KROMOSOM RAKSASA (KROMOSOM POLITEN)
Drosophila melanogaster Dedi Supandi, S.Si (SMA Islam Al-Fajar) No. UKG 201500318338 201500318338
BAB I PENDAHULUAN
Adanya kromosom politen menunjukkan ada perbedaan yang timbul dari kromosom biasa. Hal ini disebabkan salah satunya oleh ukuran kromosom politen yang lebih besar dibandingkan ukuran kromosom normal. Praktikum pengamatan kromosom politen pada Drosophila melanogaster ini dilakukan untuk mempelajari kromosom politen berdasarkan teori yang ada. Kromatin adalah benang-benang halus yang tersusun atas deoksiribonukleat acid (DNA) dan protein yang terdiri dari histon dan nonhiston, sehingga membentuk nukleoprotein (Suryo nukleoprotein (Suryo 1995: 18). Dalam setiap inti sel , moleku DNA dikemas dalam struktur sepeti benang yang disebut kromosom. Setiap kromosom memiliki titik penyempitan yang disebut sentromer yang membagi kromosom menjadi dua bagian atau disebut lengan. Lengan pendek disebut lengan “P” dan lengan panjang disebut lengan “Q”.
Lokasi sentromer
memberikan karakteristik pada masing-masing kromosom dan dapat digunakan untuk menggambarkan lokasi gen tersebut (May dkk 2011:1). Macam-macam kromosom berdasarkan letak sentromernya, pertama, metasentris yaitu kromosom yang memiliki sentromer di tengah, sehingga kromosom dibagi atas dua lengan yang sama panjang. Kedua, submetasentris, yaitu kromosom yang memiliki sentromer tidak di tengah, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Ketiga, akrosentris, yaitu kromosom yang memiliki sentromer dekat dengan salah satu ujungnya, sehingga kedua lengan tidak sama panjangnya. Keempat, telosentris, yaitu kromosom yang memiliki sentromer di salah satu ujungnya sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan (Suryo 1995: 60). Ada beberapa kromosom kadang-kadang masih dapat dilihat adanya lekukan ke arah dalam sehingga memisahkan bagian kecil dari lengan kromosom, yang dinamakan satelit. Di lekukan sekunder seringkali dibentuk nukleus, oleh karena itu lekukan ini disebut juga pengatur nukleus. Setiap lengan kromosomterdiri dari dua bagian yang serupa dan dinamakan dinamakan
kromatid. Dalam kromatid tampak dua pita spiral disebut kromonema (jamak: kromonemata). Penebalan yang terdapat pada kromonema disebut kromomer. Bagian dari ujung-ujung kromomer disebut telomer yang fungsinya menghalangi bersambungnya kromosom satu dengan yang lainnya (Suryo 1995; 58). Pada tahun 1928, Emil Heitz menemukan beberapa bagian pada kromosom yang sangat tebal dan gelap dan diberi nama heterokromatin, sedangkan bagian yang tidak menebal dan tidak gelap yang terlihat pada tahap telofase dan interfase disebut euterokromatin. Study selanjutnya menunjukkan Heterokromatin mengandung sedikit atau tidak ada gen aktif, sedangkan eukromatin mengandung gen aktif (Eberhard 2007:180). Kromosom raksasa disebut kromosom politen, ditemukan pada sel nukleus kelenjar ludah dan pada beberapa jaringan larva Drosophila melanogaster dan pada serangga ordo diptera lainnya. Struktur kromosom politen dibentuk dari pengulangan replikasi DNA tanpa pemisahan dari replikasi helaian kromatin. Bagian-bagian kromosom politen pada kromosom betina (X) yaitu kanan dan kiri pada kromosom 2 dan 3 dan kromosom pendek (kromosom 4) pada bagian kromosenter (Harth 2005: 272 & 273). Kromosenter adalah bagian block besar pada heterokromatin yang terdapat di dekat sentromer. Pada kromosom politen, selain terdapat kromonemata dan kromosenter, ditemukan juga band dan interband . Band adalah bagian gelap pada kromosom dan interband adalah bagian terangnya. Band yang terurai membentuk puff . Puff adalah gen aktif pada transkripsi RNA (Wolfe 1993: 737). Kromosom politen sering ditemukan pada kromosom kelenjar ludah, karena seirng dilakukan penelitian dari kelenjar ludah larva diptera. Kromosom politen juga ditemukan pada organ lain seperti tubulus malphigi dan kantong lambung. Pada beberapa lalat dewasa juga dapat ditemukan sedikit kromosom politennya (Wolfe 1993:736). Digunakannya kromosom kelenjar ludah karena kelenjar ludah tersusun dari sel-sel yang sangat besar selama perkembangan larva. Sel-sel itu tidak lagi membelah, namun semakin besar mengikuti perkembangan larva. Painter menduga, membelah nya kromosom kelenjar ludah karena pada tahap S dari interfase, baik kromosom maupun kromomer membelah, sedangkan pada kromosom biasa, pembelahan seperti itu hanya terjadi pada tahap mitosis. Kromosom kelenjar ludah tidak pernah mengalami pemendekan, sehingga terlihat sangat panjang dan besar. Kromosom kelenjar ludah mengandung 1000 kali lebih banyak DNA dibanding kromosom biasa ( Suryo 1995: 78 & 84). Kromosom Drospohila melanogaster dijadikan objek dalam berbagai penelitian karena perkembangan larva Drosophila melanogaster dibedakan atas tiga instar, dan pada instar ketiga, larva mempunyai ukuran panjang kira-kira 4,5 milimeter (Suryo 1995: 78).
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami sturktur kromosom politen Drosophila melanogaster . Kedua, untuk mengetahui dan memahami bagian bagian kromosom politen Drosophila melanogaster . Ketiga, untuk mengetahui dan memahami perbedaan antara kromosom politen dan kromosom biasa. BAB II PEMBAHASAN
Kromosom raksasa yang terdapat pada kelenjar ludah Drosophila melanogaster terbentuk karena proses endomitosis dimana strand kromosom mereplikasi terus menerus tanpa terjadi pembelahan inti. Proses endomitosis menghasilkan bentukan kromosom yang besar dan panjang seperti pita, atau yang biasa disebut kromosom polytene. Dalam anonim disebutkan bahwa kromosom dalam kelenjar ludah Drosophila melanogaster membelah beberapa kali tetapi masing-masing strand tidak membelah. Strand-strand tersebut tetap menempel antara satu dengan yang lain. Dengan kata lain, kromosom raksasa ini memiliki banyak copy gen yang tidak memisah antara satu dengan yang lain, sehingga di dalam satu sel terdapat kopian informasi dari beberapa gen di dalam kromosom. Namun saat terjadi endoreplikasi yang berulang-ulang pada kromosom, ada bagian yang tidak ikut membelah dengan maksimal, yakni daerah sentromer. Sebagai hasilnya, sentromer kromosom tergabung bersama-sama menjadi bentukan padat yang dinamakan sentrosenter (Gardner, 1991). Kromosom ini disebut kromosom raksasa karena sesungguhnya kromosom ini adalah kromosom interfase yang memiliki ukuran lebih panjang daripada kromosom metaphase sehingga kromosom ini dapat dilihat (pada fase interfase) dimana pada kondisi tersebut semua kromosom lain tidak terlihat. Kromosom raksasa dibentuk oleh peristiwa endomitosis, yaitu suatu replikasi yang menghasilkan banyak kromosom yang tidak terpisah satu dengan yang lain. Struktur kromosom raksasa ini tersusun atas pita terang dan pita gelap. Pita terang mengandung eukromatin dengan lilitan yang renggang sedangkan pita gelap mengandung heterokromatin dengan lilitan yang padat, mengalami kondensasi, dan berperan aktif dalam pembelahan. DNA umumnya terdapat pada pita-pita yang gelap (Kimball, 1990). Dalam sel yang sedang membelah, kromosom biasanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa. Akan tetapi untuk mempelajari struktur halusnya, harus digunakan sebuah mikroskop elektron, karena dapat memberikan perbesaran jauh lebih kuat. Kromosom dibedakan atas autosom (kromosom tubuh) dan kromosom kelamin (kromosom seks). Kecuali beberapa hewan tertentu, maka kebanyakan makhluk memiliki sepasang kromosom
kelamin dan sisanya merupakan autosom. Lalat buah ( Drosophila melanogaster ) yang sering digunakan untuk penyelidikan genetika mempunyai 8 kromosom, 6 autosom dan 2 kromosom kelamin (Suryo, 1986). Untuk mendapatkan kromosom raksasa ini perlu didapatkan terlebih dahulu kelenjar ludah larva instar 3 Drosophila melanogaster. Kelenjar ludah ini terletak di daerah antara kepala dengan leher. Warna kelenjar ludah adalah transparan dan akan berubah menjadi keruh saat ditetesi larutan fiksatif FAA. Kelenjar ludah Drosophila melanogaster berjumlah sepasang dengan bentuk seperti ginjal. Sebelum diamati, terlebih dahulu kelenjar ludah yang telah didapatkan ditetesi dengan acetocarmin. Pemberian acetokarmin ini bertujuan untuk memberikan pewarnaan pada kromosom sehingga kromosom lebih mudah diamati. Kromosom raksasa yang ditemukan berwarna transparan dengan suatu ciri yang khas yang mudah dikenali, yaitu terdapat garis-garis pita gelap dan terang berseling teratur. Dengan perbesaran mikroskop lemah, kromosom ini sudah dapat diamati dengan cukup jelas (Iqbal, 2007). Jenis kelamin kita merupakan salah satu karakter fenotifik kia yang lebih nyata. Meskipun perbedaan anatomis dan fisiologis antara pria dan wanita banyak, dasar kromosom seksnya sedikit lebih sederhana. Pada manusia dan mamalia lain, seperti pada lalat buah, ada dua varietas kromosom seks dilambangkan dengan X dan Y. Seseorang yang mewarisi dua sifat X, satu dari masing-masing orang tuanya biasanta berkembang dari sebuah zigot yang mengandung satu kromosom X dan satu kromosom Y. Disamping dalam menentukan jenis kelamin, kromosm seks, terutama kromosom X, memiliki gen-gen untuk banyak karakter yang tidak berkaitan dengan seks (Campbell, 2001). Kromosom raksasa biasanya ditemukan pada stadium larva. Hal ini dapat dimengerti karena dengan adanya replikasi kromosom yang berulang-ulang (untuk membentuk kromosom raksasa) ini akan menguntungkan bagi larva yang sedang tumbuh dengan cepat daripada jika sel tersebut tetap diploid. Pembentukan kromosom raksasa tidak hanya terjadi pada kelenjar ludah larva prepupa Drosophila melanogaster tetapi juga terjadi pada sel-sel perawat pada ovarium, sel folikel yang mengelilingi oosit, sel-sel lemak, sel usus dan histoblas abdominal. Jadi selain pada kelenjar ludah, kromosom raksasa juga ditemukan pada sel-sel tersebut. Perbedaannya adalah pada letak penggembungan. Seperti halnya kromosom biasa lainnya, kromosom raksasa ini juga berfungsi untuk mengatur kegiatan metabolisme di dalam sel dan mengatur semua sistem kerja di dalam sel tersebut (Iqbal, 2007). Kromosom raksasa biasanya ditemukan pada stadium larva. Hal ini dapat dimengerti karena dengan adanya replikasi kromosom yang berulang-ulang (untuk membentuk kromosom
raksasa) ini akan menguntungkan bagi larva yang sedang tumbuh dengan cepat daripada jika sel tersebut tetap diploid. Pembentukan kromosom raksasa tidak hanya terjadi pada kelenjar ludah larva prepupa Drosophila melanogaster tetapi juga terjadi pada sel-sel perawat pada ovarium, sel folikel yang mengelilingi oosit, sel-sel lemak, sel usus dan histoblas abdominal. Jadi selain pada kelenjar ludah, kromosom raksasa juga ditemukan pada sel-sel tersebut. Perbedaannya adalah pada letak penggembungan. Seperti halnya kromosom biasa lainnya, kromosom raksasa ini juga berfungsi untuk mengatur kegiatan metabolisme di dalam sel dan mengatur semua sistem kerja di dalam sel tersebut (Anonim, 2009).
Metodologi yang digunakan Alat yang digunakan pada praktikum pengamatan kromosom politen Drosophila melanogaster adalah mikroskop cahaya, mikroskop elektron, kaca objek, kaca penutup, jarum sonde, kertas penghisap, dan tisu. Bahan yang digunakan adalah larva instar III Drosophila melanogaster , larutan ringer , dan pewarna asetokarmin. Cara kerja pengamatan kromosom politen Drosophila melanogaster yaitu larva instar III diambil dari wadah pembiakan, lalu diletakkan di atas kaca objek yang sudah ditetesi larutan ringer . Larva ditusuk di bagian kepala dan tubuh lalu bagian tubuh ditarik ke arah yang berlawanan, hal ini dilakukan di bawah mikroskop stereo. Setelah bagian kepala berpisah dengan tubuh, dilakukan isolasi kelenjar ludah dan dibersihkan dari lemak-lemak yang masih menempel pada kelenjar ludah tersebut. Kelenjar ludah yang telah bersih dari lemak diberi pewarna asetokarmin dan didiamkan selama 10-15 menit. Setelah menunggu selama 10-15 menit, kaca penutup diletakkan di atas kaca objek lalu ditekan agar kelenjar ludah hancur dan sel-sel nya tersebar merata. Sisa asetokarmin dibersihkan dengan kertas penghisap lalu diamati dibawah mikroskop cahaya.
Gambar Kromosom Politen pada Drosophila melanogaster
Digunakannya kelenjar ludah Drosophila
melanogaster karena
lalat
tersebut
merupakan salah satu dari ordo diptera yang memiliki kromosom homolog kebanyakan selalu berpasangan. Oleh karena itu kromosom-kromosom interfase dalam sel-sel kelenjar ludah selalu berpasangan. Dalam inti sel interfase dari embrio lalat Drosophila melanogaster , kromosom homolog tampak sebagai benang-benang berpasangan yang memiliki kromomer (Suryo 1995: 84). Digunakannya larva instar III Drosophila melanogaster karena umur dan kondisi larva sangat menentukan untuk melihat pola band pada kromosom politennya. Larva yang sudah hampir menjadi pupa juga menurun kualitas pola band nya. Larva instar III Drosophila melanogaster digunakan juga karena larva tersebut sudah cukup makan dan beradaptasi dengan lingkungannya (Henderson 2004: 251 & 266). Terbentuknya pola gelap dan terang karena kromatid yang bersinaps. Band berupa struktur kompak yang memiliki lebih banyak DNA dibandingkan interband . Kromatin yang menggulung merupaka salah satu alasan terbentuknya band dan kromatin yang tidak menggulung membentuk interband . Gulungan tersebut akan terlihat seperti pita gelap karena mengandung banyak DNA (Henderson 2004: 26).
BAB III KESIMPULAN
Kromosom politen adalah kromosom raksasa yang mengandung 1000 kali DNA lebih banyak dari kromosom biasa. Terbentuknya kromosom politen karena pengulangan replikasi DNA tanpa pemisahan dari replikasi helaian kromatin. Kromosom politen sering ditemukan pada kelenjar ludah Drosophila melanogaster . Struktur kromosom politen terdiri dari lengan kanan dan kiri dari kromosom 2 dan 3 dan kromosom pendek (kromosom 4) pada bagian kromosenter. Bagian-bagian dari kromosom politen yaitu adanya kromosenter, kromonemata, band , interband , dan puff . Kromosom politen terlihat berbeda dengan kromosom biasa karena pasangan kromosom homolognya bersinaps. Selain pada kelenjar ludah, kromosom politen juga bisa ditemukan di tubulus malphigi dan kantong lambung. Kromosom politen pada kelenjar ludah terlihat besar karena tidak terjadi pemendekan kromatin pada tahap interfase nya. Dilakukannya pengamatan pada larva
instar III Drosophila melanogaster karena larva tersebuta sudah besar dan sudah mendapatkan makanan yang cukup serta sudah beradaptasi dengan lingkungannya.
Daftar Pustaka
Anonim, 2009. Kromosom Yang Dipengaruhi Oleh Seks. http://wiki/Gen/seks.or.id Diakses pada tanggal 12 November 2009. Campbell. 2001. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga Eberhard P. 2007. Color atlas of genetics. Thieme Stuttgart. New York: 497 hlm Gardner, E.J, dkk. 1991. Principles of Genetics. New York: John Wiley and Sons, Inc. Henderson, D.S. 2004. Drosophila cytogenetics protocols. Humana Press. United States:468 hlm http://ghr.nlm.nih.gov/handbook/basics/chromosome 14 Maret 2011 (23:13) Iqbal, Mochammad. 2007. Pengamatan Kromosom Raksasa pada Drosophila melanogaster. Http://www.bio_um.blogospot.com. Diakses Jum’at, 28 Maret 2008. Kimball, W, John. 1990. Biologi Jilid I. Jakarta: Erlangga. May, dkk. 2011. What is a chromosome?.
Manning, Gerard. 2006. A Quick and Simple Introduction to Drosophila melanogaster, (Online), (www.ceolas.org/fly/intro.html, diakses tanggal 10 Maret 2007). Suryo, 1995. Sitogenetika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta: xii + 531 hlm Wolfe, Stephen L. 1993. Molecular and cellular biology. Wadsworth, Inc. California: xviii + 1145 hlm Harth, Daniel L., Jones E. 2005. Genetics: Analysis of genes & genomes. Jane Bartlett Publishers, Inc. Canada: 763 hlm