BAB I STATUS PASIEN 1.1.
IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap
: Tn. D
Usia
: 70 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jakarta Utara
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Tgl pemeriksaan : 27 Agustus 2013
1.2.
ANAMNESIS (Autoanamnesis/ Alloanamnesis) KeluhanUtama
Gatal-gatal pada punggung dan kaki kanan sejak 1 bulan SMRS Keluhan Tambahan
Bintik kemerahan, luka bekas garukan, perih, kulit terasa kering. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit RSIJ Sukapura dengan keluhan gatal pada punggung dan kaki sejak 1 bulan SMRS. Awalnya gatal timbul di daerah kaki, namun 2 minggu terakhir gatal juga dirasakan di daerah punggung. Gatal dirasakan hilang timbul, terutama dirasakan saat cuaca dingin. Keluhan disertai dengan bintik kemerahan, kulit terasa kering dan karena sering di garuk terdapat luka kecil- kecil dan terasa perih. Pasien mengaku mandi 2 kali sehari dan sering menggunakan air panas. Pasien mengaku selalu menggunakan sabun yang sama dan tidak mengganti sabun pada beberapa minggu terakhir. Pasien juga mengaku tidak pernah menggunakan krim untuk mengurangi keluhan kulit kering tersebut dan tidak terkena bahan kimia sebelum keluhan dirasakan. Menurut pasien, pasien tidak mengkonsumsi makanan sea food karena karena pasien memiliki alergi ikan.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Mengalami keluhan kulit seperti ini sebelumnya disangkal, riwayat DM dan hipertensi disangkal Riwayat Penyakit Keluarga
Mengalami keluhan kulit seperti pasien atau penyakit kulit lainnya disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Alergi
Pasien memiliki alergi makanan Riwayat Pengobatan
Pasien menggunakan bedak caladine untuk mengurangi gatal. Riwayat Psikososial
Pasien saat ini sudah tidak bekerja, pasien merupakan pensiunan pegawai negeri sipil. Pasien mandi 2 kali sehari dan sering mandi dengan air panas. 1.3.
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: composmentis
TandaVital
Tekanan darah
: tidak dilakukan
Nadi
: tidak dilakukan
Suhu
: tidak dilakukan
Pernapasan
: tidak dilakukan
Status Generalisata Kepala :
Rambut
: tidak ada kelainan
Mata
: tidak ada kelainan
Hidung
: tidak ada kelainan
Mulut
: tidak ada kelainan
Leher
KGB
: tidak ada kelainan
Kelenjar tiroid : tidak ada kelainan 2
Thoraks
: tidak ada kelainan
Abdomen
: tidak ada kelainan
Ekstremitas
: tidak ada kelainan
Status Dermatologi
Efloresensi : eritema, skuama, papul, kulit kering
Lokasi : punggung, tungkai bawah kanan
Distribusi : Regional
Lesi : Multipel, tidak teratur
Ukuran : Miliar
Batas : Tidak tegas
RESUME
Pria usia 70 tahun datang ke poli kulit RSIJ Sukapura dengan keluhan gatal pada punggung dan kaki sejak 1 bulan SMRS. Awalnya gatal timbul di daerah kaki, namun 2 minggu terakhir gatal juga dirasakan di daerah punggung. Gatal dirasakan hilang timbul, terutama dirasakan saat cuaca dingin. Keluhan disertai dengan bintik
3
kemerahan, kulit kering dan karena sering di garuk terdapat luka kecil- kecil dan terasa perih. Pasien memiliki riwayat alergi makanan. Status Dermatologi
1.4.
Efloresensi : eritema, skuama, papul, kulit kering
Lokasi : punggung, tungkai bawah kanan
Distribusi : Regional
Lesi : Multipel, tidak teratur
Ukuran : Miliar
Batas : Tidak tegas
DIAGNOSIS Diagnosis Kerja
: Dermatitis ec. Xerosis kutis
Diagnosis Banding
: Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak iritan
4
1.5.
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Kortikosteroid topikal
Non-Medikamentosa
Berhenti atau mengurangi penggunaan sabun atau pembersih kulit yang bersifat keras
1.6.
Menggunakan emolien setelah mandi dan menggunakan pelembab.
PROGNOSIS o
Quo ad vitam
: ad bonam
o
Quo ad fungsionam
: ad bonam
o
Quo ad sanactionam : ad bonam
5
BAB II ANALISA KASUS
Pasien adalah seorang pria usia 70 tahun yang datang dengan keluhan gatal pada punggung dan kaki sejak 1 bulan SMRS. Awalnya gatal timbul di daerah kaki, namun 2 minggu terakhir gatal juga dirasakan di daerah punggung. Gatal dirasakan hilang timbul, terutama dirasakan saat cuaca dingin. Keluhan disertai dengan bintik kemerahan, kulit kering dan karena sering di garuk terdapat luka kecil- ke cil dan terasa perih. Berdasarkan teori gejala yang dirasakan pada pasien sesuai dengan gejala pada penyakit dermatitis ec. xerosis kutis yaitu peradangan yang ditandai oleh kekeringan kulit dan rasa gatal. Xerosis umumnya dialami oleh orang lanjut usia, sesuai dengan teori, pasien merupakan seorang pria 70 tahun. Menurut pasien gatal dirasakan terutama saat cuaca dingin. Berdasarkan teori, epidemiologi dari penyakit dermatitis ec. xerosis tersebut banyak dikeluhkan pasien pada saat musim dingin. Pasien juga memiliki kemungkinan menderita penyakit dermatitis kontak alergi, karena pasien memiliki riwayat alergi makanan. Namun pada anamnesis di dapatkan keterangan bahwa pasien tidak mengkonsumsi makanan yang menyebabkan alergi, pasien juga tidak pernah mengganti sabun yang ia pakai dan tidak menggunakan krim untuk mengurangi keluhan kulit kering yang dialami. Pada anamnesis juga didapatkan bahwa pasien tidak terkena bahan kimia sebelum keluhan dialami.
6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1.
DEFINISI
Dermatitis xerotik atau xerosis atau disebut juga dermatitis asteatotik atau eczema craquele atau winter itch adalah gangguan peradangan yang sering terjadi dan ditandai oleh kekeringan kulit hebat dan rasa gatal. Kekeringan diduga berkaitan dengan pengurangan lemak permukaan kulit, walaupun penyebab yang tepat tidak diketahui. Dermatitis xerotik paling sering terjadi pada orang lanjut usia. 3.2.
EPIDEMIOLOGI
Kebanyakan pasien mengalami keluhan tersebut di musim dingin, terutama di daerah yang kelembabannya menurun seperti di dalam ruangan dengan Penghangat Ruangan. Frekuensi asteatotic dermatitis meningkat di Amerika Utara, terutama selama musim dingin. Meskipun kebanyakan kasus sembuh tanpa efek penyakit, dermatitis asteatotic dapat menjadi kronis yang sering dengan relapses selama musim dingin dan kelembaban rendah. Dermatitis asteatotic pada pria lebih dari 60 tahun meningkat dan lebih sering daripada perempuan. Usia rata-rata pada pasien adalah 69 tahun. Asteatosis juga bisa terjadi pada orang-orang muda. 3.3.
ETIOLOGI
Beberapa faktor etiologi bisa hidup berdampingan dan menyebabkan dermatitis asteatotic, termasuk berikut:
Xerosis dan gesekan
Terlalu sering dan terlalu lama mandi air panas
Penurunan sebasea dan aktivitas kelenjar keringat usia la njut
Penurunan sintesis keratin di usia lanjut
Lingkungan dengan kelembaban rendah dan dingin yang meningkatkan kehilangan air oleh konveksi
Radiasi
Malabsorpsi jangka panjang dari asam lemak esensial, termasuk asam linoleic dan asam linolenic 7
Kekurangan gizi : defisiensi Zinc, defisiensi asam lemak esensial, seperti asam linoleat atau asam linolenat
Atopi
Ichthyosis
Penyakit tiroid : myxedema dan penyakit tiroid lain dengan berkurangnya keringat dan aktivitas kelenjar sebaceous
Gangguan neurologi : penurunan berkeringat di daerah denervated
Obat : terapi anti androgen, terapi diuretik
3.4.
PATOFISIOLOGI
Pada awalnya, kehilangan kelebihan air dari epidermis mengakibatkan dehidrasi dari stratum korneum dengan corneocytes. Lapisan luar keratin membutuhkan konsentrasi air 1020% untuk mempertahankan integritas mereka. Penurunan yang signifikan dalam asam lemak bebas dalam lapisan tanduk ada pada orang dengan asteatotic dermatitis. Stratum korneum memiliki lipid yang bertindak sebagai Modulator air, dan hilangnya lipid kulit ini dapat meningkatkan kehilangan air transepidermal 75 kali dari kulit yang sehat. Pada usia lanjut dengan penurunan sebasea dan aktivitas kelenjar keringat, pasien dalam terapi anti androgen, orang menggunakan degreasing agen beresiko untuk eksim asteatotic. Ketika stratum korneum kehilangan air, sel-sel menyusut. Signifikan penurunan volume selular dapat menyebabkan stres elastisitas kulit, membuat celah (fisura). Edema pada dermis menyebabkan peregangan tambahan pada epidermis atasnya. Pecahnya fisura kapiler dermal, yang menyebabkan pendarahan klinis. Gangguan integritas kulit dapat menyebabkan peradangan dengan risiko infeksi. Penyerapan transepidermal dari allergen dan iritan meningkat sebagai kerusakan epidermis, meningkatkan kerentanan terhadap dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan dapat menyebabkan dermatitis persisten dan mungkin lebih luas meskipun mendapatkan terapi. Selain itu, kelembaban rendah lingkungan berkontribusi untuk terjadinya xerosis, menciptakan sebuah gambar klinis dermatitis asteatotic dalam beberapa kondisi dermatologi, seperti dermatitis atopik.
8
3.5.
MANIFESTASI KLINIK
Anamnesis Tanyakan faktor-faktor yang penting yang berhubungan dengan penyakit seperti :
Frekuensi mandi, jenis sabun atau pembersih yang digunakan
Jenis krim pelembut kulit yang digunakan, metode dan frekuensi pemakaian
Diet
Medikasi
Jenis pakaian yang dipakai (wol dapat menyebabkan iritasi)
Suhu lingkungan
Jika erupsi terus berlanjut meskipun sudah diterapi, perubahan perilaku dan kepatuhan pengobatan, dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan dan keganasan internal mungkin perlu diselidiki.
Pemeriksaan Fisik Lesi primer berupa skuama yang kering dan halus, kulit retak atau pecah pecah kelihatan seperti susunan genteng (crazy paving). Fisura-fisura tersebut dapat menjadi merah dan meradang. Lokasi yang sering yaitu melibatkan daerah pretibial, tetapi juga dapat terjadi pada paha, tangan, dan tubuh. Muka dan bagian lipatan yang lembab jarang terkena. Lesi sekunder berupa ekskoriasi, eritematosa, edematous patches mungkin akibat dari menggosok atau menggaruk. Terdapat juga pendarahan celah sekunder akibat gangguan kapiler dermal, yang dimulai dari celah-celah yang dangkal di epidermis.
9
3.6.
3.7.
DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis statis
PENGOBATAN
Preparat emolien dibutuhkan pada kebanyakan kasus. Dianjurkan pasien mandi dengan minyak atau emolien daripada menggunakan sabun. Kortokosteroid yang ringan dapat digunakan. Triamcinolone (Aristocort) untuk inflamasi dermatosis responsif terhadap steroid,
menurunkan
peradangan
dengan
menekan
migrasi
polimorfonuklear
dan
membalikkan permeabilitas kapiler. Tersedia dalam salep (0,1%) dan krim (0, 025%, 0,1%, 0,5%). Penggunaan salep steroid dengan polyethylene atau Unna boots adalah pengobatan pilihan resolusi yang cepat pada dermatitis asteatotic. Unna boots dengan steroid krim atau salep menambah efisiensi terapi dan kemudahan perawatan, terutama pada populasi rumah jompo. Unna boots dapat dibiarkan utuh biasanya selama 3-5 hari. Banyak pasien sembuh dengan topikal steroid ringan (kelas III-VI) saja, tergantung pada keparahan dermatitis pasien, sesuai dengan pengobatan dan pengurangan dalam penggunaan sabun dan air panas untuk daerah yang terlibat. Beberapa penelitian telah melaporkan keberhasilan penggunaan pimecrolimus atau tacrolimus krim dalam kondisi selain dermatitis atopik, termasuk seborrheic dermatitis dan eksim asteatotic. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan peran inhibitor calcineurin topikal dalam mengobati gangguan ini.
10
Umumnya penggunaan pelembab, terutama berbasis petrolatum, sendiri atau dalam kombinasi dengan topikal steroid untuk kasus-kasus ringan dermatitis asteatotic dianjurkan. Metode rendam dan smear hydrating kulit dengan mandi atau perendaman daerah yang terkena diikuti oleh penerapan salep steroid sekali sehari telah terbukti untuk membersihkan lebih bahwa 90% dari pasien dalam 4-14 hari. Ini terbaik dilakukan pada malam hari. 3.8.
PENCEGAHAN
Mandi menggunakan air yang suhunya sedikit diturunkan
Berhenti atau mengurangi penggunaan sabun atau pembersih kulit yang bersifat keras
3.9.
Menggunakan emolien setelah mandi dan menggunakan pelembab.
Menerapkan penggunaan steroid salep dengan atau tanpa oklusi polietilen.
PROGNOSIS
Asteatotic dermatitis berespon baik terhadap terapi, namun, jika faktor kausatif tersebut tidak dihilangkan, memungkinkan untuk berulang.
11
DAFTAR PUSTAKA
Asteatotic Eczema. Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/1124528-overview. Diakses 12 Februari 2013 Faktor-Faktor
Yang
Berhubungan
Dengan
Kejadian
Dermatitis.
Diambil
dari
http://antholeo.wordpress.com/2010/07/08/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan-kejadiandermatitis/. Diakses 8 Juli 2010 Grant MJ. Color Atlas Of Dermatophatology. Ed. New York: Informa health Care; 2007. p 11
12