Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum BAB I PENDAHULUAN
Tetanus neonatorum merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan terjadinya penyakit tetanus pada neonatus (bayi berusia 3-28 hari). 1,2 Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan memilki tingkat morbiditas yang tinggi. Data WHO tahun 2005 menunjukan Tetanus neonatorum merupakan penyebab dari 14 % kematian neonatus di dunia. 3
Clostridium Clostridium tetani merupakan bakteri yang menyebabkan terjadinya penyakit tetanus, di mana pada bayi baru lahir infeksi terutama terjadi melalui luka saat pemotongan tali pusat atau akibat proses partus yang kurang steril. Proses partus dan penanganan tali pusat yang kurang steril memungkinkan adanya infeksi bakteri sehingga membahayakan baik bagi si bayi maupun ibu melahirkan. 1,3,4 Hal inilah yang menyebabkan 90% kasus tetanus neonatorum terjadi di negara negara yang kurang dan masih berkembang, di mana standar keseha kesehatan tan masih masih sangat sangat rendah rendah dan fasili fasilitas tas keseha kesehatan tan yang yang layak layak tidak tidak tersedi tersediaa atau terbatas.1,3,4 Terapi pada tetanus neonatorum meliputi pemberian antitoksin tetanus, pelemas otot dan pemberian makanan intravena. 4 Selain itu juga dapat diberikan anti microbial, debridement luka dan penanganan jalan napas pasien. 4 Pencegahan penyakit ini sebenarnya sangat mudah dan menjadi fokus utama WHO, yaitu dengan pemberian vaksin pada ibu sebelum atau selama masa kehamilan; proses partus serta penanganan paska melahirkan yang steril. WHO telah mencanangkan program eliminasi tetanu tetanuss matern maternal al dan tetanus tetanus neonat neonatoru orum m sejak sejak tahun tahun 1989. 1989. Progra Program m ini telah telah berhas berhasil il dilaksanakan oleh negara-negara maju dan sebagian negara berkembang sehingga tetanus neonatorum sangat jarang ditemukan di negara-negara tersebut. 4 Keterbatasan ekonomi di negara-negara kurang berkembang menyebabkan tingginya jumlah kasus tetanus neonatorum. Fasilitas kesehatan yang terbatas dan rendahnya penget pengetahu ahuan an masyar masyaraka akatt akan akan masala masalah h ini tetap tetap menjad menjadikan ikan tetanu tetanuss neonat neonatrum rum sebuah sebuah problematika kesehatan pada neonatal.1,4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 1
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI
Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau tegang.1 Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis yang disebabkan oleh oleh neurot neurotok oksin sin yang yang dihasi dihasilka lkan n oleh oleh Clostridium tetani . Tetanus Tetanus berdasarkan berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi (umum), tetanus local dan tetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi adalah tetanus generalisasi dan juga merupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya. 1,3,4 Neonat Neonatal al (beras (berasal al dari dari neos yang yang berar berarti ti baru baru dan dan natus
yang yang berart berartii lahir) lahir)2
merupakan suatu istilah kedokteran kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan menggambarkan masa sejak bayi lahir hingga usia 28 hari kehidupan. 1,2 Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang terjadi pada masa neonatal.3,4
ETIOLOGI
Penyakit Penyakit ini disebabkan disebabkan oleh infeksi infeksi neorutoks neorutoksin in (tetanospasm (tetanospasmin) in) yang dihasilkan bakteri Clostridium Clostridium tetani pada masa neonatal. Umumnya infeksi terjadi akibat proses partus dan penanganan tali pusat yang kurang steril. 1,3 Penyakit ini khususnya terjadi pada bayi dengan ibu yang belum mendapatkan imunisasi tetanus sebelumnya 1,3 Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier berhasil mengisolasi bakteri Clostridium tetani yang hidup bebas dan pada tahun 1889 Kitasato Shibasaburo berhasil mengisolasi bakteri ini dari dari manu manusi sia. a. Vaks Vaksin in tetan tetanus us (Teta (Tetanu nuss toxo toxoid id)) perta pertama ma kali kali pada pada tahu tahun n 1924 1924 oleh oleh P Descombey.1
EPIDEMIOLOGI
Tetanus Tetanus merupakan merupakan suatu masalah kesehatan kesehatan di berbagai berbagai belahan belahan dunia dengan taraf ekonomi ekonomi rendah. rendah. Jumlah Jumlah kasus tetanus neonatorum neonatorum dapat dikatakan berbanding berbanding terbalik terbalik dengan kondisi sosial ekonomi suatu negara. Semakin baik taraf sosial ekonomi suatu begara semakin sedikit pula jumlah kasus tetanus neonatorum di negara tersebut, demikian juga sebaliknya. Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 2
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum saat ini merupakan suatu penyakit yang dapat dikatakan langka di banyak negara maju dan berkembang, di mana proses partus yang steril dan pemberian vaksin vaksin tetanus tetanus secara umum telah disosialisasik disosialisasikan an dan dilaksanak dilaksanakan an sebagai sebagai suatu prosedur prosedur kesehatan wajib. Amerika Serikat memilki insiden tetanus neonatorum yang sangat rendah yaitu 0,01/1000 kelahiran sejak tahun 1967. 5 Tetanus neonatorum terjadi sama banyaknya baik pada laki-laki maupun wanita (1:1), usia ibu yang paling sering mengalami tetanus maternal adalah antara usia 20-30 tahun (berbanding lurus dengan usia melahirkan terbanyak). 90 % kasus tetanus neonatorum dan tetanus maternal terjadi pada partus yang dilakukan di luar fasilitas kesehatan (di rumah, dukun, dsb). 6 Tetanus neonatorum memilki tingkat morbiditas yang tinggi, dimana > 50% kasus tetanu tetanuss neonat neonatoru orum m berakh berakhir ir dengan dengan kemati kematian. an. Menuru Menurutt data data UNICEF UNICEF,, setiap setiap 9 menit, menit, seorang bayi meninggal akibat penyakit ini. 6 WHO menyatakan bahwa tetanus neonatorum merupakan poenyebab dari 14 % kematian neonatus di seluruh dunia. 7 Tetanus Tetanus neonatorum neonatorum dan tetanus tetanus maternal maternal merupakan merupakan suatu kesatuan kesatuan dan dengan dieliminasinya tetanus neonatorum, maka tetanus pada ibu melahirkan secara tidak langsung juga dieliminasi.5,6 Pada tahun 1989, WHO mencanangkan suatu program dengan target pada tahun 1995, penyakit tetanus pada maternal-neonatus dapat dieliminasi dan pada tahun 2005 penyakit ini bukan lagi sebuah masalah kesehatan masyarakat dunia. 8 Eliminasi dianggap tercapai jika jumlah kasus tetanus neonatorum <1 kasus / 1000 kelahiran. 6,8 Program ini meliputi program vaksin toxoid tetanus dan penyediaan fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan sosialisasi tentang penyakit ini di seluruh dunia. 6,8 Penurunan drastis kematian neonatus akibat tetanus berhasil dicapai sejak diberlakukannya program WHO tersebut, di mana pada tahun 1980, menurut data WHO dilapo dilaporka rkan n 800.00 800.000 0 neonat neonatus us mening meninggal gal akibat akibat tetanus tetanus,, dan kemudi kemudian an pada pada tahun tahun 2002 2002 menurun menurun menjadi menjadi 180.000 180.000 neonatus yang meninggal meninggal akibat akibat penyakit penyakit ini. 9 Kasus tetanus tetanus neonat neonatoru orum m berkur berkurang ang drasti drastiss setiap setiap tahunn tahunnya ya dan pada pada tahun tahun 2009, 2009, jumlah jumlah kematia kematian n neonatus akibat tetanus adalah 61.000.9,10 Hingga saat ini, Maternal-Neonatal Tetanus (MNT) masih belum berhasil dieliminasi secara menyeluruh, menyeluruh, di mana pada tahun 2009, penyakit ini masih merupakan merupakan suatu masalah kesehatan 57 negara di dunia, terutama di Asia dan Afrika, termasuk di antaranya adalah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 3
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum Indonesia.6,9 Sekitar 1 juta kasus tetanus dilaporkan dari seluruh dunia pada tahun 2010, dan lebih dari 50 % kematian akibat penyakit ini terjadi pada neonatus. 1
gambar 1 Perkiraan WHO tentang Eliminasi Tetanus Neonatorum Dunia
Indonesia walaupun belum berhasil mengeliminasi tetanus neonatorum ini, juga telah berhasil menekan secara drastis jumlah kasus penyakit ini. Pada tahun 1980, jumlah kematian akibat tetanus neonatorum di Indonesia adalah 71.000 (8 % dari total kematian akibat tetanus neonatorum di seluruh dunia pada saat itu). 10 Pada tahun 2010, WHO menyatakan bahwa daerah daerah Jawa Jawa dan Bali (59 % dari dari popula populasi si Indone Indonesia sia)) telah telah berhas berhasil il bebas bebas dari dari tetanu tetanuss neonatorum.11 Survey pada daerah-daerah lainnya masih dalam proses, dan diharapkan pada tahun 2015, Indonesia secara keseluruhan sudah bebas dari penyakit ini. 12 Selain itu, menurut survey jumlah daerah yang terlindungi dengan vaksin tetanus toxoid, Indonesia telah berhasil meningkatkan jumlah perlindungan vaksin dari 79 % pada tahun 1990 menjadi 89 % pada tahun 2010. 10 MIKROBIOLOGI Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 4
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum Clostridium tetani merupakan suatu bakteri bersifat obligat anaerob, gram positif, yang berasal dari genus Clostridium . Bakteri ini sering ditemukan pada tanah dan sebagai parasit di traktus intestinal mamalia. Bakteri ini memiliki 2 fase hidup, yang pertama adalah dalam bentuk vegetative dan kemudian memproduksi endospora. 11
C. tetani dalam bentuk vegetatif berbentuk batang, rentan terhadap oksigen dan sangat sensitif terhadap panas.
gambar 2 Bentuk vegetative C tetani
Bakteri Bakteri ini kemudian kemudian akan menghasilkan menghasilkan endospora endospora yang kemudian memberikan karakteristik khas dari bakteri ini. Setelah menghasilkan endospora, C. tetani dapat berbentuk seperti stik drum dan dapat bertahan terhadap panas, bahkan terhadap antiseptik. 11
Clostridium Clostridium tetani dalam bentuk spora dapat bertahan hingga suhu 121 oC selama 0-15 menit. Spora ini juga dapat bertahan terhadap berbagai antiseptik. (cth: phenol). Bentuk spora ini lah yang umumnya bersifat infektif.
11,12
Pada pewarnaan gram, Clostridium Clostridium tetani memberikan
gambaran seperti raket tenis.11
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 5
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum
gambar 3
C. tetani pada
pewarnaan Gram.
Clostridium tetani
menghasilkan 2 jenis eksotoksin, yaitu tetanolisin dan
tetanospasm tetanospasmin. in. Tetanolisin Tetanolisin merupakan merupakan suatu eksotoksi eksotoksin n yang bersifat bersifat sitolisin, sitolisin, sedangkan sedangkan tetanospasm tetanospasmin in merupakan merupakan suatu neurotoksin neurotoksin dengan dengan tingkat tingkat toksisitas toksisitas teringgi ke dua terhadap manusia, dengan batas lethal toksin 2,5 x 10 -6 mg/kg berat badan. 12
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya tetanus neonatorum berhubungan dengan dengan rendahnya rendahnya sterilisasi dan kebersihan kebersihan dari proses partus, partus, penanganan penanganan pasca persalina persalina yang yang tidak tidak adekua adekuatt dan kurang kurangnya nya penget pengetahu ahuan an dan sosial sosialisa isasi si vaksin vaksin tetanu tetanuss toxoid toxoid di berbagai negara miskin dan kurang berkembang.13 Faktor-faktor resiko tersebut mencakup faktor medis dan faktor non medis. Faktor medis meliputi kurangnya standard perawatan prenatal (kurangnya perawatan antenatal pada ibu hamil, hamil, kurang kurangnya nya edukas edukasii ibu hamil hamil tentan tentang g pentin pentingny gnyaa vaksin vaksinasi asi tetanu tetanuss toxoid toxoid), ), perawa perawatan tan perina perinatal tal (kuran (kurang g tersedi tersediany anyaa fasili fasilitas tas persal persalina inan n dan tenaga tenaga medis medis sehing sehingga ga banyak persalina dilakukan di rumah dan penggunaan alat-alat yang tidak steril, termasuk dalam penanganan tali pusat) dan perawatan neonatal (neonatus lahir dalam keadaan tidak steril, tingginya prematuritas, dsb). 18 Faktor non medis sering kali berhubungan dengan adat istiadat setempat (contoh: Beberapa suku di Pakistan sering kali mengoleskan kotoran sapi pada lokasi pemotongan tali pusat). 19
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 6
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum PATOFISIOLOGI
Dalam kondisi normal, sistem muskuloskeletal akan bereaksi sesuai dengan sinyal (aktif potensial) yang berasal dari neuron-neuron (eksitatorik dan inhibitorik). Sel-sel neuron akan bereaksi terhadap suatu sinyal dengan menghasilkan neurotransmitter dan dikeluarkan menggunakan
suatu
protein
membrane
(synaptobrevin)
menuju
saraf
motorik.
Neurotransmiter tersebut kemudian menyampaikan sinyal tersebut dan saraf motorik akan merangsang serat otot untuk bereaksi. 17,20,21 Pada kontraksi otot skeletal, neuron eksitatorik akan mengeluarkan neurotransmiter (cth: Asetilkolin) untuk menyampaikan sinyal eksitatorik ke motor neuron yang merangsang otot untuk berkontraksi, sementara itu neuron inhibitorik juga akan menghasilkan neurotransmitter (cth: GABA) untuk membatasi dan memodulasi kontraksi yang terjadi, di mana pada saat satu bagian otot berkontraksi, pada saat bersamaan terdapat otot lain yang relaksasi (antagonis refleks).20 Infeksi Clostridium tetani menyebabkan neuron inhibitorik gagal mengeluarkan neurotransmitter inhibitori, sehingga kontraksi yang terjadi tidak diimbangi dengan inhibisi otot yang lain. Akibatnya baik otot agonis maupun antagonis mengal mengalami ami kontrak kontraksi si dan tidak tidak terkont terkontrol rol sehing sehingga ga terjadi terjadi spasme spasme otot otot yang yang menjad menjadii gambaaran khas pada tetanus.19,20 menghasilkan n endospora endospora yang membutuhka membutuhkan n kondisi kondisi anaerobik anaerobik Clostridium Clostridium tetani menghasilka untuk dapat berkembang. 18 Jaringan yang nekrosis atau mengalami infeksi merupakan lokasi yang sangat mendukung bagi tumbuhnya bakteri ini. 18 Bakteri ini biasanya masuk ke situs luka luka dan setela setelah h melalu melaluii proses proses germin germinasi asi (berki (berkisar sar antara antara 3-21 3-21 hari), hari), bakter bakterii ini akan akan menghasilkan 2 jenis exotoxin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani bersifat sitolisin, dan mengawali infeksi bakteri ini dengan merusak jaringan-jaringan yang belum nekrosis dan mengoptimalkan suasana anaerob yang terbentuk terbentuk pada situs luka.17 Tetanospas Tetanospasmin min sebagai sebagai neurotoksi neurotoksin n kemudian kemudian menjadi menjadi agen penyebab munculnya berbagai gejala klinis pada tetanus. 17 Tetanospasmin merupakan suatu neurotoksin yang berbentuk rantai polipeptida ganda. Rantai polipeptida ini terdiri atas sebuah rantai polipeptida berat(100000 Da) dan 1 rantai rantai polipe polipeptid ptidaa ringan ringan(50 (50.00 .000 0 Da). Ke dua rantai rantai tersebu tersebutt dihubu dihubungk ngkan an oleh oleh suatu suatu jembatan jembatan disulfida. disulfida.3,17 Rantai Rantai polipeptida polipeptida ringan (mengandu (mengandung ng zinc metalloprot metalloprotease) ease) akan berikatan dengan neuromuscular junction sedangkan rantai polipeptida berat (mengandung (mengandung suatu suatu amino amino terminu terminuss yang yang berfun berfungsi gsi untuk untuk member memberii sinyal sinyal kepada kepada sel) sel) menyeb menyebabk abkan an Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 7
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum tetanospasmin dapat masuk ke dalam akson 3,18 Tetanospasmin kemudian masuk ke dalam sel hingga mencapai sistem saraf pusat secara intra-aksonal. Setelah mencapai daerah intrasel, tetanospasm tetanospasmin in dapat berdifusi berdifusi keluar keluar dari sel dan berikatan dengan reseptor interneuron interneuron inhibitorik (pada medulla spinalis). Tetanospasmin akan diendositosis ke dalam sel intraneuron inhibitorik ini. 18,21
gambar 4 susunan tetanospasmin
Di dalam sel, ikatan disulfida antara rantai polipeptida ringan dan berat akan rusak akibat akibat suasan suasanaa asam, asam, rantai rantai polipe polipepti ptida da ringan ringan kemudi kemudian an akan akan masuk masuk ke sitopl sitoplasm asmaa sel intraneuron. Kandungan zinc metalloprotease yang terdapat pada rantai ringan ini kemudian akan merusak synaptobrevin (protein membrane) yang dibutuhkan dalam proses transportasi neurotransmitter dari sel interneuron menuju saraf motorik. Hal ini menyebabkan pelepasan neurotransmitter inhibitori (terutama Gamma Amino Butric Acid/GABA) tidak dapat dilakukan. Dihambatnya transport GABA ini menyebabkan refleks antagonis otot skeletal menjadi hilang, akibatnya terjadi kontraksi otot tidak terkontrol dan spasme dari otot-otot skeletal.3,18,20,21 Tetanospasmin selain merusak refleks antagonis pada sistem musculoskeletal, pada tahap lanjut, juga mengganggu refleks antagonis sistem saraf simpatik, sehingga pada kondisi tersebut, pelepasan katekolamin storm atau disebhiper-adrenergik.14,22 Masa inkubasi pada bayi lebih cepat dibanding tetanus tipe lain yaitu berkisar antara 3-10 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 8
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum hari, dan biasanya bermanifestasi pada akhir minggu pertama atau awal minggu ke dua pasca persalinan sehingga sering kali disebut sebagai penyakit hari ke tujuh (disease of the seventh day). Hal ini membantu membedakan membedakan tetanus tetanus neonatorum neonatorum dengan penyakit lain pada neonatus, di mana pada penyakit lain akan muncul gejala pada 2 hari pertama kehidupan. 1 GEJALA KLINIS
Manifestasi Manifestasi awal yang ditemukan ditemukan pada tetanus neonatorum neonatorum dapat dilihat ketika bayi malas minum dan menangis yang terus menerus. 7 Bayi kemudian akan kesulitan hingga tidak sanggup menghisap dan akhirnya mengalami gangguan menyusu. Hal tersebut menjadi tanda khas khas onset onset penyak penyakit it ini. ini. Kekaku Kekakuan an rahang rahang (trism (trismus) us) mulai mulai terjad terjadi, i, dan mengak mengakiba ibatka tkan n tangisan bayi berkurang dan akhirnya berhenti. Mulai terjadi kekakuan pada wajah (bibir tertarik kearah lateral, dan alis tertarik ke atas) yang disebut risus sardonicus. Kaku kuduk, disfagia dan kekakuan pada seluruh tubuh akan menyusul dalam beberapa jam berikutnya. 7,18 Awalnya kekakuan tubuh yang terjadi bersifat periodik, dan dipicu oleh rangsanganrangsangan sensoris (suara atau sentuhan). sentuhan). 1,7,18 Kemudian kejang akan terjadi secara spontan dan akhirnya terus menerus. Spasme dan kejang berulang atau terus menerus yang terjadi akan mempengaruhi sistem saraf simpatik sehingga terjadi vasokonstriksi pada saluran napas dan akan terjadi apneu dan bayi menjadi sianosis. Hal ini merupakan penyebab kematian terbesar pada kasus tetanus neonatorum.7,19,23 Pada saat spasme dan kejang berlangsung, kedua lengan biasanya akan fleksi pada siku siku dan dan tert tertari arik k ke arah arah bada badan, n, seda sedang ngka kan n kedu keduaa tung tungka kaii dors dorsof ofle leks ksii dan dan kaki kaki akan akan mengalami hiperfleksi. Spasme pada otot punggung menyebabkan punggung tertarik menyerupai busur panah (opisthotonos). ( opisthotonos).24 Jarak antara gejala pertama muncul sampai munculnya munculnya gejala berikutnya berikutnya pada kasus tetanus neonatorum disebut periode onset. Periode onset ini berperan penting dalam menent menentuka ukan n progno prognosis sis penyak penyakit it ini. ini. Semaki Semakin n pendek pendek period periodee onset onset ini, ini, semaki semakin n buruk buruk prognosisnya.6 Periode onset pada neonatus lebih pendek dibandingkan dengan pada anak atau dewasa (lebih ke arah beberapa jam daripada beberapa hari seperti pada dewasa), hal ini mungkin disebabkan jarak akson yang lebih pendek sehingga infeksi lebih cepat mencapai CNS.6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011
Page 9
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum
gambar 5 Opisthotonos dan Risus Sardonicus
KLASIFIKASI TETANUS
Tetanus Tetanus berdasarkan berdasarkan tingkat tingkat keparahannya keparahannya diklasifik diklasifikasikan asikan oleh Ablett Ablett menjadi 4 stadium.
Tabel Tabel 1. Klasif Klasifika ikasi si tetan tetanus us oleh oleh Ablet Ablettt berdas berdasark arkan an tingk tingkat at keparahannya
18
Stad tadium
Gejala Klinis
1. Ringan Ringan
Trismus Trismus ringan ringan,, spasti spastic c tanpa tanpa spasm spasme, e, tanpa tanpa dis disert ertai ai dis disfag fagia ia
2. Sedang Sedang
Trismus Trismus sedang sedang,, spasme spasme mulai mulai muncul muncul,, dis disfag fagia ia ringan ringan,, mulai mulai ada gangguan respiratori, Jumlah napas > 30 x/menit
3. Berat Berat
Trismus Trismus berat, berat, spast spastic ic dan spasm spasme e seluru seluruh h tubuh, tubuh, dis disfag fagia ia berat, berat, jumlah napas >140x/menit, mulai muncul apneu dan sistem simpatis mulai tergang ditandai takikardi >120x/menit
4. Sangat berat
Stadium 3 ditambah dengan gangguan sistem saraf simpatis berat termasuk sistem kardiovaskuler
PEMERIKSAAN PENUNJANG Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 10
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat gambaran dan gejala klinis yang ada. Pemeriksaan kultur jarang dilakukan karena ditemukan tidaknya bakteri bukan merupa merupakan kan suatu suatu tanda tanda karakt karakteri erisit sitik ik pada pada infeks infeksii bakter bakterii ini. ini. Clostridium Clostridium tetani bukan Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini. Hasil positi positiff ditunj ditunjuka ukan n ketika ketika spatul spatulaa disent disentuhk uhkan an ke orofari orofaring ng lalu lalu terjad terjadii spasm spasmee pada pada otot otot maseter dan bayi menggigit spatula lidah. 25
KOMPLIKASI
1. Laring Laringosp ospasm asmee yaitu yaitu spasme spasme dari dari laring laring dan/at dan/atau au otot otot pernap pernapasan asan menyeb menyebabk abkan an gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada kasus tetanus neonatorum. 2. Fraktur Fraktur dari tulang punggung punggung atau tulang panjang panjang akibat kontraksi kontraksi otot berlebihan berlebihan yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan kepadatan tulang masih belum sempurna 3. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat
menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti jantung (cardiac arrest ). ). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah distabilkan jalan napasnya. 4. Sepsis akibat infeksi nosokomial (cth: Bronkopneumonia) Bronkopneumonia) 5. Pneumonia Pneumonia Aspirasi Aspirasi (sering kali terjadi akibat aspirasi makanan makanan ataupun minuman minuman yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 11
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum KOMPLIKASI JANGKA PANJANG
Pada sebuah penelitian, ditemukan deficit neurologis pada sebagian penderita tetanus neonat neonatoru orum m yang yang selama selamat. t. Gejala Gejala yang yang muncul muncul dapat dapat berupa berupa cerebra cerebrall palsy, palsy, ganggu gangguan an perkembanga perkembangan n intelektual intelektual maupun maupun gangguan gangguan perilaku. perilaku.26 Gejala tersebut didapatkan didapatkan pada anak-anak berusia 7-12 tahun. Hal ini diperkirakan terjadi akibat anoxia yang terjadi semasa kejang yang terjadi.
26
Namun demikian presentasi presentasi terjadinya terjadinya sequalae sequalae pada penyakit ini
belum dapat dipastikan.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksa Penatalaksanaan naan tetanus tetanus neonatorum neonatorum pada dasarnya dasarnya sama dengan dengan tetanus tetanus lainnya, lainnya, yaitu meliputi terapi suportif (sedasi, pelemas otot, dsb) selama tubuh berusaha memtabolisme neurotoxin, mencegah bertambahnya toxin yang mencapai CNS dan berusaha membunuh kuman yang masih dalam bentuk vegetatif untuk mencegah produksi tetanospasmin yang berkelanjutan. 24 Perawatan di NICU mutlak diperlukan.7 Eliminasi kuman dalam bentuk vegetatif dilakukan dengan membersihkan situs luka; debridement merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk membersihkan luka, diharpakan diharpakan dengan tindakan tindakan tersebut, tersebut, suasana suasana anaerobik anaerobik yang dibutuhkan dibutuhkan kuman kuman untuk untuk germinasi germinasi dapat dihilangka dihilangkan. n.18 Pemberian Pemberian antibiotik antibiotik diperlukan diperlukan untuk membunuh membunuh kuman kuman bukan untuk netralisasi toksin. Penicillin G (100.000 U/kg/24 jam IV dibagi menjadi 4-6 kali pemberian selama 10-14 hari) merupakan salah satu antibiotik pilihan, 3 namun studi terbaru menemukan bahwa penicillin merupakan suatu antagonis GABA sehingga dapat meningkatk meningkatkan an efek dari tetanospasm tetanospasmin, in, oleh karenanya karenanya saat ini antibiotik antibiotik pilihan adalah Metronidazole IV (30 mg/kg/hari, dengan dosis maksimal 4 g/hari selama 10-14 hari). 7 Netralisasi
toksin
dalam
sirkulasi
dilakukan
dengan
pemberian
Tetanus
Immunoglobulin (TIG) 3000-6000 unit dosis tunggal intramuskular. 7 Pada suatu penelitian ditemukan bahwa dosis sebesar 500 unit memiliki efektifitas yang sama dengan pemberian dosis yang lebih besar, namun hingga saat ini pemberian dosis TIG 3000-6000 unit (IM) masih menjadi rekomendasi resmi WHO. 7,24 Jika sediaan TIG tidak tersedia, pemberian antitetanus serum (ATS) dapat menjadi pilihan alternatif. ATS dapat diberikan dengan dosis 10.000 unit dan pemberiannya dibagi menjadi 2 dosis ( ½ IM, ½ IV). 3,7 Di negara-negara negara-negara miskin dan berkembang, TIG masih sulit didapatkan karena harganya yang mahal, sedangkan ATS karena harganya yang lebih murah lebih banyak digunakan. Penggunaan ATS harus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 12
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum didahului didahului dengan uji desensitis desensitisasi asi terhadap terhadap antigen antigen serum yang terkandung terkandung di dalamnya dalamnya karena sering menimbulkan reaksi alergi pada penderita. 7,24 Pemberian TIG ataupun ATS harus dilakukan secepatnya (maksimal 24 jam setelah didiagnosis), karena toksin tidak dapat lagi dinetralisir oleh TIG atau ATS apabila sudah mencapai medula spinalis. 3,18
Terapi Suportif
Terapi suportif mutlak diperlukan dan memegang peranan penting dalam menentukan tingkat mortalitas yang terjadi. Hal pertam pertamaa yang yang harus harus dilaku dilakukan kan adalah adalah penang penangana anan n jalan jalan napas. napas. Penggu Penggunaa naan n ventilator ventilator merupakan pilihan utama. Selain itu pemberian pemberian muscle-relaxant atau sedative sedative dengan tujuan mengurangi spasme otot sekaligus melebarkan jalan napas. Obat yang terbukti cukup efektif adalah benzodiazepine (cth: diazepam, midazolam). 7,27 Diazepam memiliki efek pelemas otot, anti anxietas dan sedasi. Hal itu menyebabkan diazepam efektif digunakan dalam penanganan tetanus neonatorum. 27 Pemberian diazepam bervariasi untuk tiap individu, 0,1-0,8 mg/kg/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis untuk spasme ringan, dan 0,1-0,3 mg/kg IV dalam 4-8 jam untuk spasme sedang-berat. Diazepam kemudian dititrasi untuk maintenance
dose dengan dosis yang bervariasi dan belum memiliki suatu standard resmi. Pada suatu laporan kasus, maintenance dose diberikan 0,08 mg/kg IV setiap 4 jam dan midazolam 0,1 mg/kg/jam.27 Pemberian cairan harus diberikan untuk menggantikan cairan dan elektrolit. Pemberian makanan secara oral dilarang, karena dapat menyebabkan aspirasi, oleh karena itu, nutrisi diberikan secara parenteral atau via nasogastric tube (NGT). Pada kasus neonatus dengan dengan jalan jalan napas napas yang yang tidak tidak berhas berhasil il distab distabilk ilkan an atau intuba intubasi si yang yang melebi melebihi hi 10 hari, hari, trakeostomi dapat dilakukan. 25
Pencegahan/Profilaksis
1. Proses persalina persalinan n yang steril yang didukung didukung tenaga tenaga medis dan peralatan medis yang mendukung
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 13
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum 2. Pendidikan dan pengarahan tentang pentingnya persalinan yang steril dan sosialisas sosialisasii vaksinasi vaksinasi tetanus pada ibu hamil khususny khususnyaa yang belum mendapat mendapat vaksinasi atau dengan riwayat vaksinasi yang belum jelas. 3. Imunis Imunisasi asi pada pada ibu hamil hamil merupa merupakan kan fokus fokus primer primer dalam dalam penceg pencegaha ahan n tetanus tetanus
neonatorum
VAKSINASI TETANUS
Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak sebagai antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan protein spesifik. Pember Pemberian ian vaksin vaksin tetanu tetanuss toksoi toksoid d dilaku dilakukan kan untuk untuk profil profilaks aksis is jika jika riwaya riwayatt vaksin vaksin tidak tidak diketahui atau kurang dari 3 kali imunisasi TT. 1 Imunisasi tetanus pada wanita masa subur (12 atau 15 tahun sampai 45 tahun) atau sedang mengandung merupakan cara pencegahan tetanus neonatorum yang paling mudah dan efektif.7 Melalui imunisasi tetanus lengkap, proteksi terhadap infeksi tetanus mencapai lebih dari 90%. Wanita tanpa adanya riwayat imunisasi tetanus harus diberikan dua dosis tetanus toxoid (TT) atau difteri tetanus toxoid (Td) atau DPT (difteri pertusis tetanus) dengan jarak antar dosis minimal 4 minggu. Dosis ke 3 diberikan 6-12 bulan kemudian, dosis ke 4 satu tahun sesudah pemberian dosis ke 3, dan dosis ke 5, 1 tahun setelah pemberian dosis ke 4. 8 Pada wanita yang sudah pernah diimunisasi 1 kali baik dengan TT, Td, atau DPT, dapat diberikan booster setiap 10 tahun. 8 Pada Pada wanita wanita hamil hamil dengan dengan riwayat riwayat imunis imunisasi asi yang yang jelas, jelas, harus harus diberi diberikan kan vaksin vaksin pertama secepatnya dan disusuli oleh dosis ke 2 maksimal 3 minggu sebelum melahirkan. 8 Wanita Wanita yang yang sudah sudah mendap mendapat at 2 dosis dosis vaksin vaksin pada pada kehami kehamilan lan sebelu sebelumny mnyaa harus harus diberikan diberikan dosis ke 3 pada kehamilan kehamilan berikutnya. berikutnya. Dosis ke 3 ini dapat memberikan memberikan perlindungan hingga 5 tahun. 8
Tabel 2 Rekomendasi jadwal imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tetanus dan difteri toxoid (Td) untuk wanita pada masa subur yang belum divaksinasi Dosis
TT1 atau Td1
Jadwal Pemberian
Pada kontak pertama atau sedini mungkin saat kehamilan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 14
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum TT2 atau Td2
Paling sedikit 4 minggu setelah dosis pertama
TT3 atau Td3
6-12 bulan setelah dosis kedua atau pada kehamilan berikutnya
TT4 atau Td4
1-5 tahun setelah dosis ketiga atau saat kehamilan berikutnya
TT5 atau Td5
1-10 tahun setelah dosis keempat atau saat kehamilan berikutnya
Tabel 3 Efikasi vaksin tetanus tetanus toxoid toxoid berdasarkan berdasarkan dosis Dosis
Interval minimum antar dosis
Perc Percen entt prot protec ecte ted d
Dura Durasi si prot protek eksi si
TT1
-
-
-
TT2
4 minggu
80%
3 tahun
TT3
6 bulan
95%
5 tahun
TT4
1 tahun
99%
10 tahun
TT5
1 tahun
99%
Mungkin hidup
seumur
PERAWATAN PERSALINAN DAN PASCA PERSALINAN
Perawatan persalinan dan pasca persalinan yang bersih dan steril secara signifikan dapat dapat menuru menurunka nkan n jumlah jumlah infeks infeksii perina perinatal, tal, termas termasuk uk di dalamn dalamnya ya tetanu tetanuss neonat neonatoru orum. m. Persalinan yang bersih didefinisikan sebagai suatu persalinan yang dibantu oleh tenaga medis di dalam dalam suatu suatu instit institusi usi medis medis atau atau dilaku dilakukan kan di rumah rumah dengan dengan bantua bantuan n bidan bidan dengan dengan prosedur persalinan yang higienis (memastikan kebersihan tangan, tali pusat, perineum, dan semua substans yang digunakan). 7
DIAGNOSIS BANDING
Tetanus neonatorum memilki ciri khas, namun demikian, beberapa kelainan lainnya dapat menyebabkan kejang pada neonatus dan harus dapat dibedakan dari tetanus neonatorum. 8 Secara umum penyebab kejang pada neonatus dapat dibagi menjadi 3 kategori: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 15
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum 1. Kongenital Kongenital (anomaly (anomaly cerebral) cerebral) 2. Perinatal (komplikasi (komplikasi persalinan, persalinan, trauma perinatal, anoxia, anoxia, perdarahan intracranial) 3. Postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme) Kerusakan otak oleh karena gangguan kongenital atau perinatal dapat menyebabkan spasticity, gerakan tubuh yang jerky, dan kejang. Cerebral contusion, umumnya berhubungan dengan trauma pada saat persalinan atau kesulitan obstetrik lainnya, dan terjadi pada bayi cukup bulan. Sindrom kerusakan otak sering menyebabkan laxness of mouth and tongue; refleks hisap hilang, dan bayi tidak dapat menelan sejak lahir. Tidak ada kondisi yang menyebabkan trismus seperti tetanus. Infeksi terpenting saat neonatus adalah meningitis, umumnya berhubungan dengan septicemia. Meningitis neonatorum dapat disebabkan oleh S treptococcus grup B, Escherichia coli,
Lysteria monocytogenes, atau Klebsiella-Enterobacter-Serratia. Dua infeksi pertama mencakup 70% penyebab infeksi sistemik oleh bakteri pada neonatus. Bayi dengan meningitis datang dengan letargi, kejang, episode apneu, sulit minum, hipotermi atau hipertermi, dan, kadang, respiratory distress pada minggu pertama. Gejala yang sering ditemukan adalah ubun-ubun besar yang tegang. Infeksi streptococcus grup B dapat mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Onset gejala dapat awal, dalam 48 jam pertama kehidupan, atau telat, antara 10 hari sampai 4 bulan. Apneu merupakan gejala pertama yang sering ditemukan dan pneumonia dengan gagal napas dapat terjadi. Trismus tidak terdapat pada penyakit-penyakit di atas, dan sifat kejang berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus. Kejang pada kondisi di atas umumnya terjadi dengan gerakan yang lebih lambat dalam waktu yang lebih singkat dan umumnya hanya mengenai satu bagian tubuh. Pada tetanus neonatorum, tidak ditemukan ubun-ubun tegang. Gangguan metabolik meliputi hipoglikemi – terutama pada bayi BBLR atau bayi dari ibu dengan diabetes – dan hipokalsemi. Insidens hipokalsemi pada neonatus tinggi pada hari pertama, kedua, atau ketiga kehidupan, dan akhir minggu pertama. Hypocalcemic tetany pada bayi baru lahir dapat menimbulkan kejang dan laringospasme. Kejang berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus, dan umumnya disertai tremor dan muscle twitching, sedangkan hipokalsemi tidak menimbulkan trismus atau rigiditas seluruh tubuh yang dilihat pada tetanus. Bayi dengan hypocalcemic tetany kelihatan normal di antara episode kejang.
PROGNOSIS Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 16
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum Prognosis Prognosis bergantung bergantung pada masa inkubasi, inkubasi, waktu yang dibutuhk dibutuhkan an dari inokulasi inokulasi spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala hingga spasme tetanik yang pertama. 29 Statistik terbaru menunjukkan tingkat mortalitas pada tetanus ringansedang mencapai 6%. Sedangkan tetanus berat memiliki tingkat mortalitas 60%.
7
Suatu sistem penilaian untuk menilai prognosis dari tetanus dibuat oleh sebuah tim dari Senegal.30 Semakin tinggi nilai yang didapat, semakin buruk prognosisnya. 29 Tabel 4. Sistem skor untuk menentukan prognosis Tetanus
Nomo
Faktor Prognosis
1 point
0 point
r 1
Masa Inkubasi
< 7 hari
>7 hari
2
Masa Onset
< 2 hari
>2hari
3
Situs masuk kuman ( port of entry )
Umbi Umbili liku kus, s,
uter uterus us,, Situs lain atau tidak
luka bakar, fraktur diketahui terbu terbuka ka,, 4
Spasme yang muncul mendadak,
injek injeksi si
intramuskular ya
Tidak
dan bertambah buruk (paroxysm)
5
Suhu (diukur melalui rectal)
>38,4o C
≤38,4o C
6
Nadi : pada dewasa :
> 120x/menit
<120x/menit
> 150x/ menit
<150x/menit
pada neonatus :
REFERENSI 1. Hinfey BP. eMedicine: Infectious Infec tious Disease,Tetanus. Last updated January 28, 2011.
Diambil dari eMedicine website: http://emedicine.medscape.com/article/229594overview. 2. Mosby's Medical Dictionary, 8th edition. edition. © 2009, Elsevier.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 17
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum 3. Arnon Stephen. Tetanus (Clostridium tetani). In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB. Nelson Textbook of Pediatrics. 17 thed. p 951-953. Philadelphia PA: W.B. Saunders; 2004 4. Neonatal Tetanus Elimination: Field Guide.1st Edition., Washington PAHO.1993 5. Grossman Mosses. Tetanus. In: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Rudolph’s
Pediatrics.20th ed. p 612-614. Stamford, Connecticut: Appleton and Lange; 1996 6. Bardenheier B, Prevots DR, DR, Khetsuriani N, Wharton M. Tetanus Tetanus surveillance -United States, 1995-1997. In: CDC surveillance summaries (July). MMWR 1998;47(no. SS-2):1-13. 7. Neonatal Tetanus Elimination: Field Guide.2nd Edition., Washington PAHO.2005
8. Maternal and Neonatal Tetanus. Tetanus. Diambil dari dari website UNICEF: http://www.unicefusa.org/work/health/tetanus/ 9. Maternal and Neonatal Tetanus Tetanus Elimination by 2005, 2005, WHO/V&B/02.09 10. Tetanus in Immunization Immunization surveillance, assessment and monitoring.2010.Diam monitoring.2010.Diambil bil dari
website WHO: http://www.who.int/immunization_monitoring/disease/tetanus/en/index.html 11. Indonesia: WHO and UNICEF estimates of immunization coverage, 1997-2009. WHO immunization monitoring 2010. 12. Regional Jawa Bali mencapai eliminasi tetanus maternal dan neonatal.2010. diambil dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1281-regional-jawabali-mencapai-eliminasi-tetanus-neonatal-dan-maternal-.html 13. Ryan KJ.Clostridium tetani. In: Sherris Medical Microbiology, 4th 4th ed. Ray CG
(editors).McGraw Hill.2004 14. Tetanus. In Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases (The Pink
Book), Book), 9th ed. p 273-275. Public Health Foundation.2006
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 18
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum 15. MH Roper, JH Vandelaar, FL Gasse. Maternal and Neonatal Tetanus. Lancet. 2008
Feb 2;371(9610):385-6. 16. Tetanus in Immunization, vaccines and biologicals.2008.Diambil dari website WHO:
http://www.who.int/immunization/topics/tetanus/en/index.html 17. Tetanus in Immunization Immunization surveillance, assessment and monitoring.2010.Diam monitoring.2010.Diambil bil dari
website WHO: http://www.who.int/immunization_monitoring/disease/tetanus/en/index.html 18. Handel MJ, Protheroe RT, Cook MT. Tetanus: a review of the literature.2001. Br J
Anaesth ; 87: 477–87 19. Ilic M, et al. Neonatal tetanus: a report of a case.2010. Turk J Pediatr; 52: 404-408 20. Suleman O. Mortality from tetanus neonatorum in Punjab (Pakistan).1982. Pak Pediatr J, 6(2-3):15-83 21. Animaton of Tetanospasmin mechanism.W. mechanism. W. W. Norton & Company: Microbiology
Animations 22. Todar K. Pathogenic Clostridia, including Botulism and Tetanus. In: Todar’s online textbook of bacteriology.2011 23. Haddad El Boutros, Hanrahan Jill, Assi Maha. Tetanus: the Forgotten Disease. A case report.2007. KUMC; p: 9-14. 24. Wassilak SGF, Roper MH, Kretsinger K, Orenstein WA. Tetanus Toxoid. In: Plotkin
S, Orenstein W, Offit P. Vaccines 5 th ed. p 806-809. Elsevier Saunders.2006 25. Eldich RF, et al. Management and treatment of Tetanus.2003. J Long Term Eff Med; 13(3), 139-154 26. Teknetzi P, Manios S, Katsouyanopoulos Ka tsouyanopoulos V. Neonatal tetanus-long term residual handicaps.Arch Dis Child 58:68-69, 1983 27. Khoo BH, Less EL, Lam KL. Neonatal tetanus treated with high dose diazepam. Arch
Dis Child 1978;53:737–739. Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 19
Marco Handoko
2011
Tetanus Neonatorum 28. Wassilak SGF, Roper MH, Kretsinger K, Orenstein WA. Tetanus Toxoid. In: Plotkin
S, Orenstein W, Offit P. Vaccines 5 th ed. p 820-823. Elsevier Saunders.2006 29. Ogunrin OA. Tetanus-A review of current concepts in management.2009. bjpm 11: 46-59
Ralat Protokol pemberian diazepam pada tetanus neonatorum:
-
Pemberian diazepam 10 mg/kg/hari mg/kg/hari secara IV, atau dengan bolus IV setiap 3-6 jam dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg/kali pemberian.
-
Dosis maksimal diazepam : 40 mg/kg/hari
-
Pemberian via pipa nasogastric ataupun rectal dapat diberikan apabila jalur infuse belum terpasang (dosis sama dengan IV)
-
Bila frekuensi napas < 30x/menit, dan alat bantu napas tidak tersedia, pemberian diazepam harus dihentikan
-
Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara bertahap dan diberikan melalui pipa nasogastrik (dengan asumsi pasien mengalami perbaikan)
Referensi: Panduan penatalaksanaan IDAI 2010
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 20