A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). lnfeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al. 2005). Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3 yakni :
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local. 2. Apendisitis rekurens. 3. Appendisitis kronis.
B. Etiologi
Apendiks
merupakan
organ
yang
belum
diketahui
fungsinya
tetapi
menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks. (wim de Jong)
C. Klasifikasi :
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan factor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E. histolytica). 2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. 3. Appendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
1
D. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney (seperti gambar). Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi t erdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius. Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado :
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
2
Berikut gejala yang timbul tersebut : 1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis, Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbui gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulangulang (diare). 3. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
3
Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis apendisitis : (Wim de Jong)
4
E. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign).
Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).
Ultrasonografi (USG), CTscan.
Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.
5
F. Penatalaksanaan
Tatalaksana
apendisitis
pada
kebanyakan
kasus
adalah
apendektomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang Iebih sedikit, pemulihan yang Iebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra-abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. (Birnbaum BA)
G. Masalah Yang Lazim Muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 2. Hipertermia b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal 3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif, mekanisme kerja, peristaItic usus menurun 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis, ketidakmempuan untuk mencerna makanan 5. Kerusakan integritas jaringan 6. Gangguan rasa nyaman 7. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal b.d proses infeksi, penurunan sirkulasi darah ke gastrointestinal, hemoragi gastrointestinal akut 8. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh 9. Ansietas b.d proknosis penyakit rencana pembedahan
H. Discharge Planning
Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
6
I.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnese 1) Identitas Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. 2) Riwayat penyakit sekarang Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen. 3) Riwayat penyakit dahulu Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita. 4) Riwayat penyakit keluarga Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan bagaimana genogramnya. 5) Pola Fungsi Kesehatan
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
Pola Tidur dan Istirahat Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
Pola aktifitas Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan. 7
Pola hubungan dan peran Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
Pola sensorik dan kognitif Ada
tidaknya
gangguan
sensorik
nyeri,
penglihatan,
pearaan
serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Pola penanggulangan stress Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
2. Pemeriksaan Fisik 1) Status kesehatan umum Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan. 2) Integumen Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah. 3) Kepala dan Leher Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat. 4) Thoraks dan Paru Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal (16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor. 5) Abdomen Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan 8
urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik. 6) Ekstremitas Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan. 3. Pemeriksaan Penunjang. 1) Pemeriksaan Laboratorium Darah
: Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
Urine
: Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .
2) Pemeriksaan Radiologi BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut. B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
No
1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Nyeri abdomen berhu- Nyeri berkurang. bungan dengan obstruksi dan peradangan apendiks.
Kriteria :
Intervensi
Kaji tanda vital
Kaji keluhan nyeri, tentukan lokasi, jenis dan intensitas
Klien
mengungkapkan
nyeri. Ukur dengan skala 1-
rasa sakit berkurang.
10.
Subyektif :
Wajah dan posisi tubuh
Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah
Jelaskan penyebab rasa sakit, cara mengurangi.
tampak rileks
Beri posisi ½ duduk untuk
perut kanan bawah.
mengurangi penyebaran in-
Tungkai kanan tidak
feksi pada abdomen.
dapat diluruskan.
Obyektif :
Ajarkan tehnik relaksasi.
Kompres es pada daerah sakit
untuk
mengurangi
nyeri.
Nyeri tekan di titik 9
Mc Burney.
Anjurkan klien untuk tidur
pada posisi nyaman (miring dengan
menekuk
lutut
kanan). Puasa makan minum apabila
akan dilakukan tindakan. Ciptakan lingkungan yang
tenang.
Laksanakan program medik.
Pantau efek terapeutik dan non terapeutik dari pemberian analgetik.
2.
Resiko kekurangan vo
Cairan dan elektrolit da-
lume cairan berhubung
lam keadaan seimbang.
an dengan mual, muntah, anoreksia dan diare.
Observasi tanda vital suhu,
nadi, tekanan darah, perna pasan tiap 4 jam.
Kriteria :
Observsi cairan yang keluar
Turgor kulit baik.
dan yang masuk.
Cairan yang keluar dan
Jauhkan makanan/bau-bauan
yang merangsang mual atau
masuk seimbang.
muntah. Kolaborasi pemberian infus
dan pipa lambung
3.
Kurang
pengetahuan
tentang
prosedur
siapan
dan
operasi. Subyektif
per-
sesudah
Setelah diberikan penje-
Jelaskan prosedur persiapan
lasan klien memahami tentang
prosedur
siapan
dan
operasi.
per-
sesudah
pemasangan infus.
puasa
operasi
makan
&
minum
sebelumnya 6 - 8 jam.
cukur daerah operasi.
10
Klien / keluarga bertanya tentang prosedur persiapan dan sesudah operasi Obyektif
Klien tidak kooperatif terhadap tindakan persiapan operasi.
Jelaskan
situasi
dikamar
bedah.
Kriteria
Jelaskan aktivitas yang perlu
Klien kooperatif dengan
dilakukan setelah operasi.
tindakan
persiapan
Latihan batuk efektif.
operasi maupun sesudah
mobilisasi
operasi.
dini
secara
pasif dan aktif bertahap.
Klien mendemonstrasikan latihan yang diberikan.
4.
Kerusakan integritas ku- Luka lit berhubungan dengan
insisi
sembuh
tanpa ada tanda infeksi.
Pantau
luka
pembedahan
dari tanda-tanda peradangan:
luka pembedahan.
demam, kemerahan, bengkak dan
cairan
yang
keluar,
warna jumlah dan karakteristik.
Rawat luka secara steril.
Beri
makanan
berkualitas
atau dukungan klien untuk makan. Makanan mencukupi untuk mempercepat proses penyembuhan.
Beri
antibiotika
sesuai
program medik.
11
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC . Jogjakarta : MediAction.
12