BAB I PENDAHULUAN
Tetanus
adalah
suatu
toksemia
akut
yang
disebabkan
oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. berat. Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease". Dan pada tahun 1890, ditemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah an ae r ob ya ng me ng an d un g bakte bakteri. ri.
lmunis lmunisasi asi denga dengan n
mengak mengaktiv tivasi asi deriva derivatt
tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ). Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejeni neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium Clostrid ium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato organisme
dari
merupakan orang korban
pertama yang
manusia yang
berhasil mengisolasi
terkena tetanus dan juga
melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan
antibodi yang
spesifik . K a t a tetanus dia diam mbil bil dari ba b a h a s a Y u n a n i yaitu tetanus dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme
otot
umum,
melengkungnya
punggung
spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan.
( opistotonus) , ,
Spo ra Clo stridium tetan i bia sanya masuk ke dalam tubuh mel alui luka pada kulit oleh karena terpotong terpotong , tertusuk ataupun ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum Neonator um )
Gambar : Spasme otot akibat masuknya toksin dari kuman Clostridium tetani
BAB II TINJAUANPUSTAKA
A. DEFINISI
Tetanus
adalah
meningkatnya
tonus
Gangguan otot
dan
neurologis spasme,
yang yang
ditandai
dengan
disebabkan
oleh
tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, merupakan basil Gram positif anaerob. Bakteri ininonencapsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas, pengeringan dan desinfektan. Spora ada di mana-mana dan ditemukan di tanah, debu rumah, usus hewan dan kotoran manusia. Spora ini akan memasuki tubuh penderita, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Karakteristik Clostridium tetani
Clostridium tetani
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapa t membe ntuk spor a, dan berbentuk drumstick . Spor a yang dib ent uk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik . I a d a p a t t a h a n walaupun
tela h
diautoklaf
( 1 2 1 0C ,
10-15
menit)
dan
juga
resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan ditanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketik a bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). Clostridium
tetani
menghasilkan
dua
buah
eksotoksin,
yaitu
tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah me rah. Te tano spa sm in merupakan toksin yang cukup kuat. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptic. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17oC dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasi glukosa.
B. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk sporake dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Penyakit ini
merupakan
1
dari
4
yang
manifestasi
klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan
eksotoksin
(tetanus, gasganggren, dipteri,
penyakit
penting
botulisme). Tempat masuknya kuman
penyakit i n i b i s a b e r u p a luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah,
lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril. Pada keadaan anaerobik , spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan system limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuro musc ular jun ctio n se rta syar af auto nom. Toks in dar i tem pat luka meny ebar ke motor endplate dan sete lah masu k lewa t ganglioside kemudian
dijalarkan
secara
ke kornu
intraaxonal
ke
dalam
sel
saraf tepi,
anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya
menyebar ke SSP. Gejala klinis yang ditimbulkan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter s e h i n g g a t e r j a d i k o n t r a k s i o t o t y a n g t i d a k t e r k o n t r o l / eksitasi
terus
menerus
dan
spasme.
Neuron
ini
menjadi
tidak
mampu
untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron yang melepaskan gamma aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik
terhadap rangsangan sensoris.
Kekakuan mulai p a d a
tempat
masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk kesumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks serebri, menderita akanmulai mengalami kejang
umum yang spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah me nyebab kan kontraksi
umum
kejang
otot
agonis
dan
antagonis.
Racun
atau
neurotoksin inipertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan
dari
otot
leher.
Tetanospasmin
pada
system
saraf
otonom
juga
berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pernapasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan ne ur om us cu lar . Sp asm e la ry n x, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperflexi, hyperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola dengan teliti. Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,be kerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara me ng ha mb at pe lep as an acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
Karakteristik
spasme
dari
tetanus
terjadi
karena
toksin
men gg ang gu fun gs i da ri re fl eks synaptik di spinal cord.
Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS
)
dengan
gejala
: be rk er in ga t, hi pe rt en si
yang fluktuasi,periodisiti takikhardia, aritmia jantung, pening gian cathecholamine dalam urine.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal,yan g m e n y e b a b k a n m e n i n g k a t n y a a kt if it as d a ri n e ur o n ya ng m e ns ar af i otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap
afferen tidak
terhadap toksin tetanus tersebut. hanya menimbulkan
kontraksi
Stimuli yang kuat,
te ta pi ju ga di hi la ng ka nn ya ko nt ra ks i agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu : 1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornuanterior susunan syaraf pusat 2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. A k i b a t d a r i t e t a n u s a d a l a h r ig id p ar aly sis ( k e h i l a n g a n k e m a m p u a n u n t u k b e r g e r a k ) p a d a voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada
otot
rahang
dan
wajah.
Kematian
biasanya
disebabkan
oleh
kegagalanpernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
C. EPIDEMIOLOGI
Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat kejadia n t e t a n u s y a n g d i l a p o r k a n t e l a h m en ur u n se ca ra s u bs ta ns ia l s ej ak pertengahan 1940 karena meluasnya penggunaan imunisasi terhadap tetanus. Selain itu sanitasi lingkungan yang bersih.
(Penurunan kasus tetanus di AS karena ada program imunisasi nasional)
Namun berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Oleh karenait u te tan us ma si h me nj ad i masalah kesehatan, terutama penyebab kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhirakhir ini dengan ad anaya p e n y e b a r l u a s a n p r o g r a m imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis.
D . MORTALITASDANMORBIDITAS
Secara
keseluruhan
tingkat
kematian
Klin is teta nus ber gant ung ter hada p per nah ata u
sekitar
tidaknya
45%. seseorang
mendapatkan vaksin tetanus toksoid pada waktu selama hidup mereka. Yang pernah mendapatkan vaksin klinisnya tidak begitu berat berbeda dengan yang tidak cukup divaksinasi atau tidak divaksinasi sama sekali. Angka kematian di AS 6% bagi mereka yang telah menerima 1-2 dosis toksoid tetanus, dibandingkan dengan 15% bagi mereka yang tidak divaksinasi. Angka kematian di AmerikaSerikat adalah
18% 1998-2000 dan 11% tahun 1995-1997, tingkat kematian sebesar 91% dilaporkan pada tahun 1947. Angka kematian yang tertingg i bagi orang -orang berus ia 60 (40%) dibandingkan dengan mereka yang berusia 20 sampai 59 tahun (8%). Dari tahun 1998 hingga 2000, 75% kematian di AmerikaSerikat adalah di antara pasien yang lebih tua dari 60 tahun.
E. MANIFESTASIKLINIK
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu). Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosi snya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka masa inkubasi makin panjang. Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni : 1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal ) 2. Cephalic Tetanus 3. Generalized tetanus (Tetanus umum) Dan ada Neonatal tetanus.
Karakteristik dari tetanus
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbulkesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot masetter.
Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity )
Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut muluttertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan eksistensi,lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkandapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).
1. Tetanus local (lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempatdimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lo c a l . Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, b isa bertahan dalam be b e r a p a b u l a n t a n p a progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberianprofilaksis antitoksin. 2. ChepalicTetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 – 2hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah mukadan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Tetanus cephalic dicirikan oleh lumpuhnya saraf kranial VII paling sering terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic ialah tetanus yang berkembang setelah
menembus luka mata dan luka dalam dengan kelumpuhan dari safar cranial III dan adanya ptosis. Selain itu bisa juga kelumpuhan dari N. IV, IX, X, XI, dapat sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus chepalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosanya jelek. 3. Generalized Tetanus
Bentuk
ini
yang
paling
banyak
di
kenal,
sering
menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena
gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan g ej ala ut ama
yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan
kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya
kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung),
kejang
dinding
perut.
Spasme dari
laring
dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanyahanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosis ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas : 1) T e t a n u s r i n g a n : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum w a l a u p u n dirangsang. 2) Tetanus sedang : Trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.
3) Tetanus berat : Trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas : 1) Grade I (ringan) : -
Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
-
Period
-
Trismus positif tapi tidak berat
-
Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada
-
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka
of
onse t
>
6
har i
dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari. 2) Grade II (sedang) : -
Masa inkubasi 10-14 hari
-
Period of onset 3 hari atau kurang
-
Trismus dan disfagi ada
-
Kekakuan
umum terjadi
dalam
beberapa
hari
tetapi
dispnoe dan sianosis tidak ada 3) Grade III (berat): -
Masa inkubasi < 10 hari- Period of onset < 3 hari
-
Trismus dan disfagia berat
-
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan.
Spora
yang
masuk
disebabkan
oleh
proses
pertolongan
persalinan
yang
tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontamina s i s p o r a Clostridium tetani, m a u p u n penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang
telah
terkontaminasi.
Ke bia sa an men ggu nak an
ala t per to lo nga n
per sal ina n d an ob at tr ad isi on al yan g t id ak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, padatahun 1981, ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional (TBA = Traditional Birth Attedence ). 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus (24,39 %) , dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ). Berikut ini tabel. Yang memperlihatkan instrument Untuk memotong tali pusat. Tabel I : BAHAN UNTUK MEMOTONG TALI PUSAT
Sedangkan
berikut
ini
pada
tabel
2
Memperlihatkan
material yang dipergunakan untuk talipusat. TABEL 2. : MATERIAL UNTUK TALI PUSAT
J a d i
dari
table
diatas (Tabel 2)
terlihat dari 29 kasus (35,37 %) biasanya mereka mempergunakan alkohol / spiritus untuk perlindungan terhadap tali pusat, sedangkan 26 kasus ( 31,70 %) mereka mempergunakan material yang berbeda berupa herbal origin.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
Gejala klinik - Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
Kultur : C. tetani (+).
Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
G. DIAGNOSIS BANDING
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, t idak a kan sukar sekali dijumpai dari (dimana
cairan
serebrospinal
pemeriksaan normal
fisik,
dan
laboratorium
pemeriksaan
test
darah
rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan S ER UM al do l as e se d ik it meninggi karena kekakuan oto t-o tot tubuh), serta riwayat imunisasi yang lengkap atau tidak lengkap, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardonicus dan kesadaran yang tetap normal. a) Meningitis bacterial Pada penyakit ini trismus tidak ada, kesadaran penderita biasanya menurun. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa menurun. b) Poliomyelitis Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus. Pemeriksaan
cair an
sere bros pina lis
menu njuk an
leko sit osis .
Vi ru s po li o
di is ol as i da ri ti nj a da npemeriksaan serologis, titer antibody
meningkat. c) R a b i e s Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain.Tri s m u s j a r a n g d i t e m u k a n , kejang bersifat klonik. d) Keracunan strychnine Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum e) T e t a n i Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan fosfat dalams e r u m
re nd ah.
Yan g
kh as
be nt uk
spa sme
ot ot
ia la h
ka rp op ed al
sp as me
da n
bi as an ya
diikuti
dengan
laringospasme, jarang dijumpai trismus. f) Retropharyngeal abses Trismus selalu ada pada penyaikit ini, tetapi kejang umum tidak ada. g) Tonsillitis berat Pada penderita panas tinggi, kejang tidak ada tapi trismus ada. h) Efek samping fenotiasin Adanya
riwayat
minum
obat
fenotiasin.
Kelainan
berupa
sindrom
ektrapiramidal. Adanya reaksi distonik akut, torsicolis dan kekakuan otot. i) Kaku kuduk juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas, miositis leher dan spondilitis leher.
Berikut ini Tabel 3 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus :
H. PENATALAKSANAAN
Umum Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran
toksin,mencegah
spasme
otot
dan
memberikan
bantuan
pema fasa n samp ai puli h. Dan tuj uan ter sebu t dapat diperinci sbb : 1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa : Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), memb uangb e n d a a s i n g d a l a m l u k a s e r t a k o m p r e s d e n g a n H20 2, tersebut
dal am hal ini dilakukan
1
pen at a -2
jam
lak san aan , setelah
ATS
t er ha dap dan
l uk a
pemberian
Ant ib iot ika , Sek ita r luka disuntik ATS. 2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut danmenelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. 3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita 4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. 5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Obat- obatan
Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam,
tetapi
dosis
tidak
melebihi
2
gram
dan
diberikan
dalam
dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena,dapat digunakan dengan d o s i s 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. An tib io tik a in i hanya
bertujuan
membunuh
bentuk
vegetatif
dari
C.tetani,
bukan
untuk t o k s i n y a n g d i h a s i l k a n n y a . B i l a d i j u m p a i a d a n y a k o m p l i k a s i p e m b e r i a n a n t i b i o t i k a b r o a d spektrum
dapat
dilakukan.
Tetrasiklin,
Eritromisin dan Metronidazole Diberikan terutama bila penderita alergi penisilin. -
Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis
-
Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
-
Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam
Anti tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk : - Toksin bebas dalam darah - Toksin bergabung dengan jaringan saraf Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat di net ra li sir ol eh ant io ksi da n. S e b e l u m pemberian antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit dan mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik. D o s i s ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Berhrmann (1987) dan
Gr o s s m a n (1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 U
d ibe rika n
s et en gah
l ew at
i. v
d an
yang
setengahnya i.m.
pemberian lewat i.v diberikan selama 1-2 jam.
Di FKUI , ATS
diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di
Manado, ATS diberikan dengan dosis i.m, sekali pemberian. Antitoksin lainnya Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", ya ng ma na in i da pa t mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan
pemberian ant itok sin
tet api
pada sis i
yang
ber bed a deng an
ala t sun ti k ya ng be rb ed a. Pem ber ian di lak uka n secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
Antikonvulsan
Tabel : JENIS ANTIKONVULSAN JENIS OBAT
DOSIS
EFEK SAMPING
Diazepam
0,5-1,0mg/kg Berat badan 4 jam (IM)
Stupor, koma
Meprobamat
300 – 400 mg/ 4 jam (IM)
Tidak ada
Klorpromasin
25 – 75 mg/ 4 jam (IM)
Hipotensi
Fenobarbital
50 – 100 mg/ 4 jam (IM)
Depresi pernapasan
Obat yang lazim digunakan ialah :
Diazepam. Bila
penderita
diberikan
dosis
datang dalam
keadaan
kejang maka
0 , 5 mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis
optimum 10mg/kali diulang setiap kali k e j a n g .
Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral ( s o n d e l a m b u n g ) d e n g a n dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa k u r a r i s a s i . Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat , b i l a a d a gangguan saraf otonom.
Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.
Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.
I. Komplikasi
-
Pada saluran pernapasan Oleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang menyebabkan terjadinya asfiksia.
Karena
akumulasi
sekresi
saliva
serta
sukar
menelan air liur dan makanan d an minuman sehingga se r i n g t e r j a d i p n e u m o n i a a sp ir as i, a te le kt as is a ki ba t o bs tr uk si oleh secr et. Pneu moth orak s dan medi asti nal
emfisema
biasanya
aktivitas
simpatis
terjadi akibat dilakukannya trakeostomi. -
P a d a k a r d i o v a s k u l a r Komplikasi
berupa
meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi, perifer dan rangsangan miokardium.
vasokonstriksi
-
Pada tulang dan otot- Pada otot b e r k e p a n j a n g a n
bisa
terjadi
karena spasme
perdarahan
dalam
yang otot.
Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebr alis ak ib at ke ja ng ya ng te ru s
m en er us
t er ut am a p ad a a na k d an
orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan juga dapat miositis ossifikans sirkumskripta -
Komplikasi yang lain : 1. Laserasi lidah akibat kejang 2. Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja 3. Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar
luas
dan
mengganggu
pusat
pengatur
suhu.
Penyebab kematian pada tetanus ialah akibat komplikasi yaitu : bronkopneumonia,
cardiac
arrest,
septicemia
dan
pneumothoraks.
J. PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh beberapa factor :
Masa inkubasi Makin panjang masa inkubasinya makin ringan penyakitny a, s eba liknya makin pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi < 7 haritergolong berat.
Umur Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin jelek.
Period of onset Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetan u s , m i s a l n y a t r i s m u s sampai terjadinya kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosanya jelek.
Panas Pada tetanus tidak selalu ada febris. Adanya hiperpireksia prognosanya jelek.
Pengobatan Pengobatan yang terlambat prognosanya jelek.
Ada tidaknya komplikasi Frekusensi kejang Semakin sering prognosanya makin jelek.
K. PENCEGAHAN Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dal am penc egah an ter jad inya tet anus . Pencegahan denganpemberian imunisasi telah dapatd im ul ai s ej ak an ak b e r u s i a 2 b u l a n , d e n g a n c a r a p e m b e r i a n i m u n i s a s i a k t i f ( D P T atau DT ). Mencegah tetanus melalui vaksinasi
adalah jauh
lebih baik
daripada
mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster . Selain itu perawata n l uka y ang benar dan anti tetanus serum untuk profilaksis.
BAB III KESIMPULAN
Angka kejadian penyakit tetanus sudah mulai berkurang di Negara maju, namun berbedadengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena
tingkat
kebersihan
masih
sangat
kurang,
mudah
terjadi
kontaminasi, perawatan lukayang kurangdiperhatikan, kurangnya kesada ran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Tetanus adalah penyakit yang gejalanya adalah kekakuan dari otot, terutama otot wajahdan leher. Hal ini disebabkan oleh masuknya spora dar i kuma n Clostridium tetani yang
masu k mela lui
luka
pada
tub uh
walaupun luka itu kecil. Berat ringannya penyakit ini tergantung dar im a s a i n k u b a s i , p e r i o d
of onset,
dan ada atau tidaknya gangguan menyebabkan
kematian
pada
kejang
lokal
atau
autonomic
karena
hal
tetanus..
Ole h
umum ini
yang
kar ena it u
tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir-akhir ini dengan adanya penyebaran program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis.
DAFTAR PUSTAKA
-
Hendarwanto.llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001.
-
Mardjono, mahar.Neurologi Klinis Dasar . Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322
-
Markam, Sumarmo.Neurologi Praktis.Widya Medika;Jakarta.2002. 171-176
-
http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview#showall
-
http://www.odh.ohio.gov/pdf/IDCM/tetanus.pdf
-
http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf