MAKALAH ASUHAN KEPARAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI TET TETANUS ANUS
Oleh : Kelompok 13 1. Putu Ayu Sutarini Dewi
(P07120216073)
2. Ni Luh Komang Mega Ratnasari
(P07120216077)
KELAS 2B SEMESTER III D-IV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR KEMENTERIAN RI JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmatnyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah maka lah yang berjudul “Tetanus”. “Tetanus” . Mengingat banyaknya kelemahan yang penulis miliki tentunya makalah ini mempunyai banyak kekurangan baik dalam tulisan maupun penyajiannya, untuk itu penulis selalu mengharapkan keritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini . Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis juga mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Walaupun demikian, penulis tetap berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Denpasar, 12 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang, tetapi insidensinya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi. Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk ditingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RS sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat. 1.2 Rumusan Masalah
1.2.1Apakah yang dimaksud dengan tetanus? 1.2.2 Bagaimanakah etiologi dari penyakit tetanus itu? 1.2.3 Bagaimanakah patofisiologi dari penyakit tetanus? 1.2.4 Apa sajakah gejala klinis dari penyakit tetanus? 1.2.5 Apa sajakah komplikasi yang terjadi pada penyakit tetanus? 1.2.6 Apa sajakah pemeriksaan diagnostic pada pasien tetanus? 1.2.7 Bagaimanakah penatalaksanaannya? 1.2.8 Bagaimanakah pencegahan yang bisa dilakukan? 1.2.9 Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien tetanus? 1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian tetanus
1.3.5
Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari penyakit tetanus
1.3.6
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari penyakit tetanus
1.3.7
Untuk mengetahui bagaiamana penatalaksanaan dari penyakit tetanus
1.3.8
Untuk mengetahui pencegahan yang bisa dilakukan pada tetanus
1.3.9
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien tetanus
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan.Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. 2.2 Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mulamula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0C akan hancur dalam lima menit. Bakteri yang dikenal dengan nama Clostridium tetani, hidup dan berkembang pada tanah, debu, kotoran hewan, dsb. Luka yang terkontaminasi adalah mata rantai di mana bakteri tetanus berkembang biak. Luka tusuk seperti yang disebabkan oleh paku, pecahan, atau gigitan serangga adalah kasus klasik penyebab tetanus yang banyak menginfeksi. Bakteri juga dapat tertular melalui luka bakar, luka injeksi, dll. Tetanus juga bisa menjadi bahaya untuk kedua ibu dan anak yang baru lahir (melahirkan dan melalui tunggul tali pusar). Racun kuat yang dihasilkan ketika bakteri tetanus berkembang biak adalah penyebab utama penyakit ini. Gejala tetanus yang ditimbulkan secara umum adalah kejang. Toksin tetanus mempengaruhi mata rantai interaksi antara saraf dan otot. Daerah ini disebut sambungan neuromuskuler. Penyebab tetanus dapat mengeluarkan toksin tetanus sehingga memperkuat sinyal kimia dari saraf ke otot, yang menyebabkan otot-otot untuk memperketat kontraksi atau spasme. Hal ini mengakibatkan baik kejang otot lokal atau umum.
Toksin Tetanus dapat mempengaruhi neonatus menyebabkan kejang otot. Ini biasanya
program vaksinasi tetanus, hanya tiga kasus tetanus neonatal dilaporkan sejak tahun 1990, dan dalam setiap kasus adalah ibu-ibu yang tidak lengkap di imunisasi tetanus toksoid. Clostridium tetani adalah jenis bakteri yang bertanggung jawab untuk penyakit tetanus. Bakteri penyebab tetanus ini ditemukan dalam dua bentuk: sebagai spora (aktif) atau sebagai sel vegetatif (aktif) yang dapat berkembang biak. Sel bakteri aktif merilis dua exotoxins, tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi tetanolysin tidak jelas, tetapi tetanospasmin bertanggung jawab untuk penyakit tetanus. 2.3 Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat men yebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. 2.4 Gejala Klinis
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang t onik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan ta ngan mengapal biasanya
collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir. 2.4.1 Tanda dan Gejala yang timbul ketika terjadi tetanus : 1. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari 2. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak) 3. Kesukaran membuka mulut (trismus) 4. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang 5. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus 2.4.2 Gambaran Umum yang Khas pada tetanus : 1). Badan kaku dengan epistotonus 2). Tungkai dalam ekstensi 3). Lengan kaku dan tangan mengepal 4). Biasanya keasadaran tetap baik 5). Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena : a
Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
b
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine,
fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derajat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan. 2.5 Komplikasi
a. Bronkopneumoni Bronkopneumoni adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya. Pada anak yang mengalami bronkopneumonia akan mengalami beberapa gejala seperti demam, batuk dengan sputum produktif berwarna hijau kekuningan, pilek, suara yang serak dan nyeri pada tenggorokan. Selanjutnya demam bertambah tinggi, batuk anak semakin bertambah hebat, dahak semakin kental dan berwarna kekuningan, anak tampak bernapas cepat dan sesak dengan tarikan pada otot di daerah rusuk. Bahkan pada kondisi yang sangat berat
a. Bakteri
: bakteri penyebab dapat bersifat gram positif seperti, streptoccus
pyogenesis, streptococcus pneumonia S. aerous dll, dan yang bersifat negative seperti P. Aeruginosa Haemophilus influenza, dan klebsiella pneumonia. b. Virus
: virus penyebab antara lain virus parainfluenza, RSV dan
Cytomegalovirus. c. Jamur
: jamur penyebab adalah jamur histoplasmosis yang dapat
menyebar melalui sporanya yang terhirup oleh manusia melalui udara. d. Protozoa
: pada penyakit Pneumocystis carinii, penyakut ini biasanya
mengenai anak-anak yang mempunyai gangguan yang nyata pada sistem kekebalan tubuh. b. Asfiksia dan Sianosis Asfiksia adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan dan teratur sehingga menimbulkan gangguan metabolism tubuhnya dan dapat mengakibatkan kematian (Hassan, 2007 : Muslihatun, 2010). Sedangkan Sianosis adalah suatu kondisi yang menyebabkan kulit berubah warna menjadi kebiruan karena t erlalu sedikit oksigen dalam aliran darah. 2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang 2. Pemeriksaan penunjang : •
Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L
•
Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
•
Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
•
Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
2.7 Penatalaksanaan
a. Umum Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam. 3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa. 4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung. 5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang. 6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif. 7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. 8. Diit TKTP melalui oral/ sounde/parenteral 9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien. 10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine. 11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi otot dan ambulasi selama penyembuhan.
b. Pembedahan 1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas. 2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi
2.8 Pencegahan
Karena infeksi tetanus seringkali berakibat fatal, maka tindakan pencegahan merupakan hal terpenting untuk dilakukan. Pencegahan bisa dilakukan dengan dua cara utama, imunisasi dan penanganan luka. Ada dua jenis imunisasi untuk setiap penyakit, aktif dan pasif. Disebut imunisasi aktif saat vaksin diberikan kepada orang sehingga sistem kekebalan tubuh bisa membuat antibodi untuk membunuh kuman penginfeksi. Sebagian besar ahli, seperti yang dikutip situs webmd, menganjurkan untuk melakukan imunisasi Td (tetanus dan diphtheria)
mengatakan kalau imunisasi pertama saat sekolah menengah atas dan imunisasi kedua di usia
60
bisa
melindungi
dari
serangan
tetanus
seumur
hidup.
Saat luka, bahkan goresan sekecil apapun, sepanjang merusak kulit, mempunyai kemungkinan mengalami tetanus. Sebagain besar dokter menyarankan langkah berikut: Jika lukanya bersih dan Anda belum menerima imunisasi tetanus selama 10 tahun terakhir, Anda direkomendasikan untuk melakukan imunisasi. Jika lukanya kotor atau cenderung mengalami tetanus, dokter menyarankan Anda untuk melakukan imunisasi jika Anda belum melakukan imunisasi selama 5 tahun terakhir. Luka yang cenderung mengalami tetanus adalah luka yang dalam dan terkontaminasi dengan kotoran atau tanah. Jika tidak yakin kapan terakhir kali Anda menerima imunisasi, lebih baik memilih cara aman dengan melakukan imunisasi. Jika Anda belum pernah menerima imunisasi saat anak-anak dan mengalami luka terbuka, dokter mungkin akan memberikan vaksin saat perawatan pertama luka. Anda harus kembali memeriksakan diri ke dokter 4 minggu kemudian dan 6 bulan kedepannya untuk melengkapi vaksin pertama Anda. Hal kedua yang sangat penting untuk dilakukan adalah membersihkan luka secara menyeluruh. Bersihkan luka dengan air bersih dan sabun, cobalah mengeluarkan semua partikel dan kotoran dari luka. Hal ini tidak hanya akan mencegah tetanus tetapi juga mencegah infeksi bakteri lainnya. 2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Tetanus Pengkajian
1. Identitas a
Anak : Nama Anak, Anak yang ke-, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama.
b
Orang tua : -
Ayah : Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, alamat.
-
Ibu : Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, alamat.
2. Alasan dirawat a
Keluhan utama Kaku kuduk dan rahang
b
Riwayat Penyakit
3. Pola Fungsi Kesehatan
Secara umum pada pengkajian pola ini, perawat akan mengetahui bagaimana pasien memandang dirinya sendiri saat sebelum maupun setelah sakit, bagaimana kemampuan dirinya, bagaimana perasaan pasien, bagaimana tanggapan terhadap sakit yang diderita, dan sejauh mana pasien mengetahui tentang penyakitnya. Pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kaji pasien mengenai : -
Pandangan pasien mengenai sehat dan sakit
-
Apakah pasien memahami keadaan kesehatan dirinya?
-
Apakah jika sakit pasien segera berobat ke dokter, ataukah menggunakan obat tradisional?
-
Apakah pasien sudah memeriksakan dirinya sebelum ke rumah sakit?
2. Pola nutrisi
Pada pola nutrisi kaji pasien mengenai : a. Pola makan -
Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?
-
Berapakah porsi makan pasien sekali makan?
b. Pola minum -
Berapakah frekuensi minum pasien selama sakit?
3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi kaji pasien mengenai : a. Buang air besar -
Berapakah frekuensi setiap kali buang air besar?
-
Bagaimana konsinsistensi pasien dalam buang air besar
b. Buang air kecil -
Berapakah frekuensi serta jumlah urine pasien setiap buang air kecil?
4. Aktivitas dan latihan
Pada pola aktivitas dan latihan kaji pasien mengenai : a. Kemampuan perawatan diri Aktivitas Mandi Berpakaian/berdandan
SMRS 0
1
MRS 2
3
4
0
1
2
3
4
Berpindah Berjalan Naik tangga Berbelanja Memasak Pemeliharaan rumah Tabel 1. Kemampuan perawatan diri Skor
0 = mandiri
3 = dibantu orang lain & alat
1 = alat bantu
4 = tergantung/tidak mampu
2 = dibantu orang lain b. Kebersihan diri -
Berapakah frekuensi pasien mandi dan menggosok gigi per satu hari saat sakit?
-
Berapakah frekuensi pasien memotong kuku dan keramas selama seminggu saat sakit?
c. Aktivitas sehari-hari -
Apakah pasien bisa mengikuti aktivitas sehari-hari selama sakit?
d. Rekreasi -
Apakah pasien selama sakit melakukan rekreasi?
e. Olahraga -
Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olahraga?
5. Tidur dan istirahat
Pada pola tidur dan istirahat kaji pasien mengenai : a. Pola tidur Bagaimanakah pola tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan dengan pukul berapa pasien mulai tidur dan sampai pukul berapa pasien tidur saat malam hari. b. Frekuensi tidur Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan dengan berapa lama pasien tidur malam. c. Intensitas tidur
6. Sensori, persepsi, dan kognitif
Pada pola sensori, persepsi dan kognitif kaji pasien mengenai : a. Bagaimana cara pembawaan pasien saat bicara? Apakah normal, gagap atau berbicara tak jelas? b. Bagaimana tingkat ansietas pada pasien? c. Apakah pasien mengalami nyeri? Jika iya lakukan pengkajian dengan menggunakan : P ( provoking atau pemacu) : Q (quality atau kualitas)
:
R (region atau daerah)
:
S ( severity atau keganasan) : T (time atau waktu)
:
7. Konsep diri
a. Body image/ gambaran diri -
Adakah prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh?
-
Apakah pasien memiliki perubahan ukuran fisik?
-
Adakah perubahan fisiologis tumbuh kembang?
-
Adakah transplantasi alat tubuh?
-
Apakah pernah operasi?
-
Bagaimana proses patologi penyakit?
-
Apakah pasien menolak berkaca?
-
Apakah fungsi alat tubuh terganggu?
-
Adakah keluhan karena kondisi tubuh?
b. Role/peran -
Apakah klien mengalami overload peran?
-
Adakah perubahan peran pada pasien?
c. Identity/ identitas diri -
Apakah pasien merasa kurang percaya diri?
-
Mampukah pasien menerima perubahan?
-
Apakah pasien merasa kurang memiliki potensi?
-
Apakah pasien kurang mampu menentukan pilihan?
d. Self esteem/ harga diri
8. Seksual dan reproduksi
-
Apakah pasien mengalami masalah pada organ reproduksinya?
9. Pola peran hubungan
-
Bagaimanakah pasien behubungan dengan orang lain?
10. Manajemen koping stress
Menggambarkan bagaimana pasien menangani stress yang dimilikinya serta apakah klien menggunakan sistem pendukung dalam menghadapi stress.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Mengenai bagaimana pasien memandang secara spiritual serta keyakinannya masing-masing. (Potter, P. A. , 1996)
4. Pemeriksaan Fisik Suhu
: 38oC
Nadi
: 80 x/menit
Tekanan darah
: 120/90 mmHg
RR
: 26 x/menit
BB
: 30 kg
TB
: 130 cm
D. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Muttaqin dalam bukunya yang berjudul “Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan” adalah meliputi anamnesis, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. 1. B 1 (Breathing)
Inspeksi
; apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
Auskultasi
; bunyi nafas tambahan seperti ronkhi karena peningkatan produksi secret.
2. B 2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipolemik. Tekanan darah normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya eritrosit. 3. B 3 (Brain) a) Tingkat kesadaran Compos mentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan menjadi letargi, stupor dan semikomatosa. b) Fungsi serebri Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik. c) Pemeriksaan saraf cranial (1)
Saraf I
; tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
(2)
Saraf II
; ketajaman penglihatan normal.
(3)
Saraf III, IV dan VI ; dengan alasan yang tidak diketahui, klien mengalami fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya.
(4)
Saraf V
; reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti
mulut ikan (gejala khas tetanus) (5)
Saraf VII ; pengecapan normal, wajah simetris
(6)
Saraf VIII ; tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
(7)
Saraf IX dan X ; kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut (trismus).
(8)
Saraf XI
; didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang
dan leher (mendadak)
(9)
Saraf XII ; lidah simetris, indra pengecap normal d)
Sistem motorik Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi mengalami perubahan. e) Pemeriksaan refleks
Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respon normal. f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam keadaan tertentu terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. 4. B 4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. 5. B 5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang karena anoreksia dan adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan. Sulit BAB karena spasme otot. 6. B 6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang
umum.
5. Pemeriksaan Penunjang
- EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler (Torsaderde pointters) -
Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat. -
Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi. Diagnosa
NO
Data Fokus
Data Standar
Masalah Keperawatan
1
Pasien mengalami
Pasien tidak
Ketidakseimbangan
Ketidakseimbangan
trismus, perut
mengalami
nutrisi : kurang dari
nutrisi : kurang dari
papan, kelemahan
trismus, perut
kebutuhan tubuh
kebutuhan tubuh
otot pengunyah
pasien tidak kaku dan otot pengunyah
Otot
Rahang
pasien dan otot
Trismus
rahang pasien mampu
Spasme
otot
mengunyah tanpa hambatan
Tonus otot meningkat dan
kontraksi
otot
meningkat
Menghambat pelepasan asetilkolin
Ke SSP
Masuk dan menyebar ke SSP
Tetanospasmin
Spora
bentuk
vegetative masuk ke dalam tubuh
Invasi kuman melalui luka tusuk
2
Terdapat suara
Pasien bernafas
Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
nafas tambahan,
dengan
bersihan jalan nafas
bersihan jalan nafas
Perubahan
frekuensi
frekuensi nafas,
normal yakni 16
Kesulitan
– 20x/menit,
Peningkatan
verbalisasi
bernafas dengan
ronchi
secret,
normal tanpa adanya suara
Otot faring dan laring
nafas tambahan, dan tidak terdapat
Spasme
otot
hambatan pada verbalisasi Tonus otot meningkat dan
kontraksi
meningkat
otot
Menghambat pelepasan asetil kolin
Ke SSP
Masuk dan menyebar ke SSP
Tetanospasmin
Spora
bentuk
vegetative masuk ke dalam tubuh
Invasi kuman melalui luka tusuk
3
Pasien mengalami
Pasien tidak
Resiko Aspirasi
gangguan
mengalami
menelan,
gangguan
mengalami kaku
menelan,
Akumulasi
secret
pada rahang
rahang tidak
saliva,
batuk
kaku
menurun,
reflek
menelan
Menghambat
Resiko Aspirasi
kesulitan
pelepasan asetilkolin
Ke SSP
Masuk dan menyebar ke SSP
Tetanospasmin
Spora
bentuk
vegetative masuk ke dalam tubuh
Invasi kuman melalui luka tusuk
Analisa masalah
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh DS
:
Pasien mengeluh mengalami kaku pada perut
DO
:
Pasien nampak mengalami kesulitan ketika membuka mulut
P (Problem)
:
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
E (Etiology)
:
Ketidak mampuan menelan
S (Symptom) :
tubuh
Pasien mengalami trismus, perut papan, kelemahan otot pengunyah
Proses Terjadi :
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
disebabkan oleh invasi kuman(bakteri Clostridium tetani) melalui luka tusuk yang menyebabkan spora bentuk vegetative masuk ke dalam tubuhdan membentuk tetanospamin lalu masuk dan menyebar ke SSP. Tetanospamin menghambat pelepasan asetilkolin. Jika asetilkolin mengalami hambatan untuk melepaskan asetilkolin maka tonus otot dan kontraksi otot meningkat. Sehin gga terjadi spasme otot pada otot rahang yang mengakibatkan trismus. Sehingga terjadi ketidakseimbangan n utrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. DS
:
Pasien mengeluh mengalami kaku
2. DO
:
Terdapat suara nafas tambahan beruba ronchi, perubahan frekuensi
nafas, kesulitan verbalisasi 3. Problem
:
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
4. Etiology
:
Infeksi dan spasme jalan napas
5. Symptom
:
Suara nafas tambahan, perubahan frekuensi pernafasan, kesulitan
verbalisasi 6. Proses terjadi :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas disebabkan oleh invasi
kuman(bakteri Clostridium tetani) melalui luka tusuk yang menyebabkan spora bentuk vegetative masuk ke dalam tubuhdan membentuk tetanospamin lalu masuk dan menyebar ke SSP. Tetanospamin menghambat pelepasan asetilkolin. Jika asetilkolin mengalami hambatan untuk melepaskan asetilkolin maka tonus otot dan kontraksi otot meningkat. Sehingga terjadi spasme otot pada otot faring dan laring sehingga produksi secret akan meningkat dan akan timbul suara ronchi hal tersebut menyebabkan terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
3. Risiko Aspirasi DS
:
Pasien mengeluh mengalami kaku pada rahang
DO
:
Pasien mengalami gangguan menelan, batuk tidak efektif
Problem
:
Risiko Aspirasi
Etiology
:
Gangguan menelan, kaku pada rahang dan batuk tidak efektif
Proses Terjadi :
Risiko Aspirasi disebabkan oleh invasi kuman(bakteri Clostridium
tetani) melalui luka tusuk yang menyebabkan spora bentuk vegetative masuk ke dalam tubuhdan membentuk tetanospamin lalu masuk dan menyebar ke SSP. Tetanospamin menghambat pelepasan asetilkolin. Jika asetilkolin mengalami hambatan untuk melepaskan asetilkolin maka tonus otot dan kontraksi otot meningkat. Sehingga terjadi Akumulasi secret saliva, reflek batuk menurun dan kesulitan menelan
hal tersebut
menyebabkan timbulnya resiko aspirasi. Diagnosa Keperawatan 1.
Ketidakseimbangan
nutrisi
:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmampuan menelan ditandai dengan trismus, perut papan dan kelemahan otot pengunyah. 2.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan infeksi dan spasme jalan nafas
yang ditandai dengan suara nafas tambahan beruba ronchi, perubahan frekuensi nafas, kesulitan verbalisasi. 3. Resiko Aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan, kaku pada rahang dan batuk tidak efektif. PRIORITAS DIAGNOSA 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan infeksi dan spasme jalan nafas yang ditandai dengan suara nafas tambahan beruba ronchi, perubahan frekuensi nafas, kesulitan verbalisasi. 2.
Ketidakseimbangan
nutrisi
:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmampuan menelan ditandai dengan trismus, perut papan dan kelemahan otot pengunyah. 3. Resiko Aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan, kaku pada rahang dan batuk tidak efektif. PERENCANAAN KEPERAWATAN No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil
keperawatan
Rasional
1
Ketidakefektifan
Setelah
diberikan NIC :
bersihan jalan nafas asuhan
keperawatan 1. Terapi Oksigen
berhubungan
keperawatan
asuhan
dengan infeksi dan selama 2 x 24 jam,
a. Berikan oksigen 1.a Membantu
spasme jalan nafas bersihan jalan nafas
tambahan sesuai
pasien
yang
yang
memenuhi
diperintahkan.
kebutuhan
ditandai efektif
dengan
dengan suara nafas kriteria hasil : tambahan ronchi,
beruba
oksigenasi
perubahan NOC
frekuensi
: 2. Manajemen
nafas,
kesulitan
Jalan Nafas 1. Status
verbalisasi.
dalam
pernafasan
a. Posisikan pasien 2.a Memudahkan
ventilasi :
untuk
pasien
a. Frekuensi
memaksimalkan
mengatur
ventilasi.
pernafasannya.
pernafasan pasien normal b. Kedalaman inspirasi baik. 2. Status
Pernafasan:
Kepatenan
Jalan
b. Monitor
dalam
status 2.b Memantau
pernafasan dan
pernafasan
dan
oksigenasi,
oksigenasi pasien
sebagaimana mestinya.
Nafas Tidak terdapat suara nafas ketika
tambahan pasien
bernafas. 2
Ketidakseimbangan
Setelah
nutrisi : kurang dari
asuhan
kebutuhan
tubuh asuhan
diberikan 1. Manajemen keperawatan
Nutrisi
keperawatan a. Kaji adanya alergi 1.a
berhubungan
selama 2 x 24 jam,
dengan
masalah keperawatan b. Monitor
ketidakmampuan
ketidakseimbangan
menelan
ditandai nutrisi : kurang dari
makanan
nutrisi
Dengan mengkaji
jumlah dan
kandungan kalori
adanya
alergi
makanan pada pasien
dapat
dengan perut
trismus, kebutuhan papan
kelemahan pengunyah.
tubuh c. Berikan informasi
membantu ahli
dan dapat diatasi dengan
tentang kebutuhan
gizi
otot kriteria
nutrisi
perawat dalam
hasil
:
NOC
d. Kolaborasi
dan
memberikan
1. Status Nutrisi
dengan ahli gizi
makanan.
a. Adanya
untuk menentukan 1.b
Memberikan
jumlah kalori dan
nutrisi
yang
nutrisi
sesuai
untuk
peningkatan
berat
badan
sesuai
dengan tujuan b. Berat badan ideal sesuai
yang
dibutuhkan
kebutuhan
pasien.
pasien
dengan
tidak
tinggi badan
agar terjadi
kelebihan
c. Mampu
nutrisi
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d. Tidak ada tandatanda malnutrisi.
1.c
Bertambahnya pengetahuan pasien
terkait
nutrisi mampu membuat pasien
lebih
berhati – hati ketika memilih makanan. 1.d Nutrisi
yang
diberikan akan terjamin
dari
segi kebersihan, kualitas
dan
kuantitasnya. 3
Resiko
Aspirasi Setelah
berhubungan
asuhan
diberikan NIC : keperawatan 1. Terapi Oksigen
dengan
gangguan asuhan
keperawatan a.
Berikan
1.a Membantu
menelan, kaku pada selama 2 x 24 jam,
oksigen
pasien
rahang dan batuk bersihan jalan nafas
tambahan
memenuhi
tidak efektif.
sesuai
efektif
dengan
kriteria hasil :
yang
diperintahkan.
NOC
dalam
kebutuhan oksigenasi
: 2. Manajemen Jalan Nafas
1. Status pernafasan a. ventilasi : a. Frekuensi pernafasan pasien normal b. Kedalaman
Pernafasan:
Kepatenan
Jalan
2.a Memudahkan
untuk
pasien
memaksimalkan
mengatur
ventilasi.
pernafasannya.
b. Monitor
status
pernafasan
inspirasi baik. 2. Status
Posisikan pasien
dan
2.b Memantau pernafasan dan
oksigenasi,
oksigenasi
sebagaimana
pasien
mestinya.
Nafas a. Tidak terdapat suara
dalam
nafas
tambahan ketika pasien bernafas.
E. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi
F. EVALUASI
1. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi ke perawatan)
2. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu) (Poer, 2012)
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Clostridium tetani adalah jenis bakteri yang bertanggung jawab untuk penyakit tetanus. Bakteri penyebab tetanus ini ditemukan dalam dua bentuk: sebagai spora (aktif) atau sebagai sel vegetatif (aktif) yang dapat berkembang biak. Sel bakteri aktif merilis dua exotoxins, tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi tetanolysin tidak jelas, tetapi tetanospasmin bertanggung jawab untuk penyakit tetanus 3.2 Saran
Dalam melakukan praktek asuhan keperawatan agar mempersiapkan diri dengan membaca literature tentang penyakit Tetanus sehingga dalam melaksanakan sesuai dengan teori dan berkesinambungan baik dalam pendokumentasian maupun dalam pelaksanaan keperawat an, dan meningkatkan komunik asi dengan perawat ruangan atau tim kesehatan lainnya. Sehingga dapat menangani atau memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan baik sesuai dengan sop yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika Price, Sylvia A, 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Ed4. Jakarta. EGC.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights Carpenito, L. J. Monito. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC Herdinan, T. H., Kamitsuru, S. 2015-2017. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore : Elsevier Global Rights https://www.scribd.com/doc/174596307/Tugas-Keperawatan-Anak-1-Asuhan-KeperawatanPada-Anak-Dengan-Tetanus-Oleh-Afrilius-11111592-Dosen-Pembimbing diakses pada tanggal 18 Oktober 2017