
umum
pemeriksaan,
pemeriksaan fisik
interpretasi
dengan endokarditis
Pemeriksaan
Gambaran
Jenis-jenis, cara
Hubungan hasil
Spesifik
umum
pemeriksaan,
pemeriksaan
interpretasi
spesifik dengan endokarditis
Pemeriksaan
Gambaran
Jenis-jenis, cara
Hubungan hasil
penunjang
umum
pemeriksaan,
pemeriksaan
interpretasi
penunjang dengan endokarditis
Imunologi
Gambaran
Respon imun 28
Reaksi imun
jurnal
umum
terhadap S.viridans
terhadap S. viridians
Infeksi
Gambaran
Definisi, cara
Pengaruh infeksi
nosokomial
umum
pencegahan
nosokomial terhadap keluhan yang ada
VI. Sintesis 1.
S. viridans a.
Morfologi
Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negative. Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang negatif gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein. Salah satu contoh dari streptococcus viridans adalah streptococcus mutans. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positf (+), bersifat non motil (tidak bergerak), berdiameter 12 μm, bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk bulat atau bulat telur, tersusun seperti rantai 0
dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18 C – 0
40 C. 29
b. Klasifikasi Hemolisis
Klasifikasi yang paling praktis adalah dengan mengelompokkan streptokokus ke dalam β hemolitik, α hemolitik, atau nonhemolitik. Klasifikasi pola hemolitik digunakan terutama untuk streptokokus dan tidak untuk bakteri lain yang menyebabkan penyakit dan secara khas menghasilkan berbagai hemolisin. Substansi spesifik grup (klasifikasi Lancefield)
Asam panas atau ekstrak enzim mengandung substansi karbohidrat yang spesifik grup. Substansi ini membuat presipitin bereaksi dengan antiserum spesifik yang memungkinkan penyusunan menjadi grup A-H dan K-U. penentuan jenis umumnya dilakukan hanya pada grup A-C, F dan G, yang menyebabkan penyakit pada manusia dan ketersediaan reagen yang memungkinkan penentuan jenis menggunakan aglutinasi sederhana atau reaksi warna. Polisakarida kapsular
Spesifiitas
antigenic
pada
polisakarida
kapsular
digunakan
untuk
menggolongkan
Streptokokus pneumoniae menjadi lebih dari 90 jenis dan unutk menggolongkan streptokokus grup B. Reaksi biokimia
Pemeriksaan biokimia meliputi reaksi fermentasi gula, pemeriksaan enzim, dan uji sensitivitas atau resistensi terhadap zat kimia tertentu. Pemeriksaan biokimia paling sering digunakan untuk menggolongkan streptokokus setelah pengamatan terhadap pertumbuhan koloni dan sifat hemolisis. Pemeriksaan biokimia digunkana untuk spesies yang secara khas tidak bereaksi dengan preparat antibody yang biasa digunakan untuk substansi spesifik grup A, B, C, F, dan G. Dari penjelasan di atas, berdasarkan hemolisis, streptococcus viridans diklasifikan sebagai α hemolitik, tetapi dapat juga non hemolitik. Berdasarkan klasifikasi lancefield, streptococcus viridans tidak dapat diklasifikasikan karena tidak bereaksi dengan antibody yang umumnya 30
digunakan untuk klasifikasi lancefield. Streptococcus viridans dapat diklasifikasikan dengan serangkaian pemeriksaan kimia. c. Sifat
Umumnya streptokokus bersifat anaerob fakultatif, hanya beberapa jenis yang bersifat anaerob obligat. Pada umumnya tekanan O2 harus dikurangi, kecuali untuk enterokokus. Pada perbenihan biasa, pertumbuhannya kurang subur jika ke dalamnya tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk pertumbuhan o
o
37 C, pertumbuhannya cepat berkurang pada 40 C. Streptococcus hemolyticus meragi glukosa dengan membentuk asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhannya. Tumbuhnya akan subur bila diberi glukosa berlebih dan diberikan bahan yang dapat menetralkan asam laktat yang terbentuk. Streptococcus pyogenes mudah tumbuh dalam semua enriched media. Untuk isolasi primer harus dipakai media yang mengandung darah lengkap, serum atau transudat misalnya cairan asites
atau
pleura.
Penambahan
glukosa
dalam
konsentrasi
0,5%
meningkatkan
pertumbuhannya tetapi menyebabkan penurunan daya lisisnya terhadap sel darah merah. Dalam lempeng agar darah yang dieram pada 370C setelah 18-24 jam akan membentuk koloni kecil ke abu-abuan dan agak opalesen, bentuknya bulat, pinggir rata, pada permukaan media, koloni tampak sebagai setitik cairan. Streptokokus membentuk 2 macam koloni, mucoid dan glossy. Yang dahulu disebut matt , sebenarnya bentuk mucoid yang telah mengalami dehidrasi. Koloni berbentuk mucoid dibentuk oleh kuman yang berselubung asam hialuronat. Tes katalasa negatif untuk streptokokus, ini dapat membedakan dengan stafilokokus di mana tes katalase positif. Juga streptococcus hemolyticus grup A sensitif pada cakram basitrasin 0,2 μg, sifat ini digunakan untuk membedakan dengan grup lainnya yang resisten terhadap basitrasin. S. viridans berkoloni di daerah orofaring, saluran gastrointestinal, saluran Genitourinary (GO), dan jarang pada kulit. Pertumbuhannya tidak dihambat oleh optokin, dan koloninya tidak larut dalam empedu (deoksikolat). Pada kelompok viridian akan terlihat hemolisis-alpha yang ditandai oleh perubahan warna kehijauan disekitar koloni setelah 18-24 jam bila 0
diinkubasi pada suhu 37 C. Bila Streptococcus kelompok ini diinkubasi pada suhu rendah 31
maka akan terlihat zone jernih diluar zone kehijauan. Zone ini tidak akan berubah warna meskipun diinkubasi lebih lama.
d. Habitat
Streptococcus viridans merupakan anggota flora normal yang paling umum pada saluran pernapasan bagian atas dan berperan penting untuk menjaga keadaan normal selaput mukosa disitu. Bakteri ini dapat mencapai aliran darah akibat suatu trauma dan menyebabkan endokarditis pada katup jantung yang abnormal.
e. penyakit+komplikasi
A. Pemyakit yang terjadi karena invasi Streptoccocus beta hemolyticus grup A
Erisipelas
Sepsis puerpuralis
Sepsis
B. Penyakit yang terjadi karena infeksi lokal Streptococcus beta hemolitikus grup A
Radang tenggorok
Impetigo
C. Endokarditis bakterialis
Endokarditis bakterialis akuta
Penyakit ini timbul pada bakteremia oleh streptococcus beta hemolyticus, pneumokokus, stefilokokus, ataupun coliform organism negatif gram. Pada pecandu narkotika, stafilokokus dan kandida merupakan penyebab utama terjadinya endokarditis. Penyakit ini dapat mengenai katup jantung yang normal maupun yang telah mengalami deformasi, dan menyebabkan terjadinya endokarditis bakterialis ulseratif yang akut. Destruksi katup jantung yang terjadi secara cepat 32
maupun rupture chordae tendinae, seringksli menyebabkan terjadinya kematian dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu.
Endokarditis bakterialis subakuta
Penyakit ini terutama mengenai katup jantung yang abnormal, lesi rematik, kalsifikasi ataupun penyakit jantung kontinental. Penyebabnya terutama streptococcus viridans dan streptococcus faecalis; stafilokokus kadang-kadang dapat menjadi penyebabnya, tetapi pada hakekatnya setiap mikroorganisme, termasuk fungi dapat menjadi penyebabnya.
D. infeksi lainnya Berbagai
macam
streptokokus
terutama
enterokokus,
merupakan
penyebab
infeksi
traktus urinarius. Streptokokus anaerob, normal dapat ditemukan dalam traktus genitalis wanita, dan dalam mulut dan dalam intestinum. Kuman ini dapat menimbulkan lesi supuratif, baik sendirian ataupun bersama kuman anaerob lainnya, biasanya golongan bakteriodes. Infeksi yang demikian dapat terjadi dalam luka, emdometritis postpartum, sehabis terjadi ruptura dari suatu viscus abdominalis, atau pada peradangan paru-paru yang kronis. Pus yang timbul biasanya berbau busuk. E. penyakit pasca infeksi streptoccocus beta hemolyticus grup A Setelah suatu infeksi streptokokus grup A, terutama radang tenggorokan, dapat disusul suatu masa laten selama 2-3 minggu, setelah mana dapat timbul nefritis atau demam demam rheuma. Adanya masa laten ini menunjukkan bahwa penyakit yang timbul setelah infeksi streptokokus bukan merupakan akibat langsung dari penyebaran bakteri, melainkan merupakan reaksi hipersensitif daripada organ yang terkena terhadap zat anti streptokokus.
Glumerulonefritis akut
Penyakit ini dapat timbul 3 minggu setelah infeksi kuman streptokokus, tetutama dari tipe 1, 4, 12, 18, 25, 49, dan 57. jenis tertentu memang beesifat nefritogenik. Pada 23% dari anak-anak yang terkena infeksi kulit oleh streptokokus tipe 49 terkenanefritis
hematuria. Tetapi pada
infeksi kuman streptokokus secara random, incidence untuk terjadinya nefritis kurang dari 0,5%. Pada penyakit ini terjadi kompleks antigen zat anti pada selaput basal dari glumerolus. Antigen 33
yang terpenting kemungkinan terdapat dalam selaput protoplas dari streptokokus. Klinis ditemukan adanya demam ringan, malaise, sakit kepala, anoreksia, edema ringan tetapi meliputi seluruh tubuh, hipertensi ringan, dan pendarahan retina. Pada pemeriksaan urin akan ditemukan gross hematuria, proteinsilinder yang terdiri dari sel darah merah, hialin dan granula, dan ditemukan juga adanya sel darah putih dan sel epithel. Pada pemeriksaan darah, titer ASO meningkat dan ada retensi nitrogen. Beberapa penderita dapat meninggal atau dapat timbul glumerulonefritis kronik dengan payah ginjal, tetapi sebagian besar dari penderita sembuh sepenuhnya.
Jantung rheuma
Demam rheuma atau rheumatic fever merupakan sequelae infeksi streptococcus hemolyticus yang paling serius, sebab dapat mengakibatkan kerusakan pada otot dan katup jantung. Patogenesis rheuma belum jelas tetapi ada yang menyatakan bahwa streptococcus grup A mempunyai struktur glikoprotein yang sama dengan otot dan katup jantung manusia. Timbulnya demam rheuma biasanya didahului oleh infeksi streptokokus grup A 2-3 minggu sebelumnya. Infeksinya mungkin hanya ringan tanpa memberikan gejala. Infeksi streptokokus yang tidak mendapat pengobatan, pada 0,3-3% dari penderita dapat menyebabkan timbulnya demam rheuma. Kriteria untuk menegakkan diagnosis jantung rheuma dari Jones yang telah dimodifikasi adalah : A. Kriteria mayor: 1. Karditis 2. Khorea Sydenham 3. Nodulus subkutan 4. Eritema marginatum 5. Poliartritis migrans B. Kriteria minor: 1. Demam 2. Poliartralgia
34
3. Perpanjangan P-R interval pada EKG 4. Meningkatkan laju endap darah dan C-reaktive protein 5. Bukti adanya infeksi streptococcus beta hemolyticus sebelumnya. 6. Riwayat adanya demam rheuma atau lesi katup rematik Diagnosis jantung rheuma hampir pasti jika ditemukan 2 kriteria mayor atau lebih. Pada penyakit ini terdapat penebalan dan deformitas katup jantung, da pembentukan badan-badan Aschoff dalam miokardium, yang berupa granuloma perivaskuler yang kecil-kecil yang selanjutnya diganti oleh jaringan parut. Jantung rheuma mempunyai kecenderungan untuk aktif kembali dengan adanya infeksi streptokokus, sedangkan pada nefritis tidak terdapat sifat seperti ini. Pada serangan pertama dari jantung rheuma hanya timbul sedikit kerusakan pada jantung, tetapi kerusakan terus bertambah pada serangan-serangan berikutnya. Jadi yamg penting ialah mencegah terjadinya infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada penderita yang bersangkutan, yaitu dengan memberikan penisilin dalam dosis eradikasi. Jika penderita tidak tahan penisilin dapat diberikan eritromosin. Pengobatan profilaktik diberikan terus sampai umur 25 tahun atau bahkan seumur hidup. f.
Pengobatan
Antibiotika telah mengubah prognosis semua macam infeksi streptokokus secara radikal. Pengobatan yang dini dan teratur dengan antibiotika pada umumnya memberikanpenyembuhan. Semua streptococcus beta hemolyticus grup A sensitif terhadap penisilin G. Ada beberapa yang resisten terhadap tetrasiklin. Pada endokarditis bakterialis, tes sensitivitas kuman berbagai macam antibiotika sangat diperlukan, karena hasilnya penting untuk menentukan pengobatan yang optimum. Aminoglikosida sering dapat mempertinggi daya kerja penisilin terhadap kuman streptokokus, terutama enterokokus. Obat-obatan antibiotika tidak berpengaruh terhadap glumerulonefritis dan demam rheuma yang telah terjadi. Namun pada infeksi streptokokus yang akut, harus diusahakan untuk membasmi bersih kuman streptokokus dari tubuh penderita, yang berarti mencegah terbentuknya antigen yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit setelah infeksi streptokokus. Obat-obat antibiotika juga bermanfaat untuk mencegah atau untuk mengobati penderita rheuma terhadap reinfeksi oleh streptococcus beta hemolyticus grup A g.
Pencegahan 35
Sejumlah kuman streptokokus, misalnya streptococcus viridans dan enterokokus, merupakan sebagian dari flora normal pada tubuh manusia. Kuman-kuman ini hanya akan menimbulkan penyakit jika terdapat di luar tempat-tempat di mana mereka biasanya berada, misalnya pada katup jantung. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya hal itu, tetutama pada waktu melakukan tindakan-tindakan operatif pada traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan traktus urinarius, dimana sering menyebabkan terjadinya bakteremia temporer, pemberian obat-obat antibiotika sangat diperlukan untuk mencegah atau pengobatan dini terhadap infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada penderita yang diketahui mempunyai kelainan katup jantung. Sumber infeksi kuman streptokokus dapat berasal dari penderita atau dari carrier . Penularan terjadi secara droplet dari traktus respiratorius atau dari kulit. Susu sapi yang mengandung streptococcus hemolyticus dapat menjadi penyebab epidemi. Dalam hal ini penentuan grup dari tipe kuman streptokokus penting untuk mencari jejak dan sumber penularannya. Cara kontrol yang terpenting ialah: a. Pada penderita dengan infeksi streptokokus grup A pada traktus respiratorius ataupun kulitnya harus diberikan pengobatan antibiotika secara intensif b. Pada penderita yang pernah mendapat serangan demam rheuma harus diberikan antibiotika dalam dosis profilaksis. Pada penderita glumerulonefritis tidak diberikan profilaksis, karena jumlah kuman streptokokus tipe nefritogenik tidak banyak. c. Eradiksi streptokokus grup A dari carrier d. Untuk mencegah penyebaran kuman streptokokus, dapat dilakukan dengan cara mencegah pengotoran oleh debu, ventilasi yang baik, saringan udara, sinar ultra violet, dan pemakaian aerosol. Susu sapi harus selalu di pasteurisasikan
2.
Rheumatic fever
Rheumatic fever adalah suatu gejala yang disebabkan oleh lanjutan infeksi dari streptococcus beta hemolyticus. Infeksi ini pada awalnya akan mengaktifkan sistem imun. Seberapa sistem imun yang aktif ini sangat ditentukan oleh faktor virulensi dari bakteri itu sendiri. Beberapa protein yang cukup penting dalam faktor antigenitas adalah protein M dan N asetil glukosamin 36
pada dinding sel bakteri. Kedua faktor antigen itu akan dipenetrasikan oleh makrofag ke sel CD4+. Selanjutnya CD4 akan menyebabkan proliferasi dari sel T helper 1 dan 2 melalui berbagai sitokin antara lain IL 2, IL12, dll.Th1 akan menghasilkan interferon yang berfungsi untuk merekrut makrofag lain datang ke tempat terjadinya infeksi. Dan juga keberadan IL4 dan IL10 juga menjadi salah satu faktor perekrutan makrofag ke tempat tersebut. Selain itu Thjuga akan mengaktifaasi sel B yang merupakan sel memori dengan memproduksi IL4. Keberadaan sel inilah yang akan memungkinkan terjadinya autoimun ulang apabia terjadi pajanan terhadap bakteri ini lagi. Setelah sel B aktif akan mengaktifkan IgE dan IgG. Apabila terinfeksi lagi dengan bakteri tersebut akan terjadi pengaktifan jalur komplemen yang merupakan jalan cepat untuk mengenali antigen Streptococcus beta hemolyticus yaitu protein M dan N asetil glukosamin. Yang jadi masalah adalah protein M ini mirip dengan sel endokardium jantung bagian protein miosin dan tropomiosin jantiung, lalu luminin pada katup jantung, vimentin pda synovial, keratin pada kulit, dan lysoganngiosida pada subtalamikus dan nukleus caudatus di otak. Reaksi imun yang terjadi akan menyebabkan reaksi imun yang berulang-ulang akibat respon imun mengira jaringan kita adalah Streptococcus. Kejadian ini akan menyebabkan meningkatnya makrofag, sehingga makrofag itu akan menyatu membentuk mirip sel epitel yang disebut epiteloid dan penggabungan granuloma ini disebut aschoff body. Penyerangan ini akan menyebabkan jaringan akan rusak atau lisis. PENGOBATAN
Terapi ditujukan langsung untuk menghilangkan faringitis GABHS (jika masih ada), menekan inflamasi dari respon autoimun, dan menyediakan pengobatan suportif untuk congestive heart failure (CHF). Pengobatan inflamasi akut sebagai manifestasi RF akut terdiri dari salisilat dan steroid. Aspirin pada dosis anti inflamasi menurunkan secara efektif semua manifestasi penyakit ini kecuali chorea.
3. Endokarditis Endokarditis bakterialis akuta
37
Penyakit ini timbul pada bakteremia oleh streptococcus beta hemolyticus, pneumokokus. Stafilokokus, ataupun coliform organisms negatif Gram. Pada pecandu narkotika, stafilokokus dan kandida merupakan penyebab utama terjadinya endokarditis. Penyakit ini dapat mengenai katup jantung yang normal ataupun yang telah mengalami deformasi, dan menyebabkan terjadinya endokarditis bakterialis ulseratif yang akut. Destruksi katup jantung yang terjadi secara cepat ataupun ruptura chordae tendinae, seringkali menyebabkan terjadinya kematian dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu. Endokarditis bakterialis subakuta
Penyakit ini terutama mengenai katup jantung yang abnormal, lesi rematik, kalsifikasi atau pun penyakit jantung kongenital. Penyebabnya terutama Streptococcus viridans dan Streptococcus faecalis; Stafilokokus kadang-kadang dapat menjadi penyebabnya, tetapi pada hakekatnya setiap mikroorganisme termasuk fungi, dapat menjadi penyebabnya. Setelah ekstraksi gigi, paling sedikit pada 30% dari penderita terjadi bakteremia oleh Streptococcus alpha hemolyticus. Kuman ini merupakan flora normal pada traktus respiratorius bagian atas dan penyebab utama endokarditis subakut.Sedangkan 5-10% dari kasus disebabkan oleh Streptococcus faecalis (enterokokus). Lesinya bersifat progresif, suatu penyembuhan yang sedang terjadi akan disertai suatu peradangan yang aktif. Timbul suatu vegetasi yang terdiri dari fibrin, trombosit, dan bakteri yang melekat pada daun katup jantung. Tanpa pengobatan penyakitnya bersifat fatal. Klinis akan menemukan adanya demam, anemia, kelemahan, bising jantung yang abnormal, kelainan ginjal, pembesaran limpa dan emboli.
Tata Laksana
Semua Streptococcus beta hemolyticus grup A sensitif terhadap penisilin G. Ada beberapa resisten terhadap tetrasiklin. Pada endokarditis bakterialis, tes sensitivitas kuman terhadap berbagai macam antibiotika sangat diperlukan, karena hasilnya penting untuk menentukan pengobatan yang optimum.
Cara kontrol yang terpenting ialah : 1. Pada penderita dengan infeksi Streptokokus grup A pada trektus respiratorius ataupun kulitnya harus diberikan pengobatan antibiotika secara intensif. 38
2. Pada penderita yang pernah mendapat serangan demam rheuma harus diberikan antibiotika dalam dosis profilaksis. Pada penderita glomerulonefritis tidak diberikan profilaksis, karena jumlah kuman Streptokokus tipe nefritogenik tidak banyak. 3. Eradikasi Streptokokus grup A dari carrier. 4. Untuk mencegah penyebaran kuman Streptokokus, dapat dilakukan dengan cara mencegah pengotoran oleh debu, ventilasi yang baik, saringan udara, sinar ultraviolet, dan pemakaian aerosol. Susu sapi harus selalu dipasteurisasikan. 4. Pemeriksaan fisik KESADARAN
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri. TINGKAT KESADARAN KOMPOS MENTIS, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya.
pasien
dapat
menjawab
pertanyaan
pemeriksa
dengan
baik.
APATIS, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuk tak acuh terhadap
lingkungannya. DELIRIUM, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun
yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta. SOMNOLEN (letergia, obtundasi, hipersomnia) , yaitu keadaan mengantuk yang masih
dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali. SOPOR (stupor) , yaitu keadaan mengantuk yang dalam, Pasien masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik. SEMI-KOMA (koma ringan) , yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons
terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil)
masih
baik.
Respons
terhadap
39
rangsang
nyeri
tidak
adekuat.
KOMA, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri.
Frekuensi Pernapasan
Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali permenit. Bila frekuensi kurang dari 16 kali per menit disebut bradipneu, sedangkan bila lebih dari 24 kali per menit disebut takipneu. Pernapasan yang dalam disebut hiperpneu, sedangkan pernapasan yang dangkal disebut hipopneu. Kesulitan bernapas atau sesak napas disebut dispneu. Sifat pernapasan pada perempuan biasanya abdomino torakal, yaitu pernapasan torakal lebih dominan, sedangkan pada pria torako abdominal, yaitu pernapasan abdominal lebih dominan.
Tekanan darah
Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti berikut - 120 /80 mmHg. Nomor atas (120) menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan sistole. Nomor bawah (80) menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastole. Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat Anda istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari. Bila tekanan darah diketahui lebih tinggi dari biasanya secara berkelanjutan, orang itu dikatakan mengalami masalah darah tinggi. Penderita darah tinggi mesti sekurang-kurangnya mempunyai tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat. Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronis di mana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah yang disepakati normal (kabo,2010). Tekanan darah yang disepakati menurut JNC VII tahun 2003 dapat dilihat pada table di bawah ini : 40
Klasifikasi
Tekanan
Sistol (mmHg)
Diastole (mmHg)
Normal
<120
<80
Pre-hipertensi
120-139
80-89
Hipertensi tingkat 1
140-159
90-99
Hipertensi tingkat 2
160 atau >160
100 atau >100
Darah
Suhu o
o
o
Suhu tubuh yang normal adalah 36 C - 37 C. pada pagi hari mendekati 36 C dan pada sore o
o
hari mendekati 37 C. Pengukuran suhu di rectum juga akan lebih tinggi 0,5-1 C, o
dibandingkan dengan suhu mulut dan suhu mulut 0,5 C lebih tinggi dibandingkan suhu aksila. Pada keadaan demam suhu akan meningkat, sehingga suhu dapat dianggap sebagai thermostat keadaan pasien. Suhu merupakan indicator penyakit, oleh sebab itu pengobatan demam tidak cukup hanya diberikan antipiretika, tetapi harus dicari apa etiologinya dan bagaimana menghilangkan etiologi tersebut. 5. Pemeriksaan Spesifik
KEPALA Cara Kerja : 1. Atur posisi pasien duduk, atau berdiri 2. Bila pakai kaca mata dilepas 3. Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang kepala 4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis. MATA A. Bola mata Cara Kerja : 1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus, strabismus. 2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus. 41
3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri 4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm 5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk mengetahui fungsi otot gerak mata. B. Kelopak Mata 1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion, alismata rontok, lesi, xantelasma. 2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata C. Konjungtiva, sclera dan kornea 1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan 2. Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat adanya kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis ) 3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi / benjolan ( norma : putih ) 4. Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam transparan dan jernih ) D. Pemeriksaan pupil 1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan 2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial 3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan kanan dan kiri Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis E. Pemeriksaan tekanan bola mata Tampa alat : Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri. Dengan alat : Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus ) F. Pemeriksaan tajam penglihatan 1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien. 42
2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak hurup yang ditunjuk perawat. 3. Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata ( atau dengan alat penutup ). 4. Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai bawah. 5. tentukan tajam penglihatan pasien G. Pemeriksaan lapang pandang 1. perawat berdiri di depan pasien 2. bagian yang tidak diperiksa ditutup 3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari ) 4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan 5. jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari TELINGA
Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membrane tympani 1. Atur posisi pasien duduk 2. Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk, adanya lesi atau bejolan. 3. tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya : lesi, cerumen, dan cairan yang keluar. 4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.catat adanya nyeri telinga. 5. Masukkan spikulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amati lubang telinga dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang. 6. Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya. ( normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh ) 7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.
Pemeriksaan fungsi pendengaran Tujuan : menentukan adanya penurunan pendengaran dan menentukan jenis tuli persepsi atau konduksi. Tehnik pemeriksaan : 1. Voice Test ( tes bisik ) 43
Cara Kerja :
Dengan suara bilangan 1. perawat di belakang pasien dengan jarak 4-6 meter 2. bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup 3. bisikkan suatu bilangan ( tujuh enan ) 4. beritahu pasien untuk mengulangi bilangan tersebut 5. bandingkan dengan telinga kiri dan kanan
Dengan suara detik arloji 1. pegang arloji disamping telinga pasien 2. beritahu pasien menyatakan apakah mendengar arloji atau tidak 3. Kemudian jauhkan, sampai pasien tidak mendengar ( normal : masih terdengar pada jarak 30 cm ) 4. lakukan pada kedua sisi telinga dan bandingkan
2. Test garputala
Rinne test 1. Perawat duduk di sebelah sisi pasien 2. Getarkan garputala, dengan menekan jari garputala dengan dua jari tangan 3. letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien agar memberitahu bila tidak merasakan getaran. 4. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari garputala pada lubang telinga, dan anjurkan penderita agar memberutahu mendengar suara getaran atau tidah. Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung garputala didekatkan pada lubang telinga.
Weber test 1. getarkan garputala 2. Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien 3. Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar lebih keras ( lateralisasi kana/kiri). Normalnya getaran didengar sama antara kanan dan kiri.
Scwabach Test 1. Getarkan garputala 2. letakkan ujung jari garputala pada lugang telinga pasien 44
3. kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan pemeriksa. 3. Test Audiometri
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan 1. Test Romberg 2. Test Fistula 3. Test Kalori
HIDUNG DAN SINUS
Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus 4. Pemeriksa duduk di hadapan pasien 5. Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya benjolan, tanda radang, dan bentuk khusus hidung. 6. Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyeri 7. Palpasi 4 sinus hidung ( frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris ) catat : adanya nyeri tekan
Inspeksi hidung bagian dalam 1. Pemeriksa duduk dihadapan pasien 2. Pakai lampu kepala dan elevasikan ujung hidung dengan jari 3. Amati lubang hidung luar, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi. 4. masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.
Pemeriksaan potensi hidung 1. Duduklah dihadapan pasien 2. Tekan salah satu lubang hidung, beritahu pasien untuk menghembuskan napas lewat hidung. 3. Lakukan bergantian, suruh pasien merasakan apakah ada hambatan, dan bandingkan kanan dan kiri.
Pemeriksaan fungsi penghidu 1. Mata pasien dipejamkan 2. Salah satu lubang hidung ditekan
45
3. Gunakan bahan yang mudah dikenali, dekatkan ke lubang hidung dan minta pasien untuk menebaknya 4. Lakukan pada ke dua sisi. MULUT DAN TONSIL 1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa 2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing 3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa 4. Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu. 5. Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi. 6. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh “ A “, amati uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang. 7. Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda radang tonsil. LEHER Kelenjar Tyroid Inspeksi : Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan Palpasi : Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari tulang krokoid dan kesamping, catat : adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran. Auskultasi : Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak terdapat )
Trakhea Inspeksi : Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver ( pada saat denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ), Normalnya : simetris ditengah.
JVP ( tekanan vena jugularis )
46
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis, beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya : saat duduk setinggi manubrium sternum. Atau Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi manubrium s. ) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena, ukur tinggi denyut vena dengan penggaris. Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.
Bising Arteri Karotis Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada bising.
Thoraks:
Jantung adalah organ berupa otot ,berbentuk kerucut ,berongga dan dengan basisnya diatas dan puncaknya di bawah. Apeksnya miring kesebelah kiri . berat jantung kira0kira 300 gram . Kedudukan jantung . Jantung berada didalam torax antara kedua paru-paru dan dibelakang
sternum dan lebih menghadap kekiri daripada ke kanan .kedudukannya yang tepat dapat digambarkan pada kulit dada kita .sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan , 2 cm dari sternum ,keatas ke tulang rawan iga kedua kiri, 1cm dari sternum menunjuk kedudukan basis jantung tempat pembuluh darah masuk dan keluar. Titik di sebelah kiri antara iga kelima dan keenam atau di dalam ruang interkostal kelima kiri 4 cm dari garis medial menunjuk kedudukan apex jantung yang merupakan ujung tajam dari ventrikel. Struktur jantung . ukuran jantung kira-kira sebesar kepalan tangan . jantung dewasa beratnya
antara 200-260 gr.di sebelah kiri terdapat 1 atrium dan 1 ventrikel, di kanan juga terdapat 1 atrium dan 1 ventrikel. MurmurJantung Murmur jantung adalah bunyi yang dihasilkan oleh aliran darah maju melalui satu katup yang sempit atau kontriksi ke pembuluh ruang yang dilatasi atau aliran balik darah melalui katup yang tak kompeten atau defek septal. Klasifikasi murmur didasarkan pada ketepatan waktu pada siklus 47
jantung. Murmur diastolic terjadi setelah bunyi S2 dan sebelum awitan S1 selanjutnya. Murmur digambarkan selanjutnya menurut letak anatomi pada dada anterior dimana bunyi jantung terdengar paling keras. Adanya penyebaran bunyi juga harus diperhatikan. Kualitas bunyi yang dihasilkan digambarkan sebagai bunyi tiupan parau, bunyi gaduh, atau bunyi musik alami. Intensitas atau kekerasan bunyi murmur digambarkan dengan menggunakan system tingkatan. Tingkat I terdengar redup dan hampir tak terdengar; tingkatan II adalah bunyi lembut; tingkatan III terdengar tapi tak teraba; tingkat IV dan tingkat V murmur berhubungan dengan getaran yang teraba dan murmur tingkat IV teraba tanpa stetoskop. MurmurSistolik
Seperti dijelaskan sebelumnya, bunyi S1 dihasilkan oleh menutupnya katup mitral dan tricuspid serta menandakan awitan sistol ventrikel. Murmur terjadi setelah S1 dan sebelum S2 yang diklasifikasikan sebagai murmur sistolik. Selama sistol ventrikel katup aortic dan pulmonik terbuka. Jika salah satu dari katup ini stenosis atau menyempit, bunyi diklasifikasikan sebagai terdengar murmur ejeksi midsistolik. Karena katup AV menutup sebelum darah diejeksikan melalui katup aortic dan dihubungkan dengan stenosis aortic dan stenosis pulmonik yang digambarkan sebagai kresendo-dekresendo atau bentuk intan, yang berarti bahwa bunyi meningkat, kemudian menurun intensitasnya. Kualitas bunyi murmur ini adalah bunyi parau dan nada tinggi sedang. Bunyi murmur disebabkan oleh stenosis aorta , paling jelas diarea aortic dan dapat menyebar ke leher. Bunyi murmur stenosis pulmonik terdengar paling jelas di area pulmonik. Murmur regurgitasi sistolik disebabkan oleh aliran darah balik darah dari area yang bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah. Insufisiensi katup mitral atau tricuspid atau defek septum ventrikel akan menghasilkan regurgitasi sistolik murmur, yang mempunyai kualitas parau dan tiupan. Bunyi digambarkan sebagai holosistolik, yang berarti murmur mulai segera setelah S1 dan berlanjut sepanjang systole sampai S2. Insufisiensi mitral menghasilkan jenis murmur ini, terdengar paling mudah di area apeks dan menyebar ke area aksila. Jenis murmur ini mengubungkan dengan insufisiensi tricuspid, terdengar paling keras di batas kiri bawah sternum dan intensitasnyan meningkat selama inspirasi. Murmur ini dapat menyebar ke apeks jantung. Defek septal ventrikel juga menghasilkan bunyi parau, tiupan bunyi holosistolik disebabkan oleh 48
aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui defek pada septum selama sistol. Bunyi murmur terdengar paling jelas di area interkostal keempat dan kelima pada kedua sisi sternum dan disertai dengan getaran yang teraba. Murmur Diastolik
Terjadi setelah S2 dan sebelum bunyi S1 berikutnya. Selama sistol katup aortic dan pulmonik, sementara itu katup mitral dan tricuspid terbuka untuk memungkinkan pengisian ventrikel. Insufisiensi katup pulmonik dan aortic menghasilkan suatu murmur diastolic tiupan yang timbul segera setelah S2 dan mengalami penurunan intensitas sesuai regurgitasi aliran menurun sepanjang diastole. Murmur ini digambarkan sebagai murmur diastolic dekresendo awal. Murmur insufisiensi aortic terdengar paling jelas di area aortic dan dapat menyebar sepanjang batas sternum kanan bawah ke apeks. Insufisiensi katup pulmonik menghasilkan bunyi murmur yang terdengar paling jelas di area pulmonik. Stenosis atau penyempitan katup mitral atau tricuspid juga akan menghasilkan murmur diastolic. Katup AV membuka pada middiastol dengan singkat setelah menutup, menyebabkan perlambatan antara S2 dan mulainya murmur dari stenosis mitral dan tricuspid. Murmur ini menurun dalam intensitas dari awitannya, kemudian meningkat lagi saat pengisian ventrikel meningkat karena kontraksi atrium. Ini disebut dekresendo-kresendo. Murmur berhubungan dengan stenosis mitral terdengar paling jelas di apeks dengan posisi pasien miring sedikit ke sebelah kiri. Stenosis tricuspid menghasilkan bunyi murmur yang mengingkat dalam intensitas karena inspirasi dan terdengar paling keras.
6. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium 1. Kultur darah. Pemeriksaan yang terpenting adalah kultur darah. Kultur darah yang positif merupakan criteria
diagnostic utama dan memberikan petunjuk sensitivitas antimikroba. Beberapa penelitian merekomendasikan kultur darah diambil pada saat tubuh suhu tubuh tinggiKultur darah ini paling tidak diambil 3x (dianjurkan 6x) dalam waktu yang berbeda dalam beberapa jam. Pemeriksaan kultur darah terdiri atas satu botol untuk kuman aerob dan satu botol untuk kuman anaerob dan diencerkan sekurang-kurangnya 1:5 dalam broth media. Minimal jumlah darah yang diambil 5 ml, 49
lebih baik 10 ml pada orang dewasa. Pengambilan sample darah waktu temperature mencapai puncaknya tidak memperbaiki sensitivitas dari pemeriksaan kultur darah. Apabila kultur darah negatif, bias dilakukan pemeriksaan ulang dengan media khusus untuk pertumbuhan mikroba seperti Brucella, Legionella, dsb. 2. Pemeriksaan hematologis lain Anemia
terdapat
Dapat
ditemukan
LED
walaupun
pada
endokarditis
proteinuria tidak
dan
spesifik,
subakut. hematuria
tapi
Leukositosis mikroskopik
meningkat
pada
pada pada
endokarditis
akut.
sekitar
50%
kasus.
dari
90%
kasus.
lebih
Berkurangnya C3, C4, dan CH50 merupakan bukti adanya endokarditis sub akut. 3. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis (neutrofilia), anemia normositik normokrom, peningkatan laju endap darah (LED), immunoglobulin serum meningkat, uji fraksi gamagloblin posotif, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, serta kadar bilirubin darah yang sedikit meningkat. Pada pemeriksaan urin didapatkan proteinuria dan mikrohematuria. Pembiakan darah dilakukan selama 1-3 minggu untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang biak agak lama. Darah diambil tiap hari berturut-turut selama 2-5 hari sebanyak 10 ml, sebelum diberikan antibiotic. Bila antibiotic telah diberikan, hentikan selama 3-7 hari. Paling kurang dua kali pembiakan harus memberikan hasil yang sama. Pada hasil positif dilakukan uji resistensi terhadap antibiotic.
Ekokardiografi
Echocardiography adalah salah satu teknik pemeriksaan diagnostik yang menggunakan gelombang suara dengan frekwensi tinggi untuk memvisualisasikan gambaran struktur dan fungsi jantung dilayar monitor. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit sehingga secara tehnis relatif lebih mudah dilakukan terhadap bayi, anak2 dan orang dewasa. Pemeriksaan ini dapat mendekteksi gerakan otot-otot jantung baik yang normal maupun yang abnormal seperti pada keadaan akibat serangan jantung. Pada anak2
dengan penyakit jantung bawaan. Echocardiography akan dapat
mengindentifikasi berbagai kelain struktrur jantung termasuk kelainan katup dan beberapa kebocoran (defek) di sekat sekat jantung. Keluar masuk pembuluh darah baik yang normal maupun abnormal dapat tervisualisasi dengan baik. Walaupun demikian pada kelain bawaan yang kompleks sekali dan sulit, tidak jarang masih diperlukan pemeriksaan katerisasi jantung sebelum dilakukan tindakan. 50
Dokter akan merekomendasikan pemeriksaan Echocardiography jika ditemukan gejala dan penyakit jantung. Pada orang dewasa umumnya bila ada gejala sakit dada(chest pain), sesak nafas dan tanda-tanda gagal jantung. Bayi dan anak2 yang dicurigai menderita penyakit jantung bawaan seperti PDA, VSD, ASD, TOF dan lain-lain atau penyakit jantung didapat seperti reumatik dan penyakit Kawasaki serta kardiomiopati mutlak memerlukan pemeriksaan Echocardiography. anak-anak yang mendapat pengobatan suntikan anti kanker (sitostatika) sebaiknya diperiksa Echocardiography terlebih dahulu sebelum dimulai dosis awal untuk mengevaluasi seandainya nanti terjadi efek samping obat-obat sitostatika yang dapat merusak otot-otot jantung. Echocardiography dapat memberikan informasi tentang hal-hal seb agai berikut : -
Pembesaran jantung(kardiomegali) yang dapat terjadi akibat tekanan darah tinggi, kebocoran katup jantung atau gagal jantung.
-
Keadaan otot-otot jantung yang lemah atau jantung tidak dapat memompa darah dengan sempurna. Kelemahan otot jantung dapat terjadi akibat tidak memperoleh aliran darah dengan baik karena penyakit jantung koroner.
-
Kelainan struktur jantung seperti yang terdapat pada penyakit jantung bawaan seperti pada kebocoran sekat-sekat jantung.(VSD,ASD) kelainan katup dan pembuluh darah besar serta berbagai kelainan yang telah ditemukan sejak janin dalam kandungan.
-
Evaluasi atau pemantauan selama dilakukan tindakan operasi jantung atau selama prosedur intevensi.
-
Adanya tumor di dalam jantung atau gumpalan darah yang dapat menyebabkan stroke.
-
Ditemukan bising jantung (murmur) baik pada anak maupun orang dewasa.
-
Pada demam rematik dan penjakit jantung rematik.
Adapun indikasi dilakukannya ekokardiografi yakni: 1.
Penyakit katup jantung atau bagi pasien yang pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya bising jantung (mur-mur),
2.
Kondisi dimana ada dugaan adanya penyakit jantung bawaan.
3.
Valuasi kondisi Aorta.
4.
Dugaan adanya hipertensi pulmonal, emboli paru, pembesaran jantung pada pemeriksaan toraks foto atau pada pemeriksaan fisik, dugaan adanya efusi perikard.
5.
Gagal jantung , 51
6.
Adanya aritmia, untuk menilai adanya faktor pencetus intrakardiak,
7.
Evaluasi fungsi jantung pada pemakaian obat,
8. Sebagai guidance/pemandu dalam tindakan fungsi perikard, pemasangan alat pacu jantung dan lain sebagainya. Secara umum ada 4 jenis Ecocardiography yang sering dilakukan yakni : 1.
Transthoracal Echocardiography (TTE)
Merupakan salah satu jenis Echocardiography yang paling sering dilakukan. Tidak terasa sakit. alat transduser diletakan dibeberapa tempat tertentu diatass dinding dada dengan mengirimkan gelombang suara yang dikonversi oleh komputer menjadi gambar yang terlihat digambar monitor. 2.
Transsesophageal Echocardiography (TEE)
Digunakan untuk melihat secara teliti struktur yang lebih dalam seperti aorta dan septum atrium atau katup-katup jantung pada saat operasi atau pada saat dilakukan tindakan intervensi penutupan ASD atau VSD. Transduser dimasukan dan didorong melalui mulut kemudian sampai ke oesophagus. Oleh karena berada pada posisi yang cukup dekat kejantung maka gambaran yang terlihat akan lebih jelas dan akurat dibandingkan dengan hasil TTE. 3.
Stress Echocargraphy
Pemeriksaan ini dilakukan dengan exercise atau makan obat untuk meningkatkan fungsi dan denyut jantung. Beberapa kelainan atau penyakit jantung koroner lebih mudah didiagnosis dengan teknik ini. Pemeriksaan Echocardiography transtorakal atau Echocardiography janin sama sekali tidak ada risiko apa-apa. Namun pada Echocardiography trassesofageal kadang-kadang sedikit mual dan sedikit sulit bernafas sementara namun dapat diatasi dengan pemberian obat. Stress Echocardiography kadang-kadang terjadi efek samping obat-obatan yang digunakan seperti denyut jantung yang bertambah cepat. umumnya tidak ada komplikasi yang serius. 4.
Fedal Echocargraphy (janin)
Pemeriksaan ini dilakukan pada ibu hamil yang mempunyai janin dengan resiko atau dicurigai menderita penyakit jantung bawaan.Biasanya dapat dilakukan mulai kehamilan 18 – 22 minggu. Ekokardiografi adalah yang utama dalam mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan pasien endokarditis infeksi. Ekokardiografi dapat membuktikan massa atau vegetasi intrakardia yang bergerak, abses, pembukaan parsial katub jantung, dan regurgitasi katup yang merupakan criteria 52
mayor pada endokarditis infeksi. Ekokardiografi seharusnya dilakukan pada semua kasus suspek endokarditis infeksi (Evidence based kelas I:level A). Algoritma diagnosis ditampilkan pada gambar 19.1 yang memberikan sebuah pendekatan diagnostik menggunakan ekokardiografi pada kasus “suspect” dan menentukan apakah perlu dilakukan Transesophageal Echocardiography (TEE) atau Transthoracic Echocardiography (TTE). ekokardiografi pertama harus dilakukan dalam 12 jam pertama evaluasi. TEE merupakan teknik yang paling disukai untuk mendiagnosa pasien endokarditis infeksi dewasa yang sulit untuk dilakukan TTE. TEE lebih sensitif daripada TTE untuk mendeteksi adanya vegetasi dan abses jantung. Jika TTE pertama negatif dan diagnosis masih menjadi pertimbangan, TEE harus segera dilakukan (Evidence based kelas I:level A). Pada pasien dengan TTE pertama yang positif dan memiliki resiko tinggi terhadap komplikasi jantung termasuk perluasan infeksi, TEE juga harus segera dilakukan (Evidence based kelas I:level A). Melakukan TEE ulang setelah 7-10 hari setelah TEE pertama negatif sebaiknya dilakukan bila didapatkan kecurigaan klinis terhadap endokarditis infeksi. Pada beberapa kasus, vegetasi pada jantung akan terdeteksi jika mencapai ukuran tertentu atau lubang abses menjadi makin jelas. Peningkatan interval pada ukuran vegetasi melalui serial ekokardiografi, meskipun mendapat terapi antibiotic yang tepat maka memiliki resiko komplikasi yang lebih besar dan membutuhkan pembedahan. TEE berulang juga berguna jika pada pemeriksaan pertama pasitif dan didapatkan keadaan yang memburuk walaupun dalam masa terapi antibiotik (Evidence based kelas I:level A). adanya gejala gagal jantung yang tidak khas, perubahan pada murmur jantung, atrioventricular block yang baru dan aritmia harus segera dilakukan pemeriksaan TEE jika mungkin atau TTE agar tidak terlambat.
53
7.
Imunologi
Respon inflamasi terhadap bakteri gram- dimulai dengan pelepasan sejumlah besar endotoksin berupa LPS. LPS mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu LBP, selanjutnya kompleks LPSLBP ini akan berikatan dengan CD14, yang merupakan reseptor di membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada TLR4 yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag. Respon inflamasi bakteri gram+ melalui dua mekanisme: menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan dengan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah sangat banyak. Bakteri gram+ yang tak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun nonspesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram-, namun via TLR2. Berbeda dengan bakteri gram -, respons imun bakteri gram + memerlukan perantaraan sel T limfosit yang kurang menimbulkan respons inflamasi hebat. Kedua kelompok organisme di atas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel- sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen. Infeksi akan dilawan oleh tubuh dengan imunitas seluler (monosit, makrofag, neutrofil) serta humoral 54
(membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen). Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR2 dan TLR4 di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini akan menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th1) serta sel Th2. Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IFN-gamma, IL-1β, IL-2, IL-6,
IL-8, dan IL-12. Sel Th2
mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, IL-10 dan IL-13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi diatur melalui mekanisme umpan balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk melawan bakteri penyebab infeksi, namun jika berlebihan dapat menyebabkan syok, gagal multi organ, dan kematian. Sebaliknya sitokin antiinflamasi berperan penting untuk mengatasi proses inflamasi berlebihan dan mempertahankan keseimbangan tubuh agar fungsi organ vital dapat berjalan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung/tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, PAF, prostaglandin) dan komplemen. Kerusakan akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cidera. Cidera endotel juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis, karena penurunan jumlah reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul anti-trombik. Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.
55
8. Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah Infeksi yang didapat penderita ketika penderita tersebut dirawat di rumah sakit yang bercirikan : · Tanda-tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan. · Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang masa inkubasi dari infeksi tersebut. · Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis dari infeksi tersebut · Infeksi tersebut bukan sisa dari infeksi sebelumnya · Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial. Perkecualian : · Bila tanda-tanda infeksi sudah timbul pada masa kurang dari 3 x 24 jam sejak mulai perawatan, tergantung masa inkubasi dari masing-masing jenis infeksi. · Untuk penderita yang setelah keluar dari rumah sakit kemudian timbul tanda-tanda infeksi, baru dapat digolongkan sebagai infeksi nososkomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit. Tidak termasuk infeksi nosokomial yaitu keracunan makanan yang tidak disebabkan oleh produk bakteri. Bakteremia nosokomial
56
Bakteremia yang terjadi setelah tindakan invasive (intrumentasi) yang dilakukan di rumah sakit. Antara lain : · Tranfusi darah/pemberian cairan parenteral · Pungsi lumbal · Pungsi sumsum tulang · Kateterisasi buli-buli/vena · Intubasi endotrakeal/ pemasangan respirator · Biopsy · Tindakan bedah · Endoskopi dll. Bakteremia baru terjadi sesudah penderita dirawat di rumah sakit selama 3 x 24 jam atau lebih Khusus untuk neonatus : · Bila didapat lebih dari 3 hari pada partus normal · Bila lebih dari 5 hari pada partus patologik · Bila didapat adanya port d’entree yang jelas, merahnya luka bekas infus, luka bekas tusukan jarum, luka bekas forsep, vakum dan lain-lain. Diagnosis bakteremia sebaiknya didasarkan atas data klinis dan data laboratorium Cara Mencegah Infeksi Nosokomial Standar kewaspadaan terhadap infeksi :
57
Cuci Tangan
Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi
Segera setelah melepas sarung tangan
Di antara sentuhan dengan pasien
Sarung Tangan
Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi
Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
Masker, Kaca Mata, Masker Muka
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh
Baju Pelindung
Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
Kain
Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien
Peralatan Perawatan Pasien
Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
Pembersihan Lingkungan
58
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien
Instrumen Tajam
Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan
Resusitasi Pasien
Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
Penempatan Pasien
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi / isolasi
59
VII.
Kerangka Konsep
Riwayat rheumatic fever Ny. A 45
S. viridans menuju jantung melalui sirkulasi
Gangguan pada jantung
Membentuk vegetasi (thrombosit dan fibrin)
Lesi pada endokardium
Vegetasi akan melepas bakteri terus menerus (bakteremia kontinu)
Vegetasi mengganggu aliran darah pada katup mitral
Inflamasi sistemik
Mitral Stenosis
N eri un
un
Demam, menggigil, berkeringat
Sesak nafas
Endokarditis
60
Anoreksia
VIII. Kesimpulan
Nyonya A, 45 tahun, mengalami demam, sesak, nafas, menggigil, berkeringat, anorexia, nyeri punggung, berat badan turun, dengan riwayat rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam, dikarenakan endokarditis yang disebabkan oleh Streptococcus viridans
61