DELIRIUM
A.
DEFINISI
Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarasteristikkan dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya
delirium mempunyai onset yang yang mendadak (beberapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia namun tersering pada usia diatas 60 tahun. Menggigau merupakan gejala sementara dan dapat berfluktuasi intensitasnya, kebanyakan kasus dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau kurang. Akan tetapi jika delirium dengan fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan sangat jarang dan dapat menjadi progresif kearah dementia
B.
EPIDEMIOLOGI
Delirium merupakan kelainan yang sering pada : -
sekitar 10 sampai 15 persen adalah pasien bedah dan 15 sampai 25 persen pasien perawatan medis di rumah sakit. Sekitar 30 persen pasien dirawat di ICU bedah dan ICU jantung. 40 sampai 50 pasien yang dalam masa penyembuhan dari tindakan bedah pinggul memiliki episode delirium.
-
Penyebab dari pasca operasi delirium termasuk stress dari pembedahan, sakit pasca operasi, pengobatan anti nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, demam, dan kehilangan darah.
-
Sekitar 20% pasien dengan luka bakar berat dan 30-40 % pasien dengan sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS)
-
– 40 persen dari Usia lanjut merupakan faktor resiko dari terjadinya delirium, sekitar 30 – 40 pasien yang dirawat berusia 65 tahun dan memiliki episode delirium
C.
ETIOLOGI
Penyebab utama delirium : 1. Penyakit pada CNS – encephalitis, space occupying lesions, tekanan tinggi intrakranial setelah episode epilepsi. 2. Demam - penyakit sistemik 3. Intoksikasi dari obat-obatan atau zat toksik 4. Withdrawal alkohol 5. Kegagalan metabolik – kardiak, respiratori, renal, hepatik, hipoglikemia Faktor predisposisi.
Demensia
Obat-obatan multipel
Umur lanjut
Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit Parkinson
Gangguan penglihatan dan pendengaran
Ketidakmampuan fungsional
Hidup dalam institusi
Ketergantungan alkohol
Isolasi sosial
Kondisi ko-morbid multipel
Depresi
Riwayat delirium post-operative sebelumnya
Faktor pencetus (presipitasi).
Penyakit akut berat (termasuk, tetapi tak terbatas kondisi di bawah ini) -
Infeksi, dll 10-35%
-
Intoksikasi obat/racun 22-39%
-
Withdrawal benzodiazepin
-
Withdrawal alkohol ± defisiensi thiamin
-
Ensefalopati metabolik (25%)
-
Asam basa dan gangguan elektrolit
-
Hipoglikemia
-
Hipoksia atau hiperkapnia
-
Gagal hepar/ginjal
Polifarmasi
Bedah dan anestesi
Nyeri post op yang tak dikontrol baik
Neurologis 8% (anoksia, stroke, epilepsi, dll)
Perubahan dari lingkungan keluarga
'sleep deprivation'
Albumin serum rendah
Demam/hipothermia
Hipotensi perioperati
Pengekangan fisik
Pemekaian kateter terus menerus
Kardiovaskular 3%
Tak ditemukan penyebab 10%
Medikasi terkait delirium :
Beberapa jenis obat-obatan, baik yang resmi dan terlarang dapat menyebabkan delirium, antara lain : 1. Sedatif hipnotik 1.1. Benzodiazepin 1.2. Kloralhidrat, barbiturat 1.3. Anti kolinergik 1.4. benztropin, oksibutirin 2. Antihistamin mis difenhidramin 3. Antispasmodik misal : belladona, propanthelin 4. Fenothiazin misal: thioridazin
5. Antidepresan trisklik 6. Antiparkinson misal levodopa, amantadin, pergolid, bromokriptin 7. Analgetik misal opiat (khususnya pethidin), jarang : NSAID,aspirin 8. Obat anestesi 9. Antipsikotik, khususnya beefek antikolinergik, misal klozapin 10. Steroid : dapat tergantung dosis 11. Antagonis histamin- 2, khususnya simetidin, tetapi juga golongan ranitidin. 12. Antibiotik:aminoglikosid, penicillin, sefalosporin, sulfonamid dan beberapa flurokuinolon seperti siprofloksasin. 13. Obat kardiovaskuler dan antihipertensi, kinin,digoxin (padakadar normal),amiodaron, propanolol, methiodopa 14. Antikonvulsan : fenitoin, karbamazepin, valproat, pirimidin, klonazzepam,klobazam. 15. Lain-lain : lithium, flunoksilin, metoclopramid,imunosupresan. D.
PATOFISIOLOGI
Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal, biasanya melibatkan area di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua mekanisme yang terlibat langsung dalam terjadinya delirium adalah
pelepasan neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik
muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention) dalam delirium. Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter eksitasi. Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran. Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga: 1. Delirium hiperaktif Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba, intoksikasi Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic dietilamid (LSD)
2. Delirium hipoaktif Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapnia 3. Delirium campuran
Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat disebabkan oleh gangguan struktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah adanya gangguan yang irreversibel terhadap metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter. Asetilkolin Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute confusional states dan pada pasien dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasien dengan post-operative delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat. Dopamin Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan dopaminergic. Pada delirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergic Neurotransmitter lain Serotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic encephalopathy dan sepsis delirium. Agen serotoninergic seperti LSD dapat pula menyebabkan delirium. Cortisol dan betaendorphins: pada delirium yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritme circadian dan beta-endorphin. Mekanisme inflamasi Mekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium, yaitu karena keterlibatan sitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6, Stress psychososial dan angguan tisur berperan dalam onset delirium Mekanisme struktural Formatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian kesadaran dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis yang keluar dari formatio reticularis mesencephalic ke tegmentum dan thalamus. Adanya gangguan metabolik (hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium.
E.
DIAGNOSIS
Kriteria diagnostic delirium berdasar DSM IV :
Untuk Delirium karena kondisi medis umum: 1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi. 2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia. 3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi sepanjang hari. 4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gangguan disebabkan oleh pengobatan umum, atau obat-obatan, atau gejala putus obat. Untuk Delirium Intoksikasi Zat: 1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi. 2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia. 3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi sepanjang hari. 4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium (A) atau (B) A. Gejala dalam kriteria 1 dan 2 berkembang selama intoksikasi zat B. Pemakaian medikasi secara etiologi berhubungan dengan gangguan.
Untuk Delirium Putus Zat : 1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi. 2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia. 3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gejala dalam kriteria (1) dan (2) berkembang selama , atau segera setelah suatu sindroma putus Untuk Delirium Karena Penyebab Multiple: 1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi. 2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia. 3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi sepanjang hari. 4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa delirium telah memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya lebih dari satu penyebab kondisi medis umum, suatu kondisi medis umum ditambah intoksikasi zat atau efek samping medikasi). Untuk Delirium Yang Tidak Ditentukan: Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan pada bagian ini.
F.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Dementia Gangguan psikotik akut dan sementara Schizophrenia Gangguan mood [affective] Delirium
Dementia
Onset akut
Onset perlahan-lahan
berfluktuasi
Stabil atau progresif
gangguan kesadaran
Kesadaran normal
organisasi pikiran terganggu
Organisasi pikiran kurang
Sering terjadi gangguan persepsi
Jarang terjadi gangguan persepsi
Kewaspadaan selalu terganggu
Kewaspadaan normal
G.
GEJALA KLINIS DARI DELIRIUM :
Gangguan kesadaran
Disorientasi
Konsentrasi kurang
Tingkah laku
hiperaktif
hipoaktif
Bizarre
Ideas of reference
waham
cemas, Irritable
depresi
Illusi
Hallusinasi (visual)
terganggu
Pikiran
Mood
Persepsi
Memori
*Fluctuating course, worse in the evening
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam DSM IV digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian. Keadaan delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi transient, mimpi menakutkan di malam hari, kegelisahan.
1. kesadaran (arousal) Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan dari kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan pemusatan zat seringkali mempunyai delirium hiperaktif yang juga dapat disertai dengann tanda otonomik, seperti kulit kemerahan, pucat, berkeringat, takikardi, pupil berdilatasi, mual-muntah dan hipertermi. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang depresi, katatonik atau mengalami depresi. 2. Orientasi Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus di uji pada pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus deliriun yang ringan orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada kasus yang berat. 3. Bahasa dan Kognisi Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusu, mempertahankan dan mengingat kenangan munkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga mempunyai waham yang tidak sistematis, kadang-kadang paranoid. 4.Persepsi Pasien
dengan
delirium
seringkali
mempunyai
ketidakmampuan
umum
untuk
membedakan stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi paling sering adalah visual atau auditorik, walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktorius. Ilusi visual dan auditoris juga sering pada delirium. 5. Mood Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan mood lain yang sering adalah apati, depresi, dan euforia.
6. Gejala penyerta a. Gangguan tidur bangun Tidur pasien secara karakteristik terganggu. Pasien seringkali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap ditempat tidurnya atau diruang keluarga. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Pasien seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, dikenal sebagai sundowning. Kadang-kadang mimpi menakutkan di malam hari dan mimpi yang mengganggu pasien terus berlangsung ke keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi. b. Gejala neurologis gejala neurologis yang sering menyertai berupa disfagia, tremor, asteriksis, inkordinasi dan inkontinensia urin. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan delirium.
H.
MANAGEMENT PENGOBATAN
Pengobatan secara langsung baik identifikasi dari underlying physical cause maupun menilai pengobatan dari anxietas, distress, dan problem prilaku. -
pasien perlu penentraman hati, dan reorientasi untuk mengurangi anxietas, cara ini perlu dilakukan dengan sering.
-
Keluarga pasien perlu diberitahukan dan diterangkan secara jelas mengenai penyakit pasien agar mengurangi kecemasannya sehingga keluarga pasien dapat menolong pasien dalam perawat menjadi lebih tentram.
-
Pada perawatan di rumah sakit pasien sebaiknya dirawat di ruangan yang tenang juga cukup cahaya agar pasien dapat tahu dimana dia berada namun dengan penerangan dimana tidak mengganggu tidur pasien.
-
Keluarga maupun teman perlu menemani dan menjenguk pasien.
-
Penting untuk memberi sedapat mungkin sejak terjadi perburukan dari delirium.
-
Dosis yang kecil dari benzodiazepin atau obat hypnotic lain sangat berguna untuk membut pasien tidur saat malam. Benzodiazepin harus dihindari saat siang dimana efek sedasinya dapat meningkatkan disorientasi.
-
Ketika pasien dalam keadaan yang menderita dan gangguan prilaku, monitor pengobatan antipsikotik secara hati-hati dapat sangat berharga. Ikuti dengan dosis inisial yng cukup
untuk mengobati situasi akut, dosis obat oral secara reguler dapat diberikan secara adekuat agar pasien tidak mengantuk berlebihan. Haloperidal dapat diberikan dimana dosis harian 10-60mg. Jika perlu dosis pertama antara 2-5mg dapat diberikan intramuskular. Pengobatan Farmakologis Delirium :
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol. Droperidol (Inapsine) adalah suatu butyrophenone yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternative , walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting pada pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium
karena obat tersebut
disertai dengan aktifitas antikolinergik yang bermakna.Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine (Vistaril), 25 sampai 100mg.
1. Pengobatan termasuk pengobatan pada penyakit yang mendasari dan identifikasi medikasi yang mempengaruhi derajat kesadaran. 2. Olanzapine
(Zyprexa)
:
adalah
obat
neuroleptic
atipikal,
dengan
efek
ekstrapiramidal yang ringan, efektif untuk pengobatan delirium yang disertai agitasi. Dosisnya dimulai dengan 2,5mg, dan meningkat sampai 20 mg po jika dibutuhkan. Olanzepine dapat menurunkan ambang kejang, namun sisanya dapat ditoleransi dengan cukup baik. 3. Risperidone (risperidal), juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik, dimulai dengan 0,5 mg dua kali sehari atau 1mg sebelum waktu tidur, meningkat sampai 3 mg 2 kali sehari jika dibutuhkan. 4. Haloperidol (haldol), dpat digunakan dengan dosis yang rendah (0.5 mg sampai dengan 2 mg 2 kali sehari), jika dibutuhkan secara intravena. Efek samping ekstra pyramidal dapat terjadi, dapat ditambahkan sedative, misalnya lorazepam diawali 0,5 mg sampai 1 mg setiap 3 sampai 8 jam jika dibutuhkan.
I.
PROGNOSIS
Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya menghilang dalam periode 3-7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin membutuhkan waktu sampai 2 minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Ingatan tentang apa yang dialami selama delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang timbul, dan pasien mungkin menganggapnya sebagai mimpi buruk, sebagai pengalaman yang mengerikan yang hanya diingat secara samar-samar.
DAFTAR PUSTAKA
Buchanan R. W., & Carpenter W. T., Jr., Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of th
Phyciatry 7 edition, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2000
Direktorat Jendral Pelayanan Medis, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama, Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1993
Mycek M. J., Harvey R. A., Champe P. C., Lipincott Illustrated Reviews 2
nd
edition,
Phildeaphia, Lippincott Williams & Wilkins,1997.
Michael Gelder, Richard Mayou, John Geddes., Psychiatry 2 York, 1999.
nd
edition, Oxford University, New