TUGAS MANDIRI MAKALAH SISTEM KEPERAWATAN INTEGUMEN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA LANSIA “DERMATITIS”
Fasilitator: Okky Rachmad Ngakili,S.Kep.,Ns.,M.Kep Ngakili,S.Kep.,Ns.,M.Kep
Oleh : Kurrotul Aini (15100026)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
Pada lasia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah (Suhartin, 2012). Penyakit-penyakit
infeksi
dermatitis
merupakan
penyakit
kulit
yang
umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang terhadap seseorang dalam bentuk peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadappengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Prevalensi dari semua bentuk dermatitis adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopic 0,69%, ekzema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk (Adi, Arman, & Udiyono, 2017) Banyak faktor penyebab timbulnya penyakit dermatitis di masyarakat, diantaranya adalah direct causes (faktor langsung), yaitu berupa bahan kimia dan indirect causes (faktor tidak langsung) yang meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan kebersihan perorangan ( personal hygiene) (Adi, Arman, & Udiyono, 2017). Salah satu penyebab dermatitis yaitu pekerjaan dan kebersihan perorangan yang kurang baik. Untuk memelihara kebersihan kulit, kebiasaan- kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan seperti menjaga kebersihan pakaian, mandi secara teratur, mandi menggunakan air bersih dan sabun, menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri, makan yang bergizi terutama sayur dan buah, dan menjaga kebersihan lingkungan (Ibrahim, Lestari, & Safriyanti, 2016).
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Sistem Integumen Pada Lansia 2.1.1 Sistem Integumen Pada Lansia
Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang sebesar 2,5% per dekade (Suhartin, 2012).
a) Stratum Korneum
Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri dari timbunan korneosit. Perubahan yang terjadi pada lansia adalah kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama yang menyebabkan penyembuhan luka lebih lama dan pelembab pada stratum korneum berkurang yang menyebabkan kulit kering dan kasar. b) Epidermis
Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit, perlambatan dalam proses perbaikan
sel,
dan
penurunan
jumlah
kedalaman
rete
ridge,
menyebabkan terjadinya pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi. Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya pigmentasi yang tidal merata pada kulit. c) Dermis
Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topikal. d) Subkutis
Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas tulang rangka. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh yang menyebabkan gangguan fungsi perlindungan dari kulit.
2.1.2 Dermatitis A. Definisi
Dermatitis atau eksim adalah radang kulit sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau endogen yang menyebabkan gangguan klinis tersebut sebagai efloresensi polimorfik dan keluhan gatal (Adi, Arman, & Udiyono, 2017).
B. Etiologi
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan fungus. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi adalah perubahan kemampuan tubuh yang di dapat dan spesifik untuk bereaksi. Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : a. Luar (eksogen) misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen), fisik (sinar matahari, suhu), mikroorganisme (mikroorganisme, jamur). b. Dalam (endogen) misalnya dermatitis atopik. Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda pula. Sering kali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi.
C. Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan. Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam. Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya penyakit kulit lain.
D. Klasifikasi
1. Dermatitis kontak a. Dermatitis kontak toksis akut: Dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer kuat/absolute. Contoh: H2SO4 , KOH, racun serangga. b. Dermatitis kontak toksis kronik: Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer lemah/relatif. Contoh: sabun dan deterjen. c. Dermatitis kontak alergi: Suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen. Contoh : logam (Ag, Hg), karet, plastik, dll. 2. Dermatitis atopik Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang disebabkan zat-zat yang bersifat alergen. Contoh : inhalan (debu, bulu). 3. Dermatitis perioral Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntus-beruntus merah disekitar mulut. Penyebabnya tidak diketahui, menyerang wanita berusia 20-60 tahun dan bisa muncul pemakaian salep kortikosteroid diwajah untuk mengobati suatu penyakit.
4. Dermatitis statis Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering meninggalkan bekas, yang disebabkan penimbunan darah dan cairan dibawah kulit, sehingga cenderung terjadi varises dan edema.
E. Manifestasi Klinis
a. Dermatitis Kontak: Gatal-gatal, rasa tidak enak karena kering, kulit berwarna coklat dan menebal. b. Dermatitis Atopik: Gatal-gatal, muncul pada beberapa bula pertama setelah bayi lahir, yang mengenai wajah, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan dan kaki. c. Dermatitis Perioral: Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak beruntus-beruntus kecil kemerahan. d. Dermatitis Statis: Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa minggu/bulan, warna menjadi coklat.
F. Komplikasi
1. Katarak 2. Infeksi oleh bakteri, virus, dan jamur
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium a. Darah: Hb, leukosit, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin b. Urine: pemeriksaan hispatologi 2. Pemeriksaan penunjang a. Percobaan asetikolin (suntikan dalam intacutan, solusio asetilkolin 1/5000) b. Percobaan histamine hostat disuntikkan pada lesi
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Sistemik Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit-SRS-A dan pada kasus berat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid. 2. Terapi topical Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi bedak kocok bila kronik diberi salep. 3. Diet Tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) contoh : daging, susu, ikan, kacamg-kacangan, jeruk, pisang dan lain-lain.
2.2 Asuhan Keperawatan dengan Kasus Luka Bakar A. Pengkajian
1. Identitas Terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, agama, suku bangsa, pendidkan pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya terasa gatal serta nyeri. Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul. b. Riwayat penyakit sekarang Pada beberapa kasus dematitis kontak timbul lesi kulit (vesikel), terasa panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah, edema yang diikuti oleh pengeluaran secret. c. Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah pasien pernah mengalami keluhan atau alergi yang sama di masa lalu, serta tindakan medis apa yang sudah pernah dilakukan.
d. Riwayat penyakit keluarga Tanyakan apakah salah seorang anggota keluarganya ada yang mengalami penyakit yang sama. 3. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi - Gangguan fungsi kulit (lansia) - Terdapat lesi polimorfi - Terdapat vesikel-vesikel yang berkelompok kemuadian membesar - Pruritus - Terdapat bula atau pustule - Terjadi dekuamasi (timbul sisik) - Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi b. Palpasi - Nyeri tekan - Edema atau pembengkakan - Kulit bersisik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens cedera biologis (infeksi) 2. Kerusakan integritas kulit b/d gangguan pigmentasi 3. Resiko infeksi d/d pertahanan primer tidak adekuat 4. Gangguan citra tubuh b/d penyakit
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens cedera biologis (infeksi) Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam nyeri dapat berkurang. Dengan kriteria hasil:
Pasien mengatakan nyeri berkurang
Pasien tidak gelisah
Pasien dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
Intervensi: 1. Kaji tingkat dan jenis nyeri pasien Rasional: mengetahui kriteria nyeri pasien untuk menentukan intervensi selanjutnya. 2. Ajarkan pasien relaksasi distraksi Rasional: teknik relaksasi distraksi dapat membantu mengurangi nyeri 3. Edukasi pasien dan keluarga faktor yang penyabab nyeri Rasional:
timbulnya
lesi
akibat
faktor
penyakit
dapat
menyebabkan nyeri 4. Kolaborasikan
dengan
dokter
untuk
pemberian
terapi
farmakologis (analgetik) Rasional: untuk membantu memaksimalkan intervensi
2. Kerusakan integritas kulit b/d gangguan pigmentasi Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam integritas kulit pasien membaik. Dengan kriteria hasil:
Pigmentasi menjadi normal
Eritema dan skuama hilang
Kulit utuh
Intervensi: 1. Kaji kulit pasien setiap pergantian shift Rasional: untuk menentukan keefektifan regimen perawatan kulit. 2. Lakukan tindakan pendukung sesuai indikasi Rasional: Untuk meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan 3. Edukasi pasien dan keluarga dalam melakukan tindakan hygiene dan kenyamanan Rasional: untuk mengurangi pajanan bakteri atau virus
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi farmakologi (obat topical) Rasional: untuk membantu percepatan proses penyembuhan
3. Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam pasien tidak mengalami infeksi, dengan kriteria hasil:
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Diare berkurang
Intervensi: 1. Kaji adanya tanda-tanda penyebab infeksi Rasional: mengetahui ada atau tidaknya infeksi 2. Melakukan semua tindakan secara aseptik Rasional: untuk mencegah penularan patogen 3. Ajarkan pasien dan keluarga cara cuci tangan 6 langkah Rasional: untuk mempertahankan lingkungan aseptik 4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik Rasional: memaksimalkan intervensi
4. Gangguan citra tubuh b/d penyakit Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam pasien tidak mengalami gangguan konsep diri citra tubuh, dengan kriteria hasil:
Pasien tidak menarik diri dari kontak sosial
Pasien mau berpartisipasi dalam perawatan
Ekspresi wajah tidak menunjukkan tanda berduka
Intervensi: 1. Kaji persepsi pasien tentang gambaran dirinya Rasional: menggali informasi tentang pandangan pasien 2. Berikan support pada pasien Rasional: membantu pasien menerima keadaannya
3. Libatkan keluarga untuk meningkatkan konsep diri Rasional:
keluarga
merupakan
support
system
dalam
meningkatkan motivasi 4. Catat adanya tingkah laku non verbal atau tingkah laku negativ Rasional: untuk mengtahui perubahan perilaku pasien
D. Implementasi Keperawatan
Metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan: 1. Memahami intervensi 2. Menyiapkan tenaga dan alat 3. Menyiapkan lingkungan terapeutik 4. Membantu dalam melakukan aktivitas sehari-hari 5. Memberikan asuhan keperawatan langsung 6. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga
E. Evaluasi Keperawatan
1. Mengumpulkan data 2. Menafsirkan perkembangan pasien 3. Membandingkan keadaan setelah dan sebelum dilakukan tindakan 4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standart normal
2.3 Patient Safety pada Kasus Dermatitis
Patient safety adalah bebas dari cidera atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan. 1. Hak pasien, pasien dan keluarga berhak untuk menerima informasi tentang intervensi dan hasil pelayanan, termasuk kejadian yang kemungkinan tidak diharapkan. Contoh untuk kasus dermatitis adalah pasien dan keluarga harus tau segala bentuk penatalaksanaan yang diberikan mulai dari farmakologis hingga non farmakologis.
2. Mendidik pasien dan keluarga dengan cara melibatkan pasien sebagai partner dalam proses keperawatan. Seperti memberikan edukasi bagaimana cara merawat lansia yang terkena dermatitis, penyuluhan pada keluarga pasien tentang cara menjaga kebersihan untuk menurunkan insiden kejadian penularan patogen. Patient safety yang bisa diterapkan pada kasus osteomielitis sebagai berikut: 1. Pasien dengan dermatitis biasanya akan mengeluh nyeri, gatal-gatal, dan tidak merasa nyaman, oleh karena itu diberikan terapi salah satunya adalah terapi topikal yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien (sesuai indikasi), sehingga dapat mempercepat penyebuhan. 2. Pemberian makanan atau diit juga harus disesuaikan kebituhan pasien, misalkan TKTP yang telah dikolaborasikan dengan ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. 3. Dalam memberikan obat harus sesuai indikasi dan memperhatikan disiplin pemberian obat yaitu 6T (tepat obat, tepat pasien, tepat cara, tepat dosis, tepat waktu, dan pendokumentasian), supaya pasien tidak salah mengkonsumsi obat.
2.4 Aspek Legal Etik
a. Autonomi (Otonomi) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Pasien berhak membuat keputusan mau atau tidak diberikan pelayanan keperawatan, termasuk tindakan perawatan untuk kasus dermatitis. Pasien berhak untuk menerima atau menolak tindakan perawatan. b. Beneficience (Berbuat Baik) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Sebagai perawat
harus
berbuat
baik
ketika
berkomunikasi
ataupun
memberikan pelayanan keperawatan dengan cara menjelaskan terlebih
dahulu tindakan yang akan dilakukan, misalnya akan memberikan terapi topikal atau melakukan tindakan pengambilan sample darah. c. Justice (Keadilan) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil antara pasien yang satu dengan yang lain dengan menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. d. Non-maleficience (Tidak Merugikan) Segala bentuk tidakan yang diberikan tidak bertujuan untuk merugikan pasien. Menghindarkan pasien dari risiko infeksi. e. Veracity (Kejujuran) Prinsip
ini
berarti
penuh
dengan
kebenaran.
Perawat
harus
menyampaikan kebenaran penyakit dermatitis dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. f.
Fidellity (Metepati Janji) Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.
g. Confidentiality (Kerahasiaan) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Misalnya kondisi pasien karena dermatitis menyebabkan adanya bula atau pustule yang cukup banyak, maka perawat tidak boleh menceritakan
hal
tersebut
kepada
orang
lain
kecuali
untuk
kepentingan medis. h. Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa semua tindakan dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. i.
Informed Consent “Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau mem beri izin. Jadi “informed consent”
mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
BAB III PEMBAHASAN Analisis dan Perbandingan Askep Teori dengan Jurnal
1. Judul Perbandingan
Efektivitas
Krim
Metronidazole
1%
dan
Krim
Ketokonazole 2% pada Dermatitis Seboroik di Wajah 2. Penulis Mimie Malisa, Soenarto, Athuf Thata, dan R. M. Suryadi Tjekyan 3. Penerbit / Nama Jurnal Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Volume 2, Nomor 2 4. Abstrak Perjalanan penyakit dermatitis seboroik (DS) yang rekuren memerlukan pengobatan periodik dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, terutama jika mengenai area wajah. Tujuan utama pengobatan DS adalah mengontrol gejala, sehingga cenderung fokus pada anti-inflamasi. Ketokonazol merupakan pengobatan standar untuk DS, namun memiliki efek anti-inflamasi ringan. Efektivitas dan keamanan serta efek anti-inflamasi metronidazol topikal terbukti pada pasien rosasea dipertimbangkan menjadi alternatif pengobatan pada DS. Tujuan
penelitian:
Untuk
membandingkan
efektivitas
krim
metronidazol 1% dan krim ketokonazol 2% pada DS di wajah menggunakan skor Seborrhea Area and Severity Index-Face (SASI-F). 5. Hasil penelitian Krim ketokonazol 2% efektif menurunkan derajat eritem dan skuama pada DS di wajah dan secara signifikan mengurangi keparahan klinis DS. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan angka kesembuhan ketokonazol topikal pada DS di wajah berkisar antara 6990% jika digunakan selama 4 pekan. Metronidazol topikal merupakan derivat imidazol yang diklasifikasikan sebagai agen antiprotozoa dan antibakteri jika digunakan secara oral atau parenteral.
Beberapa penelitian in vitro menunjukkan bahwa metronidazol mengurangi jaringan oksidatif melalui hambatan terhadap netrofil sebagai mediator inflamasi. Selain itu, efek anti-oksidan metronidazol dapat meningkatkan asam palmitat yang merupakan asam lemak bebas pada kulit manusia. Metronidazol juga memiliki efek imunomodulator terhadap kemotaksis leukosit dan secara selektif menekan imunitas seluler