LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE TRAUMA PEMINATAN GAWAT DARURAT RUANG IGD RSUD KANJURUHAN KEPANJEN KAB. MALANG
Disusun oleh : Ardean Wahyu Nengtyas 201410461011021
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini dibuat dan telah disetujui dalam rangka kepaniteraan klinik Peminatan Gawat Darurat mahasiswa Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang pada tanggal 9 November – 14 November 2015.
Malang, 14 November 2015 Ners Muda,
Ardean Wahyu Nengtyas NIM. 201410461011021
Mengetahui,
Pembimbing Institusi
Pembimbing Lahan (RS)
___________________________
MULTIPLE FRAKTUR I.
DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
II.
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya fraktur diantaranya adalah : 1. Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3. Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
III.
KLASIFIKASI
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Berdasarkan sifat fraktur, dibagi menjadi : a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open / Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. 2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur, dibagi menjadi : a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: 1)
Hair Line Fraktur.
2)
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3)
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma, dibagi menjadi : a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga. c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trau ma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan at au traksi otot pada insersinya pada tulang. 4. Berdasarkan jumlah garis patah, dibagi menjadi : a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. 5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang, dibagi menjadi : a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: 1)
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
2)
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3)
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. 7. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup terdapat klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. 2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
IV.
MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Kehilangan fungsi 3. Deformitas Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. 4. Perubahan warna, memar, dan bengkak Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
5. Krepitasi Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba disebabkan oleh gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
V.
PATHWAY Benturan, Jatuh, Cedera, Kecelakaan
Trauma
Kerusakan Integritas Kulit
Terputusnya vena/arteri
Kerusakan jaringan kulit dan otot
Perdarahan
Inflamasi
Fraktur
Resiko Infeksi
Spasme otot
Pergeseran fragmen tulang
Deformitas Nyeri Akut
Kehilangan volume cairan
Gangguan fungsi Pe ↑ permeabilitas kapiler
Syok hipovolemik Ekstravasasi
Plasma di interstitiel
Vasodilatasi
Kemerahan
Edema
Release mediator kimia Hambatan Mobilitas Fisik
VI.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien fraktur, yaitu : 1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi. a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastik atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini. d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi. 2. Penatalaksanaan pembedahan. a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari. b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction Internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah. Tujuan: - Imobilisasi sampai tahap remodeling - Melihat secara langsung area fraktur Jenis Open Reduction Internal Fixation (ORIF): - Sekrup kompresi antar fragmen - Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah - Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar - Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia - Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur
Indikasi ORIF : - Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur. - Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi. - Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki. - Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur. c. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open Reduction External Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk). Indikasi OREF: - Fraktur terbuka derajat III - Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas - Fraktur dengan gangguan neurovaskuler - Fraktur Kominutif -
Fraktur Pelvis
Tahap-tahap penyembuhan tulang, yaitu : 1. Stadium pembentukan hematom
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek.
Hematom dibungkus oleh jaringan lunak sekitarnya (periosteum dan otot).
Terjadi pada 1 - 2 x 24 Jam.
2. Stadium proliferasi sel
Sel-sel berperoliferasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar lokasi fraktur.
Sel-sel ini prekursor osteoblas.
Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang.
Terjadi setelah hari ke dua.
3. Stadium pembentukan kallus.
Osteoblast membentuk tulang lunak ( kallus ).
Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
Terlihat massa kallus pada X Ray
Terjadi 6 - 10 hari setelah kecelakaan.
fraktur telah menyatu.
4. Stadium Konsolidasi (Kalsifikasi)
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu.
Secara bertahap menjadi tulang mature.
Terjadi pada minggu ke 3 - 10 setelah kecelakaan.
5. Stadium Remodelling.
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi bekas fraktur.
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
Pada anak - anak remodelling dapat sempurna,
dewasa masih ada tanda
penebalan.
VII. KOMPLIKASI
1.
Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut, atau miring.
2.
Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion adalah patah tulang yang tidak menyambung kembali. 4.
Compartment syndrom adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5.
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6.
Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobil dalam waktu yang lama karena trauma.
7.
Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
8.
Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau nekrosis iskemia.
9.
Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
10. Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
VIII. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri atas :
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal).
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
Darah rutin
Faktor pembekuan darah
Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi)
3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
IX.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Spasme Otot. 2. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Fraktur Terbuka. 3. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neuromuskuler. 4. Resiko Infeksi dengan faktor resiko Ketidakadekuatan Pertahanan Primer.
X.
RENCANA KEPERAWATAN
No.
1.
Diagnosa Keperawatan
Nyeri Akut berhubungan dengan Spasme Otot
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x24 jam pasien dapat mengetahui tingkatan nyeri dengan indikator: 1. Melaporkan adanya nyeri (5) 2. Frekuensi nyeri(5) 3. Panjangnya episode nyeri (5) 4. Ekspresi nyeri pada wajah (5) 5. Posisi tubuh protektif (5) 6. Kurangnya istirahat (5) 7. Ketegangan otot (5) 8. Perubahan TTV (5) 9. Kehilangan selera makan (5)
Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan 3. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi 4. Tinggikan posisi ekstremitas
2.
Resiko infeksi dengan faktor resiko Ketidakadekuatan Pertahanan Primer.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x24 jam status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor: 1. Tidak didapatkan infeksi berulang (5) 2. Tidak didapatkan tumor (5) 3. Status respirasi sesuai yang diharapkan (5) 4. Temperatur badan sesuai yang diharapkan (5) 5. Integritas kulit (5)
yang terkena. 5. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif. 6. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi) 7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 8. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional) 9. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan. 0. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. Kontrol infeksi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. 2. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka. 3. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan 4. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai SOP. 5. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang) 6. Istirahat yang adekuat 7. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi. 8. Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejal infeksi dan kalau terjadi melaporkan pada perawat 9. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya Medika. Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta: Medika Aesculapius. Santoso, Herman. 2000. Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal . Diktat Kuliah PSIK tidak dipublikasikan.